Selamat membaca, jangan lupa tinggalkan jejak ya. Makasi udah mampir. Semoga suka. **"Kasman, kamu tau, alamat Bu Dian di Tegal? Rencana Saya, nanti malam kita berangkat. Saya mau menemui Bu Dian langsung," ucap Mba Sri pada Kasman melalui sambungan telepon."Siap, Bu. Saya tau.""Tolong tanggung jawab kamu di gudang dan di warung sayur, kamu alihkan dulu ke yang lain. Ini Saya juga sedang minta izin dari Bapak. Untuk kepastiannya, nanti Saya hubungi kamu lagi, ya.""Mudah-mudahan Bu Dian mau menemui Saya, biar masalah ini segera selesai," gumam Mba Sri sambil menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya. ***"Ini, Bu. Alamat rumah Bu Dian," Kasman menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah sederhana. Rumah khas pedesaan yang materialnya terbuat dari kayu, halamannya cukup luas, di sekelilingnya ditanami tanaman apotik hijau beraneka jenis. Terletak di pedesaan, tepatnya berada di kaki gunung Slamet. Sejauh mata memandang, tampak beberapa bukit hijau yang sebagian ditanami sayu
Mba Sri sedikit terkejut dengan sikap Bu Dian, tapi ia berusaha tetap menjaga emosinya, "Maaf Bu, kalau kedatangan Saya menganggu, Saya cuma berniat untuk silaturahmi, saya ga mau masalah yang sebenarnya saya juga belum tau apa, menjadi berlarut-larut. Makanya saya datang ke sini, karena saya telepon, Bu Dian juga tidak ada tanggapan." Mba Sri menjeda kalimatnya, "Jadi tolong, Saya mohon jelaskan, ada masalah apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba sikap Bu Dian berubah sama Saya?""Bukannya Mba Sri sendiri juga sudah tau dari Kasman?" Bu Dian melirik Kasman yang duduk di sebelah kirinya. "Jadi benar, Bu Dian marah sama Saya, karena kerjasama baru perusahaan kami dengan klien, yang ternyata sebelumnya adalah klien perusahaannya Bu Dian?"Bu Dian hanya diam, tidak mengiyakan, tapi tidak juga membantah. "Begini ya Bu, soal kerjasama itu, jujur Saya ga tau menau, karena itu adalah urusan suami. Saya juga baru tau dari Kasman kalau ternyata perusahaan kami tidak sengaja telah mengambil klien
"Keluar dari rumah saya, sekarang!" usir Bu Dian masih sambil menangis. "Ga, Bu. Saya ga akan pergi dari rumah ini sebelum urusan kita selesai!" ucap Mba Sri tegas. "Sekarang, Bu Dian bangun, kita bicara baik-baik. Saya yakin, Ibu bisa berpikir jernih dan bisa menilai masalah ini dari berbagai sisi. Ibu harus mendengar juga keterangan dari Saya.""Saya sudah tidak mau berurusan dengan Mba Sri lagi, ga ada yang perlu kita bicarakan! Sekarang Mba Sri pergi dari rumah saya!" Bu Dian tetap dengan keputusannya, ia terlihat masih sangat emosi. Sepertinya Mba Sri datang di saat yang kurang tepat. "Saya lebih percaya dengan apa yang anak saya ceritakan, dan semuanya sudah jelas.""Mas, maaf siapa nama kamu?" tanya Mba Sri kepada sosok pemuda yang sedari tadi hanya berdiri diam di pojok ruangan, ia hanya melihat Ibunya tanpa ada pergerakan untuk membantu. "Gusti, Bu.""Jadi, perusahaannya Gusti yang menurut Bu Dian sudah kami rugikan?" Pemuda itu mengangguk pelan. "Bisa saya lihat laporan k
Pak Bagyo semakin naik darah. "Pak Rifai dan Bu Sri itu ga salah, mereka hanya mencoba menawarkan produk baru dari perusahaannya secara online di market terbuka, dan kebetulan klien kita tertarik, karena merasa produk yang kita kirimkan semakin lama semakin jelek kualitasnya. Tadinya aku malah mau minta bantuan, kok, ke mereka. Eh ini ... Ibu malah ngedarin edaran yang enggak bener tentang mereka." Pak Bagyo yang memang baru saja pulang ke rumah setelah beberapa minggu berada di luar negri merasa kaget setelah mendengar tentang semua hal yang terjadi, termasuk apa yang sudah Bu Dian lakukan. "Sekarang, gimana aku punya muka mau minta bantuan ke mereka? Hah, Ibu ini, udah bikin Bapak malu!" "Maafin Ibu, Pak. Ibu hanya berusaha untuk membantu. Jadi ketika Bapak pulang, Bapak sudah bisa bernapas lega. Ibu berpikir ini adalah salah satu tindakan yang tepat untuk memberi pelajaran ke mereka.""Tapi, pelajaran apa yang ingin Ibu berikan sama mereka? Kan, mereka ga salah, Bu. Masa pedagang
"Gusti!! Bicara yang benar, Kamu!" hardik Pak Bagyo marah. Gusti bukannya menjawab, malah terus menunduk, ia semakin ketakutan setelah dibentak keras oleh bapaknya. "Sudah, Pak. Ayo kita keluar, temui mereka." Bu Dian menarik tangan suaminya. Suasana di luar rumah Bu Dian sudah sangat ramai, para petani sayuran sudah berkumpul sambil membawa bertruk-truk sayuran hasil panen kebun mereka. Mereka menuntut Bu Dian untuk segera membelinya sesuai dengan apa yang pernah Bu Dian janjikan. Mereka juga membawa satu dirigen besar minyak tanah yang akan dipergunakan untuk membakar hasil panen mereka di depan rumah Bu Dian jika Bu Dian tidak segera menepati janji. "Sabar, Bapak-bapak. Saya akan berusaha menepati janji, Saya." ucap Bu Dian setenang mungkin, berkebalikan dengan suasanan hatinya yang juga sangat merasa ketakutan. Pak Bagyo suaminya, juga hanya diam, dan cenderung tak peduli dengan permasalahan yang disebabkan oleh istri dan anaknya. "Jangan janji-janji terus, Bu. Ini sudah ketig
"Minggu depan, Salsa mau pulang ke Indonesia, lho, Mas," ucap Mba Sri saat sedang menikmati makan malam bersama Mas Pai. "Oh, ya? Apa kuliahnya lagi libur? Kok tumben pulang?""Mas, ini, gimana, si. Anak sendiri pulang bukannya seneng, malah dibilang tumben. Kan Aku kangen, Mas, sama Salsa. Udah hampir setahun, ga, ketemu.""Bukannya gitu, Ma. Salsa, kan, emang paling males pulang, kalau ga beneran penting. Udah kerasan jadi bule, kayaknya dia," sahut Mas Pai sambil tertawa. Ia memang paling senang menggoda Mba Sri dengan menggunakan putri bungsu mereka, soalnya Salsa yang justru paling mirip Mba Sri, tapi malah yang paling tidak dekat dengan ibunya. Mba Sri lebih dekat dengan kedua putranya yang lain, sedangkan Salsa lebih dekat dengan ayahnya."Katanya, ia, sedang mengambil tugas akhir dan ia mengambil tema thesisnya tentang sayuran organik, ya udah dia pulang, sekalian ambil data.""Wah, bagus, tu, Ma. Cepetan deh, Salsa lulus, biar kita bisa cepetan istirahat. Nanti Dika yang men
Selamat membaca, jangan lupa subscribe, rate, love dan komennya, ya. Biar aku semangat. Makasi ya, udah mampir. semoga suka.**Setelah pulang dari London, Salsa langsung diminta untuk terjun ke perusahaan sayur organik milik orang tuanya, sembari ia mengumpulkan data yang diperlukan guna keperluan tugas akhirnya. Sedangkan Gusti, setelah masalah yang ia sebabkan di perusahaan orang tuanya kemarin dulu, Pak Bagyo khusus meminta Mba Sri, agar bersedia untuk melatih Gusti dalam hal membuat efisiensi laporan keuangan, sehingga tidak ada lagi pengeluaran tidak penting yang justru menyerap banyak anggaran, agar kejadian yang lalu tidak terulang. "Salsa, ini Gusti, anaknya Bu Dian. Sementara ini ia akan belajar tentang manajemen operasional di perusahaan kita. Karena Mas Dika masih di luar negeri, jadi sementara kamu dulu yang mendampingi Gusti selama di sini, ya," ucap Mba Sri kepada Salsa seraya mengenalkan Gusti. "Baik, Ma. Hai, Mas Gusti! Selamat datang di gudang kami. Silakan aja ka
"Mana?" Kasman melirik arah yang ditunjuk Coki dengan dagunya. "Oh, yang lagi sama Non Salsa?""Iya, Om. Siapa si? Kok kelihatannya mereka akrab banget.""Itu, Mas Gusti, anaknya Bu Dian. Tetangga komplek sini juga.""Oh, Bu Dian yang rumahnya di blok E paling pojok itu? Trus, dia lagi ngapain, Om? Dia kerja di sini juga? Kok, Coki baru lihat.""Dia lagi belajar sama Non Salsa. Udah dulu meratiin Non Salsanya." Kasman memutar balik badan Coki menghadap ke arah lain. "Gimana udah beres semua yang mau kamu kirim? Jangan sampai salah, lho. Kalau sampai ada pelanggan kamu yang komplain, Om, jewer nanti.""Beres, Om. Udah siap, kok. Tinggal berangkat."***"Tante perhatiin, belakangan ini penampilan kamu jadi makin rapi, Cok. Rambut disisir, pake pomade segala lagi, trus wangi banget, gini." Bu Rani memperhatikan penampilan Coki dari atas ke bawah sebelum kemenakannya iti berangkat berkerja."Coki, kan, emang selalu rapi, Tan. Tante aja yang baru merhatiin.""Alah, anak kecil mau bohongin
Selamat membaca, jangan lupa subs, rate, love dan komen di setiap babnya ya kak. Makasi udah mampir. Semoga suka. Alhamdulillah end ...! **Dua orang pemuda yang kini berada di taman belakang rumah Mba Sri hanya saling terdiam memandang pemandangan kolam renang di depan mereka. Sudah sejak lima belas menit berlalu, tapi tidak satupun yang memulai pembicaraan. Sang pria sedang berpikir apa yang sebaiknya ia katakan. Sedangkan sang wanita sedang menunggu kalimat apa yang akan keluar dari mulut sang pria. "Sebenarnya Pak Dika mau bicara apa?" tanya Askia memberanikan diri. Ia mencoba bertanya, agar degup jantungnya yang sedari tadi mulai berdentum tidak sampai terdengar oleh pria di sampingnya. "Gak, gak mau ngomong apa-apa," jawab Dika, yang akhirnya merutuki dirinya sendiri. "B*g*, kenapa gue malah ngomong gitu," batinnya.Alis Askia bertaut, lalu perlahan ia mulai bangkit dari duduknya. "Eh, kamu mau ke mana?" tanya Dika yang tiba-tiba juga ikut berdiri. "Mau ke dalem lagi, Pak.
Malam itu, Mba Sri sengaja mengundang Askia dan keluarganya untuk makan malam bersama keluarga mereka. Tak lupa pula Mba Sri juga mengundang keluarga Coki dan Bu Rani. Tapi karena Bu Rani dan Pak Ishak sedang ada acara lain, mereka tidak bisa hadir. "Mari Bu, mari kita langsung ke ruang makan saja," ajak Mba Sri pada Ibu Askia. "Askia kamu ajak adik-adikmu makan, ya.""I-i, ya, Bu," jawab Askia sambil terbata. Ia masih merasa malu dan canggung berada di tengah-tengah keluarga Dika. Pagi itu, saat Dika memberitahu kalau Mba Sri mengundang ibu dan ketiga adiknya untuk makan malam di rumah mereka, Askia sempat bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa, sedangkan untuk menolaknya Askia juga tidak berani, karena yang mengundangnya langsung adalah Dika. ***"Makasi banyak, ya, Pak, udah mau mengundang Ibu dan adik-adik saya untuk makan malam di sini," ungkap Askia. "Hmm. Mama yang nyuruh saya untuk ngundang kamu! Saya juga ga tau maksudnya apa!" Dika menjawab ketus. Raut wajah Askia
"Gimana, Dik, hasil kunjungan kamu kemarin ke rumah Askia? Benar kondisi keluarganya seperti yang kemarin kamun ceritakan?" tanya Mba Sri di tengah aktivitasnya membaca laporan hasil penjualan perusahaan sayur milik mereka per hari ini. Ia sibuk menaik turunkan mouse yang ada di tangan. Matanya menatap lekat ke layar datar di hadapan, sambil sesekali menautkan alis.Saat ini, Mba Sri dan Dika sedang berada di ruang kerja Mba Sri. Mba Sri duduk di kursi kulit berwarna hitam yang terletak tepat di sisi jendela, sedangkan Dika duduk di sofa panjang yang ada di tengah ruangan, yang jaraknya sekitar satu meter dari meja kerja Mba Sri. "Bener, kok, Ma. Kemarin waktu Dika kasih beasiswa itu untuk Askia dan ketiga adiknya, Ibu mereka menangis, ia sampai memeluk Dika kenceng banget,"jawab Dika yang juga sedang asik membaca surat kabar di tangan. Mba Sri tidak merespon jawaban Dika tadi, ia masih serius memperhatikan layar laptop di depannya. Dika yang sudah selesai membaca koran, lalu men
"Eh, Pak. Bukan, bukan siapa-siapa, kok? Saya tadi cuma lagi ngomongin aktor Korea aja." Alis Kasman bertaut. "Lee Min Ho. Iya, Lee Min Ho. Dia itu kan ganteng, tapi sayang, galak."Askia berusaha untuk meyakinkan Kasman. Kasman menggeleng pelan. "Kamu itu ada-ada aja, ngapain pake jauh-jauh mikirin aktor Korea yang ga kamu kenal sama sekali. Sudah sana cepat kerja, kamu udah hampir telat!"Askia menghela napas lega, senang kalau Kasman tidak mencurigai sikapnya tadi. Tapi di wajahnya masih menampakkan senyum bahagia karena masih terus teringat akan ulah Dika tadi. ***Sementara itu, Dika di dalam kantornya berusaha untuk mencari tahu informasi lebih lanjut mengenai gadis bernama Askia yang sejak semalam suka menabraknya itu. Ia ingin tahu se-menyedihkan apa kehidupan sehari-hari karyawati yang belum lama ini bergabung di perusahaan sayuran milik kedua orangtuanya. Akhirnya lembaran yang ia cari sudah berada di tangan, "Jadi dia sudah tidak punya ayah. Anak pertama dari empat ber
Sebelum membaca mohon bantuannya untuk vote ya Kak. Makasi***Acara pertunangan Salsa dan Coki semalam, menyisakan sedikit gerimis di hati Dika, sang kakak tertua. Ia merasa kalau adik yang selama ini dimanjakan akan segera mempunyai orang lain yang bisa lebih diandalkan dibanding dengan dirinya. Berbeda dengan saat Salsa dulu bertunangan dengan Ardan, pertunangan Salsa dengan Coki kali ini justru membuat Dika yakin, kalau Coki memang adalah jodoh Salsa dan secara pribadi ia sudah memberikan restunya kepada Coki."Pas ntar Salsa nikah, yah, jadi kesepian deh, Gue. Siapa lagi cewek yang mau gue pamerin ke temen-temen kalau ada undangan acara ngumpul-ngumpul? Masa iya ngajak Mama," batin Dika. "Maaf, maaf, Mas. Saya ga sengaja."Seorang gadis tiba-tiba menabrak tubuh Dika, saat itu Dika memang sedang merenung sendirian di taman samping rumah, memikirkan nasibnya jika nanti Salsa menikah. Dika sempat terhuyung sebentar. Untung saja saat itu ia tidak sedang membawa minuman seperti sema
"Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja," ucap Askia lagi seraya menangkup kedua tangan di depan dada. "Maaf, maaf! Kamu pikir dengan minta maaf baju saya bisa bersih lagi? Mana bentar lagi tamu udah pada dateng." Dika menjeda kalimatnya. "Siapa nama Kamu? Karyawan di bagian apa? Mulai besok, kamu ga usah datang lagi untuk bekerja! Kamu di pecat!"Tangis Askia seketika pecah, tubuhnya sampai melorot ke bawah."Dika, ada apa, Nak? Kenapa kamu teriak-teriak begitu?"Mba Sri dan Kasman yang mendengar suara keras Dika seketika datang menghampiri. Kasman bahkan segera menyuruh Askia untuk segera berdiri. "Ini lihat, Ma. Baju Dika sampai kotor begini gara-gara dia!" Tunjuk Dika pada Askia yang masih menangis."Maaf, Bu. Tadi saya ga sengaja menabrak Pak Dika. Saya sedang terburu-buru."Mba Sri menghela napas. "Ya sudah, Dika. Dia, kan, sudah minta maaf. Ga enak didengar banyak orang kalau kamu marah-marah begitu. Sekarang, cepat ganti bajumu sebelum para tamu da
Sebelum membaca, mohon bantuannya untuk vote ya, Kak. Makasi sudah mampir. ***Kediaman Mba Sri sudah dihias sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan keluarga Bu Rani.Tidak mewah, tetapi cukup meriah untuk menandakan kalau di sana akan berlangsung acara istimewa. Mba Sri dan Mas Pai beserta dengan ketiga anaknya sudah tampil rapi. Mas Pai, Dika dan Edo terlihat semakin tampan dengan mengenakan seragam keluarga bermotif batik. Seragam yang terbuat dari bahan satin silk berwarna hijau lumut. Sedangkan Mba Sri dan Salsa tampil cantik dengan mengenakan kebaya modern berbahan brokat kombinasi ceruty berwarna hijau daun pisang. Menurut kesepakatan kalau keluarga Coki akan datang pada pukul tujuh malam. Acara akan dimulai dengan acara lamaran dilanjut dengan acara makan malam intim kedua keluarga. Kasman ditunjuk oleh Mba Sri sebagai penanggung jawab acara. Kasman meminta bantuan dari para staff karyawan yang lain untuk mengurus dekorasi dan konsumsi. Ada salah seorang staff bagian p
Prodika Adduha RifaiMeski lahir dari keluarga pengusaha kaya, ia tetap mau belajar dan kerja keras sehingga mengantarkannya ke tangga kesuksesan. Ia memiliki tanggung jawab besar membesarkan perusahaan sayur mayur organik milik kedua orang tuanya.Pria kelahiran Jakarta, 01 Januari 1985 ini biasa dipanggil Dika. Ia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Asri Sekali dan Ahmad Rifai. Sejak kecil, kakak dari Edo dan Salsa ini sudah dikenalkan nilai-nilai kewirausahan dan kesederhanaan. Ia dibesarkan dalam nilai-nilai bisnis oleh ayah dan ibunya.Ia lulus Sekolah Menengah Atas pada usia 17 tahun. Setelahnya, ia mengambil gelar sarjana di Cambridge Judge Business School, University of Cambridge, London. Dilanjutkan dengan menempuh gelar master dan doktor di universitas yang sama. Ia berhasil meraih gelar Doktor pada usia 27 tahun.Karena sifatnya yang tegas, detail dan penuh ketelitian, Dika diberi kepercayaan oleh kedua orangtuanya untuk memimpin perusahaan, terutama d
Dika merasa sedikit terkejut dengan rencana usaha yang akan Coki dirikan, menurutnya itu luar biasa, karena seorang seperti Coki bisa terpikir sampai ke arah sana. ***"Tante, bisa minta waktunya sebentar, ga? Ada yang mau Coki sampaikan," ujar Coki kepada Mba Sri. Siang itu, setelah jam istirahat makan siang, Coki sengaja menemui bossnya di ruang kerjanya. Ruang kerja yang terkadang dipergunakan oleh Dika. "Oh, kamu, Cok. Bisa, bisa. Sini masuk aja dulu, tapi mohon tunggu sebentar ya, Cok. Masih ada yang harus tante kerjakan. Tanggung bentar lagi selesai. Ga lama, kok. Paling cuma lima belas menitan.""Ok, Tante, Siap. Kalau gitu Coki tunggu di gudang aja dulu. Lima belas menit lagi, Coki ke sini.""Ok."***"Umm, Tante si senang dengan niat kamu, Cok, malah tante bangga banget sama Kamu. Tante ga nyangka kalau Kamu punya pemikiran sejauh itu. Tapi yang tante sedihkan, nanti siapa yang akan menjadi pengganti kamu, ya. Maaf, Cok, kayaknya Tante ga bisa mengabulkan surat pengusiran