Pagi ini Elvan mulai bersiap untuk menjemput Nayla. Namun sebelum itu ia akan mengirim pesan padanya. Elvan sengaja mengetik pesan yang manis dengan beberapa emoticon yang lucu.“Aku sejujurnya masih merasa bersalah karena pernah memblokir nomor Nayla. Jadi sekarang aku tidak akan marah jika dia tidak membalas pesanku. Bahkan jika dia hanya membacanya," kata Elvan setelah menekan tombol kirim dan pesannya telah sampai di nomor Nayla.Setelah itu Elvan pamit ke papanya. Tanpa berlama-lama ia segera berangkat ke tempat Nayla berada. Tak lama kemudian Elvan sampai di depan gerbang kos Nayla. Di sana terlihat masih sepi. Lalu beberapa saat akhirnya Nayla keluar. “Hai?” sapa Elvan ramah. Senyumanmu sangat hangat seperti matahari terbit. Sayangnya hal itu tidak membuat Nayla tertarik untuk menatapnya atau tersenyum. Nayla tetap memperlihatkan ekspresi wajah yang datar dan cuek.Elvan turun dari motor, lalu menahan Nayla yang akan mengambil helm. Karena Elvan sengaja hendak memakaikannya
Hari ini berjalan normal seperti hari kemarin. Nayla tetap dijemput oleh Elvan saat pagi-pagi sekali dan sebelum Nayla keluar dari kos lelaki itu sudah menunggu.“Hai, Cantik? Aku selalu tidak bosan menyapamu dengan sebutan itu. Karena entah kenapa aku juga heran kamu selalu cantik setiap hari," kata Elvan sambil melambaikan tangan. Wajahnya sangat ceria dan tampak senang.Ketika Nayla hendak memakai helm, Elvan dengan sigap langsung mengambil alih. “Biar aku saja yang memakaikan, kamu cukup diam.”Elvan dengan telaten merapikan rambut dan poni Nayla. Setelah itu ia tersenyum manis. “Baiklah, selesai. Ayo naik. Jangan lupa berpegangan yang erat seperti biasa.”Walaupun Nayla diam saja tapi ia menuruti perintah Elvan. Sama seperti kemarin, Nayla juga tidak memberi ekspresi apapun yang tampak senang atau marah. Hanya wajah datar dan terlihat tidak semangat di depan Elvan.Tiba di kampus, Elvan juga dengan sabar merapikan rambut Nayla setelah melepaskan helm dari kepalanya. Walau gadis i
Hari ini seperti biasa, ketika Nayla keluar gerbang, sudah ada Elvan yang menunggu dengan motornya. Nayla yang sudah mulai terbiasa jadi tidak banyak protes dan lebih memilih untuk menurut. Ia juga kurang suka jika harus berdebat untuk sesuatu hal yang kecil dan tidak penting. Karena hal itu akan menguras energinya yang sudah Nayla siapkan untuk belajar nanti.“Kamu terlihat cantik hari ini, Nay. Aku tidak bosan untuk terus melihat wajahmu,” puji Elvan dengan senyumannya yang selalu hangat.Nayla hanya diam saja lalu mulai naik ke motor Elvan. Ia berpegangan pada jaket lelaki itu agar tidak jatuh. Tak lama kemudian akhirnya mereka tiba di kampus. Dan tanpa basa-basi Nayla segera turun.Elvan langsung bergegas melepas helm Nayla sambil merapikan rambutnya. Ia memberikan senyum simpul dan tatapan yang menenangkan. “Semangat belajar, Nay. Masa depan kamu pasti akan cerah sukses. Percayalah padaku.”Nayla hanya mengangguk saja dan berjalan masuk. Ia tidak lagi menoleh. Tak juga peduli pa
Nayla segera berjalan menghampiri Elvan, lalu lelaki itu langsung Elvan memakaikan helmnya padanya. Sikap manis Elvan itu mengundang perhatian beberapa mahasiswi yang berhamburan keluar. Tapi Nayla tidak peduli, walaupun ada beberapa yang menatap tidak suka, Nayla tetap membuat ekspresi tenang dan datar. “Bagaimana kelas kamu hari ini? Apa menyenangkan? Atau justru membuat kamu jengkel?” tanya Elvan lembut, seperti biasa, ia merapikan rambut Nayla agar tetap cantik saat memakai helm. Elvan tidak peduli jika banyak orang yang menatapnya, justru ia senang karena mereka bisa tahu jika Nayla adalah gadis miliknya. “Heum, aku tebak pasti tidak seru, ya? Aku tadi melihat dosen berwajah galak di parkiran mobil, sepertinya dia yang mengisi kelasmu, kan?” tebak Elvan, lalu tersenyum geli ketika Nayla mengerutkan dahi. Pasti gadis itu sedang terkejut.Nayla diam saja, tapi Elvan tertawa seolah Nayla menjawab tebakannya benar. Padahal di dalam hati Nayla memang menjawab iya. Karena dugaan Elva
Pagi hari ini, Elvan yang hendak berangkat menjemput Nayla masih tersenyum senang karena Nayla baru saja membalas pesannya memakai emoticon tersenyum. “Dia sangat lucu. Sepertinya usahaku mulai berhasil,” kata Elvan yang merasa gemas dengan respon kecil itu dari Nayla.Lalu ketika Elvan tiba di depan gerbang area kos Nayla, ternyata gadis itu sudah menunggu di sana entah sejak kapan. Tentu saja hal itu membuat Elvan semakin berdebar-debar.“Pagi, Nay? Bagaimana perasaanmu hari ini?” sapa Elvan ceria dan ramah. Sangat berbanding terbalik jika bersamaan orang lain, maka ia hanya akan menunjukkan wajah dingin. Dan Nayla hanya mengangguk tanpa tersenyum.Tapi respon itu tidak membuat senyum Elvan menghilang. Seolah Nayla baru saja menjawab sapaannya. “Bagus, aku senang mendengarnya. Aku harap kamu selalu semangat setiap pagi.”“Ayo, naik. Aku tidak ingin kita terjebak macet,” suruh Elvan setelah memakaikan helm pada kepala Nayla.Nayla hanya menurut dan mereka mulai berangkat. Tak lama
Pagi ini, Nayla sengaja membuat bekal untuk sarapan Elvan dan makan siangnya nanti. Nayla mulai berpikir untuk membalas budi atas perbuatan baik Elvan padanya beberapa hari ini.“Aku yakin dia belum sempat sarapan, apalagi untuk memasak di rumah. Padahal dia selalu mengingatkan aku untuk makan teratur. Aku tidak bisa membiarkan dia mengabaikan kesehatannya,” gumam Nayla tersenyum. Sambil merapikan nasi ke dalam kotak agar terlihat cantik.“Semoga dia suka dengan hasil masakanku,” kata Nayla, walaupun sedikit ragu, ia berusaha untuk yakin karena ia sudah mencicipi hasil masakannya tadi. “Entah kenapa aku jadi gugup untuk melihat reaksinya nanti,” ucap Nayla seraya memasukkan kotak bekal itu ke dalam tas kecil.Lalu setelah beberapa saat sekarang Nayla sudah menunggu di depan gerbang kos seperti biasa. Hingga akhirnya Elvan telah datang. Tanpa berbicara apapun, Nayla hanya menyerahkan kotak bekalnya itu pada Elvan.“Wah, Nayla? Apa ini?” tanya Elvan terkejut, tapi karena sudah bisa men
Berhari-hari kemudian, segalanya masih berjalan normal seperti hari sebelumnya. Nayla juga semakin sering memasak makanan dan bekal untuk Elvan bekerja. Perlahan Nayla sudah bersedia membalas pesan Elvan dari yang sebelumnya hanya ia baca. Nayla kini mulai membuka diri.“Astaga, dia tidak bisa membuatku berhenti tersenyum. Kenapa lelaki ini sangat menggemaskan?” gumam Nayla tersenyum geli sambil menatap ponsel. Setelah membaca pesan dari Elvan, Nayla segera menunggu Elvan untuk mengantarnya seperti biasa.Ketika Elvan sudah datang, ia langsung memakaikan helm pada Nayla. Hal itu masih menjadi rutinitas yang tidak membuat Elvan bosan. Bahkan ia berpikir untuk terus melakukannya sepanjang hari. Bahkan selamanya ketika mereka menikah nanti. Semoga saja.“Aku ingin terus berbagi pesan denganmu, tapi aku kesal karena kita harus berpisah. Apa aku tidak bisa mengambil waktumu hanya untuk untukku?” tanya Elvan sambil menggerutu kesal karena tidak bisa berlama-lama dengan Nayla.Mendengar perk
Sementara itu, Elvan baru saja tiba di depan kampus. Namun ternyata sudah sepi. Ketika memperhatikan sekeliling, ia tidak melihat seseorang satu pun di sana. Semua mahasiswa sudah pulang sejak tadi.“Kenapa Nayla tidak ada? Apa dia masih di dalam?” gumam Elvan mencoba berpikir positif. Elvan akhirnya memutuskan untuk menunggu lagi, karena yakin Nayla masih di dalam kelas, tapi setelah beberapa menit masih belum ada tanda-tanda Nayla akan akan keluar.“Apa yang terjadi? Ini sudah hampir satu jam aku menunggu, tapi Nayla belum datang juga. Ke mana dia pergi?” geram Elvan yang mulai merasa cemas. Lalu Elvan mengacak rambut frustasi karena ia merasa gara-gara dirinya yang telat menjemput Nayla jadi menghilang.“Sialan! Aku sangat bodoh! Bagaimana ini? Gara-gara aku telat menjemput, Nayla jadi menghilang!” umpat Elvan mengepalkan tangan. Elvan menggertakkan gigi. Perasaannya mulai tidak beres. Dan ia semakin kesal pada dirinya. “Dasar lelaki brengsek! Bagaimana bisa aku sangat ceroboh?!”
Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b
Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl
Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E
Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand
Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah
Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala
Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha
Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj
Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,