Di tempat yang berbeda, Raja Arsen dan yang lain kebingungan. Ada drama pemukulan perut dan sebagainya agar Permata Aurora keluar dari mulut Gavin. Sekar hanya bisa menutup mulut yang menganga dengan kedua tangan melihat adegan kekerasan itu. Bagi bangsa siluman itu hal wajar, tidak sakit sama sekali. Namun, berbeda dengan Sekar yang baru pertama kali melihat orang dipukuli. "Astaga Sekar, kenapa kau ceroboh sekali. Aduh bagaimana ini?" cebik Lamont panik buakan main. "Astaga, apa yang kalian lakukan," keluh Gavin ketika tubuhnya menjadi bulan-bulanan temannya. "Mungkin kau pukul lagi pada bagian punggung, Lamont!" Sang Raja berucap. "Karena aku bingung harus bagaimana, maafkan aku," keluh Sekar. "Bersiaplah Elang, aku akan memukulmu dengan keras," kata Lamont. "Hentikan, astaga!" pekik Elard melerai, "kalian keterlaluan, sudah hentikan. Semua sudah terlanjur," keluh Elard membuat teman-temannya berhenti melakukan hal konyol. "Lebih b
Bukan berpikiran buruk, tetapi mengingat tidak ada lagi siluman yang menghampiri mereka. Rasanya berat mengatakan jika semua sudah mati. Hanya saja, sebisa mungkin mereka berpikir positif, mungkin mereka menyelamatkan diri. Semoga demikian. Mengingat kekejaman para Klan Peramal dan Klan Penyihir, di mana membunuh bangsa sendiri pun terlihat tanpa dosa, macam orang membunuh ayam. Miris. "Menurutku kita fokuskan penyerangan pada ketua klan mereka. Aku akan berusaha mematahkan mantra jika mereka menggunakan itu pada kalian." Sekar menghapus air matanya. Dia merapalkan sebuah mantra, kedua tangan teratun seperti menari lalu muncul cahaya putih. Sekar mengibaskan cahaya putih itu yang kemudian masuk ke tubuh masing-masing siluman. Suara riuh semakin terdengar mendekat. Dan benar tak berapa lama gerombolan orang-orang tersebut mulai terlihat satu persatu. Mereka bertiga menutup mata, seolah sesuatu telah masuk, tubuh terasa ringan dan bugar. "Mereka sud
Di gua tempat Elard dan Sekar berada. "Elard aku rasa sekarang kita harus bertindak mereka tertangkap," keluh Sekar cemas. "Baiklah apa kita harus berpencar sekarang?" tanya siluman Harimau dijawab dengan anggukan kepala Sekar. Tanpa persetujuan siluman harimau memeluk Sekar, membuat gadis itu terkejut. "Berhati-hatilah Sekar, jika aku punya pilihan. Sebenarnya aku tidak ingin kamu ikut dalam peperangan kami," kata Elard. Dia memberanikan diri untuk mencium kening Sekar dengan lembut. Kedua netra mereka kini saling menatap. "Kita akan bertemu kembali, Elard." "Apa kau melihat sesuatu dariku?" "Entahlah tapi aku merasa melihat kau berlari dengan gadis yang mirip denganku di sebuah taman," kata Sekar lalu tersenyum. "Bukankah itu lucu," imbuhnya. "Jika itu terjadi untuk saat ini atau pun entah kapan, maka aku akan sangat senang. Walaupun yang kau lihat itu hanya sebuah gambaran tanpa arti aku tetap bahagia. Karena itu sesuai seperti apa yan
Tidak disangka mereka berhasil menangkap Sekar. Senyuman yang sempat berpendar lenyap seketika. Mereka melupakan keberadaan sang Selir Raja, Zemira. Wanita gila itu mendekati ketiga siluman yang masih tersiksa. Bukan Zemira fokusnya, tetapi pada gadis yang diseret paksa oleh dua orang lelaki berpakaian hitam. Beberapa saat sebelumnya Sekar masih berusaha merapalkan mantra untuk melepaskan belenggu mantra dari lawan. Namun, tanpa dia sadari beberapa orang datang mengendap-endap lalu menangkapnya. Tubuh Sekar gemetar ketakutan, dia sangat takut, jantungnya hendak lepas kala tubuh mungilnya di seret paksa. Berteriak pun tiada guna. Siapa yang mau menolong, tidak ada sama sekali. "Sekar," bisik Raja Arsen menatap khawatir gadis yang meringis kesakitan itu. Rasa bersalah semakin membuat Arsen frustrasi. "Jangan melawan jika tidak ingin leher gadis itu terpisah dari tubuh!" decih Zemira menyilangkan kedua tangan di dada. Melihat ketidakberdayaa
Darah mengucur deras membanjiri punggung, penglihatan sang Raja mulai samar, suara kepanikan dari orang-orang juga tidak terdengar di pendengarannya. Kini tubuh sang Raja dan Sekar ambruk ke tanah, wajah Sekar tidak lagi terlihat jelas. Ah, Sekar memejamkan mata dengan tersenyum seakan beban telah hilang dalam tubuhnya. Mungkin kekuatan dan kelebihan yang dimiliki Sekar selama ini memberatkan, terlebih banyak kejadian-kejadian aneh melintas. 'Nampaknya kau bisa istirahat dengan tenang Sekar,' bisik Raja Arsen. Matanya telah tertutup rapat sebelum api datang melahap. Jeritan orang-orang bersahutan menggema di dalam kobaran api. Anak buah Klan Peramal dan Klan Penyihir berlarian ke sana kemari, tetapi sia-sia. Api menyambar, membakar tubuh mereka tanpa menyisakan satu orang pun yang selamat. Si jago merah melahap hutan dan istana kerajaan berlapis emas itu, semua hancur lebur tidak bersisa menjadi abu. Bersama kepedihan, kesakitan, dendam, air mata, pengkhianata
Liburan sekolah berlalu sudah, kini saatnya kembali menuntut ilmu. Di mana Kalina harus kembali ke asrama menyambut awal semester akhir, yang kurang lebih setengah tahun lagi akan ujian kelulusan. Usai perpisahan penuh drama dari pasangan lebay Tuan dan Nyonya Adnan, Kalina dilepaskan masuk ke dalam lingkungan asrama, tentu dengan atas syarat ada yang menjaga, ralat maksudnya bodyguard yang siap siaga. "Hai kura-kura, kenapa kamu mau tinggal di asrama sekolah?" tanya Elang sembari memperhatikan Kalina mengemasi barang-barangnya dari koper. Yang diajak bicara hanya diam seribu bahasa, masih tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang menempatkan Elang, si manusia jadi-jadian tersebut ke sekolah. "Kalina." Elang memanggil. "Namanya juga boarding school alias sekolah berasrama. Agar kita bisa berlatih mandiri, tanpa terlalu bergantung pada keluarga." Kalina menjelaskan dengan senyum manis. Yah, lupakan segala keputusan kedua orang tua, setidaknya Kalina
"Kalina," pekik Alinsia sekali lagi terkejut, membuyarkan suasana yang hampir romantis antara Elang dan Kalina. Alinsia terlihat syok dengan mulut menganga, mata melotot menyaksikan adegan salah paham dalam pikirannya. "Please jangan berimajinasi yang aneh-aneh Alinsi." Kalina bangkit dari tubuh Elang. "Ok, kalian berdua itu." Alinsia menghembuskan nafas. "Kalian tau gak adegan kalian baru saja hampir membuat otakku traveling ke mana-mana," lanjut Alinsi. "Tadi aku mendengar teriakan dari kamar ini, semua oke?" tanya Reza yang datang tiba-tiba. "Semua ok kok, aku sedang bergembira berjumpa dengan sahabatku yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung ini." Kalina merangkul Alinsi memberi kode. "Benar sekali." Alinsia cengengesan menerima kode Kalina. Dia terpaksa mengukas senyum. "Oh begitu, terus kamu ini." Reza menatap curiga Elang. "Aku Elang, murid baru sekaligus malaikat penjaga Kalina." Elang memandang Reza dengan tatapan intimidasi.
Dulu penampilannya cupu banyak orang mengira dia adalah anak upik abu. Tanpa ada orang yang tahu dibalik cupunya tersembunyi bibit unggul dari keluarga kaya nan baik hati dan tidak sombong, suka beramal dan suka menolong. Tidak seorang pun sadar akan jati diri Kalina kecuali Reza dan Alinsia. Ketiga orang tua mereka adalah rekan bisnis. Beberapa kali mereka sempat bersua di pertemuan yang diadakan di perusahaan keluarga. Mereka saling menghargai satu sama lain. Di sekolah mereka bersama tanpa memamerkan bibit, bebet, dan bobot. Semua berjalan normal apa adanya. Sampai kini mereka menginjak semester akhir kelas tiga SMA favorit di kota tersebut. Berkat dorongan dari Elang saat liburan, dia mulai perawatan badan belajar make up tipis ala pelajar dan banyak hal yang anak muda jaman now lakukan. Dia tersadar, jarang sekali ada orang yang akan tertarik dengan penampilan apa adanya, bisa dibilang populasinya semakin menurun. Kebanyakan orang akan melihat pertama kali adalah penampil
Zaman now.Seorang wanita cantik berada di perpustakaan sebuah castle kuno yang masih terjaga sampai sekarang. Di ditemani seorang lelaki paruh baya bersama sang istri. Mereka tengah berbincang dengan serius. Perpustakaan bak lautan buku di mana banyak sekali rak-rak terisi penuh hingga menjulang tinggi hampir ke langit-langit. Lantai marmer nan bersih dan buku tanpa debu menandakan tempat tersebut terawat dengan baik.“Saya menyukai tempat ini, ini sangat luar biasa dan sangat bersih.” Suara melantun merdu dari wanita berambut panjang tergerai indah.“Nyonya Anantari terlalu memuji,” balas seorang wanita yang kemudian duduk di kursi kayu berseberangan lawan bicaranya.Anantari tersenyum kemudian kembali berkutat pada buku bacaan yang sudah dia ambil.“Aku sangat terkejut ketika Nyonya Anantari memberi kabar terkait kalung peninggalan teman Anda.” Kali ini suara seorang lelaki terdengar.Kedua wanita elegan itu menoleh ke arah sumber suara, seorang lelaki yang masih terlihat tampan mes
“Kumpulkan para sesepuh dan para pemimpin ras, panggil juga gadis bernama Sekar!” Raja Arsen berkata seraya membalikkan badan. Dia memijat kening yang berdenyut, kaki panjang itu melangkah keluar kamar meninggalkan tiga temannya yang masih diam membisu. Mereka mencoba memposisikan diri di tempat Raja Arsen. Benar-benar situasi sulit dilalui, bukan? Anantari menoleh ke arah dua lelaki yang juga sama bingungnya. “Aku akan menyusul Sekar.” Gavin mendelik menatap Anantari yang tertunduk, “Apa yang akan kau lakukan?” “Gavin, aku tahu ini tidak benar, aku juga tidak tega melihat Kalina menderita. Namun, bagaimana jika takdir itu memang membawa Kalina datang ke mari untuk suatu hal. Tidakkah kalian pikir banyak misteri tentang Nigella yang belum terungkap dan menemui titik terang? Seolah hidup kita dikendalikan sesuatu. Tidakkah kalian curiga para sesepuh menyembunyikan sesuatu?” “Curiga, tentu aku sangat curiga lebih dari yang kalian tahu. Namun, apa yang bisa kita lakukan?” Lamont ber
Kalimat bak omong kosong terdengar dari bibir Elard hingga membuat Kalina merinding. Bukan karena tidak percaya, banyak yang tadinya dianggap diluar nalar terjadi begitu saja. Tidak ada hal mustahil seperti dia terlempar ke masa lalu. Maka tidak heran bilamana Elard beranggapan telah bereinkarnasi. Itu membuat sedikit khawatir, reinkarnasi terjadi ketika seseorang telah meninggal. “Jika memang bereinkarnasi, artinya Elard di Kerajaan Nigella mati.” Kalina menatap Elard sendu. Elard menyadari raut muka Kalina yang berubah, lelaki itu lalu berkata, “Aku rela mati untukmu.” Jawaban Elard membuat Kalina melebarkan mata. Gadis itu denial pada perasaan sendiri. Jika mengingat cerita yang pernah terlontar pada mulut Gavin saat siluman itu berada di dunianya sebagai Elang, maka kematian dan runtuhnya kerajaan Nigella terjadi. Namun, nasib membawa Kalina isekai ke dunia lain, Kerajaan Nigella yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Tidak ada catatan dalam sejarah tentang Kerajaan Ni
Kalina menggigit bibir bagian bawah menahan perasaan membuncah hingga membuat hampir gila. “Elard.” Kalina memanggil nama calon suaminya. Gadis itu melihat wajah tampan Elard dengan seksama. Mereka sama-sama telanjang, berbagi peluh untuk mengarungi samudra kenikmatan. Wajah berpeluh Elard yang terlihat dewasa dari ketika dia melihat di Kerajaan Nigella masih terlihat muda. Namun demikian, gambaran eksotis ekspresi ketegangan dan tatapan tajam masih sama membuat gelayar aneh menjalar di tubuh Kalina. Elard menggerakkan tubuhnya di atas Kalina semakin kencang. “Iya, Sayang, terus panggil namaku!” Lelaki itu mengecup telapak tangan Kalina yang menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Kedua tangan Elard sibuk meremas dada Kalina yang terguncang-guncang. Kalina semakin berteriak lantang hingga suaranya benar-benar habis. Pertarungan panas untuk mencapai puncak kebahagiaan yang sesungguhnya dengan menyebut nama masing-masing saat ledakan dahsyat membuat lemas dan tersengal kehabisan napas.
“Mimpi ini lagi.” Suara lirih bariton terdengar. Di mana cahaya putih menyilaukan samar menghilang tergantikan tempat yang sangat asing, banyak gedung-gedung pencakar langit. Serta bunyi bising membuat lelaki itu menutup telinga beberapa kali. Alat transportasi yang belum pernah Gavin temui sebelumnya. Dia mencoba menempatkan diri dengan baik, senyuman Kalina benar-benar memabukkan hingga dirinya rela tinggal di mana saja asal dapat mendekap hangat tubuh gadis itu. Mimpi yang terasa nyata, hanya ada Gavin dan Kalina, keduanya menghabiskan waktu bersama penuh kebahagiaan, sampai kepulan asap tebal datang. Suasana berubah mencekam dan gulita, kepulan asap mengepung dan melenyapkan Kalina. Gavin mempertaruhkan hidup dengan menukar nyawa demi menyelamatkan orang yang dicinta. Saat-saat genting, seorang lelaki gagah datang menghampiri menyelamatkan Kalina, ketika Gavin terlihat sekarat rasanya ingin mengumpat bahwa lelaki yang disambut Kalina adalah Elard. Hatinya remuk bukan main, Gavin
Raja Arsen duduk di singgasana, terlihat gagah dalam balutan pakaian kerajaan dan mahkota. Tanpa rasa takut dirinya mulai memantapkan diri. Ada orang berharga yang sekarang dalam genggaman, dia tidak ingin siapa pun menyakiti atau merebutnya. Meski masa depan dari beberapa alur cerita yang pernah terjadi, tetapi hal-hal terpenting masa depan sesuai apa yang terjadi di masa lalu. Kehadiran Kalina bukan untuk mengubah masa depan, tetapi untuk mengukuhkan pondasi keberadaan Permata Aurora sebagai simbol ras siluman. “Seperti yang sudah diperintahkan, untuk sementara Elard dari ras siluman Harimau tidak diizinkan keluar rumah karena sebagai pemicu skandal. Hukuman tersebut terdengar ringan karena pada waktu itu belum disahkan secara resmi calon ratu dan pertunangan.” Gavin sebagai ketua ras siluman Elang yang baru mewakili berbicara. Alasan cukup logis, mengingat beberapa waktu lalu ada insiden tidak terduga dengan hilangnya Kalina.Tuan Fariz memperhatikan, kata mata-mata yang ditempatk
Sore itu, Kalina benar-benar langsung dijemput kereta kuda Istana, di mana Raja Arsen yang hadir langsung untuk membawa. Sebagai hukuman, Elard tidak diizinkan untuk pergi ke Istana apalagi sampai bersua dengan Kalina. Sebanyak apa pun Kalina merengek dan menangis, Raja Arsen hanya diam, lebih diam dari biasanya. Keluarga Elard mengingatkan jika dirinya harus berhati-hati dan waspada dengan para sesepuh. ‘Aku ingin pulang ke tempat asalku, aku lelah.’ Kalina mendongakkan kepala, punggungnya dia rebahkan di sandaran kursi kereta kuda. ‘Jangan pernah percaya siapa pun ketika kau di Istana,’ bisik Ibu Elard ketika mereka berpelukan tadi. Kalina ingat, perpisahan penuh tangis pun terjadi, ibu Elard pun berat untuk melepas kepergian Kalina, di mana sebenarnya dia sangat berharap Kalina yang akan menjadi menantunya. Satu masalah mengganjal adalah hukuman yang belum diputuskan untuk Elard. Hubungan terlarang terkuak menjadi aib luar biasa memalukan. Meski pada akhirnya para sesepuh dan
“Apa kepalamu terbentur ketika kakakku menggagahimu semalam?” Kalimat yang terlontar dari mulut Anantari membuat Kalina melongo mirip keledai, bagaimana mungkin Anantari mengucapkan hal yang sungguh diluar dugaan dan membuat malu. “Saya baik-baik saja, Nona Anantari. Elard memperlakukan saya dengan baik. Meski dia agak kasar dan sedikit memaksa.” Bayangan tubuh sexy menggairahkan Elard terpampang jelas. “Seperti yang Nona katakan, jika Raja Arsen dan para sesepuh mengharapkan saya kembali, maka saya akan kembali ke istana.” Kalina mendekat ke telinga Anantari, “Jika benar kedatangan saya berkaitan dengan kalung dan juga bulan, maka dalam waktu dekat saya akan kembali ke tempat asal. Segala hal terjadi mungkin akan menemui titik temu, Nona. Saya sumber masalah akan menghilang.”Anantari memeluk Kalina lalu ikut berbisik, “Jadi, kita akan berpisah?” Anantari menghela napas panjang lalu berucap dengan sedikit mengeraskan suara, “Tata kramamu semakin meningkat dalam berbicara. Aku lebih
Kalina menggeliatkan tubuhnya yang telanjang dari bali selimut, rasanya enggan untuk bangun meski sinar sang surya sudah memancar menyilaukan mata. Tubuh terasa lemas dan sakit seperti habis terlindas beban berat. “Aunch … sakit ….” “Kau sudah bangun?” Kalina melihat ke arah dekat jendela, di mana Elard sudah duduk mengenakan kemeja putih dan celana formal hitam. Aroma kopi menguar, tersaji dua cangkir masih mengepul panas di meja bersama roti dan selai. “Aku sudah membawakanmu air cuci muka.” Tangan berotot itu mengacungkan jari ke arah nakas dekat ranjang. “Bangunlah dan sarapan dahulu, pelayan sedang ke rumah utama mengambilkan pakaian untukmu! Atau kau mau aku bantu bangun?” ujar Elard melihat Kalina nyengir ketika beringsut duduk. “Aku bisa sendiri.” Gadis itu melilitkan selimut kemudian pelan bangun dari ranjang dan membasuh wajah. “Maafkan aku, itu pengalaman pertamamu, ini juga pertama kali untukku. Sepertinya aku kurang berpengalaman hingga membuatmu kesakitan. Tidak seh