"Apa ini?" tanya Lita dengan nada dingin."Kejutan untukmu sayang. Bunga ini secantik dirimu," jawab Fernando. Senyumnya mulai redup menyusul dengan reaksi yang istrinya berikan. Namun ia menahan rasa kecewanya dan tersenyum meskipun kaku."Astaga Fernando, apa yang kamu pikirkan? Kamu pikir aku menyukai bunga seperti ini?" Lita malah mencibir. Fernando menurunkan bunga yang ia bawa dengan lemas. Semua yang ia seakan salah. Membuat Fernando seperti tak punya semangat hidup lagi.Rasanya hati Fernando bagai dihantam oleh batu yang besar dan mengoyak hatinya. Lita bahkan masih membiarkan Fernando di ambang pintu dan tak menyuruhnya untuk masuk. Dia sudah hampir mati rasa dan menyerah. Beruntung ibu mertuanya mengetahuinya. Matanya membulat sempurna melihat perilaku anaknya yang dinilainya sangat keterlaluan itu."Lita! Apa yang kamu lakukan?" pekik ibunya dengan kesal. Ia menatap tajam ke arah anaknya.Lita terperanjat mendengar ketika ibunya meneriakinya. Ia menundukkan kepalanya dan
Mata Shanaz berbinar-binar saat membaca nama Lorenzo tertera di layar ponselnya. Rasa kantuknya seolah hilang. Dan sangat antusias mendengarkan suara yang sejak tadi dirindukannya. Dengan gugup Shanaz menggeser tombol hijau pada layarnya."Halo Nabila. Apa aku menganggu tidurmu?" tanya Lorenzo saat sambungan teleponnya sudah terhubung.Shanaz menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskan perlahan. Menormalkan kembali napasnya yang berantakan akibat rasa yang membuncah di dada. "Oh, sama sekali tidak Tuan Lorenzo," sangkalnya. "Memangnya kamu belum mengantuk?" tanya Lorenzo di ujung telepon.Shanaz menggelengkan kepalanya, meskipun Lorenzo tak dapat melihatnya. "Belum Tuan, saya belum mengantuk," jawab Shanaz berbohong."Memangnya kamu sedang apa?" Lorenzo menjadi penasaran. "Bukankah di sana sudah pukul 10 malam?" imbuhnya. Biasanya pada jam ini rumah sudah sepi dan sunyi. Semua orang telah tidur, termasuk para karyawan di keluarga Lorenzo termasuk para karyawan. Hanya 2 satpam yan
Bibir Lita dan Fernando saling berpagutan. Mereka berdua saling menumpahkan segala hasrat yang semakin membara. Tangan Fernando turun, menyusuri gundukan bukit kembar milik Lita. Hamil besar membuat dada wanita itu menjadi semakin besar dan menggemaskan membuat Fernando semakin liar untuk meremasnya.Lita tak mau kalah, jemari lentiknya mulai membelai setiap jengkal demi jengkal tubuh lelaki yang sangat dirindukannya itu. Sampai puncaknya ia mendaratkan tangannya pada kepunyaan Fernando yang sudah mulai menegang tersebut. Dengan lihainya ia membuka ikat pinggang serta menurunkan resleting celana Fernando.Lita dan Fernando bangkit dari duduknya. Dengan cepat mereka mulai menanggalkan pakaian mereka masing-masing, dan kini tak menyisakan benang sehelai pun. Namun saat mengingat perutnya yang kini membuncit dan bentuk badannya yang tidak lagi ramping membuat Lita malu dan memeluk tubuhnya sendiri.Fernando mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanyanya tak mengerti."Badanku," jawab Lita ya
Fernando membulatkan matanya, mendengar suara mertuanya di luar pintu kamarnya. Ia menelan salivanya dengan susah payah, tenggorokannya seperti tercekat."Se–sebentar Bu," jawab Fernando tergagap. Menatap ke arah pintu dan istrinya secara bergantian. Saat ini hati Fernando berkecamuk. Dia sedang khawatir, karena mertuanya bisa salah paham dan menuduhnya menyakiti anaknya. Sedangkan saat ini di saat bersamaan dia juga mengkhawatirkan kondisi kesehatan istri dan calon anaknya.Sambil menangis menahan sakit Lita memakai pakaiannya. Fernando membantunya. Lalu setelah itu baru Fernando meminta izin kepada istrinya untuk membuka pintu. "Sebentar ya sayang, aku mau membuka pintu dulu untuk Ibu." Sambil menangkup kedua sisi pipi Lita.Lita menjawabnya dengan anggukan. Matanya terpejam dan masih menahan tangis. Fernando kemudian melepaskan tangannya dari pipi Lita. Ia bergerak menuruni ranjang dan berjalan menuju ke pintu kamar, lalu membukanya."Apa yang terjadi?" tanya ibunya Lita mengedark
Ibunya Lita mengelus punggung tangan ibunya Fernando. Berusaha menenangkan karena ternyata keadaan Lita dan calon bayinya baik-baik saja. "Bu Santi, tenang saja. Lita dan bayinya baik-baik saja. Jadi tidak perlu cemas lagi.Ibunya Fernando menghela napas lega. "Syukurlah. Saya sudah sangat cemas sekali tadi pada Lita dan calon bayinya," sahutnya. Sudut bibirnya melengkung ke atas. Sedang suaminya manggut-manggut ia ikut lega.Ralat, yang ibu dan ayah Fernando cemaskan hanyalah calon cucu mereka, bukan termasuk menantunya. Jika tak sedang mengandung calon keturunan Fernando, mereka berdua tidak akan secemas dan sepanik itu. Tetapi demi menjaga wibawa mereka terhadap besannya jadi berkata seperti tadi."Apa yang terjadi sebelumnya? Sehingga semua ini bisa terjadi?" tanya ayah Fernando penasaran. "Lalu di mana Fernando?" tanyanya lagi sambil mengedarkan pandangannya, namun tak kunjung menemukan batang hidung anaknya.Ibunya Lita tak langsung menjawabnya. Mendengar pertanyaan dari ayah Fe
Lita menatap Fernando. Memberikan kode agar Fernando mengutarakan keinginannya. Fernando menundukkan kepalanya. Sulit baginya untuk mengatakan hal ini kepada ibunya. Perasaan takut mulai menyerang.Fernando menelan salivanya. Ia mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga istrinya. "Sayang, aku akan katakan pelan-pelan pada, Ibu. Tapi nanti," bujuk Fernando. "Aku harap kamu mau bersabar sedikit, ya," imbuhnya.Lita menatap Fernando dengan tatapan mata yang tajam. Sabar katanya. Jangan-jangan semua keinginannya itu tidak akan pernah terwujud. Pikiran buruk memenuhi otak Lita.Ibunya Fernando mengerutkan keningnya. Tak mengerti dengan perubahan sikap menantunya yang secara tiba-tiba tersebut. Ia kemudian bertanya kepada Fernando. "Lita. Apa ada sesuatu yang sedang menganggu pikiranmu saat ini?" Ia mendekati Lita, menatap wajah dengan lembut, kemudian mengelus rambutnya dengan sayang.Lita menggelengkan kepalanya. "Tidak ada Bu," jawabnya. "Mungkin Lita hanya lelah, benar kan sayang?"
Lagi-lagi telepon dari Lorenzo membuat hati Shanaz berbunga-bunga. Ia menggeser tombol hijau pada layarnya. Menghilangkan rasa gugupnya kemudian menyapa Lorenzo. "Halo Tuan." "Kamu sedang apa? Apa aku menganggu pekerjaanmu?" tanya Lorenzo.Shanaz menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Sama sekali tidak Tuan. Tuan menghubungi saya di waktu yang tepat." Celakanya Shanaz malah keceplosan dengan berkata jujur kepada Lorenzo. Menyadari kekeliruannya Shanaz segera membungkam mulutnya sendiri."Bukan, maksud saya–" Bagaimana harus menjelaskannya? Sedangkan Lorenzo di sana sudah meledak tawanya."Hahaha. Jangan dipikirkan," ucap Lorenzo yang tak ingin membuat suasana menjadi canggung."Kebetulan pekerjaan saya semuanya sudah selesai, Tuan. Jadi tinggal bersantai-santai saja." Shanaz tetap merasa tak enak hati dan menjelaskannya. Tak ingin dicap kecentilan menerima telepon dari Lorenzo.Lorenzo manggut-manggut mengerti, meskipun Shanaz tak dapat melihatnya. Ia mengerti Shanaz melakukan itu de
"Kamu ini sudah dewasa Fernando. Sudah berumah tangga, untuk apa bertanya pada orang tua tentang yang terbaik untuk kita," omel Lita panjang lebar.Fernando diam. Tak ada yang bisa Fernando lakukan selain pasrah menghadapi kemarahan dari istrinya. Dia hanya bisa meminta maaf, sekaligus berkata akan berusaha membujuk orang tuanya untuk menyetujui keputusannya. "Aku mohon maafkan aku. Tapi aku janji akan membujuk Ibu dan Ayah agar mau menerima keputusan ini," ucap Fernando."Jangan hanya berjanji, aku tak mau itu. Aku mau bukti," sahut Lita dengan kilatan amarah di matanya.Pertengkaran mereka sempat terhenti, saat seorang wanita datang membawakan sekotak makanan yang dipesan oleh Lita. "Ini ketoprak yang Anda inginkan tadi Nyonya Lita," ucapnya sambil menunjukkan plastik kresek yang ia tenteng."Hmm. Buka lalu suapi aku ya," suruh Lita. Wanita yang diketahui adalah pelayan baru untuk Lita itu mengangguk. "Baik, Nyonya," sahutnya.Dengan cekatan dia menyiapkan makanan untuk Lita, kemu
"Apa kamu pikir aku adalah barang. Yang seenaknya sendiri bisa dipindah tangankan seperti ini?!" Nabila tersulut emosi mendengar pernyataan dari Fernando. Kini dia percaya dengan ucapan dari Lorenzo dan Shanaz yang mengatakan hal-hal buruk mengenai lelaki itu. Dia sekarang mengerti mengapa akhirnya Lorenzo dan Shanaz nekat menikah saat wanita itu terjebak di tubuhnya. Karena selain saling mencintai. Lorenzo pasti ingin menyelamatkan Shanaz. "Bukan seperti tapi–" Fernando mau berkilah. Namun Lita memukul lengannya dengan kencang sambil menangis. Dia tak menyangka kalau ternyata kelakuan suaminya masih tak berubah. Laki-laki yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. "Keterlaluan! Kamu ceraikan saja aku kalau mau menikahi wanita lain," amuk Lita."Aku juga tidak mau menikah dengan suamimu. Jadi kamu tenang saja," sambar Nabila. Ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Permisi!" Lorenzo dan Shanaz sebenarnya kasihan. Mereka berniat mengejar Nabila. Namun terlebih dahulu berpamita
Berbagai pengobatan telah dilakukan oleh Shanaz demi bisa sembuh. Dan setelah 3 tahun usahanya membuahkan hasil. Kini dia sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah keluarga besar Lorenzo. Keluarga Lorenzo tak pernah mengetahui cerita mengenai jiwa Shanaz yang selama ini terperangkap di dalam tubuh Nabila. Dan saat tiba-tiba Shanaz muncul di keluarga mereka, Lorenzo hanya berkata kebetulan menemukan Shanaz. "Bagaimana bisa tiba-tiba kamu bertemu dengan Shanaz? Dia kan sudah–" tanya Santi yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah mengapa perasaannya campur aduk. Ayahnya juga mempunyai pertanyaan yang sama. Namun memilih diam.Sementara Fernando dan Lita di dalam hatinya merasa cemas. Apalagi kalau bukan masalah uang asuransi jiwa yang dimiliki oleh Shanaz. Mereka takut Shanaz akan mempertanyakannya. Padahal tidak. Shanaz dan Lorenzo tak peduli mengenai masalah itu."Belum Ibu. Shanaz belum meninggal," jawab Lorenzo dengan sopan.Di sana juga ada Nabila. Dia duduk di samping Lorenzo.
Karena kesal Santi mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Nabila menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu meminta penjelasan dari Lorenzo."Siapa itu Edward?" tanya Nabila dengan raut wajah yang serius."Edward adalah kami. Maksudku anakku dengan Shanaz," jawab Lorenzo.Nabila mematung. Kini tak tahu harus berbuat apa. Lorenzo memohon agar Nabila mau pulang dengannya. Ini semua dia lakukan demi anaknya."Anakku membutuhkanmu. Setidaknya pulanglah demi Edward," pinta Lorenzo."Okey. Aku mau mengurus Edward. Tapi di rumah ibuku," sahut Nabila. "Dan 1 lagi. Aku tak mau kamu ikut denganku," lanjutnya memberi syarat. Padahal Lorenzo belum menjawabnya.Lorenzo terdiam. Dia tak bisa menyalahkan Nabila dalam hal ini. Seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Tiba-tiba bangun dengan status baru sebagai seorang istri dan anak. Dia berhak marah. Meskipun sebenarnya Lorenzo terlanjur nyaman karena terlalu lama bersama dengan Nabila. "Bagaimana?" tanya Nabila ingin memastikan.Lorenzo tak b
Lorenzo menghargai keputusan Shanaz. Hanya saja dia tak menyangka, bahwa istri yang dia nikahi. Istri yang sanggup membuatnya merasa nyaman setelah kepergian Shanaz adalah mantan adik iparnya sendiri. Yang tak lain adalah Shanaz. "Lalu bagaimana cara agar mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing?" tanya Lorenzo."Pejamkan mata. Lalu genggam erat tangannya dan katakan mari bertukar posisi lagi sebanyak 3 kali. Maka kalian akan bertukar posisi seperti semula," jawab orang misterius tadi.Shanaz yang awalnya menunduk lesu karena bimbang, menjadi menoleh ke arahnya. "Kamu mau aku kembali ke badanku?" Shanaz bertanya balik."Semua keputusan ada di tanganmu," jawab Lorenzo. Shanaz dan Lorenzo bersitatap. Lorenzo kemudian menoleh ke arah orang misterius tadi. "Apa konsekuensi jika Shanaz memilih kembali ke tubuhnya?" tanyanya."Seperti yang kamu lihat. Dia akan koma. Jika kamu mau kamu harus menunggu sampai dia sembuh," jawab orang misterius tadi. "Jika tidak kembali ke tubuh masi
Lita selalu berupaya mencelakai Shanaz dan juga bayinya. Misalnya menukar obat Shanaz. Namun tak berhasil karena salah seorang pelayan memberi tahu Shanaz. Saya itu Shanaz hanya memberi peringatan agar Lita tak lagi melakukan hal itu. Shanaz tak tega melaporkan kejadian ini karena kasihan kepada Felicia, sebab anak itu sakit-sakitan dan butuh penanganan medis khusus. Namun ternyata Lita tak juga jera. Dia menyabotase mobil Shanaz agar mengalami kecelakaan. Beruntung Fernando dapat mencegahnya. Dia mengorbankan diri dengan mengorbankan mobilnya menjadi penghalang mobil Shanaz yang akan kecelakaan. Shanaz lagi-lagi menemukan bukti bahwa Lita pelakunya. Dan berjanji akan memberi tahu soal ini pada keluarga besar Fernando. Lita mulai jera kali ini.Saat di rumah sakit. Ketika menjenguk Fernando yang sedang kecelakaan. Shanaz menabrak seseorang. Sosok itu tak asing bagi Shanaz. Dia orang yang sama dengan yang menabraknya usai dirinya kecelakaan lalu bertukar tubuh dengan Nabila."Kamu kan–
Setelah mendengar alasan Lita ingin menemui Fernando. Lorenzo yang ada di depan pintu gerbang menyuruh satpam untuk membukakan pintu. "Bukakan pintunya Pak.""Tapi Tuan Fernando melarang saya, Tuan Lorenzo," sahut satpam. "Dia tidak akan berani protes kalau aku yang menyuruhnya," ucap Lorenzo. "Baik Tuan Lorenzo. Kalau begitu akan saya bukakan pintunya," sahut satpam. Ia kemudian membukakan pintu gerbang untuk Lita.Lita tak henti menatap wajah kakak iparnya. Setelah pintu gerbang dibuka ia mengucapkan rasa terimakasihnya yang tulus. Dia begitu terharu akan kebaikan yang ditujukan oleh lelaki yang dulunya sangat ia benci."Terimakasih Kak Lorenzo. Karena telah memberikan izin Lita untuk masuk," ucap Lita dengan berlinang air mata."Aku melakukan ini bukan karenamu. Tapi karena anakmu. Dia bagian dari keluarga ini," sahut Lorenzo dengan nada dingin.Lita menghapus air matanya dengan mandiri. Tak apalah jika Lorenzo berpikiran seperti itu. Yang terpenting dia bisa masuk dan menemui Fe
Lorenzo masih mematung. Namun setelah dapat mengendalikan dirinya, tangannya yang tadi mengambang di udara mendekap erat Shanaz. Akan tetapi dia masih ragu. Apakah ini artinya Shanaz telah menerima cintanya?Lorenzo kemudian mengurai pelukannya. Ia menatap wajah Shanaz dengan intens. "Apa ini artinya kamu sudah dapat menerimaku?" tanya Lorenzo memastikan.Shanaz menangis sambil mengangguk. "Iya," jawabnya dengan singkat. Namun itu sudah cukup membuktikan semuanya. Lorenzo tersenyum. Ia kemudian kembali memeluk tubuh Shanaz dengan erat. Tangannya mengusap lembut rambutnya yang panjang."Terimakasih, karena kamu mau membuka pintu hatimu untukku," ucap Lorenzo."Seharusnya saya yang berterima kasih kepada Tuan. Karena masih mau menerimaku yang—"Lorenzo dengan cepat melepaskan kembali pelukannya. Ia kemudian menangkup kedua sisi pipi Shanaz. Lalu 1 jari telunjuknya ditempelkan pada bibir Shanaz. "Tolong jangan katakan kalimat yang melukai hatiku," sambarnya memotong pernyataan dari Shana
Shanaz terbaring lemah di atas ranjang kamar apartemen Lorenzo. Dengan leluasa Fernando membuka satu persatu pakaian Shanaz, hingga tak menyisakan sehelai benangpun menutupi tubuh wanita itu. Fernando melepas pakaiannya. Kemudian setelah menampilkan tubuh polosnya ia memagut bibir Shanaz dengan lembut. Tangannya mulai turun dan meremas puncak gundukan dada Shanaz. Karena tak dapat menahan gairahnya lagi, Fernando hendak menancapkan kepunyaannya di dalam organ inti milik Shanaz. Fernando mengalami kesulitan, saat tak dapat menembus benteng pertahanan Shanaz. Itu artinya wanita ini belum terjamah oleh laki-laki lain. Fernando semakin bernafsu. "Rupanya kamu benar-benar masih menjaga kesucianmu. Aku sangat beruntung," gumamnya.Shanaz yang mulai merasakan sakit di area sensitifnya, lalu membuka mata. Dia menangis karena shock. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Fernando. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan tubuh kekar Fernando."Tuan Fernando jangan lakukan ini kepada saya. Saya mo
Kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Meisya yang mendengar berita tentang Fernando datang ke rumah Fernando untuk mencari kebenaran. Dia shock saat melihat pakaian Shanaz yang compang camping."Ceritanya panjang. Kalau kamu ingin tahu ikut dengan kami," jawab Lorenzo. Tanpa berpamitan Lorenzo berjalan menuju ke mobilnya dan membuka pintu. Lorenzo memberi kode agar Shanaz duduk di belakang. Sementara ia duduk di kursi kemudi. Meisya sebenarnya masih shock. Namun karena ingin tahu apa yang terjadi dia ikut masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Lorenzo.Mobil Lorenzo kemudian melaju meninggalkan rumah Fernando. Membelah jalanan yang sudah sepi menuju ke apartemennya. Di dalam mobil Lorenzo menjelaskan kronologi kejadian yang dialami oleh Shanaz. Meisya merasa iba."Kasihan sekali dia. Pasti dia menjadi sangat trauma," ucap Meisya dengan tulus."Itu sudah pasti. Maka dari itu aku mau mengamankannya sementara waktu di apartemenku," sahut Lorenzo.Meisya mengangguk. "Aku setuju."Mal