Hay, aku kembali. Maaf jarang up date ya, teman-teman bisa follow akun sosial media author untuk informasi terkait naskah dan project terbaru. Ada pun GC khusus pembaca KarRa, teman-teman bisa De eM jika berminat gabung. Terima kasih
Raja Arsen duduk di singgasana, terlihat gagah dalam balutan pakaian kerajaan dan mahkota. Tanpa rasa takut dirinya mulai memantapkan diri. Ada orang berharga yang sekarang dalam genggaman, dia tidak ingin siapa pun menyakiti atau merebutnya. Meski masa depan dari beberapa alur cerita yang pernah terjadi, tetapi hal-hal terpenting masa depan sesuai apa yang terjadi di masa lalu. Kehadiran Kalina bukan untuk mengubah masa depan, tetapi untuk mengukuhkan pondasi keberadaan Permata Aurora sebagai simbol ras siluman. “Seperti yang sudah diperintahkan, untuk sementara Elard dari ras siluman Harimau tidak diizinkan keluar rumah karena sebagai pemicu skandal. Hukuman tersebut terdengar ringan karena pada waktu itu belum disahkan secara resmi calon ratu dan pertunangan.” Gavin sebagai ketua ras siluman Elang yang baru mewakili berbicara. Alasan cukup logis, mengingat beberapa waktu lalu ada insiden tidak terduga dengan hilangnya Kalina.Tuan Fariz memperhatikan, kata mata-mata yang ditempatk
“Mimpi ini lagi.” Suara lirih bariton terdengar. Di mana cahaya putih menyilaukan samar menghilang tergantikan tempat yang sangat asing, banyak gedung-gedung pencakar langit. Serta bunyi bising membuat lelaki itu menutup telinga beberapa kali. Alat transportasi yang belum pernah Gavin temui sebelumnya. Dia mencoba menempatkan diri dengan baik, senyuman Kalina benar-benar memabukkan hingga dirinya rela tinggal di mana saja asal dapat mendekap hangat tubuh gadis itu. Mimpi yang terasa nyata, hanya ada Gavin dan Kalina, keduanya menghabiskan waktu bersama penuh kebahagiaan, sampai kepulan asap tebal datang. Suasana berubah mencekam dan gulita, kepulan asap mengepung dan melenyapkan Kalina. Gavin mempertaruhkan hidup dengan menukar nyawa demi menyelamatkan orang yang dicinta. Saat-saat genting, seorang lelaki gagah datang menghampiri menyelamatkan Kalina, ketika Gavin terlihat sekarat rasanya ingin mengumpat bahwa lelaki yang disambut Kalina adalah Elard. Hatinya remuk bukan main, Gavin
Kalina menggigit bibir bagian bawah menahan perasaan membuncah hingga membuat hampir gila. “Elard.” Kalina memanggil nama calon suaminya. Gadis itu melihat wajah tampan Elard dengan seksama. Mereka sama-sama telanjang, berbagi peluh untuk mengarungi samudra kenikmatan. Wajah berpeluh Elard yang terlihat dewasa dari ketika dia melihat di Kerajaan Nigella masih terlihat muda. Namun demikian, gambaran eksotis ekspresi ketegangan dan tatapan tajam masih sama membuat gelayar aneh menjalar di tubuh Kalina. Elard menggerakkan tubuhnya di atas Kalina semakin kencang. “Iya, Sayang, terus panggil namaku!” Lelaki itu mengecup telapak tangan Kalina yang menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Kedua tangan Elard sibuk meremas dada Kalina yang terguncang-guncang. Kalina semakin berteriak lantang hingga suaranya benar-benar habis. Pertarungan panas untuk mencapai puncak kebahagiaan yang sesungguhnya dengan menyebut nama masing-masing saat ledakan dahsyat membuat lemas dan tersengal kehabisan napas.
Kalimat bak omong kosong terdengar dari bibir Elard hingga membuat Kalina merinding. Bukan karena tidak percaya, banyak yang tadinya dianggap diluar nalar terjadi begitu saja. Tidak ada hal mustahil seperti dia terlempar ke masa lalu. Maka tidak heran bilamana Elard beranggapan telah bereinkarnasi. Itu membuat sedikit khawatir, reinkarnasi terjadi ketika seseorang telah meninggal. “Jika memang bereinkarnasi, artinya Elard di Kerajaan Nigella mati.” Kalina menatap Elard sendu. Elard menyadari raut muka Kalina yang berubah, lelaki itu lalu berkata, “Aku rela mati untukmu.” Jawaban Elard membuat Kalina melebarkan mata. Gadis itu denial pada perasaan sendiri. Jika mengingat cerita yang pernah terlontar pada mulut Gavin saat siluman itu berada di dunianya sebagai Elang, maka kematian dan runtuhnya kerajaan Nigella terjadi. Namun, nasib membawa Kalina isekai ke dunia lain, Kerajaan Nigella yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Tidak ada catatan dalam sejarah tentang Kerajaan Ni
“Kumpulkan para sesepuh dan para pemimpin ras, panggil juga gadis bernama Sekar!” Raja Arsen berkata seraya membalikkan badan. Dia memijat kening yang berdenyut, kaki panjang itu melangkah keluar kamar meninggalkan tiga temannya yang masih diam membisu. Mereka mencoba memposisikan diri di tempat Raja Arsen. Benar-benar situasi sulit dilalui, bukan? Anantari menoleh ke arah dua lelaki yang juga sama bingungnya. “Aku akan menyusul Sekar.” Gavin mendelik menatap Anantari yang tertunduk, “Apa yang akan kau lakukan?” “Gavin, aku tahu ini tidak benar, aku juga tidak tega melihat Kalina menderita. Namun, bagaimana jika takdir itu memang membawa Kalina datang ke mari untuk suatu hal. Tidakkah kalian pikir banyak misteri tentang Nigella yang belum terungkap dan menemui titik terang? Seolah hidup kita dikendalikan sesuatu. Tidakkah kalian curiga para sesepuh menyembunyikan sesuatu?” “Curiga, tentu aku sangat curiga lebih dari yang kalian tahu. Namun, apa yang bisa kita lakukan?” Lamont ber
Zaman now.Seorang wanita cantik berada di perpustakaan sebuah castle kuno yang masih terjaga sampai sekarang. Di ditemani seorang lelaki paruh baya bersama sang istri. Mereka tengah berbincang dengan serius. Perpustakaan bak lautan buku di mana banyak sekali rak-rak terisi penuh hingga menjulang tinggi hampir ke langit-langit. Lantai marmer nan bersih dan buku tanpa debu menandakan tempat tersebut terawat dengan baik.“Saya menyukai tempat ini, ini sangat luar biasa dan sangat bersih.” Suara melantun merdu dari wanita berambut panjang tergerai indah.“Nyonya Anantari terlalu memuji,” balas seorang wanita yang kemudian duduk di kursi kayu berseberangan lawan bicaranya.Anantari tersenyum kemudian kembali berkutat pada buku bacaan yang sudah dia ambil.“Aku sangat terkejut ketika Nyonya Anantari memberi kabar terkait kalung peninggalan teman Anda.” Kali ini suara seorang lelaki terdengar.Kedua wanita elegan itu menoleh ke arah sumber suara, seorang lelaki yang masih terlihat tampan mes
"Aaaa … tidak!" Teriakan menggema tertelan hujan lebat pada malam gelap dan dingin. Kalina pasrah dengan nasib, saat kilatan dan petir sekonyong-konyong menyambar ranting pohon penopang tubuhnya. Gadis itu tersentak, berteriak, memejamkan mata, tubuhnya mulai terjun bebas ke bawah. "Beginikah akhir hidupku?" ratap Kalina dalam hati. Hatinya kalut, seolah sesuatu lepas dalam dirinya, dadanya nyeri, melayang jatuh ke bawah dengan kecepatan yang sangat cepat. Ketika ia telah merasa di ambang ketidakberdayaan. Sebuah cahaya terang menyilaukan muncul di hadapan gadis itu. "Apakah malaikat maut tampan datang menjemputku?" Samar-samar ia melihat sesosok pemuda tampan. Tanpa sadar ia sudah berada dalam dekapannya, dirasakannya otot-otot lengan tangan si tampan yang mendekapnya. Tanpa ragu Kalina menyandarkan kepala pada dada bidang yang terasa sixpack saat tak sengaja tersentuh tangannya. Kalina mendongakkan kepalanya, pemuda itu terseny
Setiap tanggal lima belas ketika, bulan terlihat bulat sempurna, konon sering terdengar suara-suara orang menangis, merintih, bahkan jeritan bersahut-sahutan. Percaya atau tidak itulah cerita mitos, dari warga setempat mengenai hutan yang kini, menjadi tempat camping dari sekelompok murid sekolah menengah pertama. Ada yang sering melihat seorang lelaki tampan, atau wanita cantik. Namun, mereka akan menghilang ketika didekati. Malam semakin sunyi di antara bayangan yang berada di bawah sana, seperti terlihat sosok putih berkelebatan. Dia seperti tersenyum di antara pekatnya kabut tebal yang seolah menyelimuti. Sedikit cahaya masuk menerangi hutan rimbun tersebut. Auman binatang malam seolah ikut menyambut bahagia. Rengekan binatang malam lainnya jua seolah menatap penuh harap. Bayangan putih yang kasat mata oleh pandangan orang biasa. Kemudian terbang menari-nari mengitari sekitar sungai dan kemudian ke atas, menatap sebuah tubuh mungil yang tersesat. Tawa girangnya menggema, mem
Zaman now.Seorang wanita cantik berada di perpustakaan sebuah castle kuno yang masih terjaga sampai sekarang. Di ditemani seorang lelaki paruh baya bersama sang istri. Mereka tengah berbincang dengan serius. Perpustakaan bak lautan buku di mana banyak sekali rak-rak terisi penuh hingga menjulang tinggi hampir ke langit-langit. Lantai marmer nan bersih dan buku tanpa debu menandakan tempat tersebut terawat dengan baik.“Saya menyukai tempat ini, ini sangat luar biasa dan sangat bersih.” Suara melantun merdu dari wanita berambut panjang tergerai indah.“Nyonya Anantari terlalu memuji,” balas seorang wanita yang kemudian duduk di kursi kayu berseberangan lawan bicaranya.Anantari tersenyum kemudian kembali berkutat pada buku bacaan yang sudah dia ambil.“Aku sangat terkejut ketika Nyonya Anantari memberi kabar terkait kalung peninggalan teman Anda.” Kali ini suara seorang lelaki terdengar.Kedua wanita elegan itu menoleh ke arah sumber suara, seorang lelaki yang masih terlihat tampan mes
“Kumpulkan para sesepuh dan para pemimpin ras, panggil juga gadis bernama Sekar!” Raja Arsen berkata seraya membalikkan badan. Dia memijat kening yang berdenyut, kaki panjang itu melangkah keluar kamar meninggalkan tiga temannya yang masih diam membisu. Mereka mencoba memposisikan diri di tempat Raja Arsen. Benar-benar situasi sulit dilalui, bukan? Anantari menoleh ke arah dua lelaki yang juga sama bingungnya. “Aku akan menyusul Sekar.” Gavin mendelik menatap Anantari yang tertunduk, “Apa yang akan kau lakukan?” “Gavin, aku tahu ini tidak benar, aku juga tidak tega melihat Kalina menderita. Namun, bagaimana jika takdir itu memang membawa Kalina datang ke mari untuk suatu hal. Tidakkah kalian pikir banyak misteri tentang Nigella yang belum terungkap dan menemui titik terang? Seolah hidup kita dikendalikan sesuatu. Tidakkah kalian curiga para sesepuh menyembunyikan sesuatu?” “Curiga, tentu aku sangat curiga lebih dari yang kalian tahu. Namun, apa yang bisa kita lakukan?” Lamont ber
Kalimat bak omong kosong terdengar dari bibir Elard hingga membuat Kalina merinding. Bukan karena tidak percaya, banyak yang tadinya dianggap diluar nalar terjadi begitu saja. Tidak ada hal mustahil seperti dia terlempar ke masa lalu. Maka tidak heran bilamana Elard beranggapan telah bereinkarnasi. Itu membuat sedikit khawatir, reinkarnasi terjadi ketika seseorang telah meninggal. “Jika memang bereinkarnasi, artinya Elard di Kerajaan Nigella mati.” Kalina menatap Elard sendu. Elard menyadari raut muka Kalina yang berubah, lelaki itu lalu berkata, “Aku rela mati untukmu.” Jawaban Elard membuat Kalina melebarkan mata. Gadis itu denial pada perasaan sendiri. Jika mengingat cerita yang pernah terlontar pada mulut Gavin saat siluman itu berada di dunianya sebagai Elang, maka kematian dan runtuhnya kerajaan Nigella terjadi. Namun, nasib membawa Kalina isekai ke dunia lain, Kerajaan Nigella yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Tidak ada catatan dalam sejarah tentang Kerajaan Ni
Kalina menggigit bibir bagian bawah menahan perasaan membuncah hingga membuat hampir gila. “Elard.” Kalina memanggil nama calon suaminya. Gadis itu melihat wajah tampan Elard dengan seksama. Mereka sama-sama telanjang, berbagi peluh untuk mengarungi samudra kenikmatan. Wajah berpeluh Elard yang terlihat dewasa dari ketika dia melihat di Kerajaan Nigella masih terlihat muda. Namun demikian, gambaran eksotis ekspresi ketegangan dan tatapan tajam masih sama membuat gelayar aneh menjalar di tubuh Kalina. Elard menggerakkan tubuhnya di atas Kalina semakin kencang. “Iya, Sayang, terus panggil namaku!” Lelaki itu mengecup telapak tangan Kalina yang menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Kedua tangan Elard sibuk meremas dada Kalina yang terguncang-guncang. Kalina semakin berteriak lantang hingga suaranya benar-benar habis. Pertarungan panas untuk mencapai puncak kebahagiaan yang sesungguhnya dengan menyebut nama masing-masing saat ledakan dahsyat membuat lemas dan tersengal kehabisan napas.
“Mimpi ini lagi.” Suara lirih bariton terdengar. Di mana cahaya putih menyilaukan samar menghilang tergantikan tempat yang sangat asing, banyak gedung-gedung pencakar langit. Serta bunyi bising membuat lelaki itu menutup telinga beberapa kali. Alat transportasi yang belum pernah Gavin temui sebelumnya. Dia mencoba menempatkan diri dengan baik, senyuman Kalina benar-benar memabukkan hingga dirinya rela tinggal di mana saja asal dapat mendekap hangat tubuh gadis itu. Mimpi yang terasa nyata, hanya ada Gavin dan Kalina, keduanya menghabiskan waktu bersama penuh kebahagiaan, sampai kepulan asap tebal datang. Suasana berubah mencekam dan gulita, kepulan asap mengepung dan melenyapkan Kalina. Gavin mempertaruhkan hidup dengan menukar nyawa demi menyelamatkan orang yang dicinta. Saat-saat genting, seorang lelaki gagah datang menghampiri menyelamatkan Kalina, ketika Gavin terlihat sekarat rasanya ingin mengumpat bahwa lelaki yang disambut Kalina adalah Elard. Hatinya remuk bukan main, Gavin
Raja Arsen duduk di singgasana, terlihat gagah dalam balutan pakaian kerajaan dan mahkota. Tanpa rasa takut dirinya mulai memantapkan diri. Ada orang berharga yang sekarang dalam genggaman, dia tidak ingin siapa pun menyakiti atau merebutnya. Meski masa depan dari beberapa alur cerita yang pernah terjadi, tetapi hal-hal terpenting masa depan sesuai apa yang terjadi di masa lalu. Kehadiran Kalina bukan untuk mengubah masa depan, tetapi untuk mengukuhkan pondasi keberadaan Permata Aurora sebagai simbol ras siluman. “Seperti yang sudah diperintahkan, untuk sementara Elard dari ras siluman Harimau tidak diizinkan keluar rumah karena sebagai pemicu skandal. Hukuman tersebut terdengar ringan karena pada waktu itu belum disahkan secara resmi calon ratu dan pertunangan.” Gavin sebagai ketua ras siluman Elang yang baru mewakili berbicara. Alasan cukup logis, mengingat beberapa waktu lalu ada insiden tidak terduga dengan hilangnya Kalina.Tuan Fariz memperhatikan, kata mata-mata yang ditempatk
Sore itu, Kalina benar-benar langsung dijemput kereta kuda Istana, di mana Raja Arsen yang hadir langsung untuk membawa. Sebagai hukuman, Elard tidak diizinkan untuk pergi ke Istana apalagi sampai bersua dengan Kalina. Sebanyak apa pun Kalina merengek dan menangis, Raja Arsen hanya diam, lebih diam dari biasanya. Keluarga Elard mengingatkan jika dirinya harus berhati-hati dan waspada dengan para sesepuh. ‘Aku ingin pulang ke tempat asalku, aku lelah.’ Kalina mendongakkan kepala, punggungnya dia rebahkan di sandaran kursi kereta kuda. ‘Jangan pernah percaya siapa pun ketika kau di Istana,’ bisik Ibu Elard ketika mereka berpelukan tadi. Kalina ingat, perpisahan penuh tangis pun terjadi, ibu Elard pun berat untuk melepas kepergian Kalina, di mana sebenarnya dia sangat berharap Kalina yang akan menjadi menantunya. Satu masalah mengganjal adalah hukuman yang belum diputuskan untuk Elard. Hubungan terlarang terkuak menjadi aib luar biasa memalukan. Meski pada akhirnya para sesepuh dan
“Apa kepalamu terbentur ketika kakakku menggagahimu semalam?” Kalimat yang terlontar dari mulut Anantari membuat Kalina melongo mirip keledai, bagaimana mungkin Anantari mengucapkan hal yang sungguh diluar dugaan dan membuat malu. “Saya baik-baik saja, Nona Anantari. Elard memperlakukan saya dengan baik. Meski dia agak kasar dan sedikit memaksa.” Bayangan tubuh sexy menggairahkan Elard terpampang jelas. “Seperti yang Nona katakan, jika Raja Arsen dan para sesepuh mengharapkan saya kembali, maka saya akan kembali ke istana.” Kalina mendekat ke telinga Anantari, “Jika benar kedatangan saya berkaitan dengan kalung dan juga bulan, maka dalam waktu dekat saya akan kembali ke tempat asal. Segala hal terjadi mungkin akan menemui titik temu, Nona. Saya sumber masalah akan menghilang.”Anantari memeluk Kalina lalu ikut berbisik, “Jadi, kita akan berpisah?” Anantari menghela napas panjang lalu berucap dengan sedikit mengeraskan suara, “Tata kramamu semakin meningkat dalam berbicara. Aku lebih
Kalina menggeliatkan tubuhnya yang telanjang dari bali selimut, rasanya enggan untuk bangun meski sinar sang surya sudah memancar menyilaukan mata. Tubuh terasa lemas dan sakit seperti habis terlindas beban berat. “Aunch … sakit ….” “Kau sudah bangun?” Kalina melihat ke arah dekat jendela, di mana Elard sudah duduk mengenakan kemeja putih dan celana formal hitam. Aroma kopi menguar, tersaji dua cangkir masih mengepul panas di meja bersama roti dan selai. “Aku sudah membawakanmu air cuci muka.” Tangan berotot itu mengacungkan jari ke arah nakas dekat ranjang. “Bangunlah dan sarapan dahulu, pelayan sedang ke rumah utama mengambilkan pakaian untukmu! Atau kau mau aku bantu bangun?” ujar Elard melihat Kalina nyengir ketika beringsut duduk. “Aku bisa sendiri.” Gadis itu melilitkan selimut kemudian pelan bangun dari ranjang dan membasuh wajah. “Maafkan aku, itu pengalaman pertamamu, ini juga pertama kali untukku. Sepertinya aku kurang berpengalaman hingga membuatmu kesakitan. Tidak seh