Aku terduduk di kursi singgasana pengantin dengan perasaan campur aduk. Jika aku punya robot kucing seperti Doraemon kayaknya aku bakal minta dibukakan pintu ke mana saja, agar aku juga bisa kabur seperti perbuatan Bang Deni yang telah menghinaku. Namun, sayangnya itu hanya mimpi, mau tidak mau aku harus terjebak di sini.Tak pernah aku bayangkan, seorang pembantu sepertiku bisa menjadi seorang istri dari Aksara Muhammad Prawira yang merupakan majikanku sendiri. Di lihat dari segi mana pun, status kami sangat jauh berbeda.Aku yang berumur 23 tahun, kucel, dekil belum sarjana dan beban keluarga Alfa Prawira mendapatkan lelaki berumur 30 tahun yang merupakan seorang dokter dengan status idola wanita.Ya ampun ... apa yang harus kulakukan menyikapi semua ini? Pantaskah aku duduk di sini? Haruskah aku meminta Den Aksa mentalakku malam ini juga? "Kamu bisa lepas sepatu berhak kamu jika kamu capek. Kaki kamu merah."Akhirnya setelah hampir dua jam kami jadi pajangan di pesta resepsi, sat
Setiap perempuan pasti mendambakan sehabis malam pertama itu terbangun dengan segar dan bugar karena baru saja melepas keperawanannya tapi tampaknya keberuntungan itu gak berpihak pada semua perempuan karena aku adalah pengecualian.Berbeda dengan kebanyakan pengantin wanita yang bahagia di malam pertama sebaliknya aku malah merasa gelisah dan terjaga sepanjang malam.Coba saja bayangkan, wanita mana yang bisa tidur setelah ditinggal di malam pertamanya oleh suaminya sendiri? Terlebih yang jadi suamiku itu adalah mantan majikanku yaitu Den Aksara Muhammad Prawira yang mungkin menikahiku karena terpaksa. Dan setelah kesedihan yang terjadi, payahnya keadaanku diperburuk dengan hadirnya chat info tentang Den Aksa dari si Kalila.Ya, Kalila dia memang sama biang keroknya sama Bang Deni. Si pelakor yang telah kabur dengan Bang Deni itu mengatakan kalau Den Aksa sebenarnya hanya mencintai Nadia yang ternyata janda sahabatnya. OH MY GOD! Kenyataan macam apa ini? Kalau info si Kalila itu be
Tahu gak kepanjangan GEGANA? Ya, benar! Gegana itu adalah gelisah, galau dan merana. Sayangnya, itulah yang aku rasakan sekarang.Sungguh, aku benar-benar tidak menyangka ternyata efek mengangkat telepon dari Nadia untuk Den Aksa akan sedahsyat ini. Padahal niatku semula baik ingin memberi tahu kalau Den Aksa sakit pada si penelepon tapi akhirnya malah aku yang menyesal dan menjadi sakit tanpa alasan.Seandainya aku tahu kalau yang menelepon itu adalah Nadia, mungkin kuabaikan saja sehingga aku tak perlu mendengar pernyataan cinta si Nadia yang membuat aku kehilangan kata-kata. Coba bayangkan!Bagaimana bisa dia yang seorang janda dengan mudahnya mengaku cinta pada lelaki yang sudah beristri?Ya Allah! Tega! Sumpah tega banget.Untungnya tadi aku memilih diam saja saat si Nadia nyerocos menyatakan perasaannya dan memilih untuk langsung menutup telepon Nadia daripada emosiku untuk melabrak semakin besar padahal bisa jadi Den Aksa akan marah jika mengetahuinya.Astaghfirullah! Pusing
Sore menyapa ketika kami tiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Sebagai gadis kampung yang tak pernah pergi ke mana-mana selain ke Jakarta, Bandung dan Bogor rasanya aku masih mengalami jet lag. Mungkin ini karena aku pertama kali naik pesawat sehingga ketika turun dari pesawat tak ada yang bisa kulakukan selain bengong bak orang kesurupan.Tidak seperti Mas Aksa yang lebih banyak menikmati waktunya selama di udara, sebaliknya aku malah pusing dan berharap ada rest area.Yaelah emangnya ini Bis, ampun dah norak. Aku menatap kosong segelas minuman yang diberikan oleh Mas Aksa. Sungguh aneh, sejak turun dari pesawat aku sama sekali tak berselera minum mau pun makan padahal Mas Aksa sudah mengajakku menepi dan makan di salah satu cafe yang ada di dalam bandara. "Kamu gak suka minumannya?" tanya Mas Aksa seraya duduk di depanku. Aku sejenak terkesiap, tumben-tumbenan ini orang perhatian biasanya dia cuek aja. Apa dia kesambet jin pesawat ya? Coba aja bayangkan, perasaan
Kena mental!Mungkin itu bahasa gaulnya anak-anak sekarang. Setelah dengan songongnya mulutku ini berkotek memprotes sikap Mas Aksa yang disinyalir cemburu pada Joan, sekarang aku harus menjalani hukuman yang aku sendiri tidak tahu jenisnya.Sungguh sampai sekarang aku masih gak nyangka kalau sifat Mas Aksa itu banyak kejutan. Ternyata dia bukan hanya dingin tapi pendendam juga.Astagfirullah, nahas sekali nasibku ini, sudah mah dinikahi majikan jutek sekarang dihukum pula.Padahal aku hanya membela diri karena sakit ketika tangannya mencekramku tapi tetap saja tuh turunan kulkas gak mau tahu.So, apa salahku coba? Aku kan hanya bilang kalau dia jangan menganggap aku seperti Nadia karena aku bukan dia."Mas, tempatnya masih jauh ya? Kok belum nyampe aja?" tanyaku memberanikan diri membuka suara untuk memecah keheningan suasana mobil.Sore ini, setelah insiden permusuhan di bandara tanpa permisi Mas Aksa merubah rute tujuan kami. Dengan seenaknya dia bilang akan mengajakku ke suatu temp
Jika boleh aku meminta bagaimana bentuk jodohku mungkin aku ingin meminta seperti Kim Namjoon, Kim Taehyung atau Kim Soekjin juga boleh pokoknya selama itu BTS bisa dimusyawarahkan. Tak perduli meski sikapnya dingin, menyebalkan dan datar kayak papan cucian tetap saja aku akan mencoba bersabar.Namun, sayangnya jodohku bukan mereka. Jodohku ya Mas Aksa yang kata orang ganteng, cool dan kaya tapi tetap saja bagiku dia hanya bisa menyakiti karena di hatinya sekarang cuman ada ... Nadia.Ya, Nadia. Seorang janda yang punya segudang multitalenta, dia juga katanya bidan di salah satu rumah sakit swasta. Gak heran pembawaannya yang keibuan membuat dia terlihat bersahaja, berbeda denganku yang hanya tamatan SMA dan gak punya skil apa-apa.Dan sialnya, setelah aku cukup merasa minder dengan semua keahlian Nadia, takdir malah mempertemukanku dengannya di depan lift hotel di saat aku dan Mas Aksa mau pergi ke kamar kami.Entah mengapa, dari gelagatnya aku merasa sekarang perempuan itu menjadik
Kupandangi wajahku di cermin dengan pasrah. Masih tak menyangka, bahwa dalam waktu secepat kilat, Mas Aksa berhasil melihat diriku yang bisa dikatakan setengah t*lanjang.Amsyong, sungguh amsyong! Padahal dulu aku begitu menjaga, tak pernah sekalipun badanku ini ditunjukan kepada lelaki mana pun. Namun, sekarang? Akibat kebodohanku yang tak tahu situasi aku malah ... ah! Aku bahkan terlalu malu untuk mengingatnya. Walau kami suami istri, entah kenapa rasa canggung masih menyelimuti.Oh ya Allah, mau ditaruh di mana coba mukaku ini?Jujur saja, akibat tragedi nahas bin memalukan tadi pikiranku serasa terkotori.Setiap mau melakukan sesuatu, anehnya benakku selalu saja teringat pada adegan di mana aku melihat Mas Aksa berdiri dengan hanya menggunakan kolor Calvin Klein miliknya yang membuatnya semakin seksi.Oh Tuhan! Entah apa yang merasukiku, hingga gara-gara itu di setiap sudut kamar ini aku hanya terbayang kolor, kolor dan kolor.Aku tidak tahu harus bagaimana sikapku jika Mas Aks
Sebagai wanita yang dinikahi bukan karena cinta, sudah sepatutnya aku sadar kalau keberadaanku di sisi Mas Aksa mungkin tak diinginkan. Walau akhir-akhir ini sikapnya sudah mulai membaik gak sekejam sebelumnya, akan tetapi tetap saja kurasa Mas Aksa belum bisa membuka perasaannya untukku. Mas Aksa tetaplah Mas Aksa. Bagiku, dia akan menjadi pria yang paling sulit dijangkau karena di matanya bisa jadi aku hanyalah mantan pembantu yang dia tolong. Terlebih jika kami bertemu dengan Nadia, sudah dipastikan aku akan diabaikan dan akan menjadi pihak yang sangat-sangat dirugikan seperti sekarang.Siapa sangka, di saat aku dan Mas Aksa sedang asyik dinner eh si Nadia sama Joan tiba-tiba datang mau ikutan makan.Ya Allah, apakah takdir sedang mempermainkanku? Kenapa juga kami harus bertemu dengan Sundel Bolong itu?"Gimana? Kita boleh duduk bareng? Kebetulan di bagian sana udah penuh maklum ini weekend," bujuk Joan menambahkan ketika kami hanya diam tatkala dia meminta ijin untuk gabung alia
Sebulan kemudian."Senangnya dalam hati, kalau bersuami kaya. Oh dunia, serasa aku yang punya cikicik ... asyik-asyik Jos!""Eh, bentar! Kok aku jadi nyanyi begituan, ya?"Gue terkekeh kecil mengingat lagu apa yang sedang gue senandungkan sekarang ini. Mengingat kalau hari ini kami ada di Singapura tak ayal membuat wajah gue terus tersenyum merekah dan menyanyi tanpa henti.Seperti yang sudah dibahas tempo hari, setelah kami melakukan klarifikasi di sekolah dan membuat Alina juga Januar berurusan dengan hukum karena kelakuannya yang telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik, kami pun melakukan honeymoon untuk kesekian kali.Ohoo! Jujur, sebenarnya ini bukan kali pertama kami menginjakkan kaki di Singapura, semenjak resmi jadi pasangan sungguhan kerjaan Pak Zian bawa gue ke sini mulu. Katanya dia ingin nostalgia karena waktu kecil pernah tinggal di sini sekaligus honeymoon yang sekarang kayaknya bakal rada lama karena kami ingin merayakan berhasilnya membuat
Selepas mendengar indo dari Pak Zian kalau Alina telah memfitnahnya gue langsung mengecek kondisi sekolah, jika info tentang Pak Zian sampai di rumah sakit pastinya ke sekolah pun ada rumor tersebut. Nyatanya yang gue takutkan terjadi. Sesuai dugaan, ketika gue sampai di sekolah tiba-tiba Pak Joan dan Bu Hani yang tetap jadi sahabat gue langsung nyamperin. Mereka bilang di sekolah udah beredar kabar yang gak mengenakan yaitu katanya gue udah merebut Pak Zian dari Bu Alina dan katanya Pak Zian digosipkan mandul.Brengsek emang si Alina! Bisa-bisanya dia menyebar info yang gak berdasar itu.Saking banyaknya gosip di luaran sampai-sampai gue bisa dengan jelas semua umpatan juga sindiran yang dilayangkan ke gue. Tapi, terlepas dari semua itu gue udah tahu ini adalah salah satu resiko yang harus dihadapi. Semenjak memutuskan untuk memberi Pak Zian kesempatan kedua gue merasa udah siap apa pun yang terjadi tapi sayangnya gue gak prediksi akan separah ini. Coba bayangkan aja, masa Alina bil
Pak Zian kecewa berat. Setelah gue mengatakan kalau hari ini gak jadi 'ena-ena' dia mematung bak manekin. Bibirnya yang sejak tadi udah nyosor-nyosor aja langsung ditarik menjauh."Apa? Tsan? Kamu kenapa?" tanyanya tercekat. Wajahnya yang sudah semangat 45 mendadak memucat. "Saya mens, Mas. Menstruasi," jawab gue lebih lugas. Takutnya dia terlalu syok hingga telinganya mengalami ganteng 'gangguan telinga'."Astaghfirullah!"Tubuh Pak Zian seketika mundur dengan frustasi sampai menyentuh dinding. "Jadi, kita gak bisa bikin anak? Jadi Mas, gak bisa ibadah syurga sekarang?" selanya seolah masih tak percaya. Gue menggelengkan kepala. "Enggak Mas, maaf yak. Seminggu lagi mungkin," jawab gue sambil menepuk punggungnya menyabarkan.Rasa penyesalan langsung menelusup tapi mau gimana lagi, masa dipaksakan? Kan gak mungkin. Dosa!Pak Zian membasahi bibirnya yang terlihat kering sambil berjalan lunglai ke arah tempat tidur. "Jadi, ide beriliannya gak bisa dilakukan sekarang, ya?" tanyanya ko
"Ma-maksud Bapak apa? Kenapa saya harus menjawab? Dan kenapa--""Jawab saja Tsan, jika saya suami kamu apakah kamu akan menerima saya?" tanya Pak Zian memutus ucapan gue dengan tatapan yang tajam seolah hendak membolongi kepala gue.Entah mengapa gue merasa dia bertanya seolah-olah sedang takut kehilangan dan ini membuat kecurigaan gue sama dia kian membesar.Melihat itu, gue mengepalkan tangan kuat. "Baiklah, saya akan jawab. Jika saya memiliki suami seperti Pak Zian mungkin saya ...." Gue menarik napas dalam sejenak, "akan menerimanya," jawab gue lirih.Mendapat jawaban itu dari gue, samar mata gue menangkap Pak Zian menghembuskan napas lega dan dia pun mencondongkan badan ke depan penuh perhatian. Seulas senyum terlukis di wajahnya yang tampan. "Alhamdullilah. Kalau begitu saya gak salah memilih istri. Kamu memang beda Tsan."Deg."Istri?" Gue sontak tercengang mendengar pernyataan Pak Zian. "Maksud Bapak apa? Kenapa menyebut istri? Jujur, Pak! Sebenarnya apa yang sedang terjadi?"
Pak Zian mengepalkan tangan sampai kukunya memutih karena sekuat tenaga menahan amarah. Kerut-kerut tajam mulai muncul di sudut mulut Pak Zian dan kulit pipinya menegang.Di saat membingungkan seperti sekarang. Jujur, gue tidak tahu apa yang harus dilakukan di tengah pertikaian keduanya sebab gue sendiri juga masih syok.Gue gak nyangka Bu Ayu bisa membongkar kebusukan Alina tepat di saat kami mau memasuki rumahnya.Gue bertanya-tanya. Haruskah sekarang gue jadi wasit? Atau ikut jadi pemain juga? Tapi, dibanding kena semprot gue memilih diam saja, auranya gak bagus buat ikut campur tapi honestly gue suka keributan ini.Sangat suka!Suruh siapa si kuntilanak itu ngambil kesempatan dalam kesempitan? Udah tahu dia yang selingkuh dan zina, masih mau berlaga polos dan merebut Pak Zian kembali lagi.Sekarang, rasakan akibatnya!"Mas, Mas, Ibu bohong! Janin ini milikmu, ini anakmu Mas!""Shut your fuckin mouth up, Alina! Berhenti bikin alasan! I told you, jika kamu memang selingkuh akui saja
Selama gue jadi menantu kalau diingat-ingat gue jarang banget pergi ke rumah mertua. Mungkin kedatangan gue buat berkunjung bisa dihitung dengan jari tapi kali ini gue rasa akan lebih sering bahkan gue bakal tinggal di sana. Sejujurnya, sampai detik ini gue masih tak percaya bahwa akhirnya gue akan menjadi istri yang gak dianggap. Gue masih ingat, dulu gue pergi ke rumah Bu Ayu--mertua gue sebagai istri yang ditunggu dengan digandeng Pak Zian tapi sekarang situasinya berbeda. Lelaki yang sebelumnya ada buat gue malah berada di samping mantan istrinya.Dan gue terpaksa menginjakan kaki di rumah ibu dengan status sebagai asisten di mata Pak Zian.'Huft! Miris sekali.' Gue menghembuskan napas dalam.Sepanjang perjalanan menuju ke rumah ibu mertua. Sejujurnya, gue ingin sekali cepat sampai tapi apa daya gue harus bersabar karena jalanan macet.Alhasil, dengan sangat terpaksa gue harus menjadi kambing congek selama ada di mobil Pak Zian. Setelah Alina memergoki kami di ruang inap VIP seb
"Saya menolak tawaran Mbak! Saya tidak mau Mbak jadi madu saya!""Kenapa? Apa salahnya? Coba kamu pikirkan Tsan, jika saya jadi istri kedua Zian, kita bisa saling mengasihi selayaknya keluarga, kan? Kita berdua akan merawat Zian! Kita gak perlu berpura-pura!""Bullshit! Jangan berharap! Ingat Mbak, sebelum kejadian ini Mbak telah mengkhianatinya dan pikirkan bayi dalam perut Mbak sendiri! Paham?! Camkan! Sampai kapan pun saya gak akan membiarkan Mbak mengambil Mas Zian! Permisi!"Dan setelah mengatakan penolakan gue yang tegas pada Alina, tanpa menunggu jawaban si iblis betina itu, gue pun pergi tanpa menoleh lagi.Gue bertekad gak akan membiarkan dia mengambil kesempatan dalam sandiwara ini.Never!(***)Gue mendesah mengingat percakapan beberapa hari yang lalu dengan Alina di kantin. Jujur, gara-gara tawaran gila tersebut sampai sekarang gue masih punya amarah yang belum terlampiaskan. Akibatnya, malam ini mata gue malas terpejam. Padahal waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari.
Gue tahu bahwa dalam setiap kehidupan itu selalu ada perjuangan. Gue juga tahu kalau gak setiap hal sesuai keinginan tapi kali ini takdir sepenuhnya udah bikin gue serasa dihempaskan ke lembah terdalam.Gue berjalan gontai di sepanjang lorong rumah sakit, usai pembicaraan panjang dengan mertua, gue pun udah punya keputusan yaitu mulai hari ini gue harus berpura-pura menjadi 'orang lain' bagi Pak Zian. Meski perih gue harus sanggup sampai suami gue mampu mengingat semuanya.Namun, masalahnya sampai kapan gue bisa bertahan? Sampai kapan? Sementara membayangkan Alina ada di samping Pak Zian aja udah bikin gue sakit apalagi mengakuinya sebagai istri. Ah, gue akuin ini emang berat, tetap aja gue gak mau menyerah. Gue mau tetap berada di samping Pak Zian seperti dia mencintai gue sebelumnya.Selepas sepuluh menit berjalan di sepanjang lorong tanpa terasa kaki gue yang lemah udah mengantarkan badan ini sampai ke depan ruangan Pak Zian.Gue menarik napas dalam dan hendak memasang wajah yang
Amnesia? Gimana bisa Pak Zian mengalami amnesia? Kenapa Mas Tsabit bilang dia gak mengenal gue?Agh, shit! Gue gak percaya. Mustahil suami gue bisa melupakan gue gitu aja.Gue mendesis lelah sepanjang perjalanan menuju ruang rawat VIP yang menjadi tempat di mana Pak Zian kini dirawat. Kata Mas Tsabit di telepon tadi, suami gue diputuskan pindah ke sana sesuai arahan dokter karena keadaannya berangsur pulih.Sampai di depan pintu, entah kenapa kaki ini jadi ragu untuk melangkah. Gue merasa ada ketakutan yang tiba-tiba menelusup dan membuat gue ingin kabur. Namun, ini bukan waktunya untuk melarikan diri karena gue ingin menemuinya.Gue senang dia sadar. Itu yang lebih penting dari apa pun. Gue rindu!"Mas Zian ...."Cklek.Gue membuka perlahan pintu yang tertutup. Di dalam ruangan terlihat seorang tengah berbaring dengan kaki yang digips, tangan dan kepala yang diperban persis mumi yang baru saja bangkit. Gue tercenung, mata kami beradu pandang pertama kali. "ADEK PENOLONG!?" Pak Zia