Pengumuman!
Season 1 Tumbal Pengantin Iblis selesai, yuks, baca juga karya author KarRa yang lain
-Love Sugar Daddy (mafia, dark romance, tamat)
-Godaan Memikat Lelaki Penguasa (adult romance, tamat)
-Jaran Goyang Ratu Rengganis
Blurb:
"Berikan aku ragamu, maka akan aku kabulkan segala keinginanmu, Rengganis.” Suara melantun itu membuat wanita berparas rupawan yang dipanggil Rengganis, menengadah dari posisi bersimpuh, menatap sosok wanita setengah tembus pandang yang melayang di hadapannya dengan kabut tebal menyelimuti tubuh wanita itu.
Manik hitam segelap malam milik Rengganis terlihat basah, memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Debu dan kotoran tebal menghiasi wajahnya, menunjukkan betapa tersiksa dan terabaikan dirinya untuk waktu yang cukup lama.
Melihat keterpurukan Rengganis, wanita itu menyeringai, kakinya turun menapak tanah. “Aku bisa membantumu membalaskan dendam, entah kepada jalang bernama Madhavi … ataupun bajingan yang kau panggil Kakang Prabu Abra itu.”
Rengganis mengepalkan tangan, membayangkan wajah kedua orang yang membuat hidupnya terasa bak neraka. Namun, melihat kabut hitam yang menyelimuti wanita di hadapannya, Rengganis merasa bahwa menyetujui mungkin saja bukan keputusan baik.
“Aku tak percaya padamu,” balas Rengganis dengan pandangan waspada, dia mengepalkan tangan menahan tubuh bergetarnya.
Jari-jari lentik wanita tersebut mengangkat dagu Rengganis, memaksa untuk menatap dalam-dalam manik merah miliknya bak menghipnotis. “Tidakkah kau teringat bagaimana kepala ibumu itu terpisah dari lehernya untuk melindungimu?” ujar sang wanita dengan nada suram seraya mengibaskan selendang merah saat membalikkan tubuh. “Bagaimana suamimu, Gusti Prabu Abra, memenggalnya tanpa belas kasihan setelah semua kebaikan yang kalian curahkan padanya?”
‘Tidak!’ teriak Rengganis dalam hatinya, membayangkan jelas kematian sang ibunda dalam benaknya. Bagaimana Abra mengayunkan pedang, menyayat kulit dan mematahkan tulang. Bau anyir darah menguar di udara masih teringat jelas membuat Rengganis mual dan marah.
Tawa wanita di hadapan Rengganis menggema. “Kau lemah, tapi aku bisa mengubah hal itu,” ujarnya dengan sebuah senyum menggoda terlukis di bibir. “Raih uluran tanganku, akan aku ajarkan ilmu milikku juga ajian Jaran Goyang padamu. Balas rasa sakit hati, berikan hukuman setimpal untuk para pengkhianat," tekan wanita berselendang merah itu.
Rengganis menggertakkan gigi dan mengepalkan tangannya. Ucapan wanita itu membakar tekad yang sudah bulat, "Hukuman yang pantas untuk pengkhianat adalah kematian!" cebik Rengganis seraya meraih uluran tangan wanita tersebut.
Baca selengkapnya yuks.
Terima kasih untuk semua D'Lovely KarRa. Jangan lupa follow akun sosial media author untuk tahu lebih lanjut informasi novel 🙏
Kalina sedang duduk di sebuah kamar memperhatikan sebuah kalung yang beberapa waktu lalu diberikan oleh calon mertuanya sebagai hantaran pertunangan. Seorang wanita ayu bernama Anantari, kecantikan yang sempat membuat Kalina iri lantaran di usia yang tidak lagi muda Anantari masih tampil cantik mempesona. “Kau menyukainya, Sayang?” suara bariton terdengar. Lelaki itu menghampiri kemudian memeluk tubuh sang wanita. Semilir angin malam berembus masuk lewat jendela kamar yang tidak tertutup. Lampu samar menyela menambah kesan romantis dua sejoli di mabuk asmara itu. “Tentu, lihatlah liontin ini sangat bagus,” ujar Kalina. “Sayang, ada ibu Anantari,” imbuh Kalina mengingatkan sang lelaki yang mulai menyusupkan kepala ke ceruk lehernya. Yah, lelaki yang menjadi tunangan Kalina adalah Elard, kepala sekolah calon suami idaman wanita. Pasca insiden yang menimpa Kalina, keduanya semakin dekat. Beberapa tahun berlalu, di mana sekarang Kalina sudah lulus kuliah. Akhirnya E
“Aku ingat. Aku sangat ingat sekarang,” ucap seorang gadis melayang di ruang waktu. Dia tersenyum bahagia, seolah beban dalam dirinya lenyap seiring ingatan yang didapatkan. Kalina mengingat kembali, dia tertarik masuk ke dalam cahaya putih kebiruan yang dihasilkan dari kalung yang baru saja dikenakan. Kenangan masa lalu kembali berputar dalam ingatan. Di mana dia bertemu Elang yang sebenarnya bernama Gavin. Juga kisah cinta tragis berakhir kematian Elang. Air mata Kalina luruh, mengingat juga kedua orang tua dan Elard calon suaminya. Ingatan yang dihilangkan kini telah kembali. Argh! Byur! Gadis tersebut berteriak sebelum dirinya jatuh masuk ke dalam air. “Apa aku akan mati?” gumamnya. Kalina dapat melihat beberapa bayangan terlihat hingga akhirnya dia menutup mata.Beberapa waktu lalu di Kerajaan Nigella. Para calon pemimpin dari klan siluman sedang berada di sebuah kolam air, di mana pada bagian mata air terdapat patung untuk meletakkan bunga dan sebuah perma
Kalina masih berpikir keras, antara nyata dan tidak nyata dia sungguh melintasi waktu pergi ke masa lalu ‘time travel’ ada hal yang membingungkan juga membayangi, hingga pada satu titik dia menerima keadaan dirinya juga hal tidak terduga lain. Termasuk saat para sesepuh meyakini dia sebagai wadah pilihan permata Aurora. Beberapa anak muda bangsa siluman banyak yang berkeinginan mempersunting dirinya. Mitos mengatakan, menikah dengan pengantin Aurora akan memberikan banyak keberuntungan. “Astaga, seenaknya saja mengurungku di istana,” keluh Kalina yang baru saja kabur lewat jendela kamar menggunakan selimut yang sebelumnya dia ikat untuk turun ke lantai bawah. “Tidak aku sangka, adegan melarikan diri dalam film-film menyebalkan yang aku tonton kini harus aku lakukan, sungguh sial!” pekiknya membenahi kain sutra yang menutup kaki. Dia menarik ke atas rok yang dikenakan lalu kembali mengendap-endap hendak menuju pintu belakang. Mata Kalina melebar saat melihat beberapa pelayan
Brak! Tubuh Kalina yang dilempar oleh Elard tersangkut di atas pohon. Kepala gadis tersebut mendadak pusing. Bayangan masa lalu menyeruak tiba-tiba berputar begitu saja dalam ingatan. Di mana saat Kalina di alam terperosok dari tebing, tubuhnya tersangkut di atas pohon kemudian saat jatuh dan mengira tubuhnya menghantam bebatuan kali. Muncul sosok pemuda tampan di balik cahaya terang. Tidak disangka dia membuka sebuah segel ketika bibirnya menyentuh batu berukir mirip burung elang saat terjun payung. "Kukira itu sebuah mimpi, ternyata memang aku pernah kembali ke waktu sebelumnya. Kemudian sekarang terulang kembali saat aku mengenakan kalung pemberian Ibu Anantari," monolog KarRa. "Bahkan ini lebih parah, aku terlempar ke masa lebih dari seratus tahun, mengapa ini bisa terjadi?" keluh Kalina. Gadis tersebut meraba dada lalu melebarkan mata, "Kalung dari Ibu Anantari!" cicitnya. "Di mana kalung itu?" Dia meraba-raba lehernya hingga terlihat mirip monyet seang menggaruk.
"Elang." Seruan sebuah suara yang selalu menggema dalam ingatan Gavin. Lelaki itu beberapa kali bermimpi di tempat yang aneh dan bertemu seorang gadis yang memanggilnya Elang. Dunia itu sangat berbeda jauh dari Kerajaan Nigella. Nigella kerajaan yang aman dan damai, di mana bangsa siluman hidup berdampingan dengan bangsa manusia. Istana Nigella berlapis emas, menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi bangsa siluman dan manusia. Mereka saling menghormati satu sama lain. Kemudian muncul beberapa manusia dengan kekuatan luar biasa lalu terpecah. Manusia berkemampuan melihat masa lalu juga masa depan terbentuk dalam Klan Peramal. Sedangkan manusia dengan kemampuan sihir, baik yang ada sejak lahir atau pun memiliki keahlian secara turun temurun dari nenek moyang tergabung pada Klan Penyihir. Bagi yang tidak memiliki keahlian dan kemampuan luar biasa menjadi rakyat biasa, hidup makmur berkecukupan di desa dengan beternak atau berkebun. Gavin menurunkan Kalina di sebuah sunga
Kalina mengerucutkan bibir, hanya karena salah berucap Gavin meninggalkan dia begitu saja di hutan lebar tersebut. Dress bagian bawah yang dikenakan robek-robek terkena ranting dan akar pohon yang menjulang. Gadis tersebut masih berjalan tanpa tahu arah mana kanan, mana kiri. "Hrrrrr." Suara pekikan secara terus menerus terdengar memekakan pendengaran. Kalina menutup mata, jantung terasa berdetak lebih cepat. Srak! Srak! Gemerisik pepohonan terdengar bersamaan suara semak belukar yang terguncang. Kalina melebarkan mata, "Apa itu binatang buas?" monolog Kalina. "Gawat!" pekiknya kala goyangan semak belukar semakin kencang. Gadis itu mengedarkan pandangan ke beberapa arah. Dadanya kembang kempis nan gemetaran. Tubuhnya mendadak seperti orang lumpuh susah digerakkan. Belum sempat gadis itu berlari. "Argh!" Kalina berteriak lantang.Sosok bayangan hitam gelap melompat ke arahnya. Kalina menutup wajah dengan kedua tangan, sepersekian detik tidak ada g
Srak! Krek! Suara ranting dan daun kering terinjak alas kaki. Srash! Tash! Seekor burung elang putih terbang mendekat. Semua berhenti melangkah lalu mendongakkan kepala termasuk Kalina. Plash! Burung elang putih merubah wujud menjadi manusia. "Salam dari kami, Tuan Muda Gavin, calon pemimpin siluman elang," kata salah seorang menundukkan kepala diikuti orang-orang bertudung hitam yang lain. Gavin terdiam, tidak menjawab. Tatapan masih fokus tertuju pada Kalina di tengah-tengah mereka. "Mau kalian bawa ke mana Pengantin Aurora itu?" "Ah, kami hanya menemukan dia tersesat tadi," jawab seorang yang tadi memimpin memberi salam. Gavi mengangguk, "Aku tadi membawa dia jalan-jalan di hutan lalu meninggalkan sebentar karena suatu hal. Kalian tidak bermaksud untuk membawa kabur gadis itu, bukan? Dia calon ratu kerajaan Nigella," oceh Gavin. 'Apa katanya, sok sekali pemuda itu,' cicit Kalina, ingin sekali dia menimpali ucapan menyebalkan Gavin. Namun,
Gavin mengajak Kalina untuk pergi menjauh para orang-orang munafik itu. Mereka berhenti di bukit belakang kerajaan Nigella. Di sana dia mendengarkan segala cerita yang dituturkan oleh Kalina. Mau tidak mau percaya atau tidak Gavin mencoba menelaah. Pada dasarnya dia pun pernah memimpikan hal sama yang diceritakan oleh Kalina. Dadanya pun bergemuruh, berdebar tak menentu terlebih jarak keduanya berdekatan. 'Apa benar mimpi yang pernah hadir itu nyata?' Gavin bergumam. "Aku bingung harus bagaimana, Kalina. Ini sungguh membingungkan." "Apa yang ada di dunia ini lebih diluar nalar, Gavin. Apa kalian tahu, aku sangat kesulitan bertahan untuk menyesuaikan diri." Suara gadis itu meninggi, dia menatap dalam pada iris mata Gavin sebiru batu safir, mempesona. Debaran aneh kembali menjalar, Kalina blingsatan ketika ketahuan Gavin dia menatapnya intens. 'Apa dia masih mengawasiku karena tadi aku sempat meragukan ucapannya?' Gavin mengernyit, "Kalina." Mendengar namanya dipanggi
Zaman now.Seorang wanita cantik berada di perpustakaan sebuah castle kuno yang masih terjaga sampai sekarang. Di ditemani seorang lelaki paruh baya bersama sang istri. Mereka tengah berbincang dengan serius. Perpustakaan bak lautan buku di mana banyak sekali rak-rak terisi penuh hingga menjulang tinggi hampir ke langit-langit. Lantai marmer nan bersih dan buku tanpa debu menandakan tempat tersebut terawat dengan baik.“Saya menyukai tempat ini, ini sangat luar biasa dan sangat bersih.” Suara melantun merdu dari wanita berambut panjang tergerai indah.“Nyonya Anantari terlalu memuji,” balas seorang wanita yang kemudian duduk di kursi kayu berseberangan lawan bicaranya.Anantari tersenyum kemudian kembali berkutat pada buku bacaan yang sudah dia ambil.“Aku sangat terkejut ketika Nyonya Anantari memberi kabar terkait kalung peninggalan teman Anda.” Kali ini suara seorang lelaki terdengar.Kedua wanita elegan itu menoleh ke arah sumber suara, seorang lelaki yang masih terlihat tampan mes
“Kumpulkan para sesepuh dan para pemimpin ras, panggil juga gadis bernama Sekar!” Raja Arsen berkata seraya membalikkan badan. Dia memijat kening yang berdenyut, kaki panjang itu melangkah keluar kamar meninggalkan tiga temannya yang masih diam membisu. Mereka mencoba memposisikan diri di tempat Raja Arsen. Benar-benar situasi sulit dilalui, bukan? Anantari menoleh ke arah dua lelaki yang juga sama bingungnya. “Aku akan menyusul Sekar.” Gavin mendelik menatap Anantari yang tertunduk, “Apa yang akan kau lakukan?” “Gavin, aku tahu ini tidak benar, aku juga tidak tega melihat Kalina menderita. Namun, bagaimana jika takdir itu memang membawa Kalina datang ke mari untuk suatu hal. Tidakkah kalian pikir banyak misteri tentang Nigella yang belum terungkap dan menemui titik terang? Seolah hidup kita dikendalikan sesuatu. Tidakkah kalian curiga para sesepuh menyembunyikan sesuatu?” “Curiga, tentu aku sangat curiga lebih dari yang kalian tahu. Namun, apa yang bisa kita lakukan?” Lamont ber
Kalimat bak omong kosong terdengar dari bibir Elard hingga membuat Kalina merinding. Bukan karena tidak percaya, banyak yang tadinya dianggap diluar nalar terjadi begitu saja. Tidak ada hal mustahil seperti dia terlempar ke masa lalu. Maka tidak heran bilamana Elard beranggapan telah bereinkarnasi. Itu membuat sedikit khawatir, reinkarnasi terjadi ketika seseorang telah meninggal. “Jika memang bereinkarnasi, artinya Elard di Kerajaan Nigella mati.” Kalina menatap Elard sendu. Elard menyadari raut muka Kalina yang berubah, lelaki itu lalu berkata, “Aku rela mati untukmu.” Jawaban Elard membuat Kalina melebarkan mata. Gadis itu denial pada perasaan sendiri. Jika mengingat cerita yang pernah terlontar pada mulut Gavin saat siluman itu berada di dunianya sebagai Elang, maka kematian dan runtuhnya kerajaan Nigella terjadi. Namun, nasib membawa Kalina isekai ke dunia lain, Kerajaan Nigella yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Tidak ada catatan dalam sejarah tentang Kerajaan Ni
Kalina menggigit bibir bagian bawah menahan perasaan membuncah hingga membuat hampir gila. “Elard.” Kalina memanggil nama calon suaminya. Gadis itu melihat wajah tampan Elard dengan seksama. Mereka sama-sama telanjang, berbagi peluh untuk mengarungi samudra kenikmatan. Wajah berpeluh Elard yang terlihat dewasa dari ketika dia melihat di Kerajaan Nigella masih terlihat muda. Namun demikian, gambaran eksotis ekspresi ketegangan dan tatapan tajam masih sama membuat gelayar aneh menjalar di tubuh Kalina. Elard menggerakkan tubuhnya di atas Kalina semakin kencang. “Iya, Sayang, terus panggil namaku!” Lelaki itu mengecup telapak tangan Kalina yang menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Kedua tangan Elard sibuk meremas dada Kalina yang terguncang-guncang. Kalina semakin berteriak lantang hingga suaranya benar-benar habis. Pertarungan panas untuk mencapai puncak kebahagiaan yang sesungguhnya dengan menyebut nama masing-masing saat ledakan dahsyat membuat lemas dan tersengal kehabisan napas.
“Mimpi ini lagi.” Suara lirih bariton terdengar. Di mana cahaya putih menyilaukan samar menghilang tergantikan tempat yang sangat asing, banyak gedung-gedung pencakar langit. Serta bunyi bising membuat lelaki itu menutup telinga beberapa kali. Alat transportasi yang belum pernah Gavin temui sebelumnya. Dia mencoba menempatkan diri dengan baik, senyuman Kalina benar-benar memabukkan hingga dirinya rela tinggal di mana saja asal dapat mendekap hangat tubuh gadis itu. Mimpi yang terasa nyata, hanya ada Gavin dan Kalina, keduanya menghabiskan waktu bersama penuh kebahagiaan, sampai kepulan asap tebal datang. Suasana berubah mencekam dan gulita, kepulan asap mengepung dan melenyapkan Kalina. Gavin mempertaruhkan hidup dengan menukar nyawa demi menyelamatkan orang yang dicinta. Saat-saat genting, seorang lelaki gagah datang menghampiri menyelamatkan Kalina, ketika Gavin terlihat sekarat rasanya ingin mengumpat bahwa lelaki yang disambut Kalina adalah Elard. Hatinya remuk bukan main, Gavin
Raja Arsen duduk di singgasana, terlihat gagah dalam balutan pakaian kerajaan dan mahkota. Tanpa rasa takut dirinya mulai memantapkan diri. Ada orang berharga yang sekarang dalam genggaman, dia tidak ingin siapa pun menyakiti atau merebutnya. Meski masa depan dari beberapa alur cerita yang pernah terjadi, tetapi hal-hal terpenting masa depan sesuai apa yang terjadi di masa lalu. Kehadiran Kalina bukan untuk mengubah masa depan, tetapi untuk mengukuhkan pondasi keberadaan Permata Aurora sebagai simbol ras siluman. “Seperti yang sudah diperintahkan, untuk sementara Elard dari ras siluman Harimau tidak diizinkan keluar rumah karena sebagai pemicu skandal. Hukuman tersebut terdengar ringan karena pada waktu itu belum disahkan secara resmi calon ratu dan pertunangan.” Gavin sebagai ketua ras siluman Elang yang baru mewakili berbicara. Alasan cukup logis, mengingat beberapa waktu lalu ada insiden tidak terduga dengan hilangnya Kalina.Tuan Fariz memperhatikan, kata mata-mata yang ditempatk
Sore itu, Kalina benar-benar langsung dijemput kereta kuda Istana, di mana Raja Arsen yang hadir langsung untuk membawa. Sebagai hukuman, Elard tidak diizinkan untuk pergi ke Istana apalagi sampai bersua dengan Kalina. Sebanyak apa pun Kalina merengek dan menangis, Raja Arsen hanya diam, lebih diam dari biasanya. Keluarga Elard mengingatkan jika dirinya harus berhati-hati dan waspada dengan para sesepuh. ‘Aku ingin pulang ke tempat asalku, aku lelah.’ Kalina mendongakkan kepala, punggungnya dia rebahkan di sandaran kursi kereta kuda. ‘Jangan pernah percaya siapa pun ketika kau di Istana,’ bisik Ibu Elard ketika mereka berpelukan tadi. Kalina ingat, perpisahan penuh tangis pun terjadi, ibu Elard pun berat untuk melepas kepergian Kalina, di mana sebenarnya dia sangat berharap Kalina yang akan menjadi menantunya. Satu masalah mengganjal adalah hukuman yang belum diputuskan untuk Elard. Hubungan terlarang terkuak menjadi aib luar biasa memalukan. Meski pada akhirnya para sesepuh dan
“Apa kepalamu terbentur ketika kakakku menggagahimu semalam?” Kalimat yang terlontar dari mulut Anantari membuat Kalina melongo mirip keledai, bagaimana mungkin Anantari mengucapkan hal yang sungguh diluar dugaan dan membuat malu. “Saya baik-baik saja, Nona Anantari. Elard memperlakukan saya dengan baik. Meski dia agak kasar dan sedikit memaksa.” Bayangan tubuh sexy menggairahkan Elard terpampang jelas. “Seperti yang Nona katakan, jika Raja Arsen dan para sesepuh mengharapkan saya kembali, maka saya akan kembali ke istana.” Kalina mendekat ke telinga Anantari, “Jika benar kedatangan saya berkaitan dengan kalung dan juga bulan, maka dalam waktu dekat saya akan kembali ke tempat asal. Segala hal terjadi mungkin akan menemui titik temu, Nona. Saya sumber masalah akan menghilang.”Anantari memeluk Kalina lalu ikut berbisik, “Jadi, kita akan berpisah?” Anantari menghela napas panjang lalu berucap dengan sedikit mengeraskan suara, “Tata kramamu semakin meningkat dalam berbicara. Aku lebih
Kalina menggeliatkan tubuhnya yang telanjang dari bali selimut, rasanya enggan untuk bangun meski sinar sang surya sudah memancar menyilaukan mata. Tubuh terasa lemas dan sakit seperti habis terlindas beban berat. “Aunch … sakit ….” “Kau sudah bangun?” Kalina melihat ke arah dekat jendela, di mana Elard sudah duduk mengenakan kemeja putih dan celana formal hitam. Aroma kopi menguar, tersaji dua cangkir masih mengepul panas di meja bersama roti dan selai. “Aku sudah membawakanmu air cuci muka.” Tangan berotot itu mengacungkan jari ke arah nakas dekat ranjang. “Bangunlah dan sarapan dahulu, pelayan sedang ke rumah utama mengambilkan pakaian untukmu! Atau kau mau aku bantu bangun?” ujar Elard melihat Kalina nyengir ketika beringsut duduk. “Aku bisa sendiri.” Gadis itu melilitkan selimut kemudian pelan bangun dari ranjang dan membasuh wajah. “Maafkan aku, itu pengalaman pertamamu, ini juga pertama kali untukku. Sepertinya aku kurang berpengalaman hingga membuatmu kesakitan. Tidak seh