Setelah perdebatan panjang itu, selama beberapa hari Leya berusaha mengubah jadwalnya. Dia yang biasanya pulang malam terpaksa pulang lebih awal dan membawa pekerjaannya pulang untuk dikerjakan di rumah. Ditambah sifat Nirwan yang kembali ke mode awal, cuek dan dingin membuat Leya mulai merasa lelah. Hari ini Leya memutuskan kembali pulang ke rumahnya. Tapi sebelum pulang dia menyempatkan diri mampir ke sebuah air mancur yang ada di taman kota.Dulu Leya sangat suka duduk di sana, menikmati aneka jajanan yang berjejer tak jauh dari air mancur seraya menikmati gemericik air yang jatuh. Sebuah piring siomay tersodor ke arahnya. Tentu saja itu membuatnya bingung karena dia tak merasa memesan makanan itu, atau mungkin belum. "Saya tidak memesannya, apa mamang salah orang?" ucap Leya kemudiaan mendongakkan kepala menatap ke arah sang penjual. Betapa terkejut dirinya setelah tahu siapa gerangan yang memberikan makanan itu padanya. "Mas Abram? Kenapa kamu bisa ada di sini?""Sama sepert
Leya yang berada di mobil tampak cemas. Bagaimana tidak, dirinya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mantan suaminya itu dihajar habis-habisan oleh suaminya yang sekarang. Dalam hati Leya yang paling dalam masih terbesit perasaan tak tega. Akan tetapi ada satu hal lagi yang membuat kecemasan Leya semakin meningkat. "Berhenti! Apa kamu mau kita mati di mobil ini!" jerit Leya ketakutan. Kecepatan mobil itu sudah di atas rata-rata membelah jalanan kota di malam hari. Masih ada beberapa mobil yang berlalu lalang dan di salip Nirwan begitu saja. Leya mencengkram sabuk pengamannya erat seraya memejamkan mata. Dalam hati dia terus merapalkan mantra pada sang pencipta dan berharap hari ini bukanlah hari terakhir dia menatap dunia. Cittt!Mobil yang tiba-tiba berhenti mendorong tubuh Leya ke depan hingga keningnya tak sengaja menubruk sesuatu yang padat tapi lembut. Leya pun membuka mata, tepak tangan Nirwan tepat berada di keningnya. Belum sempat Leya menoleh, Nirwan suda
Cahaya matahari yang merambat masuk dari jendela terpantul ke mata Leya. Leya menggeliat dan membuka matanya perlahan.Masih terasa di tubuhnya sisa percintaan mereka hingga subuh menjelang. Percintaan? Apa yang terjadi diantara mereka bisa disebut bercint4 jika nyatanya semua itu terjadi karena pemaksaan. Leya menatap ke samping, tampak Nirwan masih terlelap dengan dengkuran halusnya. Ada amarah di dalam hatinya atas perlakuan Nirwan semalam walau sebenarnya apa yang mereka lakukan bukanlah sebuah dosa. Mereka sudah menikah sah secara hukum dan agama. Tetapi apa yang terjadi tadi malam membawa penyesalan yang dalam di hati Leya. Dia mulai bergerak perlahan menuruni ranjang dengan tubuh yang terasa remuk redam. Di dalam kamar mandi, guyuran air dari shower terasa seperti pijitan lembut di tubuhnya. Lama Leya menikmati mandinya seakan tubuhnya sangat kotor dan harus dibersihkan dengan teliti agar tak ada yang terlewat.Setelah mandi, Leya hanya menggunakan handuk yang melilit dada
Leya tak dapat berkata apa-apa setelah melihat kondisi Asna yang menyedihkan. Lidahnya terasa kelu. Asna bahkan tak lagi sadar saat Leya sampai di sana. Setelah menandatangi berkas-berkas, Asna langsung di bawa ke ruang operasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Perawat mengatakan Asna di bawa dalam keadaan pendarahan hebat. Bayi di dalam kandungannya tak dapat diselamatkan dan tak hanya itu, rahimnya yang robek mengharuskan wanita itu menjalani operasi pengangkatan rahim secepatnya. Asna tentu saja menolak keras hingga menjerit histeris sehingga dokter tak dapat melakukan prosedur selanjutnya. Itu sebabnya kehadiran Leya sangat diharapkan sebagai penanggung jawab. Beruntung, Asna mau memberikan kontak Leya pada pihak rumah sakit. Lebih dari dua jam operasi itu berjalan, namun belum juga menunjukkan akan selesai. "Ya Allah, lindungi dia!" pinta Leya lirih penuh harap. Cairan bening mulai menganak sungai di sudut mata seraya menunggu pertahanan tanggul jebol dan mengalir
Sesampainya di rumah sakit, dari balik jendela Nirwan bisa bernapas lega melihat sosok yang terbaring di atas ranjang bukanlah istrinya.Nirwan pun melangkah masuk yang menarik atensi Leya untuk menoleh. Leya berdiri setelah menyadari siapa yang datang. Leya tak mengucapkan satu patah pun, dia merangkul tubuh Nirwan erat dan menumpahkan kembali air mataa tanpa suara. Tubuh ringkihnya bergetar hebat. Entah dapat dorongan dari mana, lelaki itu pun membalas pelukan istrinya serta membelai lembut rambut hitam terikat berantakan itu. "Tenanglah! Aku di sini!"Satu kalimat pendek yang Nirwan ucapkan seperti sihir yang langsung meredakan kegelisahan hati Leya. Tangis sesenggukan itu seketika terhenti. Leya yang lelah akhirnya pingsan di dalam dekapan suaminya. Nirwan panik memanggil perawat untuk memeriksa istrinya. ~ ~ ~Pagi yang cerah menyinari kediaman keluarga Anggara. Semua yang ada di rumah sudah sibuk dari subuh tadi dengan pekerjaan mereka masing-masing."Mereka suda
"Keluar kalian semua! Kembalikan anakku! Kalian pembunuh!" teriakan nyaring itu terdengar bergema hingga keluar ruangan. Bersamaan dengan itu suara benda-benda berjatuhan serta pecah pun ikut terdengar.Leya masuk ke ruangan itu dengan perasaan campur aduk. Kaget melihat kondisi ruangan yang berantakan serta kasihan melihat saudaranya yang terlihat begitu menyedihkan.Leya memeluk tubuh Asna. Dia mendekap kuat seraya menangis membuat Asna yang tengah mengamuk menjadi diam. "Na, sadarlah! Ini aku, aku mohon hentikan ini!" bisik Leya lirih. Asna mendorong tubuh Leya kasar hingga Leya terdorong beberapa langkah ke belakang. Nirwan yang melihat itu sontak langsung menangkap tubuh istrinya agar tidak terjatuh terjerembab ke lantai. Senyum mengejek Asna terbit di bibir pucatnya. Dia menatap Leya dan Nirwan penuh benci. "Apa yang kamu lakukan?" sentak Nirwan tak terima. Tatapan matanya tajam seakan ingin membunuh membuat Asna terdiam di tempat. Nirwan paham jika wanita di hadapannya itu
Liliana uring-uringan di ruang tamu. Tangannya membolak-balik majalah fashion dengan perasaan tak menentu. Genap tiga hari putra dan menantunya tak pulang ke rumah tanpa kabar, dia ingi menelpon tetapi ada rasa gengsi di hatinya. Liliana juga marah dengan sikap putranya yang tak menghubungi dirinya seakan tak perduli dengan kondisi sang Mama yang tentunya akan baik-baik saja. "Kenapa mereka belum pulang juga?" gumam Liliana. Silvia yang mendengar itupun berceletuk."Sepertinya Nyonya tampak kesal. Ada apa, Nya?"Liliana menoleh sekilas seraya mencebikkan bibirnya. "Sok tahu kamu. Gak lihat saya sedang baca majalah," balasnya tak ramah.Silvia tersenyum tipis. "Dari raut wajah cantik Nyonya saja sudah jelas terlihat. Nyonya besar pasti lagi mikirin Tuan Nirwan kan, Nya," balas Silvia. "Aku masih gak habis pikir sampai saat ini, Via. Kenapa Nirwan bisa-bisanya menikah dengan sahabat istrinya itu. Apalagi suami wanita itu dengan mantan istrinya Nirwan selingkuh." Liliana masih saja
Malam minggu sepulang kantor Leya memutuskan untuk nongkrong di cafe. Dia butuh hiburan untuk menjernihkan pikirannya yang terus bergelut sehingga untuk bernapas saja Leya terasa sesak.Takdir sedang ingin bermain-main dengannya sampai-sampai Leya tak mampu lagi untuk tertawa. Live musik terdengar begitu merdu, suara penyanyi perempuan melantunkan tembang hit masa kini. Leya seakan terbawa suasana mudanya dulu. Dulu tempat seperti ini hampir setiap dua sampai tiga kali dalam seminggu dia datangi. Leya menikmati secangkir espresso miliknya, di tatapnya Cindy yang tengah senyum-senyum sendiri dengan gawainya. Sepertinya dia tengah berbagi pesan pada sang kekasih yang tengah tugas di luar kota.Dimana ada Cindy pasti ada Riko. Cindy yang gencar menjodohkan Leya bersama Riko sehingga selalu menyeret lelaki itu setiap mereka nongkrong bersama. "Beb, pacarku sudah pulang dan dia jemput aku di depan. Jadi sorry, aku gak bisa menemani kalian lama-lama di sini," ujar Cindy. Senyum bahagia s
Silvia menahan sakit hati mendengarkan bentakan Liliana padanya sore ini. Semua itu disebabkan hanya karena Silvia lamban memasak makanan yang Liliana pinta dan rasanya juga tidak enak.Liliana bahkan sampai melepeh kembali makanan yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Rasa asin yang terlalu menyengat berlomba dengan rasa getir dari bumbu yang tidak tanak saat menumis. "Sebenarnya apa saja kerjamu. Beres rumah tidak pernah rapi, masak pun juga tidak bisa." Liliana terus saja mengomel tanpa henti seakan tengah meluapkan kekesalan hati yang telah lama tersimpan. Darmi dan beberapa pelayan lainnya menyaksikan dari sudut ruangan sembari mengerjakan pekerjaan mereka. "Memang gak ada guna dia di sini. Kerjaannya cuma ngawasi seakan dirinya yang nyonya rumah," bisik seorang pelayan yang tengah memotong wortel pada temannya. "Makanya kalau ada Tuan muda dandannya menor banget," balas sebelahnya tak kalah berbisik. "Apa iya?" tanya satunya lagi yang tak pernah memperhatikan hal-hal aneh sel
Burung berkicau merdu di balik jendela mengusik ketenangan sepasang suami-istri yang baru saja terlelap saat subuh menjelang. Leya mengerjabkan matanya perlahan saat cahaya matahari merambat ke retina. Lagi-lagi Leya terbangun dengan yang terasa kram akibat aktifitas mereka semalam. Namun yang berbeda kali ini adalah Leya yang menyodorkan dirinya secara suka rela. Bukan karena cinta melainkan pasrah pada kewajiban semata. Leya tersentak kaget mendengar jam weker di atas nakas yang tiba-tiba berbunyi. Tak ingin bunyi nyaring itu membangunkan makhluk kekar yang tengah terlelap di sampingnya, Leya bergegas mematikan. Baru saja Leya hendak beranjak dari ranjang, tangan kekar Nirwan membelit pinggangnya manja. "Mau kemana?""Kerja," jawab Leya singkat. Tangannya berusaha mendorong lengan suaminya agar menyingkir dari tubuhnya. Tetapi bukannya terlepas, rangkulan tangan itu semakin erat. Nirwan membenamkan wajah ke balik punggung mulus istrinya. Menghirup aroma tubuh pendamping hidupny
Saat bias matahari baru saja muncul memudarkan warna gelap di langit. Nirwan terbangun karena terganggu oleh tangisan seseorang di sebelahnya. Lelaki itu mengucek-ngucek matanya, seraya bangkit dengan kepala yang masih terasa pusing. "Berisik!" sentaknya kasar membuat suara tangis itu terdiam sesaat. Nirwan membuka matanya, betapa terkejutnya dia mendapati wanita yang tengah menangis di sampingnya tak mengenakan busana dan hanya ditutupi selimut tebal."Silvia? Bagaimana kamu bisa ada di sini?" tanya Nirwan syok. Dan lebih syok lagi dia melihat dirinya dalam keadaan yang sama dengan Silvia, tanpa pakaian yang menutupi tubuh mereka. "Apa Tuan lupa? Kalau semalam ... kalau semalam Tuan sudah merampas kehormatan saya, hik hik hik," terang Silvia seraya kembali menangis. Tangisannya terdengar pilu membuat Nirwan semakin pusing. Nirwan memijit pelipisnya kuat, kepalanya terasa berat. Dia berusaha menarik kembali memori yang tersimpan di otaknya tentang kejadian semalam. Ingatannya hanya
Nirwan meminum langsung cairan putih dari dalam botol. Wajah dan matanya telah memerah seperti kepiting rebus yang tersapu angin malam. Nirwan bersandar pada dinding balkon ruang kerjanya, matanya menatap lurus langit yang begitu terang membentuk gugus bintang Lyra.Dalam mitologi Yunani, adalah sebuah harpa emas yang dimiliki oleh Orpheus, seorang musisi legendaris. Orpheus memiliki kemampuan untuk menjinakkan binatang buas dan membuat orang menangis dengan musiknya.Orpheus sangat mencintai istrinya, Eurydice dan ketika Eurydice meninggal, Orpheus turun ke dunia bawah untuk membawanya kembali. Namun Orpheus melanggar syarat dewa dan harus kembali ke dunia atas tanpa Eurydice.Lyra sering dikaitkan dengan musik, keindahan, dan kesedihan. Kisah Orpheus dan Eurydice menjadi simbol cinta yang abadi dan kehilangan yang menyakitkan. Nirwan terkekeh getir, dia merasa hidupnya sama seperti Orpheus. Sama-sama menyedihkan tanpa orang yang disayang.Sayang? Apakah dia menyayangi istrinya atau
Sepulang dari kantor, Leya tidak membawa mobilnya pulang ke rumah. Dirinya lebih memilih ke suatu tempat untuk menenangkan pikirannya yang berkecamuk. Leya benar-benar merasa sepi seorang diri. Dia duduk termenung di sebuah taman memandangi dedaunan yang tengah bergoyang. Sebagai seorang anak yatim-piatu kehilangan Asna membuatnya hilang tumpuan bersandar dan kini hidupnya dihadapkan oleh problematik baru di tempat kerja. Berkali-kali Leya menghapus air matanya, malang terasa di badan. Di dalam hati dia terus bertanya-tanya pada Tuhan apa kesalahannya sehingga cobaan terus datang bertubi-tubi tanpa henti dalam hidupnya. Seperti estafet yang membuatnya lelah. Leya selalu bermimpi menikah sekali seumur hidup dan membangun keluarga harmonis, namun nyatanya pengkhianatan justru menjadi luka yang amat dalam di hatinya. Langit seakan mengerti perasaannya, rintik-rintik hujan pun mulai turun dan dalam sekejap menjadi lebat. Membubarkan sekelompok orang yang asik bermain menjadi koca
Leya dan Nirwan kembali ke rumah dan kembali masuk ke dalam kamar mereka. Pertengkaran hebat pun terjadi di antara keduanya. "Hebat, istriku sekarang sungguh hebat. Apa aku kurang cukup memuaskanmu hingga kamu melirik lelaki lain di luaran sana, hah!" "Jaga bicaramu! Aku tidak serendah itu!" sungut Leya tak terima. Secara tidak langsung Nirwan telah menyamakan dirinya terhadap mantan istrinya dulu. "Lalu apa namanya? Pantas saja kamu kekeuh untuk terus menutupi status pernikahan kita, ternyata agar kamu bisa menggoda laki-laki lain di belakangku rupanya!" balas Nirwan tak kalah menyunggut. Nafasnya naik turun karena gelegak api amarah di hatinya. "Apa kamu lupa perjanjian kita. Kita menikah hanya karena—," "Persetan dengan perjanjian itu! Atau apa pun alasan dibalik pernikahan ini. Yang pasti saat ini kamu adalah istriku dan pernikahan kita sah secara hukum dan agama. Aku akan mengatur ulang semuanya dan aku akan mengabarkan pada publik tentang pernikahan kita agar kejadian
Ini pagi kesekian kalinya Leya bangun dalam keadaan tubuh terasa remuk. Lagi-lagi Nirwan memp3rk0s4nya, tapi dapatkah dirinya menyebut itu sebuah p3merk0saan jika nyatanya status mereka halal secara agama. Leya mencengkram ujung selimut erat seraya menahan sesak yang bergumul di dadanya. Ada rasa sakit akibat perlakuan suaminya tersebut, bukan hanya tubuhnya tetapi juga hatinya. Dirinya saat ini tak ubahnya seperti p3lacur halal yang dipaksa untuk memuaskan tanpa perlu ditanya apakah dia ridho memberikan tubuhnya. Pintu kamar mandi terbuka, Nirwan keluar dengan handuk yang melingkar di pinggang. Leya seakan tengah dejavu akan adegan yang pernah dirinya lalui. Tangannya bergerak menghapus air mata yang baru saja menetes. Dirinya tak ingin terlihat seperti manusia menyedihkan."Ada apa? Apa tubuhmu sakit?" tanya Nirwan lembut seraya mendekat. Nirwan seakan menjadi orang yang berbeda dengan Nirwan yang bersamanya semalam. Leya tak menjawab ataupun menoleh. Dia memilih untuk turun da
Malam minggu sepulang kantor Leya memutuskan untuk nongkrong di cafe. Dia butuh hiburan untuk menjernihkan pikirannya yang terus bergelut sehingga untuk bernapas saja Leya terasa sesak.Takdir sedang ingin bermain-main dengannya sampai-sampai Leya tak mampu lagi untuk tertawa. Live musik terdengar begitu merdu, suara penyanyi perempuan melantunkan tembang hit masa kini. Leya seakan terbawa suasana mudanya dulu. Dulu tempat seperti ini hampir setiap dua sampai tiga kali dalam seminggu dia datangi. Leya menikmati secangkir espresso miliknya, di tatapnya Cindy yang tengah senyum-senyum sendiri dengan gawainya. Sepertinya dia tengah berbagi pesan pada sang kekasih yang tengah tugas di luar kota.Dimana ada Cindy pasti ada Riko. Cindy yang gencar menjodohkan Leya bersama Riko sehingga selalu menyeret lelaki itu setiap mereka nongkrong bersama. "Beb, pacarku sudah pulang dan dia jemput aku di depan. Jadi sorry, aku gak bisa menemani kalian lama-lama di sini," ujar Cindy. Senyum bahagia s
Liliana uring-uringan di ruang tamu. Tangannya membolak-balik majalah fashion dengan perasaan tak menentu. Genap tiga hari putra dan menantunya tak pulang ke rumah tanpa kabar, dia ingi menelpon tetapi ada rasa gengsi di hatinya. Liliana juga marah dengan sikap putranya yang tak menghubungi dirinya seakan tak perduli dengan kondisi sang Mama yang tentunya akan baik-baik saja. "Kenapa mereka belum pulang juga?" gumam Liliana. Silvia yang mendengar itupun berceletuk."Sepertinya Nyonya tampak kesal. Ada apa, Nya?"Liliana menoleh sekilas seraya mencebikkan bibirnya. "Sok tahu kamu. Gak lihat saya sedang baca majalah," balasnya tak ramah.Silvia tersenyum tipis. "Dari raut wajah cantik Nyonya saja sudah jelas terlihat. Nyonya besar pasti lagi mikirin Tuan Nirwan kan, Nya," balas Silvia. "Aku masih gak habis pikir sampai saat ini, Via. Kenapa Nirwan bisa-bisanya menikah dengan sahabat istrinya itu. Apalagi suami wanita itu dengan mantan istrinya Nirwan selingkuh." Liliana masih saja