“Siapa yang beraninya mengambil makananku di sini!” teriaknya lagi.
Arya terus mendongak, memindai daerah di sekitar hutan yang bisa terjangkau oleh pandangannya. Namun, dia tak menemukan apa pun. Hanya saja, dia merasa bahwa suara itu sangat dekat dengannya.
Brug!
Arya menoleh ke belakang, dan dia mendapati Dida tersungkur ke tanah. Dida mengangkat kepalaya dan mata hitamnya membelalak maksimal.
“A-Arya,” ucapnya lirih. Telunjuknya itu di arahkan ke satu titik di atas sana. Tangan kanan Dida terlihat bergetar hebat.
Arya langsung memperhatikan ke mana Dida menunjuk. Sontak mata Arya pun langsung membulat. Tubuhnya seketika menengang, sampai-sampai dia tidak bisa bergerak sama sekali.
“Keluar kalian! Aku bisa mendengar suaramu!” raung makhluk itu lagi.
Ternyata benar, sosok itu adalah seorang monster. Di lihat dari perwujudannya; kepala besar, mata dan mulut pun besar, gigi bertaring tajam. Arya men
Tak membantah perintah dari Arya, Dida pun hanya mengangguk dan langsung berlari dengan cepat. Sedangkan Arya dan Idun berhenti, lalu saling bertatapan.“Tes drive, lo keluarin satu item yang lo ambil dari hutan itu,” bisik Arya. Idun hanya mengangguk dan langsung mengeluarkan item yang baru saja diambil olehnya beberapa saat lalu. Sedetik kemudian dia langsung melemparkannya dengan sekuat tenaga. Mata monster itu bisa menangkap apa yang dilempar oleh Idun. Labu! Mata monster itu langsung berbinar. “MAKANANKU!” pekiknya, yang kemudian lidahnya itu terulur. Menangkap labu besar itu dengan cara melilitnya. Dengan cepat, buah labu itu ditarik oleh lidahnya yang ternyata bisa memanjang, dan dia langsung melahapnya.“Mana makananku yang lain?!” berang Tao-Tie. Monster itu tidak bodoh, dia tahu bahwa Arya dan Idun masih menyembunyikan sebagian besar makanan yang diambil tanpa seizinnya. Ah, lagi pula, jika mereka meminta izin
“Lo yang nyuruh dua jam, tapi lo yang telat tiga puluH menit!” Bukannya disambut dengan baik, Reza malah menyindir Arya. Dua anak laki-laki itu baru saja datang dan bergabung bersama dengan anggota timnya yang lain. “Ish! Aku, kan, udah bilang, Za. Kalau kita ini ketemu monster!” sanggah Dida. “Monster apa? Kita aman-aman aja, tuh?” Reza membandingkan dengan timnya. “Ah, udahlah, Bang Reza. Lo nggak lihat, Arya sama Idun mukanya kelelahan gitu?” timpal Angel. Dia mengeluarkan dua kendi botol dan diberikan pada Arya juga Idun. “Thanks,” ucap Arya. Dia langsung menengadahkan kepalanya dan segera meminum air dalam botol tersebut. Ah, rasanya segar sekali. “Arya, gimana persediaan makannya aman, kan?” tanya Dida sedikit khawatir. Mendapat pertanyaan itu, raut wajah Arya berubah. Dia hanya menghela napas. “Kenapa lo kayak hopeless gitu? Jangan-jangan lo nggak bawa apa-apa?” serang Reza lagi, kini nada bicaranya naik satu okt
Sejak diperjalan tadi, Arya terus merubah rute perjalanannya. Rekan satu timnya terus mempertanyakan hal itu. Namun, Arya hanya berkata bahwa mereka harus mengikuti perintahnya.Kesal, karena tak mendapat jawaban yang memuaskan. Angel pun marah pada Arya, dia menuntut penjelasan, kenapa Arya terus merubah rute perjalanannya. Padahal di dalam sistem sudah diberi tahu rute yang harus mereka tempuh, agar bisa sampai di tempat tujuan mereka, Kekaisaran Dainiku.“Ya, lo yakin, kan ini jalan yang bener?” tanya Angel ragu.Arya mengangguk. “Tenang, Jel. Ini jalan pintas yang gue maksud,” jawabnya.Angel mendadak tak yakin dengan ide Arya. Pasalnya sejauh mata memandang, dia hanya melihat laut lepas. Dia masih ingat betul, jika mereka mengikuti arahan sistem, mereka tidak akan menemui lautan, hanya sungai biasa.“Lo nggak berniat buat kita pakai jalur laut, kan?” tanya Angel lagi.“Sayangnya gue nggak bisa j
“Ini apa?” gumam Arya yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia mencoba memperbesar layarnya, guna mengetahui titik berwarna merah itu. “Wah! Ini titik tim lain!” pekik Arya.Ya, saat Arya mencoba memperbesar, dia bisa melihat tulisan Grim Reaper—yang ada di depan, dan Speed Hunter—yang ada di belakang. Berarti kalau begitu jarak antara ketiga tim ini sangat dekat. Dan satu hal yang membuat Arya senang, Ravens Destroyers lebih unggul dari Speed Hunter—ranking ke-2 saat misi kedua ini dimulai.Saat ini, memang leaderboard belum di-update, masih menampilkan data yang lama. Jadi, Ravens Destroyers masih berada diurutan ketiga. Walau begitu, mengetahui kondisinya saat ini, cukup membuat Arya senang. Untung saja dia bisa mencari jalan pintas.“Huek!” Tiba-tiba saja Dida memuntahkan isi perutnya. “Ahhh… sial! Kenapa harus muntah? Sayang, kan, ini makanan.” Dida meratapi isi perutnya yang sudah
Keesokan harinya mereka bangun sedikit terlambat, tak terkecuali Arya. Buru-buru dia mengecek keberadaan tim lain—Grim Reaper dan Speed Hunter. Arya berdecak, dia melihat sekarang ada tiga tanda merah di dalam petanya. Ia mencoba memperbesar ukuran peta, ingin mengetahui tim mana yang berada di dekatnya. Ternyata Speed Hunter kini menyalip mereka lagi, dan di belakang Ravens Destroyers terdeteksi dua tim dengan peringkat 4 dan 5—Demonic Slayer dan Kacil Liar.“Ah, sial! Kenapa kita pada kesiangan gini, sih?!” rutuk Arya sembari mengacak-acak rambutnya.“Udahlah, dari pada ngeluh mending kita langsung caw!” kata Firman yang beranjak dan merapikan pakaiannya.“Sebentar … tapi gue laper, Bang. Seenggaknya kita sarapan dulu, lima menit cukup,” sela Reza. Perutnya kini keroncongan. Padahal kemarin dia bisa menahan rasa lapar, tapi pagi ini perutnya itu meminta diisi.Bukan ide yang buruk. Lagi pula Arya ju
Perasaan marah Reza kini sudah berada di ubun-ubunnya, kepalanya terasa mau pecah. Belum lagi perutnya memang sedari tadi tidak bisa diajak kompromi. Semakin memuncaklah emosi Reza. Maka dari itu, kita jangan pernah sampai menyulut emosi orang yang sedang kelaparan. Akibat perasaan kesal dan marahnya sudah diujung tanduk. Tanpa disadari dia sudah mendatangkan petir lagi. Hal itu sontak membuat semua anggota tim terkejut dan merasakan aura pekat dari diri Reza. “Ma-maaf. Kamu nggak denger kalau aku udah minta maaf, Za? Iya, aku salah. Aku tahu itu.” Dida menangis, badannya terasa lemas sekarang. “Maaf? Gue nggak mau denger kata maaf dari lo!” tampik Reza. “Denger, ya, cewek rakus! Siapa, sih yang pengin kelaparan? Nggak ada! Tapi gue tahan keinginan dan hasrat untuk makan. Karena gue mikir, di sini gue nggak sendirian. “Makan seperlunya dan semampunya. Gue selalu nyadarin diri sendiri. Eh, tapi lo malah dengan enaknya memakan semua persediaan. Apa lo n
Idun panik, saat melihat sikap Dida yang tidak biasa. Walau dia tahu mereka sedang berada di dalam game, tapi tetap saja semuanya terasa nyata. Dia sampai menahan muntah, padahal perut dan tenggorokannya itu sudah terasa mual.Tidak bisa dibiarkan. Namun, apa daya, Idun sudah berusaha melarang Dida beberapa kali dan perempuan itu terus menepisnya. Tenaga perempuan itu tiba-tiba menjadi kuat, beberapa kali Idun terpental. Dengan perasaan khawatir yang mengakar, Idun langsung berlari mengejar Arya.“Arya! Gawat!” Idun berseru dengan keras, saat dia sampai di tempat Arya. Ia mencoba untuk mengatur napas dan menelan ludah secara kasar.“Kenapa?” Melihat Idun datang dengan tergesa-gesa, membuat Arya penasaran. Dia sepertinya sudah bisa memprediksi, bahwa sedang terjadi sesuatu.“Kak Dida, Arya. Kamu harus ikut, aku nggak bisa menahannya!” jawab Idun dengan panik.Arya langsung beranjak dan dia pun segera berlari. &ldq
“Arya! Kenapa lama banget!” seru Reza dari belakang. Namun, Arya tak menoleh, dia masih merasa ada yang janggal antara Idun dan Dida.“Apa kalian saling mengenal?” tanya Arya lagi.Idun dan Dida tersentak, lalu mereka menggeleng. Arya menautkan alisnya. “Terus? Kenapa percakapan kalian seperti itu?” tanya Arya lagi.“Aku nggak kenal Kak Dida, begitupun Kak Dida nggak kenal aku. Tapi aku tahu dia,” ungkap Idun.“Tahu dia? Memangnya dia siapa?” tanya Arya. Tentu saja dia menanyakan siapa Dida di dunia nyata. Kenapa Idun bisa mengetahuinya?Idun menatap Dida, lalu perempuan itu menggeleng. Idun tersenyum pada Dida, mengerti apa yang perempuan itu inginkan.“Saat ini siapa dia tidak begitu penting. Lebih baik kita lanjutkan perjalanan kita. Tapi biarkan Kak Dida terikat, aku tidak ingin dia melakukan hal tadi lagi,” kata Idun.Arya masih merasa heran, dia ingin menget
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,
“Angel!” teriak seorang laki-laki dengan suara beratnya.Kemudian sebuah pukulan mendarat di pipi gadis itu. Saking kerasnya, sampai-sampai Angel harus tersungkur di atas tanah.“Reza!” Dida yang terkejut langsung berteriak dan menghampiri Angel. “Gila, ya? Kamu cowok bukan? Kok berani main tangan sama cewek?” sentaknya yang tak terima.Dida pun menoleh ke arah Angel dengan perasaan yang sangat khawatir. “Angel, kamu nggak papa, kan?”Namun, perhatian dari Dida pun ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Angel langsung mendorong Dida dan dia pun berusaha bangkit sendiri.“Kenapa? Kalian mau nyalahin gue? Silakan, salahkan saja!” berang Angel.Gadis itu tahu betul alasan di balik murkanya seorang Reza. Sampai laki-laki itu berani memukulnya. Angel tak akan marah, dia siap jika harus disalahkan. Lagi pula dia juga sudah tidak peduli dengan tim ini.Candra yang sama emosinya, langsung menghampiri Angel. Dia pun mencengkram kerah Angel dengan kuat.“Kamu tidak ada perasaan bersalah sama sek
Di luar dinding es, terlihat Arya sedang menunggu dengan perasaan yang sedikit gelisah. Kedua bola matanya itu terus menatap ke arah dinding es yang sangat tebal. Ada perasaan khawatir jika misi ini gagal. Karena jujur, Arya sendiri tidak memiliki rencana lain. Tubuhnya benar-benar sangat lelah, otaknya pun sudah tak bisa digunakan untuk berpikir secara jernih. Arya ingin misi ini segera berakhir. Krak. Prang! Terdengar suara pecahan yang sangat besar. Ternyata suara itu berasal dari dinding es yang sedang Arya lihat. Dinding es yang tadi terlihat sangat kuat dan kokoh itu langsung pecah begitu saja. Mata Arya langsung membulat saat melihat kesepuluh pemain yang sedang berdiri di atas air. Setelah itu, Arya mengalihkan pandangannya pada sosok makhluk besar. Betapa sangat terkejutnya Arya ketika melihat sebuah pedang es menusuk bagian jantung makhluk besar itu. “Arrrgh! S-sialan, a-aku ka-lah,” ucap makhluk itu dengan terbata-bata. Brugh. Kemudian mahkluk besar, yang tidak lain d
“Chain of Death!” seru Giovanni. Hatinya merasa panas, karena Asmodeus menganggapnya remeh.Rantai besi yang sangat besar pun muncul dari dasar danau. Kemudian, rantai itu langsung melilit tubuh besar milik Asmodeus. Terlihat detail seperti tengkorang menghiasi rantai itu. Kekuatannya sangatlah besar, sampai-sampai Asmodeus benar-benar tidak bisa berkutik.Selama berada di sini, Giovanni selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan tak terkalahkan. Namun, di awal permainan dirinya merasa kalah dari sosok anak laki-laki seumurannya yang mampu mengendalikan dan mengontrol permainan.Melihat kesuksesan anak tersebut, membuat Giovanni merasa termotivasi untuk tidak kalah dari anak tersebut. Selain itu, di satu sisi, memang Giovanni tipikal orang yang tidak ingin terlihat kalah dan merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat.Sadar akan kekurangannya, Giovanni terus belajar mengendalikan elemennya. Sehingga sekarang, dia bisa menguasai teknik elemen yang dimilikinya. Bahkan sekarang Giovan