Woilah, apa yang Sekar mau lakukan pada Tuan Abraham, apa mau menciumnya?
Tuan Abraham terkejut, belum pernah ada gadis yang berani menyentuhnya. Meski Sekar dan Kalina memiliki wajah mirip, Abraham juga sama tidak mampu mengulik dan melihat keduanya dengan benar, seolah ada kabut tebal menyelimuti. Sama, tetapi mereka dua orang berbeda. Sekar terasa hangat, sedangkan Kalina, hanya dengan menyentuh lelaki itu akan merasa tenang, seperti sebuah kedamaian tiba-tiba muncul. Netra Sekar dan Abraham saling bertemu pandang, tetap lelaki itu tidak bisa membaca isi pikiran Sekar. Sedangkan dalam sekejap Sekar mampu melihat cuplikan kejadian semalam. Sekar melepas tangannya, Abraham masih melebarkan mata terkejut. “Kebakaran semalam, itu bukan ulah Anda, bukan? Saat itu Anda sedang berada di kediaman lalu Anda juga terkejut ketika mendapat kabar Istana Timur terbakar. Anda menemui Tuan Alex.” Sekar mengambil napas lalu tersenyum, “Terima kasih berkat Anda saya tahu siapa yang membakar Istana Timur. Saran saya, Anda perlu berhati-hati pada orang-orang di sekitar te
Kejadian tidak masuk akal yang terjadi, membuat Abraham yakin jika apa yang dikatakan gadis mirip pengantin aurora itu benar. Abraham menyugar rambut dengan tangan kanan, lelaki itu tanpa berkomentar lagi menuju kamar. Dia yakin para sesepuh Kerajaan Nigella pasti akan bergerak secepatnya. “Sebelum hal merepotkan terjadi, aku harus segera bertindak.’ Tuan Abraham mengambil napas panjang dan dalam, dia tidak ingin terpancing emosi seperti semalam yang hampir berakhir mati sia-sia. ‘Sekarang aku hanya sendirian, sial sekali. Mengapa aku baru menyadari mereka mengkhianati diriku,’ pikir Abraham. Brak! Pintu kamar tertutup, suara gebrakan sampai ke lantai bawah. Zemira juga Alex saling pandang lalu mengulas senyum. Tentu apa yang mereka lakukan semalam akan dilimpahkan segalanya pada Abraham. Fazwan sudah menyiapkan sebelumnya. Malam itu, lelaki tersebut meninggalkan pin bros hiasan jubah khas dari keluarga Abraham. Tentu Zemira yang mendapatkan, dan lelaki itu berhasil melemparkan ke p
Sapuan angin menerbangkan rambut panjang Kalina, sekali lagi Elard terpana, Kalina membuat Elard frustrasi bahkan jika sehari dia tidak bertemu, rasanya membuat gusar dan hampir gila. Tidak jauh berbeda dengan gadis itu, di mana dia merasa hampir frustrasi, gelayar aneh menjalar di tubuhnya, perut terasa ada kupu-kupu terbang, rasa tidak mampu dideskripsikan menggunakan kata, jantung semakin bertalu-talu ketika berdekatan dengan Elard. ‘Kenapa aku jadi secanggung ini dengannya?’ keluh Kalina. ‘Tidak, sadarlah Kalina, ada hal penting yang harus kau sampaikan.’ Gadis itu menepuk kedua pipinya menggunakan tangan. “Kau baik-baik saja, Kalina.” Oh, apa itu mendengar suara Elard saja membuat darah berdesir, “Aku hanya sedikit mengantuk.” Dia beralasan. “Kalina!” panggilan suara membuat Kalina urung mengatakan maksud tujuannya. “Ah, Gavin, kapan kau datang?” Kalina tersenyum, entah mengapa ada perasaan aneh ketika dia menengok ke arah Elard. Seperti tidak rela ketika harus ada pengganggu
“Katakan, Kalina!” pinta Gavin memecah keheningan beberapa sejak beberapa saat lalu. “Di mana kita bisa mengetahui seluk beluk atau masa lalu Kerajaan Nigella?” “Perpustakaan Istana, di sana banyak buku-buku penting,” jawab Elard, “hanya saja—” “Tempat itu tidak bisa dimasuki sembarangan orang, hanya keluarga Raja dan juga para sesepuh yang mendapatkan izin.” Gavin menimpali. Kalina memijat kening, dia paham benar di tempat dia berada sekarang, buku dan sejenisnya adalah barang langka yang hanya dimiliki para bangsawan. Beberapa kali dia sempat mengunjungi perpustakaan di kediaman Elard, tetapi tidak ada hal penting selain buku kebijakan, ekonomi juga pasal pembukuan negara yang membuat kepala pusing. “Bisakah aku ke sana?” desah Kalina. “Bisa saja, jika meminta bantuan Raja Arsen. Terlebih para sesepuh itu menganggap kau calon Ratu masa depan Kerajaan Nigella,” ungkap Gavin. “Kalian tahu, keadaan ini membebaniku, aku tidak ingin menjadi istri raja atau pun ratu. Aku hanya ingin
Kalina dan Gavin melangkahkan kaki menaiki anak tangga dan masuk ke dalam sebuah ruangan, tempat yang penuh warna dan ornamen emas. “Selamat datang.” Raja Arsen yang sudah duduk terlebih dahulu bersama Anantari dan Lamont menyambut. Kalina dan Gavin menundukkan kepala dengan tangan kanan menyentuh dada, “Kami memberi hormat kepada Yang Mulia.” “Astaga kenapa kalian begitu formal padaku? Lakukan saja seperti biasa, aku lebih menyukainya,” cebik Raja Arsen. “Itu akan menjadi hal tidak baik Yang Mulia, bagaimana mungkin kami melakukan hal tersebut,” ujar Kalina yang sempat belajar tata krama kerajaan di kediaman Elard. “Maaf saya terlambat.” Suara Elard membuat mereka menoleh ke belakang. “Duduklah!” titah Raja Arsen. Mereka pun kemudian duduk seraya berbincang, mulai dari pertemuan dengan Abraham, juga pergerakan para pemberontak dan para sesepuh yang semakin mendesak dan menekan setelah kematian Ibu Ratu Layla. “Saya rasa mereka sangat tidak sopan terlalu menekan anda, Rajaku.”
Hampir tengah malam akhirnya mereka berkumpul di bukit belakang istana, di mana bulan bersinar terang. Untuk memastikan perasaan Kalina juga meminta bantuan Anantari untuk mengajak Sekar bertemu di bukit belakang istana Nigella. Kalina memperhatikan Gavin sepersekian detik, ada rasa yang tidak bisa dijelaskan dari semenjak dirinya ditolong Elard. Lelaki itu hampir mati menyelamatkan dirinya. Ada rasa bimbang, mengingat seringnya bertemu membuat Kalina mengingat kembali tunangan di masa depan. Untuk memastikan perasaan dan pilihan, maka Kalina harus bertindak untuk memantapkan diri sebelum kembali ke dunia asal. “Maaf kami terlambat.” Sebuah suara mengagetkan. Beberapa orang terkejut bukan main melihat seorang gadis lain berpakaian kebaya melangkah mendekat dalam guyuran cahaya bulan. “Astaga, apa aku bermimpi?” Gavin berucap. “Tidak, ini nyata, Gavin. Gadis ini bernama Sekar, sedang Kalina mungkin memang reinkarnasi dari Sekar di masa depan,” ungkap Anantari yang berjalan beriringan
Menginap? Tentu saja itu tidak mungkin, Kalina lebih memilih diantarkan Elard kembali ke kediaman lelaki itu. Mereka melewati jalan rahasia yang pagi tadi ditempuh oleh Kalina dan Anantari. Sedangkan Anantari sendiri lebih memilih melewati jalan biasa untuk menghindari hal mencurigakan lain. Elard menggendong Kalina ala pengantin, lelaki itu melompat dengan cepat dan sesekali berlari menembus malam. Pemandangan sangat menakjubkan terlihat, banyak sekali kunang-kunang menghiasi sepanjang jalan yang terlewat. Baru Kalina teringat sesuatu. “Elard, apa ini tempat malam itu ketika kita pulang dari pondok Sekar?” Elard menghentikan lompatannya lalu menunduk untuk melihat wajah Kalina, pemuda siluman itu tersenyum, “Iya,” jawab Elard. “Apa aku boleh berjalan? Pagi tadi aku lewat sini dan jalan setapak sepertinya tidak terlalu licin.” Lelaki itu menimang sebentar, “Baiklah.” Dia menurunkan Kalina. “Terima kasih.” Gadis itu kemudian berlari, sepanjang jalan kunang-kunang mengelilingi mere
Kalina menggeliatkan tubuhnya yang telanjang dari bali selimut, rasanya enggan untuk bangun meski sinar sang surya sudah memancar menyilaukan mata. Tubuh terasa lemas dan sakit seperti habis terlindas beban berat. “Aunch … sakit ….” “Kau sudah bangun?” Kalina melihat ke arah dekat jendela, di mana Elard sudah duduk mengenakan kemeja putih dan celana formal hitam. Aroma kopi menguar, tersaji dua cangkir masih mengepul panas di meja bersama roti dan selai. “Aku sudah membawakanmu air cuci muka.” Tangan berotot itu mengacungkan jari ke arah nakas dekat ranjang. “Bangunlah dan sarapan dahulu, pelayan sedang ke rumah utama mengambilkan pakaian untukmu! Atau kau mau aku bantu bangun?” ujar Elard melihat Kalina nyengir ketika beringsut duduk. “Aku bisa sendiri.” Gadis itu melilitkan selimut kemudian pelan bangun dari ranjang dan membasuh wajah. “Maafkan aku, itu pengalaman pertamamu, ini juga pertama kali untukku. Sepertinya aku kurang berpengalaman hingga membuatmu kesakitan. Tidak seh
Zaman now.Seorang wanita cantik berada di perpustakaan sebuah castle kuno yang masih terjaga sampai sekarang. Di ditemani seorang lelaki paruh baya bersama sang istri. Mereka tengah berbincang dengan serius. Perpustakaan bak lautan buku di mana banyak sekali rak-rak terisi penuh hingga menjulang tinggi hampir ke langit-langit. Lantai marmer nan bersih dan buku tanpa debu menandakan tempat tersebut terawat dengan baik.“Saya menyukai tempat ini, ini sangat luar biasa dan sangat bersih.” Suara melantun merdu dari wanita berambut panjang tergerai indah.“Nyonya Anantari terlalu memuji,” balas seorang wanita yang kemudian duduk di kursi kayu berseberangan lawan bicaranya.Anantari tersenyum kemudian kembali berkutat pada buku bacaan yang sudah dia ambil.“Aku sangat terkejut ketika Nyonya Anantari memberi kabar terkait kalung peninggalan teman Anda.” Kali ini suara seorang lelaki terdengar.Kedua wanita elegan itu menoleh ke arah sumber suara, seorang lelaki yang masih terlihat tampan mes
“Kumpulkan para sesepuh dan para pemimpin ras, panggil juga gadis bernama Sekar!” Raja Arsen berkata seraya membalikkan badan. Dia memijat kening yang berdenyut, kaki panjang itu melangkah keluar kamar meninggalkan tiga temannya yang masih diam membisu. Mereka mencoba memposisikan diri di tempat Raja Arsen. Benar-benar situasi sulit dilalui, bukan? Anantari menoleh ke arah dua lelaki yang juga sama bingungnya. “Aku akan menyusul Sekar.” Gavin mendelik menatap Anantari yang tertunduk, “Apa yang akan kau lakukan?” “Gavin, aku tahu ini tidak benar, aku juga tidak tega melihat Kalina menderita. Namun, bagaimana jika takdir itu memang membawa Kalina datang ke mari untuk suatu hal. Tidakkah kalian pikir banyak misteri tentang Nigella yang belum terungkap dan menemui titik terang? Seolah hidup kita dikendalikan sesuatu. Tidakkah kalian curiga para sesepuh menyembunyikan sesuatu?” “Curiga, tentu aku sangat curiga lebih dari yang kalian tahu. Namun, apa yang bisa kita lakukan?” Lamont ber
Kalimat bak omong kosong terdengar dari bibir Elard hingga membuat Kalina merinding. Bukan karena tidak percaya, banyak yang tadinya dianggap diluar nalar terjadi begitu saja. Tidak ada hal mustahil seperti dia terlempar ke masa lalu. Maka tidak heran bilamana Elard beranggapan telah bereinkarnasi. Itu membuat sedikit khawatir, reinkarnasi terjadi ketika seseorang telah meninggal. “Jika memang bereinkarnasi, artinya Elard di Kerajaan Nigella mati.” Kalina menatap Elard sendu. Elard menyadari raut muka Kalina yang berubah, lelaki itu lalu berkata, “Aku rela mati untukmu.” Jawaban Elard membuat Kalina melebarkan mata. Gadis itu denial pada perasaan sendiri. Jika mengingat cerita yang pernah terlontar pada mulut Gavin saat siluman itu berada di dunianya sebagai Elang, maka kematian dan runtuhnya kerajaan Nigella terjadi. Namun, nasib membawa Kalina isekai ke dunia lain, Kerajaan Nigella yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Tidak ada catatan dalam sejarah tentang Kerajaan Ni
Kalina menggigit bibir bagian bawah menahan perasaan membuncah hingga membuat hampir gila. “Elard.” Kalina memanggil nama calon suaminya. Gadis itu melihat wajah tampan Elard dengan seksama. Mereka sama-sama telanjang, berbagi peluh untuk mengarungi samudra kenikmatan. Wajah berpeluh Elard yang terlihat dewasa dari ketika dia melihat di Kerajaan Nigella masih terlihat muda. Namun demikian, gambaran eksotis ekspresi ketegangan dan tatapan tajam masih sama membuat gelayar aneh menjalar di tubuh Kalina. Elard menggerakkan tubuhnya di atas Kalina semakin kencang. “Iya, Sayang, terus panggil namaku!” Lelaki itu mengecup telapak tangan Kalina yang menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Kedua tangan Elard sibuk meremas dada Kalina yang terguncang-guncang. Kalina semakin berteriak lantang hingga suaranya benar-benar habis. Pertarungan panas untuk mencapai puncak kebahagiaan yang sesungguhnya dengan menyebut nama masing-masing saat ledakan dahsyat membuat lemas dan tersengal kehabisan napas.
“Mimpi ini lagi.” Suara lirih bariton terdengar. Di mana cahaya putih menyilaukan samar menghilang tergantikan tempat yang sangat asing, banyak gedung-gedung pencakar langit. Serta bunyi bising membuat lelaki itu menutup telinga beberapa kali. Alat transportasi yang belum pernah Gavin temui sebelumnya. Dia mencoba menempatkan diri dengan baik, senyuman Kalina benar-benar memabukkan hingga dirinya rela tinggal di mana saja asal dapat mendekap hangat tubuh gadis itu. Mimpi yang terasa nyata, hanya ada Gavin dan Kalina, keduanya menghabiskan waktu bersama penuh kebahagiaan, sampai kepulan asap tebal datang. Suasana berubah mencekam dan gulita, kepulan asap mengepung dan melenyapkan Kalina. Gavin mempertaruhkan hidup dengan menukar nyawa demi menyelamatkan orang yang dicinta. Saat-saat genting, seorang lelaki gagah datang menghampiri menyelamatkan Kalina, ketika Gavin terlihat sekarat rasanya ingin mengumpat bahwa lelaki yang disambut Kalina adalah Elard. Hatinya remuk bukan main, Gavin
Raja Arsen duduk di singgasana, terlihat gagah dalam balutan pakaian kerajaan dan mahkota. Tanpa rasa takut dirinya mulai memantapkan diri. Ada orang berharga yang sekarang dalam genggaman, dia tidak ingin siapa pun menyakiti atau merebutnya. Meski masa depan dari beberapa alur cerita yang pernah terjadi, tetapi hal-hal terpenting masa depan sesuai apa yang terjadi di masa lalu. Kehadiran Kalina bukan untuk mengubah masa depan, tetapi untuk mengukuhkan pondasi keberadaan Permata Aurora sebagai simbol ras siluman. “Seperti yang sudah diperintahkan, untuk sementara Elard dari ras siluman Harimau tidak diizinkan keluar rumah karena sebagai pemicu skandal. Hukuman tersebut terdengar ringan karena pada waktu itu belum disahkan secara resmi calon ratu dan pertunangan.” Gavin sebagai ketua ras siluman Elang yang baru mewakili berbicara. Alasan cukup logis, mengingat beberapa waktu lalu ada insiden tidak terduga dengan hilangnya Kalina.Tuan Fariz memperhatikan, kata mata-mata yang ditempatk
Sore itu, Kalina benar-benar langsung dijemput kereta kuda Istana, di mana Raja Arsen yang hadir langsung untuk membawa. Sebagai hukuman, Elard tidak diizinkan untuk pergi ke Istana apalagi sampai bersua dengan Kalina. Sebanyak apa pun Kalina merengek dan menangis, Raja Arsen hanya diam, lebih diam dari biasanya. Keluarga Elard mengingatkan jika dirinya harus berhati-hati dan waspada dengan para sesepuh. ‘Aku ingin pulang ke tempat asalku, aku lelah.’ Kalina mendongakkan kepala, punggungnya dia rebahkan di sandaran kursi kereta kuda. ‘Jangan pernah percaya siapa pun ketika kau di Istana,’ bisik Ibu Elard ketika mereka berpelukan tadi. Kalina ingat, perpisahan penuh tangis pun terjadi, ibu Elard pun berat untuk melepas kepergian Kalina, di mana sebenarnya dia sangat berharap Kalina yang akan menjadi menantunya. Satu masalah mengganjal adalah hukuman yang belum diputuskan untuk Elard. Hubungan terlarang terkuak menjadi aib luar biasa memalukan. Meski pada akhirnya para sesepuh dan
“Apa kepalamu terbentur ketika kakakku menggagahimu semalam?” Kalimat yang terlontar dari mulut Anantari membuat Kalina melongo mirip keledai, bagaimana mungkin Anantari mengucapkan hal yang sungguh diluar dugaan dan membuat malu. “Saya baik-baik saja, Nona Anantari. Elard memperlakukan saya dengan baik. Meski dia agak kasar dan sedikit memaksa.” Bayangan tubuh sexy menggairahkan Elard terpampang jelas. “Seperti yang Nona katakan, jika Raja Arsen dan para sesepuh mengharapkan saya kembali, maka saya akan kembali ke istana.” Kalina mendekat ke telinga Anantari, “Jika benar kedatangan saya berkaitan dengan kalung dan juga bulan, maka dalam waktu dekat saya akan kembali ke tempat asal. Segala hal terjadi mungkin akan menemui titik temu, Nona. Saya sumber masalah akan menghilang.”Anantari memeluk Kalina lalu ikut berbisik, “Jadi, kita akan berpisah?” Anantari menghela napas panjang lalu berucap dengan sedikit mengeraskan suara, “Tata kramamu semakin meningkat dalam berbicara. Aku lebih
Kalina menggeliatkan tubuhnya yang telanjang dari bali selimut, rasanya enggan untuk bangun meski sinar sang surya sudah memancar menyilaukan mata. Tubuh terasa lemas dan sakit seperti habis terlindas beban berat. “Aunch … sakit ….” “Kau sudah bangun?” Kalina melihat ke arah dekat jendela, di mana Elard sudah duduk mengenakan kemeja putih dan celana formal hitam. Aroma kopi menguar, tersaji dua cangkir masih mengepul panas di meja bersama roti dan selai. “Aku sudah membawakanmu air cuci muka.” Tangan berotot itu mengacungkan jari ke arah nakas dekat ranjang. “Bangunlah dan sarapan dahulu, pelayan sedang ke rumah utama mengambilkan pakaian untukmu! Atau kau mau aku bantu bangun?” ujar Elard melihat Kalina nyengir ketika beringsut duduk. “Aku bisa sendiri.” Gadis itu melilitkan selimut kemudian pelan bangun dari ranjang dan membasuh wajah. “Maafkan aku, itu pengalaman pertamamu, ini juga pertama kali untukku. Sepertinya aku kurang berpengalaman hingga membuatmu kesakitan. Tidak seh