Home / Romansa / Tunangan Naif Pewaris Bengis / Tidak Pantas Dicintai

Share

Tidak Pantas Dicintai

Author: Purplexyiii
last update Last Updated: 2024-01-11 09:31:46

Nayla tersentak kecil, sebelum menggeleng cepat dan tersenyum manis sambil buru-buru merapikan rambutnya. “Tidak ada apa-apa, kok. Yuk, berangkat sekarang, Kak."

Elvan menaikkan sebelah alisnya. “Mata kamu—"

“Oh, tadi tidak sengaja kena make up, hehe. Udah, ih, Kak. Jangan banyak tanya,” jawab Nayla berbohong, lalu segera mendorong tubuh Elvan agar berbalik dan berjalan ke motor.

Elvan diam saja meski sedikit curiga, ia menaiki motornya lalu memakai helm. Saat melihat Nayla kesusahan memakai helm dari balik kaca spion, Elvan berdecak sebal.

Ia sengaja tidak membantu dan hanya melihatnya sampai Nayla bisa sendiri. Gadis itu lalu memukul pundak Elvan karena tidak peka.

“Kamu rese banget, ya, Kak. Kenapa aku tidak dibantu?” gerutu Nayla sambil naik ke jok belakang motor Elvan.

"Jadi cewek harus mandiri," decak Alvian yang lantas melajukan motornya.

“Nyebelin banget, ish! Jadi cowok, tuh, juga harus peka, Kak!”

Nayla memukul helm Elvan, tapi cowok itu tidak menghiraukan. Tetap fokus dengan jalanan. Nayla semakin kesal walau sebenarnya ia hanya sedang menutupi keadaannya tadi.

Yah, ia bersikap seperti itu agar Elvan tidak mencurigainya. Ia harus terlihat ceria dan cerewet di depan cowok itu, bahkan sahabat hingga teman-temannya.

"Apa tadi kedengeran, ya, dari luar?” batin Nayla mengingat saat sang ayah memecahkan vas bunga. Bertepatan dengan ia keluar, Elvan sudah datang.

Nayla lalu menggeleng, menepis pikiran itu, dan membatik yakin, “Ah, sepertinya tidak, deh.”

Selama perjalanan Elvan hanya diam. Begitu juga dengan Nayla yang sibuk dengan pikirannya. Kata-kata kasar dari sang ayah pagi tadi masih teringat jelas di benaknya. Sampai akhirnya motor Elvan berhenti, Nayla belum juga tersadarkan diri. Masih melamun.

Elvan melirik dari kaca spion, kemudian berdehem dengan keras. “Turun di sini.”

Belum ada balasan, membuat Elvan berdecak sebal. “Cewek aneh. Turun sekarang.”

“Woi! Kamu tuli?” sentak Elvan. Barulah Nayla tersentak dan mengerjapkan mata.

“E–eh? Udah sampai, ya, Kak?”

“Cepat turun!” suruh Elvan tegas. Tak peduli dengan hinaannya tadi.

Nayla celingukan, kemudian mengernyit karena Elvan menurunkannya di halte. “Tapi kok di sini, Kak? Ini, kan, masih jauh dari kampus kita."

“Ini tempat yang paling aman supaya tidak ada yang curiga sama kita,” dengkus Elvan. Kesabarannya sungguh diuji. Ia sedang menahan diri agar tidak mengumpati Nayla.

“Jadi setelah ini aku harus jalan kaki sampai ke kampus gitu, Kak? Tapi ini masih beberapa meter lagi, loh," ungkap Nayla dengan raut tak percaya. Ia benar-benar tak menyangka Elvan setega itu padanya.

“Terserah. Mau merangkak juga silakan. Soal jarak kampus yang masih jauh, itu bukan urusanku. Yang penting aku tidak mau kita keliatan berangkat bareng."

Nayla spontan memukul bahu Elvan dengan gerutuan sebal. “Ishh, kamu nyebelin banget, sih, Kak!"

“Makanya cepat turun, aku ada urusan,” desak Elvan.

“Iya-iya, Kak. Sabar, dong.” Akhirnya Nayla turun dari motor dengan raut tertekuk.

Elvan masih mengenakan helm tanpa membuka kacanya. Ia melirik Nayla yang sedang merapikan rambutnya di kaca spion. Tanpa sengaja tatapannya jatuh di sebelah pipi gadis itu yang tampak membiru. Seperti bekas tamparan yang cukup keras.

“Ah, apa, sih? Aku pasti salah lihat," batin Elvan berusaha tidak peduli. Ia menepis pikiran buruknya.

Nayla masih berdiri di sebelah motor Elvan, ia memajukan bibirnya menatap cowok itu. Membuat Elvan bergidik ngeri melihatnya. Mungkin jika cowok lain pasti akan salah tingkah karena raut menggemaskan Nayla, tapi sangat mustahil jika Elvan salah satu dari mereka.

“Kenapa? Jangan bertingkah sok imut di depanku. Aku risih," desis Elvan. Membuang muka.

"Ishhh! Kamu tidak peka lagi, kan, Kak! Pulang kampus nanti jangan lupa tungguin aku di sini, ya! Jangan tinggalin aku!"

“Oh, sorry. Tapi aku tidak bisa mengantarmu pulang,” tolak Elvan tanpa menoleh. Ia sudah memutar kunci motornya.

“Eh, kamu tidak boleh nolak, Kak! Pokoknya kamu harus tunggu aku! Tungguin aku sampai kelas selesai di sini!"

Elvan reflek menoleh dengan tajam. Rahangnya mengeras. “Beraninya, ya, kamu mengaturku?"

“Biarin! Pokoknya kamu harus mau, Kak!" tegas Tasya sambil bersedekap dada.

Elvan mendecih, kemudian menyalakan mesin motornya. “Jangan berharap aku bilang 'iya'."

“Kak Elvan! Awas, ya, kalau kamu kabur, aku bakal aduin ke mama papa kamu supaya kamu dihukum!” ancam Elvan tak main-main.

Elvan menyeringai tipis. “Silakan, memangnya aku peduli soal itu? Justru lebih baik kalau kamu batalin perjodohan kita."

Nayla membelalakkan mata saat Elvan menancap gas motornya tanpa menunggu balasan lagi darinya. Nayla menghentakkan kakinya kesal. Tidak berselang lama ia membuang napas panjang, berpura-pura ternyata melelahkan juga.

***

Sampainya di kampus, bukannya ke kelas Nayla justru memacu langsung langkahnya menuju ke toilet. Ia juga memperhatikan sekeliling takut-takut kalau saja bertemu dengan Clara, sahabatnya. Jangan sampai gadis itu tahu bahwa matanya bengkak.

Nayla bergegas masuk ke salah satu toilet yang kosong, ia langsung saja mengeluarkan beberapa make up yang sengaja dibawanya secara diam-diam.

Nayla kemudian mulai memoles concealer pada bawah kelopak matanya agar tampak segar dan tidak dicurigai oleh Clara atau teman-temannya.

“Dilihat-lihat aku cantik, loh. Tapi kenapa Kak Elvan membenciku? Apa aku seburuk itu di matanya sampai dia melarangku jatuh cinta padanya?" gumam Nayla sambil mengaca. Di saat laki-laki lain kerap memujinya, Elvan justru sebaliknya.

"Ah, atau memang aku tidak pantas untuk dicintai, ya?" Nayla terkekeh kecut. Lalu mengangguk kecil seolah membenarkan ucapannya sendiri.

"Yah, memang selama ini tidak ada yang mencintaiku, sih. Untuk apa juga aku berharap tinggi?"

Setelah selesai, Nayla keluar dan menuju wastafel untuk mencuci tangan. Kaca besar yang terpampang jelas di hadapannya membuat Nayla sekali lagi mengaca. Berulang kali memastikan bahwa mata bengkaknya tidak parah dan telah teratasi dengan baik.

"Semoga Clara tidak sadar," batin Tasya.

“Loh, Na? Kamu udah di sini dan bukannya ke kelas?"

Deg! Suara Clara yang tiba-tiba terdengar nyaris membuat jantung Nayla mencelos. Gadis itu ikut berdiri di sebelahnya dan mencuci tangan. Membuat Nayla sedikit menahan napas dan mengontrol raut wajahnya.

"Iya, aku udah kebelet sejak mau berangkat tadi." Nayla menjawab dengan cengiran.

Clara mendengkus kecil sambil merapikan poninya. "Makanya pagi-pagi jangan sarapan sambal. Yaudah kita ke kelas bareng, yuk. Sebentar lagi dosen udah masuk."

Nayla mengangguk singkat dan mengikuti langkah Clara keluar toilet. Melewati koridor yang panjang, tiba-tiba Nayla tidak sengaja melihat Elvan dari awal berlawanan bersama seorang gadis, ya, Nayla tahu dia Emma.

"Kak Elvan ternyata bisa ketawa kalau sama Kak Emma," batin Nayla, tersenyum kecut.

Saat mereka berpapasan, ia bisa melihat Elvan sedang mengacak-acak rambut Emma. Tanpa melirik Nayla sekilas pun, Elvan melengos pergi sambil berbincang dengan Emma.

"Jadi Kak Elvan lebih memilih berangkat bareng sama Kak Emma dari pada aku, ya?" lanjut Nayla lagi di dalam hati.

Related chapters

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Dibutakan Oleh Cinta

    "Eh, Manusia Batu! Kamu juga harus ketawa, dong! Ceritaku tadi lucu banget, kan?"Elvan duduk di kantin bersama tiga sahabatnya sambil menikmati makanannya. Suasana sangat seru ketika Emma terlihat bercanda dengan riang. Emma juga sesekali memukul lembut lengan Elvan sambil tertawa.Elvan yang mendapat perlakuan itu hanya tersenyum santai tanpa kesan marah atau kesal. "Iya, aku percaya. Habisin itu makanannya sebelum dingin."Emma terkekeh geli, lalu mengangguk-angguk. "Sumpah, deh. Pokoknya nanti kamu harus nonton filmnya, ya, El!""Iya-iya."Sementara itu, Nayla yang duduk agak jauh bersama Clara, memperhatikan mereka dengan perasaan cemburu yang tiba-tiba memuncak. Meskipun dia tahu Emma adalah sahabat Elvan, tetapi melihat keakraban mereka membuat hatinya tidak nyaman. Padahal saat dengannya sikap Elvan sangat kasar dan cuek."Kenapa Kak Elvan bisa tertawa akrab dengan Kak Emma? Padahal dia tunanganku," ucap Nayla di dalam hati.Nayla berusaha menyembunyikan rasa kesalnya, namun

    Last Updated : 2024-01-11
  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Patah Hati Menyakitkan

    Nayla tersenyum tipis. "Makasih karena karena hari ini sudah memberiku rasa sakit lagi, Kak Elvan."Nayla perlahan menjauh, ia merasa hatinya semakin berat. Ia berbalik dan memilih pulang sendirian, serta mencoba menghapus bayangan Elvan dan Emma dari pikirannya. Tetapi, semakin ia berusaha melupakan, semakin kuat bayangan mereka yang tertawa bersama muncul lagi di benaknya.Bahkan ketika ia sudah di dalam taksi pun, pikirannya masih dipenuhi dengan kekecewaan dan rasa kesal. Ia merasa seperti sengaja ditolak dan diabaikan oleh Elvan, orang yang baru saja akan ia anggap spesial. Hatinya terasa hancur, dan Nayla tidak bisa menahan emosinya yang mulai menggebu-gebu. Emosi kesal, cemburu, sakit, dan sedih, semuanya bercampur menjadi satu."Kenapa aku harus melihat mereka bersama?" batin Nayla dengan senyuman pahit."Elvan yang baru saja marah padaku hanya karena menyapanya, sekarang begitu hangat dan akrab dengan Emma. Mengapa dia memilih pulang bersama dia? Apa karena mereka sahabat y

    Last Updated : 2024-01-16
  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Berjanji Tetap Kuat

    "Elvan, aku suka sama kamu."Elvan terdiam, tampak terkejut dan tidak tahu harus berkata apa dengan ungkapan yang baru saja Emma katakan. Gadis itu menatap lurus ke dalam matanya, membuat Elvan mengepalkan tangan."Kenapa harus sekarang? Di saat aku berada di posisi yang tidak memungkinkan," ucap Elvan di dalam hati.Sementara Emma masih menunggu, hatinya berdebar-debar, tapi Elvan masih belum juga memberi jawaban. Emma tahu dirinya sudah gila, tapi ia tidak bisa lagi menunggu terlalu lama. "Elvan?" panggil Emma ragu. Sejujurnya ia cemas dengan raut wajah Elvan saat ini. Bukan marah, tetapi terlihat dingin."Emma, aku ...." Elvan mencari kata-kata yang tepat. Ia bingung, tidak bisa menatap Emma langsung.Elvan kemudian mengalihkan pandangan, menghela napas panjang, dan menatap ke arah lain. Ia berpikir keras, mencoba memproses apa yang baru saja didengarnya. Namun nyatanya ia tidak bisa mengatakan apa-apa pada Emma.Emma melihat Elvan seperti itu menundukkan kepala. "Maaf, El."Elvan

    Last Updated : 2024-01-16
  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Takut Akan Kehilangan

    "Jadi, Emma? Kenapa kamu menyatakan perasaan padaku?" Elvan menatap Emma dengan serius. Mungkin perkataannya barusan memang cukup menyakitkan, tapi ia memang ingin meluruskan. "Aku tahu aku gila, El. Tapi aku sudah tidak sanggup lagi menahannya. Aku sudah lama menganggapnyamu sebagai orang yang paling aku butuhkan dalam hidupku." Emma menundukkan kepala. Menatap wadah es krim di meja."Aku menyukaimu sebagai Elvan, sebagai seorang lelaki, bukan sahabat. Aku mencintaimu, Elvan. Aku takut suatu saat akan terlambat dan kamu meninggalkanku," lanjutnya dengan nada lebih pelan."Aku tidak ingin kehilanganmu, El. Kamu ... juga merasakan hal yang sama, kan? Selama ini, apa kamu pernah sekali saja berpikir untuk melihatku sebagai perempuan dan mencintaiku sebagai Emma?" Meskipun ragu, Emma perlahan mengangkat wajahnya. Elvan menarik napas dalam-dalam, menatap Emma dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ia tidak pernah menyangka Emma mengakui perasaan padanya. Ia mengusap rambutnya dengan ja

    Last Updated : 2024-01-17
  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Bukan Menjadi Prioritas

    ".... Aku akan melakukan apapun untuk papa."Pada akhirnya Nayla hanya bisa mengangguk, tersenyum manis dan menunjukkan bahwa ia anak yang berbakti pada orang tua. Karena ia tahu diri ia cukup tidak berguna bagi mereka. Dan perjodohan inilah satu-satunya cara untuk membuat Nayla terlihat ada di mata orang tuanya."Terima kasih, Sayang," kata Anton kemudian mengusap kepala Nayla dengan senyuman hangat. Bukan tersentuh, Nayla justru mengepalkan tangan ketika mendapat perlakuan palsu dari papanya seperti itu. Kalau bukan karena urusan bisnis yang menguntungkan, papanya itu pasti tidak akan sudi melakukan perbuatan lembut padanya.Anton dan David saling pandang, lalu tersenyum senang. Kedua istri mereka juga saling melempar senyum dengan perasaan bahagia. Setelah itu percakapan pun berlanjut, dengan membahas rincian kerja sama bisnis yang diharapkan.Elvan dan Nayla mencoba untuk tetap tenang dan menjaga sikap yang sopan, meskipun mereka merasa terjebak dalam situasi yang tidak mereka i

    Last Updated : 2024-01-17
  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Apa Peduliku Padamu?

    "Aku sudah pernah bilang, kan? Jangan mencintaiku. Dan jangan berharap aku akan membalas perasaanmu."Itu kalimat Elvan yang Nayla dengar beberapa saat kemudian sebelum ia terdiam. Nayla memutuskan percakapan dan memilih menahan nyeri di hatinya yang terdalam.Udara dingin malam ini seolah ikut mendukung Nayla untuk menyerah pada perasaannya. Tapi di lain sisi ia juga ingin berteriak bahwa ia mencintainya. Nayla ingin sekali menegaskan bahwa ia ingin Elvan menjadi satu-satunya miliknya."Aku bosan di sini denganmu. Lebih baik kita kembali," celetuk Elvan yang tiba-tiba berdiri dan berjalan lebih dulu.Nayla tersentak dari lamunannya, mendengar itu membuat bibirnya tersenyum tipis, lalu buru-buru mengikuti langkah lebar Elvan sambil menggerutu. "Ish! Kak Elvan, tunggu!" teriak Nayla yang sama sekali tidak direspon oleh Elvan.Sampai di tempat orang tuanya, Elvan menahan umpatan saat dengan terpaksa menuruti perintah ayahnya untuk mengantar Nayla pulang. Meskipun hatinya kesal, ia ber

    Last Updated : 2024-01-19
  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Jawaban yang Jujur

    "Apa dia tidak akan datang lagi?" gumam Nayla sambil sesekali menatap jam di pergelangan tangannya.Berdiri sejak beberapa menit yang lalu di depan gerbang rumah, Nayla berharap Elvan akan menjemputnya. Namun setelah menunggu nyaris setengah jam, Elvan tak kunjung datang. Ah, rupanya lelaki itu tidak merasa bersalah perihal tadi malam."Memang salah aku berharap padanya. Kenapa, sih, aku tidak kapok juga?" kekeh Nayla yang akhirnya memutuskan memesan taksi.Lagi-lagi Nayla dibuat kecewa dengan harapannya sendiri. Padahal ia tahu prioritas Elvan adalah Emma. Tapi tetap saja Nayla berharap Elvan bisa berubah pikiran suatu hari nanti.Perasaan kecewanya pagi ini membuat Nayla kehilangan selera makan saat makan siang. Selama di kelas tadi pun ia sulit memahami materi yang diberikan dosen. Sudah sejak awal Nayla tidak cocok dengan jurusan yang diminta papanya, ditambah dengan masalah perasaannya yang semakin membuat penat.Duduk sendirian di kantin, Nayla menunggu Clara yang memesan makana

    Last Updated : 2024-01-22
  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Ini Begitu Menyakitkan

    "Aduh, kenapa hujannya harus sekarang, sih?" Sore hari, tiba-tiba hujan turun dengan deras dan berangin. Nayla terjebak di halte tanpa ada kendaraan yang bisa mengantarnya pulang. Clara sudah pulang sejak tadi karena dijemput lebih awal. Beberapa mahasiswa lain juga sudah dijemput dan sisanya pulang sebelum hujan. Nayla mendadak kesal karena tadi sempat disuruh membantu dosennya di kantor. Sekarang ia jadi kesepian di tengah hujan yang deras. Meski sudah mencoba memesan ojek, namun tidak ada yang tersedia. Bahkan taksi pun juga sama, tidak membuahkan hasil karena cuaca yang buruk. Hari ini sungguh menjadi hari yang paling sial bagi Nayla.Ia mendengkus kecil, menyimpan kembali ponselnya ke tas dan menghela napas panjang. Rasanya ia ingin menangis karena suara petir yang beberapa kali terdengar."Bisa-bisa aku kedinginan jika terus berada di sini," gumam Nayla. Kedua telapak tangannya ia usap berkali-kali."Haruskah aku menelepon Kak Elvan? Tapi apa mungkin dia bisa menjemputku di t

    Last Updated : 2024-01-24

Latest chapter

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Kebahagiaan yang Melimpah

    Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Sebagai Pendamping Setia

    Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Komitmen dan Janji

    Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Hari Penuh Makna

    Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Kamu adalah Cahaya

    Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Sudah Mendapat Restu

    Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Semangat Untuk Hidup

    Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Hatinya Seperti Kosong

    Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj

  • Tunangan Naif Pewaris Bengis   Munculnya Ibu Kandung

    Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,

DMCA.com Protection Status