Malam hari telah tiba dengan cepat, kini Nayla sedang duduk di atas kasur dan membuka laptop yang berada di pangkuannya. Ia mulai mencari-cari beberapa file yang telah ia simpan.“Baiklah, aku akan mencoba menonton video terapi yang diberikan oleh psikiater," kata Nayla setelah akhirnya menemukan video yang ia cari tadi.“Semoga ini menjadi langkah yang bagus untuk kesehatanku," ucap Nayla penuh harapan besar pada usahanya kali ini. Ia akan bersungguh-sungguh untuk membuat dirinya terbebas dari trauma yang menganggu.Setelah menekan tombol klik di video, Nayla mulai menonton dengan saksama dan serius. Sepanjang menit berganti, Nayla tidak merasa bosan atau mengantuk. Bahkan ketika beberapa menit telah terlewati, Nayla tidak sadar jika durasi videonya sudah habis. Nayla langsung tersenyum senang dan menitipkan kembali laptopnya. "Akhirnya selesai. Ternyata tidak buruk. Pikiranku jadi lebih tenang.”“Sekarang aku ingin membaca buku yang diberikan Kak Elvan. Aku penasaran dengan isinya
Siang hari ini di kampus, salah seorang mahasiswi tiba-tiba mengajak Nayla berbicara berdua di taman kampus.“Maaf tiba-tiba mengajakmu ke sini, Nay. Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting," kata Ezra mulai membuka obrolan. “Ada apa?” Nayla mengerutkan keningnya.“Tapi kamu jangan terkejut dan marah. Aku hanya ingin berbicara jujur. Apa kamu bisa berjanji?” tanya Ezra memastikan.Nayla mengangguk malas. "Hem, baiklah.”Ezra menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri agar tidak gugup. “Sebenarnya aku menyukaimu, Nayla. Aku sungguh menyukaimu sejak aku masuk ke kampus ini dan melihatmu.”“Apa yang kamu bicarakan?” Nayla merasa terkejut. Tapi jantungnya biasa saja karena memang ia tidak memiliki perasaan pada Ezra.“Aku membicarakan tentang perasaanku, Nay. Apa kamu belum mengerti?” jawab Ezra balik bertanya. Sedikit terkejut mendengar respon Nayla yang tidak sesuai ekspektasinya.Nayla sedikit mendengkus kecil. "Aku tahu, tapi kenapa? Kenapa kamu menyukaiku? Kamu seorang yang terke
Pagi ini di kampus, berjalan dengan lancar seperti hari sebelumnya. Elvan dan Nayla sudah tiba tepat waktu seperti biasa. Namun ada sesuatu yang akan terjadi esok hari. Hanya tinggal menunggu waktu. “Nay, aku ingin memberi tahu sesuatu. Tapi kamu jangan marah," celetuk Elvan tiba-tiba, membuat Nayla langsung menatapnya."Aku sudah tentang lelaki yang menyukaimu. Dan nanti setelah kampus selesai, aku akan bertemu dengannya," ungkap Elvan, yang seketika itu Nayla melebarkan mata.Elvan yang mengerti ekspresi itu langsung menenangkan Nayla dan mengusap sebelah pundaknya. "Tidak perlu khawatir. Aku tahu dari Clara. Dia sangat mengkhawatirkanmu, Nay. Begitu juga denganku. Aku tidak ingin kamu menjadi sasaran jahat oleh lelaki itu.”Nayla sangat terkejut, tapi tidak bisa menjawab apa-apa karena sebenarnya ia juga lega karena Elvan berani untuk bertemu Ezra. “Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi. Aku akan membereskan semuanya. Aku pastikan lelaki itu tidak berani untuk menyukaimu l
“Nay, tunggu!” panggil Elvan dengan suara keras. Namun Nayla tidak menjawab dan langsung ke motor Elvan. Ia tak peduli lelaki itu terus memanggilnya. Yang ada ia malah semakin kesal. Ketika Nayla hendak memakai helm, Elvan sudah bisa menahan tangannya. “Jangan begitu, Nay. Biar aku saja yang melakukan ini.”Elvan memakaikan helm ke kepala Nayla seperti biasa. Dan Nayla menatap ke arah lain sambil cemberut.Elvan yang menyadari ekspresi Nayla yang langka itu seketika menahan senyum gemas. “Astaga, kamu sangat menggemaskan, Nay. Lihat, kamu seperti kucing. Ah, atau kelinci?”Elvan tertawa saat Nayla kemudian jadi mendengkus keras. "Kenapa kamu tampak kesal? Padahal aku tidak memarahimu.”Nayla langsung menutupi wajahnya sehingga membuat Elvan semakin tersenyum geli. Ia pun segera memakaikan helm dan naik ke atas motor. Elvan tidak ingin memaksa apalagi membuat Nayla bertambah malu. “Cepat naik, Nay. Keburu anjing tadi mengejarmu lagi," perintah Elvan sambil tertawa kecil. "Jangan lu
Elvan dengan perasaan yang senang malam ini akan bergegas menjemput Nayla. Mereka berencana ke festival malam yang diadakan di lapangan kota dekat kampus. Kini ia sedang berada di kamar untuk bersiap-siap. “Aku tidak menyangka momen ini akan tiba. Hatiku berdebar keras, seperti kapan saja bisa lepas," ucap Elvan setelah selesai memakai parfum ke seluruh pakaiannya.“Aku cukup bersyukur memiliki wajah tampan ini, karena Nayla akhirnya bisa jauh cinta padaku," kata Elvan memuji dirinya sendiri sambil menatap cermin di depannya.Elvan tersenyum sambil merapikan pakaian dan rambutnya. Ia lalu mengeluarkan napas panjang dan menganggukkan kepala. "Kini aku mengerti kenapa Tuhan memberikanku banyak ujian yang kejam, mungkin karena Dia ingin memberikan kejutan yang indah di belakang."“Dan aku merasa, kehadiran Nayla yang akhirnya menerima perasaanku menjadi akhir indah atas semua kejadian menyedihkan," lanjut Elvan yang merasa sangat bersyukur atas semua yang terjadi. Ia mulai bisa berdamai
Hari ini berjalan seperti biasa, Elvan menjemput Nayla. Kali ini status hubungan mereka lebih dekat dan serius. Nayla yang awalnya tidak berbicara pada Elvan, kini sudah berbincang normal bahkan romantis. Tapi tetap Elvan yang lebih banyak memberikan keromantisan untuk Nayla. Itu sudah tidak bisa diganggu gugat.“Bagaimana tidurmu semalam? Seharusnya lebih nyenyak dari kemarin, kan?” tanya Elvan penuh dengan wajah cerah ketika melihat Nayla di depannya. “Kamu benar, aku mimpi indah setelah sekian lama. Mungkin karena hatiku senang, jadi aku bisa dengan nyaman," jawab Nayla tersenyum manis hingga membuat kedua matanya menyipit.“Aku ikut senang mendengarnya. Kita memang harus sering menghabiskan waktu bersama agar perasaan kamu selalu bahagia," kata Elvan sambil merapikan rambut Nayla.Setelah helm di kepala Nayla terpasang sempurna, kini Nayla meraih tangan Elvan. Lalu mendekatkan wajahnya untuk mencium hidung Elvan yang mancung. Ia sudah tidak takut lagi untuk melakukan kontak fisik
Suatu hari, salah satu teman kerja Nayla yang bernama Emily merasa iri pada Nayla karena setiap hari diantar jemput oleh seorang lelaki yang tampan. Saat ini Nayla sedang beristirahat sejenak di dapur. Ia bermain ponsel untuk membalas beberapa pesan Elvan.Nayla bergumam di hati, “Dia semakin lucu dan pandai membuat kata-kata romantis. Aku tidak menyangka jantungku bisa berdebar hanya karena membaca beberapa pesan darinya.” “Memang benar jika jatuh cinta bisa membuat seseorang gila," kata Nayla di dalam hati, benar-benar ia tidak menyangka bisa mengalami hal seperti ini. Nayla tertawa kecil, tentu itu membuat Emily yang duduk tidak jauh dari Nayla menahan kesal. Ia menebak jika Nayla sedang berpura-pura mengirim pesan pada seseorang. Ia memang sudah tidak suka melihat Nayla sejak pertama kali datang ke tempat kerjanya.“Ya ampun, Nay. Ternyata kamu memang pandai berakting. Kenapa kamu tidak mengikat audisi menjadi artis?” Emily tiba-tiba menyindir Nayla dengan sengaja.Nayla yang me
“Dasar pintar akting! Kamu sangat licik!” Nayla membentak Emily yang berpura-pura memasang wajah polos. Nayla menetap tajam pada gadis itu.Syntia menyentuh satu pundak Nayla agar tenang, ia menahan kekesalan agar tidak meledak di depan karyawannya. “Nayla, berhenti! Jangan membuat keributan dan kembalilah bekerja. Saya sangat tidak suka dengan orang yang suka menuduh. Tolong jangan mengulangi kesalahan seperti ini lagi, Nay.”“Tunggu, Bos. Apa Anda tidak ingin memeriksa CCTV? Saya tidak bisa membiarkan harga diri saya jadi buruk!” balas Nayla tidak terima. Ia masih ingin membuktikan jika dirinya memang tidak bersalah. Syntia semakin merasa pusing karena hal yang tidak diinginkan tiba-tiba terjadi tanpa diduga. "Kamu masih belum menyerah juga, Nay? Apa kamu tidak takut saya pecat?”Nayla melotot kecil, tangannya mengepal untuk menahan amarah semakin besar. "Tapi saya tidak terima Anda membiarkan orang licik seperti dia!”“Baiklah, kita cek CCTV sekarang. Jika ternyata kamu salah, apa
Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b
Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl
Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E
Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand
Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah
Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala
Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha
Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj
Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,