Tidak! Kepala Nimas seperti berputar - putar kala melihat kartu identitas suaminya yang hanya tinggal sepotong karena dimakan api, Belum lagi sejumlah barang lainnya yang semuanya tampak habis terbakar.Naasnya semua barang itu benar milik Bisma. Nimas mendadak kehilangan seluruh kosa katanya, wanita itu membisu hingga sebuah berita dari laman resmi Novrian tunjukkan.Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Bambang Prasetyo mengatakan hingga hari ini, tercatat ada 3 anggota Polri yang gugur saat menjalankan tugas menggagalkan penyelundupan barang terlarang."Sampai dengan hari ini, ada 3 anggota yang gugur dalam melaksanakan tugas, satu diantaranya adalah...Bisma." Novrian bicara dengan hati-hati di hadapan istri sahabatnya.Nimas tercengang, wanita itu menggeleng kuat-kuat, ini kenyataan paling buruk yang tak akan sanggup Nimas hadapi."Nggak! Ini nggak mungkin terjadi Bang, semalam Mas Bisma... Dia..," Nimas tak bisa melanjutkan ucapannya wanita itu menjarahkan tatapan
"Siapa suruh kamu tidak hamil-hamil? " Nimas membelalakkan mata setelah mendengar Arjuna mengatakan hal itu. "Dengan atau tanpa izin darimu Winda akan tetap tinggal disini selama dirinya hamil!" tambah Arjuna dengan lantang. Mata Nimas berhenti berkedip seakan jiwanya telah terlepas dari raga. Dia terus menatap Arjuna yang sekarang menatapnya penuh ancaman. Bagai disayat sembilu, hati Nimas kini terasa hancur lebur. Suaminya baru saja mengakui bahwa telah menikahi sahabatnya dan ia dipaksa menerima wanita itu sebagai adik madu. Lebih gilanya lagi, Arjuna berencana untuk membawa wanita itu untuk tinggal satu atap dengannya! Di mana hati nurani Arjuna? Nimas sedang dalam mode tak sadarkan jiwa, sampai sebuah dorongan menyentuh lengannya. Nimas mengerjapkan mata. "Cepat buatkan susu hamil untuk Winda! Di tas itu ada lengkap kebutuhan Winda dan calon anak kami!" Bukan lagi sakit hati Nimas, melainkan hancur. Manik coklat itu berembun dan lambat laun mengeluarkan bulir-b
"Apa susahnya kamu tinggal terima Winda jadi adik madumu? Kamu juga kenal dia, gimana baiknya dia, royalnya dia. Ibu juga nggak asal kasih izin kalau Arjun nikahnya sama wanita sembarangan”.Luntur semangat Nimas kali ini. Niat hati ingin mengadu pada ibu mertuanya, tapi yang ada dia malah dicecar habis-habisan."Tapi, Bu..""Dengar ya, Nimas. Selama ini ibu sudah sabar menunggu kamu hamil, sedangkan semakin hari ibu makin tua. Jadi, apa salah kalau ibu ingin menimang cucu?" cecar Rubiah yang tak membiarkan Nimas membantah. Lagian kan laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu itu adalah hal yang lumrah.Pandangan Nimas memburam karena pelupuk matanya mulai terisi air mata yang siap mengalir. Kini tidak seorang pun yang berpihak padanya. Nimas bahkan belum sempat memberi tahu suami dan mertuanya soal dirinya yang hamil.Tak cuma Arjuna yang enggan mendengar apa yang ingin Nimas sampaikan, Rubiah juga demikian, kata-kata Nimas selalu dipotong sebelum perempuan itu selesai bicara.Ni
"Buruan!" nada perintah itu semakin tegas saja Nimas dengar."Mas, aku lelah. Suruh Winda bikin nasi goreng sendiri." kata Nimas berusaha menolak, karena dia tidak sudi menjadi pesuruh Winda. Sebab, Nimas sadar ngidam adalah akal-akalan Winda untuk menindas dirinya."Bukankah sudah kubilang, jadi istri itu yang penurut. Apa susahnya buatkan nasi goreng doang? Jadi manusia yang berguna sedikit kek!""Kalau menurut mas Arjun, Nimas sudah nggak berguna, maka lepaskan aku, Mas. Kehidupan ini terlalu singkat, berbahagialah bersama Winda."Mata Arjuna berkilat, perkataan Nimas berhasil menghunus hatinya.Nimas berusaha menopang tubuh agar tak ambruk di depan Arjuna. Sejak Arjuna memperlakukannya bak seorang pelayan, pria itu telah meremas Nimas hingga remuk tak berbentuk. Arjuna yang awalnya menjanjikan kebahagiaan, justru dia sendiri yang sekarang menjadi sumber luka terbesarnya. Menciptakan ribuan tombak beracun yang menancap apik di setiap sisi membuat pola duka pada hidup Nimas."Sejak
Sore itu Nimas makan ditemani oleh pria yang menjadi adik iparnya. Sejak sapaan yang hanya Nimas jawab 'baik’ atas pertanyaan pria itu, Bisma tak lagi bicara. Meski demikian, Nimas bersyukur, karena perasaan dan emosinya sungguh sedang tidak bisa diajak basa-basi."Arjuna sudah di jalan." penuturan Rubiah mau tak mau membuat Nimas menghela napas. Jika boleh jujur, Nimas belum siap bertemu dengan Arjuna karena luka tamparan di kedua pipinya mungkin akan segera sembuh, tetapi tidak dengan luka hatinya."Bu, Nimas masih mau disini.""Kamu ngomong sama Arjuna langsung, lagian keberadaan mu disana lebih dibutuhkan.""Dibutakan untuk menjadi babu" batin Nimas menimpali.Rubiah memang tidak menolak Nimas secara langsung, tapi bukankah itu bentuk penolakan halus?Meski Bisma turut berada di sana, tapi pria itu hanya diam memperhatikan dan menatap keengganan Nimas untuk kembali pulang bersama abangnya."Mungkin mereka bertengkar." pikir Bisma yang tetap melanjutkan makan dengan senyap.Tak la
Kepergian Arjuna dan Winda dimanfaatkan Nimas untuk mencari lowongan kerja. Tak hanya itu, dirinya juga mulai mencari-cari kost murah untuk ditinggali sementara.Setelah mendapat pukulan dua kali dari Arjuna, keinginan untuk memberi tahu pria itu tentang kehamilannya sirna sudah.Biarlah benih Arjuna tumbuh tanpa pria itu tahu, karena niatnya untuk bercerai dari suaminya semakin kuat. Arjuna telah berbuat zalim. Tidak hanya menyakiti fisik, Arjuna juga menyakiti jiwanya hingga rasanya luka yang digoreskan akan tetap basah selamanya.Setelah dipikir berulang kali pun, bertahan bukan pilihan yang bijak. Nimas tidak mau nantinya anak yang terlahir dari rahimnya disisihkan karena Arjuna sendiri sudah gelap mata. Antara dirinya dan Winda saja pria itu tak bisa adil, bagaimana nanti dengan anak-anak mereka?Wajah Nimas berubah murung. Akan sangat berat jika nekat meninggalkan rumah ini karena selama ini Arjuna yang menopang hidupnya. Namun, sekarang hubungannya sudah berbeda, Arjuna memili
Mata Nimas yang bersirobok dengan netra milik Bisma memburam. Nimas menutup wajah dengan kedua tangan. Tangisan yang keluar, gambaran dari betapa dia begitu rapuh dan butuh sandaran.Bisma mengurungkan niat untuk mendekat. Dia memilih membiarkan Nimas untuk menyelesaikan tangisannya dulu agar lebih lega.Bisma tidak akan meminta Nimas untuk berhenti menangis. Memberikan waktu untuk seseorang menuangkan tangisannya sampai selesai, bagaikan membiarkan dia mengoceh dan mengeluarkan amarah lewat ucapan.Hanya 10 menit waktu yang dibutuhkan Nimas untuk menuangkan kesedihannya melalui sebuah tangisan. Setelah itu, Nimas mencoba untuk menarik nafas dalam kemudian memberanikan diri menatap manik Bisma yang masih berdiri pada posisi semula."Aku nggak berniat sembunyikan kehamilanku, awalnya aku ingin memberi tahu mas Arjuna, tapi hingga detik ini, dia..."Nimas tak mampu melanjutkan ucapannya dadanya sungguh sesak memikirkan kemungkinan yang akan terjadi.Sementara Bisma ekspresinya begitu se
Nimas baru keluar kamar saat tiba waktu makan malam.Dimeja makan sudah ada Arjuna dan Winda yang tengah menikmati hidangan tanpa perduli pada Nimas yang masih merupakan nyonya rumah disini.Sekuat-kuatnya hati Nimas jika terus-terusan melihat suami dan pelakor berbahagia diatas penderitaan yang dia alami hatinya tetap saja terluka."Sudah bangun?" suara Arjuna tak Nimas jawab."Sini makan, tadi Winda sudah pesan banyak makanan untuk makan malam kita." tatapan hangat kembali Arjuna layangkan pada istri pertamanya."Aku nggak lapar.""Dasar nggak bersyukur, gengsi aku yang beli makanannya? La situ pemalas, tidur nggak tau waktu.""Kamu..,""Sudahlah Nimas, jangan diambil hati. Winda lagi hamil muda, mood-nya naik turun." nasehat Arjuna yang terkesan membela Winda. Lagi dan lagi."Mas, kamu nggak pernah ngertiin aku, aku juga istrimu.""Apa kamu sudah merasa jadi istri yang baik? Sudah beberapa hari ini kamu nggak lakuin tugasmu layaknya istri." suara Arjuna kembali naik.Egois. Banyak
Tidak! Kepala Nimas seperti berputar - putar kala melihat kartu identitas suaminya yang hanya tinggal sepotong karena dimakan api, Belum lagi sejumlah barang lainnya yang semuanya tampak habis terbakar.Naasnya semua barang itu benar milik Bisma. Nimas mendadak kehilangan seluruh kosa katanya, wanita itu membisu hingga sebuah berita dari laman resmi Novrian tunjukkan.Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Bambang Prasetyo mengatakan hingga hari ini, tercatat ada 3 anggota Polri yang gugur saat menjalankan tugas menggagalkan penyelundupan barang terlarang."Sampai dengan hari ini, ada 3 anggota yang gugur dalam melaksanakan tugas, satu diantaranya adalah...Bisma." Novrian bicara dengan hati-hati di hadapan istri sahabatnya.Nimas tercengang, wanita itu menggeleng kuat-kuat, ini kenyataan paling buruk yang tak akan sanggup Nimas hadapi."Nggak! Ini nggak mungkin terjadi Bang, semalam Mas Bisma... Dia..," Nimas tak bisa melanjutkan ucapannya wanita itu menjarahkan tatapan
"Mas, tolong!" Nimas menatap Arjuna penuh permohonan. Arjuna yang sudah berada di hadapan Vanilla menoleh."Saya nggak larang Mas ketemu Vanilla kapan pun. Tapi libatkan istrimu, jangan hanya datang dengan Mama, atau bahkan sendirian."Permintaan Nimas upaya agar hidupnya tetap damai, tanpa lagi adanya tuduhan-tuduhan tak berdasar dari istri Arjuna. Nimas lelah, amat sangat lelah dengan kecemburuan Winda."Yang dikatakan Nimas ada benarnya. Bicara baik-baik sama Winda, lagian harusnya Winda memanfaatkan peluang untuk dekat sama Vanilla, siapa tahu dengan hadirnya Vanilla di tengah-tengah kalian, Winda bisa mendapat berkah hamil." Rubiah ikut angkat bicara."Ma! Tolong jangan terus menerus menyinggung soal hamil, cukup sekali aku kehilangan istri, jangan terulang lagi."Nimas membuang muka saat Arjuna menatapnya lekat. Ada wajah penyesalan di raut lelaki itu. Dan Nimas sama sekali tidak ingin melihatnya.Hari itu Nimas membiarkan mantan suaminya puas bermain dengan putrinya di kediaman
"Kamu tahu kenapa kamu sendiri tidak yakin aku mempercayai perkataan mu, Winda? Itu karena kau terlalu sering berbohong padaku!" Arjuna menekankan setiap perkataannya, seolah menelaah dosa yang sudah istrinya lakukan.Winda bungkam. Dia tidak bisa mengelak."Sekarang aku tanya baik-baik padamu, apa yang kamu katakan pada Bisma saat dia datang tadi. Apa kamu sungguh tidak ada menyinggung tentang Vanilla?""Mas, aku..""Jawab saja! Ada tidak kamu menyinggung tentang Vanilla?!" emosi Arjuna meluap-luap. Winda berhasil memancing amarahnya dengan sikapnya yang bertele-tele."Apa salah aku meminta adikmu itu untuk jangan melibatkan kamu? Dia sudah menikahi wanita itu, anak itu juga jadi tanggung jawabnya, harusnya kamu tidak lagi dilibatkan Mas!" alih-alih merasa bersalah Winda malah meluapkan kekesalannya.Arjuna tercengang mendengar penuturan ngelantur Winda. Apa perempuan itu lupa ikatan keluarga tak akan terputus oleh apa pun, dengan cara apa pun. Ikatan darah akan selalu mengalir dan
"Apa yang ingin kamu katakan sama suamiku? Kamu sudah menikahi wanita itu. Jangan libatkan lagi Arjun dalam urusan kalian. Mengertilah Bim! Aku butuh waktu bersama dengan suamiku tanpa ada orang lain di tengah-tengah hubungan kami."Egois. Satu kata yang bisa Bisma sematkan untuk istri abangnya ini.Belum juga mengatakan tujuannya datang, Bisma sudah di wanti-wanti oleh Winda, agar tak melibatkan Arjuna untuk masalah Vanilla."Kalau gitu sampaikan saja pesanku pada Bang Arjun, katakan bahwa dia tidak perlu datang ke rumah Mama karena Mama sedang berada di rumahku bersama Nimas."Winda cuma mengiyakan dengan wajah jutek, tidak berniat mempersilahkan Bisma untuk masuk kedalam rumah.Bisma tidak mempermasalahkannya, dia sama sekali tidak ada urusan dengan perempuan itu jadi Bisma juga tak berniat lebih lama disana.Bisma langsung menjemput Rubiah untuk dibawa kerumahnya. Bisma akan segera pergi tugas setelah mengantarkan mamanya.Kedatangan Rubiah di sambut Nimas dan Vanilla. Sejak menik
Nimas masuk kamar anaknya dan menemukan Bisma yang tengah menyuapi Vanilla makan." Mama." sambut Vanilla sudah kembali ceria, sangat berbeda sebelum Bisma datang.Nimas tersenyum dan turut melangkah mendekati mereka." Setelah ini princess harus minum obat, kalau sembuh ayah akan membawa kalian pergi jalan-jalan" Suara lembut Bisma terdengar membujuk membuat Vanilla bersorak bahagia.Setelah Vanilla makan beberapa suap dan minum obat, Bisma membenarkan selimutnya. "Cepat sembuh, ayah menyayangimu" Bisma mengelus kening putrinya.Bisma dan Nimas keluar dari kamar Vanilla setelah gadis itu terlelap." Apa kamu sudah makan?" Tanya Bisma pada Nimas yang mengekor di belakangnya.Bimas menggeleng." Makan dulu, aku akan mandi sebentar.""Sudah ku siapan air hangat untuk mandi."" Kamu tak perlu melakukannya, aku bisa mandi dengan air dingin." Bisma merasa Nimas terlalu memanjakannya.Walaupun sesungguhnya hatinya tengah berbunga mendapati perhatian dari sang istri.Nimas pura-pura tak mend
Siang sudah beranjak menjadi senja. Seorang wanita tengah menantikan kedatangan suaminya di teras rumah. Dia adalah Nimas, Sejak siang Bisma belum mengirimkan pesan. Tidak biasanya Bisma seperti ini.Nimas mulai merasa khawatir. Apalagi jam pulang tugas sudah lama terlewat. Ini kali pertama Bisma tak memberi kabar. Biasanya jika pulang telat atau ada sesuatu yang akan Bisma kerjakan dia akan mengatakannya pada Nimas.Nimas sudah mulai memahami kesibukan suaminya dan Nimas sudah bisa beradaptasi."Mas Bisma belum datang??" Ibu Yuri menghampiri Nimas yang sejak tadi mencoba menenangkan Vanilla.Vanilla jatuh dari tangga rumah mereka, tidak mengalami cidera serius, tetapi putri kecil Nimas itu mendapat luka kecil di bagian kepalanya.Sudah empat jam anak itu tak berhenti menangis, Vanilla terus mencari Bisma dan minta di gendongan pemuda itu." Belum Bu!" Jawab Nimas dengan tangan yang terus mengelus lembut kening Vanilla yang di tutupi kain kasa." Huaaa__Huaaa, aku mau sama Ayah." gadi
Bisma layak menjadi intelijen dia memiliki kemampuan dan memenuhi syarat. Memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi Bisma juga memiliki pemikiran yang tajam pandai berkamuflase dengan baik, serta berakal.Kali pertama Yusup melihat cara kerja Bisma, rekan Bisma Nurman belum pulih dari cidera karena luka tembak di bagian dada. Sedangkan Rendra memiliki tugas lain diluar kasus ini.Sebelumnya Nimas sudah Bisma antar pulang. Kini pemuda itu sedang berada di ruangan bersama Novrian yang baru datang setelah mengatur lalu lintas."Kamu sudah baca surat tugas dari komandan?" Novrian bertanya dengan nada khawatir.Bisma tidak mengelak, dia tetap mengangguk membenarkan. Karena pada dasarnya dia memang sudah membacanya. Tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu, tugas adalah tugas Bisma tidak akan mengurangi baktinya pada negara."Menurutmu, mengapa tiba-tiba komandan mengirim mu tugas lumayan jauh, sedangkan dia tahu jika kamu sedang menyelidiki kasus yang tak kalah pentingnya?" Novrian menarik k
Bunda Zoe menatap sendu Yudhistira yang menenggelamkan wajahnya di bantal. Putranya tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Apakah ini kelemahan yang coba Yudhistira sembunyikan selama ini? "Tira?" "Aku sudah bertemu dengan Bisma Bun, dia dan Nimas baik-baik saja." Yudhistira mencoba untuk tersenyum tapi mungkin tampak aneh untuk Zoe. "Guntara mengatakan kalian terlihat percekcokan apa itu benar?" ketika Zoe menyebut tangan kanan Adi, Yudhistira tidak bisa mengelak. "Sebenarnya ada apa?" "Tidak ada apa-apa." suara berat menjawab tanya Zoe. Bukan Yudhistira yang menjawabnya melainkan Pak Adi. "Pa?" Zoe menghampiri suaminya yang berjalan kearahnya. "Jangan khawatir, tidak ada percekcokan apapun, kami hanya sedang berdiskusi." Zoe mengernyit. "Yudhistira memaksa keluar dari rumah sakit, padahal dokter menyarankan dia untuk lebih lama di rawat." Yudhistira mengangkat kepalanya. Demi Tuhan dia tidak tahu jika papanya adalah pendusta ulung. Alisnya terangkat satu
"Aku nggak tau kalau ada Mama dan dia dirumah." tutur Nimas ketika mereka selesai melakukan panggilan video dengan Bu Yuri."Aku juga baru tahu, sayang." tutur Bisma sembari mengusap punggung tangan istrinya."Apa kita tidak bisa langsung pulang, Mas?""Kenapa? Rindu Vanilla atau mau melihat mantan?" tanya Bisma tampak serius."Mas, astaghfirullah!!" seru Nimas menimpali ucapan suaminya.Bisma tersenyum, dia hanya sengaja menggoda istrinya."Bercanda, sayang."" Nggak lucu!" Nimas beneran kesal. Bisma boleh bercanda tentang apa saja, asal jangan soal mantan, Nimas sensitif soal yang satu itu."Maaf, aku sungguh hanya bercanda, aku hanya ingin kamu sedikit melupakan yang baru saja terjadi" Tutur Bisma mengecup kening Nimas yang membuat Nimas memejamkan matanya.Lagi-lagi Bisma membawa Nimas berbaring.Nimas masih meringkuk di dalam pelukan suaminya, sedang tidak ingin kemana-mana. Setelah mengurai ke khawatiran, Bisma mengajak Nimas kembali istirahat, perasaan pemuda itu juga sudah le