Terima untuk selalu meninggalkan rate, like dan follow juga ya temen-temen readers sebab karya ini author ikutkan lomba. selamat membaca semoga terhibur.
Pov RistiaMalam itu di sebuah minimarket, kulihat lagi dirinya. Pria yang rupa dan namanya masih bertahta di hatiku dengan kokoh. Bertemu lagi setelah tiga tahun lamanya, tanpa kabar dan berita. Namun debaran yang kurasa masih tetap sama.Sakha Abimanyu. Pria pertama yang membuatku jatuh cinta, sejak di bangku kuliah. Namun keadaan ekonomi orang tuaku yang tak stabil, membuatku harus rela di jodohkan dengan seorang duda, yang usianya hampir sepantaran dengan Bapak.Meski telah menikah dengan pria lain, namun hatiku tak mampu menggeser rasa cinta yang ada untuk mas Sakha. Aku sangat mencintainya sejak dulu hingga kini. Dia pria pertama yang bertahta di hatiku. Aku pun dulu menjadi wanita pertama di hatinya. Namun kisah cinta kami begitu rumit.Bahkan pertemuan cinta kedua kami bukanlah hal yang patut ditiru. Aku bahkan merendahkan harga diriku, menjadi perempuan binal di hadapanny. Sebisa mungkin kubuat dirinya lelah di ranjang hotel tempat kami memadu kasih. Bahkan setelah Fardi, adi
“Mas...kamu...”Ristia kaget saat melihat Sakha menahan motornya. Tak menyangka Sakha menghampiri dirinya. Berusaha ditahannya kegugupan yang melanda. Gugup dan berdebar “Boleh bicara sebentar?” Sakha bertanya sambil berusaha menyentuh lengan Ristia yang memegang kemudi motor. “Maaf Mas, jangan sentuh!” pinta Ristia sambil menarik pergelangannnya. Sakha terhenyak sesaat. Dia seperti bertemu Ristia yang dulu, lalu rasa bersalah menghinggapi hatinya sesaat. Bukankah dulu wanita ini sangat tertutup, lalu cinta remaja di antara mereka telah mengubah sosok Ristia menjadi liar, sebab nafsu kadang tak mampu mereka kendalikan. Tiga tahun barulah berjumpa kembali, tentu banyak hal yang telah terjadi dalam hidup mereka, banyak hal membawa mereka kearah jalan hidup entah yang lebih baik ataupun yang lebih buruk. Namun begitu, Ristia masih saja deg – degan bila berdekatan dengan Sakha. Sedalam itu perasaan wanita ini terhadap cinta lamanya. “Kamu apa kabar?” Sakha mengajak Ristia duduk di kur
Mirwan langsung memboyong Andira ke rumah miliknya yang ada di kota. Tak banyak yang tahu bila pak guru ini punya rumah di salah satu perumahan yang ada di kota ini. Di kompleks Villa Mutiara Mas. Perumahan tipe 45 dengan satu kamar di atas dan dua kamar dibawah. Rumah ini tak besar bahkan jauh dari kata mewah seperti yang ditempati Andira dulu saat bersama Sakha. Ini pun hanya rumah bekas yang dibeli Mirwan secara cash, lalu merenovasi sedikit. Namun, meski demikian, rasa bahagia tetap disyukuri oleh pasangan ini. Sebesar atau semwah apapun rumah, bila tidak ada kebahagiaan didalamnnya, tetaplah rasa sukar di hati.Disinilah tempat mereka bermulan madu. Bukan di rumah mewah, bukan pula di luar kota atau di hotel berbintang. Cukup di rumah sendiri, menciptakan kebahagiaan dan hal romantis lainnya.Tadinya Mirwan hendak mengajak anak – anak mereka. Irina dan Zafian. Namun ibunya melarang. Bu Juriah dan bu Norma yang menemani Irina dan Zafian. Kedua orang tua itu mengerti dengan kondisi
Angin pagi berhembus pelan, menggoyangkan dedaunan di setiap tangkai pohon ketapang yang tumbuh di pinggir perumahan itu. Dingin menyusup kedalam kulit, menandakan musim kemarau sudah akan datang. Sebab pagi akan terasa sangat dingin, namun ketikan siang, maka dinginnya angin akan berganti dengan teriknya mentari. Panas yang membawa angin, menerbangkan dedaunan yang gugur semalam. Suasana romantis dan intim selama tiga hari ini dinikmati dengan rasa puas oleh pasangan pengantin baru. Andira dan Mirwan. Meski rasa canggung masih ada, namun Mirwan yang selalu berinisiatif untuk mendekati, menyentuh ataupun memeluk Andira. Berusaha menghilangkan rasa canggung diantara mereka. “Sayang, mau sarapan apa?” Mirwan yang menanyai Andira, sebab istrinya itu belum tahu tempat – tempat makan yang ada disini. Tiga hari ini nyaris tak pernah keluar rumah. Hanya dua kali, Mirwan membawa Andira ke minimarket di depan kompleks perumahan itu untuk membeli beberapa keperluan mandi mereka. Selebihnya mer
Gerimis turun di pagi ini, membawa angin yang sesekali bertiup, menyebabkan rinai hujan kadang meliuk mengenai jendela kaca, meninggalkan titik air yang enggan beranjak. Dengan daster sebatas paha tanpa lengan, Andira sibuk berkegiatan di dapur, walau hanya masak nasi dan membuat dua gelas teh hangat untuk sarapan mereka,sebab masih ada ayam semalam yang mereka beli untuk lauknya. Ayam yang rencananya akan dibawa ke desa untuk anak-anak mereka. Namun rencana yang telah dijalani separuh, harus putar haluan kembali. Sebab hujan yang mendera bumu dengan derasnya, cukup menghalangi pandangan magrib kemarin. Sesampai di masjid An-Nur batas kota, Mirwan menepikan mobil untuk menunaikan sembahyang magrib dan istirahat sejenak menunggu hujan agak mereda. Namun setelah selesai sembahyang pun, hujan hanya memelan sebentar, kemudian turun lebih deras dari sebelumnya. Jalanan yang cukup curam, tentu membuat khawatir jika melanjutkan perjalanan di malam hari. Lalu saat menunggu hujan mereda sejen
Bu Marwiah terus menangis di pelukan Andira. Tubuhnya terlihat jauh lebih kurus dari terakhir yang Andira lihat.“Maafkan mama Ra, maafkan Sakha sudah menyakiti kamu nak!” Ucap bu Marwiah terbata – bata.Netra Andira ikut berembun melihat kondisi mantan mertuanya itu. Sementara Sakha yang berdiri di seberang ranjang pasien hanya tertunduk sedih dengan hati yang dipenuhi penyesalan. Di seberang ada mantan istrinya yang tetap sudi datang menjenguk mamanya, mantan istri yang menjadi menantu kesayangan mamanya meski lama baru bisa memberi cucu. Mantan istri yang akan telaten merawat mamanya bila sakit ataupun lelah menjaga kios sembako milik mereka. Andiralah yang akan sigap menangani semua. Semua disadari Sakha setelah terlambat. Bahan sangat terlambat, seban Andira sekarang ada yang memiliki.Sekarang Andira tak datang sendiri. Hari ini Andira berdiri di depan Sakha bersama seorang pria yang tampak begitu menyayanginya, pria yang mampu meredam rasa cemburu pada mantan suami, istrinya. P
Bu Marwiah tadi sempat membuka matanya saat Andira dan Mirwan datang menjenguk bersama Zafian dan Irina. Sakha yang meminta Andira datang membawa Zafian, sebab kondisi bu Marwiah yang semakin menurun. Setelah didiagonasa oleh dokter, ternyata bu Marwiah mengalami komplikasi Hipertensi, jantung dan HB yang rendah. Bahkan Semalam sempat di transfusi darah satu kantong.Mirwan yang kebetulan bergolongan darah A sama dengan bu Marwiah, tadi ikut juga menyumbangkan darahnya juga satu kantong. Tak lupa Sakha mengucap terima kasih atas bantuan sukarelanya tadi.“Nenek kenapa ma?” tanya Zafian polos, saat melihat kondisi bu Marwiah, sang nenek yang terlihat makin kurus dengan selang infus menancap di tangan sebelah kanannya. Meski tak tinggal serumah, namun ingatan Zafian akan neneknya ini sangat jelas. Sebab beberapa kali, Andira dan Mirwan mengantarkan bocah ini untuk menginap bersama papa dan neneknya bila hari libur. Tentu saja, perlakuan Bu Marwiah yang begitu menyayangi cucunya ini,
Andira hanya tertunduk menahan sebak yang membuncah di dada. Berusaha menahan embun yang mengaca di netra coklatnya.berapa kebohongan lagi yang harus di dengarnya. Meski cukup lega namun luka jelas terjejas. Ingin marah pun sekarang tak ada guna, sebab dirinya sudah menjadi istri dari pria lain. Bukan lagi pria yang menyakiti dan mengkhianatinya sepanjang pernikahan pertama yang dijalani. Mata bening wanita berwajah teduh itu telah berkaca namun genggaman sang suami yang semakin erat memberikan kekuatan dan perasaan yang berusaha ikhlas.“Mengapa tak jujur dari dulu, Mas?” Andira menahan nyeri yang tiba-tiba menyerang. Bukan sebab ingin mengenang, namun yang namanya kenangan tetap akan tersisa. Apalagi kenangan yang meninggalkan luka.“Maafkan saya, Andira.” Sakha merapal nama mantan istrinya, dengan bibir yang berusaha menahan getar.Hening sejenak. Menjeda waktu. Berharapa kejujuran yang baru sekarang terungkap, dapat membalut luka yang mungkin hampir sembuh. Sebab tak ada luka peng
Sampai juga cerita Syamira mengenai kisah hidupnya yang berhubungan dengan Andira, mama sambung menantunya ini. Air mata Irina tadi jatuh saat mengetahui kejadian sebenarnya bertahun silam. Dulu yang ia ingat ia masih kecil saat guru mengajinya sudah bertambah menajdi dua, ada bunda Dira. Entah mengapa perasaanya selalu ingin dekat dengan bunda Dira saat itu.Meski akhirnya Andira menjadi ibu sambungnya, namun tak sekalipun Andira menceritakan pengalaman pahit hidupmnya pada anak-anaknya. Entah kepada ayahnya. Mungkin mama Andiranya menceritakan, sebab di awal-awal pernikahan mama Andira dan ayahnya, beberapa kali ia lihat wajah sembab Andira seperti habis menangis, dan pernah sekali ia melihatnya ayahnya memeluk, dan menenangkan mama Andira sewaktu petang di musim hujan beberapa tahun silam.Irina tak menyangka setega itu papa Sakha memperlakukan mamanya Andiranya dulu.Irina masih terisak di pembaringan saat Abian mendekati dirinya di pembaringan empuk mereka.“Sayang, sudah, kita d
Petang itu Syamira mengecek jumlah tabungannya, sudah diniatkan bersama suaminya insya Allah tahun depan dirinya akan mendaftar umroh bila tabungannya sudah cukup.“Assalamualaikum,” terdengar suara Hadi mengucap salam. Rupanya pria rupawan nan bijaksana itu baru saja pulang mengecek kesiapan panen hari rabu lusa.Syamira menyambut suaminya dengan senyum yang merekah, sudah 55 tahun namun tetap cantik dan ramping.Hadi masuk dan memeluk tubuh ramping milik istrinya itu.“Wangi, habis keramas ya,?”“ He em.”“ Tumben keramas sore, biasanya subuh.” Hadi menggoda Syamira sambil memainkan rambut istrinya.“Tadi siang ada yang bikin junub soalnya.” Syamira membalas guyonan suaminya itu sambil menyandarakan kepala di dada yang masih saja bidang meski sudah berumur.“Berapa kali dibikin junub tadi?” Hadi memeluk erat menghirup wangi shampo yang menguar dari rambut sepunggung istrinya.“Dua kali, sampe capek aku Mas.” Kata Syamira manja.Hadi terkekeh mendengar ucapan istrinya. Akhir – akhi
“Mas, aku marah lho kamu giniin aku,”. Nafia berusaha memukul dada suaminya yang tak berhenti menghentaknya dibawah sana. Bau alkohol yang tercium semakin menambah rasa muak Nafia.“Maaf sayang,” Arga menciumi wajah istrinya dengan tatapan bersalah. Sakha breng*sek, tadi memaksa Arga menemaninya minum. Rumah tangga kawannya itu sedang diujung tanduk. Istrinya meminta cerai saat dirinya ketahuan selingkuh. Berkali istrinya keguguran, berkali pula Sakha bermain api dengan wanita yang sama.Niatnya tadi Arga dan Rasyid menemui Sakha hendak memberikan pandangan agar mempertahankan rumah tangganya. Bukan apa – apa Andira, istri Sakha itu telah menjadi teman Nafia juga. Nafialah tempat dirinya mencurahkan kesedihan hatinya.Lalu mengapa dia tergoda menenggak minuman haram itu, entah dengan Rasyid, minum atau tidak. Sehabis minum satu kaleng bir, Arga bergegas pulang menemui istrinya.Dan inilah akibatnya, anti depresan dari alkohol yang ditenggak malah semakin menambah libidonya.Sial*n me
Arga dan Nafia bersiap bulan madu ke salah satu hotel di pinggiran kota yang terkenal dingin.Papa Dan mamanya memberikan hadiah amplop bulan madu untuk mereka berdua.Tak ingin jauh karna Arga hanya cuti seminggu dan Nafia mengambil cuti tahunannya.“Pulang nanti bawa cucu buat mama dan papa ya.” Syamira menggoda anak dan menantunya.Nafia yang sudah merona mendengar godaan mertuanya.Mereka semua mengantar pengantin baru itu ke depan, Kecuali Azlam dan Abyan.Azlam menemani Abyan mengecek motor ninja hitamnya yang sering mogok berapa hari ini.Pukul sembilan malam Azlam duduk di teras samping rumah, menghisap sebatang nikotin, hal yang dilakukan saat dia sedang memirikan masalah.Khamila yang melihat kakaknya duduk sendiri, mendapati rasa mengalah di wajah itu.Khamila mengerti.Rasa mungkin ada namun mau diapa bila jodoh tak ada.Didekatinya Azlam lalu duduk di sebelahnya.“Nanti kukenalkan pada temanku kak, Cemara namanya. Kerja sama aku di apotik.”“apaan sih kamu dek.”“kenalan
“Kasi tahu aku nomor telepon orang tua kakak, biar kuhubungi please.” Azlam panik melihat korbannya seorang wanita berseragam salah satu apotik dua puluh empat jam itu.“Nggak usah dek, kakak nggak apa – apa, ini cukup diperban dan minum obat anti nyeri, nanti lukanya akan sembuh.”“Kamu juga harus diobati, kamu juga terluka.” Pelan suara gadis ini.Bisa – bisanya gadis ini mengkhawatirkan penabraknya, padahal yang jadi korban adalah dirinya.“Ku telepon mama dan papa dulu.” Ucap Azlam cepat, lalu segera keluar menghubungi nomor mamanya.Gadis itu mengangguk saat Azlam mengambil ponsel dan keluar menelpon orang tuanya.Efek dari obat yang diminum tadi membuat gadis itu mengantuk lalu tertidur tanpa menyadari kalau orang tua yang menabraknya sudah berdiri di samping brankarnya.Dan seseorang yang kerap menganggu mimpinya pun ada di dalam kamar itu.Ya dia adalah Nafia, gadis yang dicari Arga selama ini, gadis yang kerap mengganggu mimpinya.Alam begitu baik, bekerja untuk manusia – man
Bab. 56Rembulan berlaluHati masih bertaluBaru kusadariAku kiniKehilanganmuSebait lagu terdengar dari ponsel pintar seorang pemuda tanggung yang baru saja lulus Sekolah Menengah atas.Entah mengapa dia merasa kehilangan gadis polos nan pendiam yang dulu merawatnya sewaktu terluka saat latihan basket di Sekolah Menengah Pertama.Dia merindukannya meski beberapa tahun telah berlalu, dan usia mereka bukan lagi tiga belas tahun.Mungkin rupa pun ada perubahan.Arga.Putra sambung Syamira ini tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan rupawan dengan tubuh tinggi yang terjaga.Tentu banyak gadis di sekolahnya yang menggilainya, namun satupun gadis – gadis berpenampilan modern itu yang nyantol di hatinya.Dia mencari gadis sederhana dengan baju kedodoran dengan rambut panjang dikuncir kuda, atau mungkin tak lagi dikuncir, mungkin dipotong pendek, memakai jepitan rambut atau....mungkin telah tertutup hijab rambut itu.Tiga tahun lalu Syamira melahirkan seorang bayi laki – laki dengan jalan ope
“Mas udah dong,” pinta Syamira lirih saat untuk kali kedua di tengah malam ini meminta menuntaskan hasrat.Syamira tak keberatan karna memang kewajibannya sebagai istri tak boleh mengabaikan penyaluran birahi suaminya. Apalagi usia empat puluh begini, semangat laki – laki kembali seperti usia dua puluhan.Namun durasi yang kedua ini membuatnya lelah. Sungguh perkasa suaminya ini.“Mas...” Syamira kewalahan.“Ahh bentar sayang,” Hadi melanjutkan hentakannya. Bulir peluh mereka menyatu di tengah malam yang dingin itu.Syamira yang merasa gemas dengan tingkah suaminya, bermaksud menggoda suaminya, di usapnya dada dan jarinya bermain di puncak dada itu.Hadi menggeram menahan nikmat karna perlakuan Syamira barusan.Hingga satu hentakan terakhir yang begitu kuat mengakhiri pengejaran cintanya malam ini.Hadi mengusap peluh di dahi istrinya lalu mengecup dengan mesra, setelah mencapai tepian hasratnya. Selalu begitu, memperlakukan istrinya dengan sayang, menanyai istrinya sudah cukup atau
“Tahan bentar ya, lukamu harus diobati dulu,” seorang gadis berseragam putih biru yang sedang piket di ruang UKS sedang mengambil obat merah dan alkohol.Arga sesekali mencuri pandang pada gadis dengan nametag Nafia Almayra, rambut panjangnya dikucir kuda dengan jepitan di bagian poni semakin mempermanis wajahnya.“Ssshh.” Arga meringis menahan perih saat gadis bernama Nafia itu membersihkan lukanya dengan alkohol.“Kalau perih bilang ya, aku akan pelan – pelan bersihinnya.”“Iya ini perih banget.”“Sabar, nanti boleh ke rumah sakit habis ini.” Telaten Nafia membersihkan luka Arga.Arga menatap wajah Nafia saat gadis itu hendak membalut lukanya dengan perban. Sesaat tatapan mereka bersirobok. Arga merasakan ada yang lain di hatinya, entah apa itu.Nafia memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu.“Kamu sendiri ya, yang lain mana?” Arga bertanya karna tak melihat petugas piket yang lain.“Iya, aku sama Isma sebenarnya anak kelas 7.B, Cuma dia lagi ulangan mate-matika hari ini.“Ou
Braakk!...Hadi membanting meja tepat di depan Siska.“Apa maksud kamu mengirim gambar saya dan mbak Ria ke istri saya?.” Hadi membentak Siska tepat di saat ayahnya datang hendak menyambutnya. Dikiranya Hadi ada perlu dengan beliau.Hadi sengaja datang ke rumah orang tua Siska untuk memberi pelajaran pada perempuan rese itu.“Ga..gambar apa mas?, jangan sembarangan kamu nuduh aku.”“Oh enggak mau ngaku rupanya, apa perlu saya bawa ponsel istri saya dan tunjukin chat kamu yang kurang ajar itu.” Wajah hadi memerah dan tegas berucap.Entah bagaimana Siska ini, saat Hadi semarah ini pun dia masih kagum. Dilihat ketegasan di wajah pria itu, punya prinsip dan penyayang di waktu yang bersamaan. Sifat Hadi ini juga yang membuat dia tergila – gila, padahal sedikitpun Hadi tak pernah meresponnya. Bukan Hadi tak menyadari kalau Siska menyimpan rasa untuknya, namun sepak terjang Siska di luar sana diketahuinya. Dia ingat pernah melihat Siska jalan bersama pak Broto masuk ke hotel tempat Hadi meet