"Gue mah ogah ikut Nadira bertemu dengan si Davin itu. Gue gak mau jadi obat nyamuk, lagi pula mereka masih pendekatan, jadi gak mungkin mereka macam-macam, Ghea!" papar Denia ketus.
"Pokoknya kita harus ikut, De. Dengan atau tanpa persetujuan dari Nadira." Ghea masih tetap pada pendiriannya.Nadira menggelengkan kepala pelan. "Kalian boleh ikut, tapi jangan mempermalukan gue. Kalian harus jadi anak baik-baik," ujar Nadira setuju. Lagi pula, pertemuannya dengan Davin hanya sebatas adik kelas dan kakak kelas saja. Tidak ada yang spesial diantara Nadira dan senior tampan itu."Nah gitu dong! Lo harus ikutan, De. Gak ada tapi tapian. Jangan menolak ya!" pinta Ghea yang tidak ingin ikut seorang diri."Idih, ogah! Lagi pula lo 'kan, yang ingin ikut. Jadi ya, ikut saja. Gue gak mau, masih banyak urusan yang lebih penting dibandingkan harus menjadi obat nyamuk," tolak Denia kesal. Wanita tomboi itu tidak mau di hari pertama Nadira melakukan pendekatan malah ada dirinya dan Ghea sebagai pengacau."Lo gak asik, De. Ayolah, kapan lagi bisa jalan-jalan bareng. Pasti besok si Davin itu mentraktir kita," kata Ghea membujuk.Denia terdiam sejenak, kalau sudah menyangkut dengan makan dan tidak usah membayar. Pasti wanita itu tidak mau membuang kesempatan itu."Lo gak usah kebanyakan mikir deh! Jawab saja, iya atau enggak! Mau ya!" gertak Ghea, tapi masih berharap sahabatnya ikut dengannya."Oke, gue ikut!" Denia memberikan seulas senyuman. Lalu mengambil ponsel yang berdering di dalam saku celananya."Kayaknya gue harus balik duluan deh, soalnya sudah dihubungi teman nonton nih!" pamit Denia saat mendapatkan pesan dari teman yang menyukai sepak bola juga."Gak nunggu Om Restu dan Tante Hera dulu?" tanya Ghea sembari memperhatikan Denia sedang merapikan bajunya yang sedikit berantakan."Gue buru-buru, soalnya sebentar lagi pertunjukan akan dimulai," ujar Denia menyeringai. Tidak lupa wanita itu menghabiskan minuman yang sudah disediakan oleh Ina sebelumnya.Ghea dan Nadira hanya bisa menatap tubuh Denia yang melenggang pergi hingga tidak terlihat lagi. Mereka berdua mengembuskan napas secara perlahan dan netra mereka saling menatap satu sama lain."Kenapa lo ngebet banget ikut?" tanya Nadira mengingat Ghea yang bersikeras untuk ikut bertemu dengan Davin."Gue hanya ingin memastikan saja, pria itu baik. Bukan pria semacam Abian." Ghea menjawab dengan mantap."Lo apa-apaan sih. Mana mungkin dia pria jahat, lagi pula lo tenang saja, Ghea. Gue gak bakal berharap lebih sama dia. Dijadikan sebagai teman saja gue sudah senang." Nadira memaparkan.Bayangan tentang senior tampan kembali tersirat dalam benaknya. Masa-masa SMA yang menyenangkan membuat Nadira terbuai dalam lamunannya. Bahkan, wanita cantik berkulit putih itu tidak lagi mendengar setiap bait kalimat yang diucapkan Ghea.Wanita yang sedari tadi berbicara didekatnya mulai memandang lekat wajah Nadira."Parah ni orang! Katanya sudah berusaha move on, tapi masih suka senyum-senyum sendiri. Ayo! Lagi mikirin apa nih!" Kali ini ucapan Ghea sedikit berteriak.Nadira hanya tersenyum tipis tanpa memberitahu apa yang telah terjadi. "Lo gak mungkin ngerti apa yang gue rasakan sekarang, Ghe." Hanya itu yang keluar dari mulut Nadira. Selanjutnya, kedua orang tuanya datang. Mau tidak mau Ghea harus pamit pulang karena hari semakin gelap.Wanita itu sudah menghubungi supir pribadinya terlebih dulu, jadi tidak akan khawatir pulangnya. Sudah bisa dipastikan akan selamat sampai tujuan."Bagaimana hari ini? Apa semuanya lancar?" tanya Hera sembari memperhatikan seksama wajah putrinya."Alhamdulillah, lancar." Nadira memberikan senyuman, lalu pergi begitu saja ke kamar setelah pamit kepada kedua orang tuanya.Restu dan Hera saling melemparkan pandangan, lalu menggelengkan kepala secara perlahan."Anak muda zaman sekarang memang beda." Restu memberikan pendapatnya."Iya, Pa. Beda banget dengan zaman kita dulu," imbuh Hera.Wajah mereka sudah terlihat lelah, jadi mereka pun pergi ke kamar untuk membersihkan diri dan istirahat.***[Lo di mana, Ghea? Kenapa lo lama sekali? Gue sudah nungguin lo setengah jam yang lalu!] Wajah Nadira terlihat kesal saat panggilan teleponnya baru direspon oleh sahabatnya.[Iya, gue bentar lagi sampai. Lo tenang saja, sabar.] Hanya itu yang diucapkan Ghea, lalu wanita itu menutup panggilan telepon.Hari ini Nadira memang ada janji dengan Davin pukul 09.00 wib. Namun, sahabat-sahabatnya malah membuat mereka menunggu hingga setengah jam. Wanita cantik berlesung pipi itu tampak canggung berada disamping pria tampan yang sedari tadi kepergok meliriknya.Awalnya Davin ingin menjemput Nadira ke rumahnya, tapi wanita itu tidak mau. Jadi, wanita cantik berkulit putih itu memutuskan untuk bertemu di sebuah cafe yang sudah ditentukan sebelumnya. Dia juga menceritakan perihal teman-temannya yang ikut dengan mereka. Beruntung pria tampan itu tidak keberatan dan mau menunggu hingga setengah jam lamanya. Tidak ada obrolan serius antara mereka, sampai Davin mulai bertanya sesuatu pada Nadira."Sambil menunggu temanmu datang, aku masih penasaran akan sesuatu." Davin berbicara yang mengundang pertanyaan bagi Nadira."Penasaran apa?" tanya Nadira pelan."Kamu masih ingat sama aku? Apa memang dari awal kamu gak mengenaliku?" cecar Davin ketika melihat ekspresi wajah Nadira masih tetap sama seperti pertama kali mereka bertemu.Wanita itu mulai menelan salivanya sendiri, lalu menggelengkan kepala. Dia tidak ingin Davin tahu kalau wanita cantik itu sudah menyadari siapa pria yang ada didekatnya saat ini."Ternyata semudah itu kamu melupakan ya? Aku kira dengan kepopuleranku dulu sewaktu SMA akan membuat seseorang tidak mudah melupakanku." Davin memberikan senyuman tipis.Nadira tetap berpura-pura bodoh, tapi sebenarnya dalam hatinya rasa yang ingin dikubur malah datang lagi."Nama lengkapku Davin Mahendra," ucap Davin berharap Nadira terkejut. Namun, harapnya musnah saat wanita cantik yang selalu dikaguminya hanya berekspresi biasa saja. Hanya kata "Oh" yang keluar dari mulut Nadira.Kali ini Davin yang terkejut karena sudah salah menilai Nadira. Tidak berselang lama, Ghea akhirnya datang menghampiri mereka berdua."Maaf, gue benar-benar ada urusan penting dan mendadak tadi. Jadi, terlambat." Napas Ghea mulai tidak beraturan."Iya, gapapa. Santai saja, Ghe. Di mana Denia?" tanya Nadira melihat ke sekeliling."Mungkin sebentar lagi datang, tadi ada di belakang gue." Ghea mulai mengambil posisi tempat duduk.Lima menit kemudian, Denia datang dengan wajah tersenyum lebar. Dia bahkan langsung duduk tanpa menyapa Nadira dan Davin terlebih dulu."Mana makanannya? Kok mejanya masih kosong?" tanya Denia tanpa basa-basi. Sikap wanita tomboi itu memang selalu berhasil membuat kedua sahabatnya malu.Dengan cepat Ghea menyenggol Denia agar menjaga sikapnya, tapi di luar dugaan justru terjadi. Wanita tomboi kembali berulah hingga membuat Nadira kehilangan muka di hadapan pria tampan yang saat ini ada bersama mereka."Jadi ini senior tampan yang selalu lo kagumi, Nad? Kalau modelnya kek begini sih, gue juga mau!" celetuk Denia yang ikut terpesona dengan wajah tampan Davin.Nadira langsung mencubit pinggang Denia secara samar, tapi semua percuma saat sahabatnya merintih kesakitan. Dia mulai mempermalukan Nadira lagi. Langsung saja Ghea menutup mulut Denia agar tidak berbicara lebih banyak lagi. "Kita berdua mau beli kentang dulu, ya. Kalian berdua bersenang-senang saja dulu," ujar Ghea mengajak Denia pergi.Davin memberikan senyuman termanisnya sembari melihat kepergian sahabat-sahabat Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea! Mana gak jelas banget, beli kentang, kentang. Kentang apaan? Gue belum makan gratis juga, malah ditarik ke sini," ujar Denia kesal. "Lo tuh biasa ya, suka malu-maluin. Lo gak sadar apa yang lo katakan itu sangat memalukan?" cetus Ghea dengan kaki yang masih terus melangkah.Denia masih bingung, dari segi mana wanita itu telah membuat malu? Dia bahkan berpikir apa yang dikatakan masih wajar-wajar saja. Wanita tomboi itu tidak mau membuang kesempatan untuk makan gratis, jadi memilih untuk kembali menemui Nadira dan Davin."Lo mau ke mana, D
Cindy merubah ekspresinya menjadi baik ketika melihat Davin datang. "Aku pamit pulang duluan, soalnya ada urusan mendadak," pamit Davin terlihat buru-buru."Kita juga mau pergi," ujar Ghea menyeringai."Ya sudah, bareng yuk!" ajak Davin bersemangat. Namun tawarannya ditolak karena di sana ada Cindy yang menatap ke arah Ghea dan Nadira tajam."Gue dan Nadira masih ada urusan lain di sekitar sini. Jadi, lo bisa pulang duluan saja," ucap Ghea berdusta."Mending pulang sama aku saja, Vin." Cindy malah langsung menarik tangan Davin, tapi pria itu malah menepis tangan wanita yang mengaku sebagai tunangannya.Ghea dan Nadira hanya menahan tawa melihat perlakuan Davin pada Cindy, lalu mereka berdua pergi meninggalkan tempat tersebut."Gue gak habis pikir sama si Cindy itu. Belum menikah saja sudah seperti itu kelakuan, gue jadi curiga deh. Jangan-jangan cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Davin mau dijodohin karena terpaksa," papar Ghea sok tahu. Nadira menggelengkan kepala. "Gue gak mau
Vera menarik tangan Abian secara paksa agar pergi dari hadapan wanita yang pernah disakitinya."Mas, bisa gak sih! Kamu jangan ganggu lagi Nadira. Kamu sudah menikah denganku, setidaknya kamu hargai perasaanku." Vera terus memarahi Abian karena telah menemui Nadira secara diam-diam."Aku sudah menuruti untuk menikah denganmu, seharusnya kamu ingat! Aku tidak pernah sudi menikah denganmu!" cetus Abian serius.Vera membawa suaminya pulang sembari memarahi sepanjang jalan karena apa yang dilakukan Abian begitu memalukan.***Nadira dan Ghea memilih untuk pulang, dari pada Abian terus mengganggu wanita itu. Pilihan yang tepat untuk saat ini adalah aman."Lo harus banyak bersyukur, Nad. Sudah terlepas dari pria kayak Abian, coba saja kalau lo sampai menikah dengannya. Gue jamin hidup lo tidak akan bahagia," kata Ghea menjelaskan pendapatnya."Iya, gue juga berpikir begitu, Ghea. Pria yang awalnya tegas sekarang malah berubah plin-plan." Nadira kembali teringat akan sikap tegas yang dimilik
Masih teringat jelas dalam benak Nadira ketika Crissh menyatakan cintanya dulu. Dia juga teringat ketika mereka pacaran dalam waktu berkisar satu minggu saja. Semua itu terjadi karena Nadira yang terlanjur patah hati mendengar kabar kalau Davin sudah dijodohkan dengan Cindy. Alih-alih ingin menghapus perasaan cinta pertamanya, dia menerima Crissh sebagai pelampiasan belaka. Selama seminggu pacaran, mereka tidak pernah jalan bersama. Hanya berkomunikasi lewat telepon. Di saat Nadira teringat akan pesan kedua orang tuanya, dia pun memutuskan terlebih dulu hubungan mereka berdua."Nadira!" panggil Hera membuat lamunan Nadira buyar begitu saja."Ya, Ma." Nadira masih tercengang. Lalu kesadarannya mulai kembali. "Kayaknya Nadira gak bisa ikut deh, Ma. Soalnya tugas kuliahku banyak banget," imbuhnya berusaha memberikan alasan."Gak bisa gitu, Nad. Papa sudah bilang sama Crissh kalau kamu akan ikut," ucap Restu menegaskan."Kenapa Nadira harus ada sih, Pa. Palingan juga nanti yang diobrolin
Crish memberikan senyuman terindahnya untuk wanita yang sudah lama tidak ditemui. Ternyata pria itu juga bernostalgia dengan masa lalu yang pernah mereka hadapi bersama-sama. "Silakan duduk," kata Crish mempersilakan. Dia juga memberikan seulas senyuman. Wajahnya terlihat sudah lebih dewasa dibandingkan dengan yang dulu. Juga terlihat lebih menawan dan mempesona. "Sudah lama menunggu?" tanya Restu sembari menarik kursi."Baru saja, Om." Crish menjawab singkat.Nadira tidak pernah menyangka akan bertemu dengan pria yang sama. Pria yang pernah menjadi pacarnya walaupun sebentar saja. "Silakan pesan, Om. Mau makan apa," kata Crish memberikan menu makanannya.Baik Restu, Hera maupun Nadira sedang sibuk membaca menu makanan yang sudah ada di dalam genggaman tangannya. Meskipun wanita berkulit putih sedang tidak fokus, tapi dia berusaha untuk bersikap biasa saja. Mereka bertiga sudah selesai memesan makanan yang ingin mereka makan. Selanjutnya, mereka saling mengobrol satu sama lain semb
Sepanjang perjalanan pulang Nadira hanya diam saja, berusaha untuk mencerna setiap ucapan Restu pada Crish perihal jodoh. Bahkan pria yang telah menjadi mantan pacarnya itu tidak menampik saat Hera juga mengharapkan Nadira dan Crish berjodoh."Apa yang kamu pikirkan, Nad?" tanya Hera membuyarkan lamunan putrinya."Gak ada, Ma. Hanya sedikit pusing saja," kata Nadira berkilah."Pusing? Kamu gak makan udang 'kan?" tanya Restu khawatir. Dia tahu betul kalau putrinya alergi udang, biasanya efek dari alergi itu akan membuat Nadira pusing dan akan merasakan gatal setelahnya."Enggak kok, Pa." Nadira menyahut singkat."Papa kayak gak tahu anak muda saja, paling juga pusingnya karena asmara." Hera menebak apa yang sedang Nadira pikirkan."Apaan sih, Ma." Nadira merajuk."Gak usah terlalu dipikirkan, Nad. Papa dan Mama juga tidak akan memaksamu untuk menerima Crish, tapi kita berdua tahu kalau Crish merupakan pria yang tepat dan dari keluarga baik-baik." Restu men
Nadira menyesal karena harus menuruti permintaan Vera tentang double date. Padahal, sebenarnya wanita cantik itu tidak perlu mengiyakan apa yang dikatakan oleh teman masa kecilnya. Namun, dia sendiri tidak ingin di cap sebagai perusak rumah tangga orang. Jadi, mau tidak mau wanita itu harus menerima tantangan.Tangannya memegang kepala karena bingung mencari ide, bagaimana caranya meminta bantuan Davin. Sedangkan Nadira sudah berjanji pada Cindy untuk tidak mendekati calon suami wanita itu lagi. Sesekali wajahnya berada di atas meja karena merasa tidak berdaya. Perasaan malu begitu mencuat dalam hatinya jika harus meminta bantuan Davin lagi. Dia sejenak melamun, tapi Ghea dan Denia datang membuyarkan lamunannya."Lo kenapa, Nad? Ada masalah apa?" tanya Denia menepuk punggung Nadira pelan."Gue gapapa, cuma capek saja," sahut Nadira berdusta. Akan tetapi, kedua sahabatnya tidak akan mudah untuk dibohongi. Mereka berdua tahu betul tentang apa yang dirasakan Nadir
Davin melihat Nadira terpesona, bagaimana tidak? Wanita yang memang memiliki cantik alami, kini semakin cantik dengan riasan tipis di wajahnya. Bahkan pria itu enggan untuk mengedipkan mata walau sedetik saja. "Maaf, sudah membuatmu lama menunggu," kata Nadira membuat Davin salah tingkah dan membuang pandangannya."Gapapa, aku juga baru sampai kok. Lantas, aku harus bagaimana ketika bertemu dengan mereka?" tanya Davin yang memang bingung harus berbuat apa. "Gak ada, mereka berdua cuma mengajak kita makan malam bersama. Kita cukup diam saja, kalau mereka tanya hubungan kita, biar aku saja yang menjawabnya," jelas Nadira. Perasaannya gugup, hanya saja berusaha untuk tetap tenang. Selanjutnya, mereka melangkahkan kaki secara berdampingan. Mencari keberadaan Abian dan Vera yang sudah menunggu di dalam. Mereka berdua melihat ke sekeliling, tapi tidak ditemukan sepasang suami-isteri tersebut. "Apa mungkin Vera membohongiku?" Nadira bergumam, tapi masih terdengar ol
"Jadi bagaimana dengan pilihanmu?" tanya Ghea berharap jawaban sang sahabat tidak mengecewakan.Nadira tidak langsung menjawab, melainkan kepalanya ke atas seperti mode berpikir keras. "Bagaimana, Nad. Jangan membuatku kesal deh!" cetusnya. "Hm ... rahasia perusahaan dong!" Nadira menyeringai. Dia sendiri ingin mengatakan langsung pada Davin karena ingin melihat ekspresi wajah pria tampan tersebut. Karena merasa kesal, Ghea pun langsung memberikan bunga serta coklat yang ada di genggaman tangannya. "Itu semua dari Davin, jadi kamu gak usah berterima kasih padaku." Ghea berbicara dengan ketus."Siap!" Nadira menyeringai. Karena tidak mendapatkan jawaban, akhirnya sang sahabat pamit pulang. Namun, kepergiannya dicegah oleh Hera. "Jangan buru-buru, Ghea. Kita akan mendengarkan keputusan yang diambil Nadira bersama-sama." "Baik, Tante." Ghea kembali bersemangat. Atas dorongan serta paksaan dari sang Mama, Nadira akhirnya mengatakan pilihannya. Namun, dia meminta untuk merahasiakan
Baik Ghea maupun Gio terus memberikan penjelasan pada pria tampan agar dirinya tidak pantang menyerah dalam mengejar cintanya. "Pokoknya kamu harus terus berusaha meyakinkan Nadira agar dia memilihmu tanpa ragu lagi." Ghea terus memberikan semangat."Bagaimana caranya?" tanya Davin bingung.Di saat itu lah Ghea memiliki ide untuk membantu pria tampan tersebut, sebab dirinya yakin kalau sahabatnya pasti memiliki perasaan yang tidak pernah berubah pada Davin. "Kamu tenang saja, Vin. Serahkan semuanya padaku, yang terpenting kamu harus mengikuti apa pun yang aku inginkan." Ghea menyeringai. Davin memandang wanita di depannya dengan ragu. "Gak usah memandangiku seperti itu, Vin. Kamu harus percaya padaku kalau memang ingin segera menikah dengan sahabatku yang cantik itu." Ghea memberikan senyuman."Baik." Davin mulai irit bicara."Sekarang aku minta kamu beli bunga yang bagus," pinta Ghea sedikit memaksa."Memang buat apa?" tanya Davin heran."Udah, jangan banyak tanya. Percaya saja s
"Dari mana saja, Nad? Kenapa baru datang? Aku sudah menunggumu dari tadi!" cetus Ghea pelan, ada raut cemas yang terlihat di wajahnya.Nadira hanya memberikan senyuman saja pada sahabatnya yang sudah memasang raut wajah cemas tersebut. "Kebiasaan deh, orang tanya baik-baik juga. Malah cengengesan," cetus Ghea sedikit kesal. Wanita cantik berlesung pipi itu pun meminta sang sahabat untuk duduk terlebih dulu sebelum menjelaskan semua yang terjadi. Bahkan dirinya meminta agar Ghea tidak terlalu mencemaskannya. Setelah memastikan sang sahabat mengerti dengan semua yang terjadi, barulah wanita cantik berlesung pipi itu pun menceritakan apa yang sedang terjadi pada kisah asmaranya."Aku benar-benar bingung, Ghea. Di satu sisi aku ingin menyelesaikan kuliahku dulu baru memikirkan menikah, tapi di sisi lain aku tidak yakin akan bertemu dengan pria yang baik dan mau mengerti aku seperti Davin." Nadira mulai bercerita panjang lebar. "Gini saja deh, Nad. Coba kamu tanya ke dasar hatimu yang
Jelas saja Hera panik karena kecerobohan anaknya dalam mengiris tempe. Dia bahkan tidak menyangka akan membuat Nadia terkejut ketika dia menyapa. "Maaf, Nad. Mama gak bermaksud." Hera segera mengambil jari Nadia untuk dilihat."Gapapa, Ma. Jangan khawatir, bukan salah Mama juga kok. Nadia saja yang teledor karena keasikan melamun." Nadia menarik sedikit jari yang terluka, tapi Hera tidak melepaskannya."Biarkan Mama bantu mengobati lukanya." "Gapapa, Ma. Nadia bisa sendiri," ujar Nadia bersikeras.Wanita setengah paruh baya itu menarik tangan putrinya ke ruang keluarga untuk diobati. Hera tetap saja ingin mengobati jari yang teriris sembari mengobrol tentang lamaran Davin. Meskipun dia tahu, kalau Nadia terlihat bosan dengan setiap nasihat yang diberikan. Namun, wanita setengah paru baya itu akan terus memastikan agar sang anak menerima pria tampan yang diam-diam sudah lama diidamkan menjadi menantu."Bau apa, Ma?" tanya Nadia setengah mendengus perlahan."Gosong! Ya ampun," sahut H
Perlahan cincin itu diambil oleh Hera dari genggaman tangan putrinya. "Ternyata Davin sudah melangkah lebih jauh dari yang aku pikirkan, hanya saja menunggu putriku untuk memberikan jawaban saja." Hera mengambil posisi duduk tepat di sebelah Nadia yang saat ini sedang berbaring. Wanita setengah paruh baya itu begitu berharap agar sang anak mau menerima Davin kembali. Dia paham dengan prinsip sang anak untuk tidak menikah sebelum menyelesaikan kuliahnya. "Mama!" panggil Nadia dengan lembut. Wanita cantik berlesung pipi itu rupanya sudah membuka mata secara perlahan. "Kamu sudah bangun? Maaf, bukan maksud Mama untuk mengganggu istirahatmu." Hera segera menyadari telah mengganggu putrinya."Mama gak mengganggu kok, memang Nadira sudah selesai beristirahat." Nadira memberikan senyuman. Kemudian, wanita setengah paruh baya itu pun mengajak putrinya untuk makan terlebih dahulu. Apalagi setelah mendengar bunyi perut Nadira yang bernyanyi sedikit keras. "Aku akan mencuci wajahku dulu, M
Davin mengajak Nadira ke tempat favorit yang biasa menemani dirinya di saat sedang gelisah dalam menjalani hidup ini. Tempat dirinya merenung saat mengambil sebuah keputusan, dan saat ini adalah waktu untuk pria tampan itu akan memberikan keputusan yang berani dalam hidupnya. Dia berbicara tanpa basa-basi pada wanita yang dicintai dan menjelaskan maksud serta tujuan membawa Nadira ke tempat tersebut."Aku sudah tidak ingin membuang-buang waktuku lagi, Nad. Mungkin sudah waktunya juga kita segera bersama, sebab aku tidak ingin kehilanganmu." Davin mulai menjelaskan.Nadira berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku masih belum mengerti yang kamu katakan, Vin." Pria tampan itu pun mulai berlutut serta memberikan kotak perhiasan berisi cincin. "Will you marry me?" Terlihat senyuman manis yang terpancar dari raut wajah Davin. "Kamu yakin?" tanya Nadira heran.Tanpa ragu pria tampan itu menganggukkan kepala. "Dari awal kamu yang sudah aku pilih, gak mungkin aku berpaling. Meskipun sebelumnya
Hati Denia memang sering berubah saat ini, bahkan tidak bisa melihat pria maco sedikit saja. Sekarang hatinya sudah berbalik menyukai Haris yang terkenal keberaniannya."Kalau memang iya, apakah kamu bisa membantuku untuk dekat dengannya?" tanya Haris melihat lekat ke arah Nadira."Gak bisa, kamu kejar saja sendiri." Denia mulai cemburu dan meninggalkan Haris sendiri. Dalam hati wanita tomboi itu pun mulai protes dengan apa yang terjadi dalam hidupnya. "Apa semua pria itu memang sama? Cuma menyukai wanita lembah lembut seperti Nadira? Lantas, pria seperti apa yang akan menyukai wanita tomboi sepertiku?" Dia mulai menghentakkan kakinya karena kesal yang dialaminya. Lain hal dengan Nadira yang memilih untuk istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanannya. Tiba-tiba saja botol air mineral disuguhkan oleh Davin."Minum saja dulu, biar kamu tidak dehidrasi." Davin memberikan senyuman."Terima kasih, tapi aku bawa sendiri." Nadira menunjukkan air botol minuman yang masih terisi air
Semua yang ada di dalam mobil harus turun untuk melihat apa yang terjadi. Sedangkan Haris sibuk memperhatikan mesin mobil, meskipun sebenarnya dia tidak terlalu paham dengan mesin. "Apa kita akan terjebak di sini malam ini?" tanya Denia sedikit kesal. "Aku pastikan kita tidak akan menginap di tempat ini," sahut Haris penuh keyakinan."Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu yang harus bertanggung jawab, Ris. Kita tidak ingin terjebak di jalan ini. Mana seram lagi!" cetus Farida bergidik ngeri karena jalanan begitu sepi."Kalian tenang saja, pasti akan aku perbaiki segera." Haris memang bertanggung jawab, tapi kali ini dia benar-benar bingung apa yang harus dilakukan. Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap tenang agar tidak membuat teman-temannya ikut khawatir. Setengah jam berlalu, tapi Haris belum bisa membuat mobilnya hidup kembali."Bagaimana, Ris? Kenapa sampai detik ini belum selesai juga?" tanya Denia sedikit kesal."Kalian tenang saja dulu," sahut Haris tanpa memberikan penjelasan l
"Denia, tunggu!" Ghea langsung menghentikan langkah kaki sahabatnya yang sedang menyeret koper. Sontak saja wanita tomboi itu menghentikan langkah kakinya."Ada apa lagi sih, Ghea? Bukankah semua barangmu sudah aku masukkan? Sekarang ayo kita pergi!" pekik Denia sedikit kesal."Bukan begitu, Denia. Ada misi yang harus kita selesaikan, jadi jangan pergi sekarang. Nanti saja kalau sudah selesai urusan kita," kata Ghea membujuk. "Misi apa? Kalau cuma gak penting, lebih baik kita pergi sekarang juga." Denia tetap tidak ingin membuang waktu hanya hal-hal yang menurutnya tidak jelas. Ghea mulai menjelaskan panjang lebar apa yang akan menjadi misi mereka, tapi Denia tetap pada pendiriannya untuk pergi. Lagian, dia sudah terlanjur janji sama teman-temannya. Gak enak juga jika langsung dibatalkan secara tiba-tiba."Aku akan tetap berangkat, terserah kamu mau berangkat apa tidak. Perihal Nadira, aku tidak mau ikut campur lagi." Denia melepaskan koper milik Ghea, lalu meninggalkan rumah sahaba