#102Keesokan paginya, Aluna keluar dari kamarnya. Ia menangis semalaman hingga tak sadar dirinya jatuh tertidur saat tengah mengemasi pakaiannya. Rasanya menyakitkan sekali dicampakkan oleh suami. Tapi, Aluna seolah masih enggan menerima kenyataan itu. Rasanya sulit menerima kenyataan kalau dirinya terusir dari rumah ini dengan keadaan yang sangat hina.Padahal, tak dapat dipungkiri jika semua itu adalah karena perbuatan bodohnya sendiri. Pagi itu, saat Aluna hendak pergi ke dapur dan menikmati sarapan seperti biasanya. Ia melihat Syahna dengan rambut basahnya sibuk berjibaku di depan kompor dengan berbagai macam bahan masakan. Gadis itu tak menyadari kehadiran Aluna dari arah belakang sebab, Aluna melangkah tanpa menimbulkan suara gaduh.Mata Aluna nyalang melihat rambut Syahna yang tampak basah. Kemarahannya yang belum usai kembali muncul lagi, dan memuncal. Ia pun kalap dan berlari cepat menghampiri Syahna yang masih belum sadar akan serangan yang akan menimpanya.. Ia ingin memaki
#103"Kita mau ke mana, Pak Angga?" tanya lelaki yang duduk di belakang kemudi.Angga sudah duduk di depan bersama sang sopir, dan Syahna duduk di belakang, di kursi penumpang."Kita ke rumah sakit tempat Tasya dirawat aja, Pak. Sekalian saya juga mau jenguk Tasya, gantian sama ibu," sahut Angga.Tubuh mungil Jelita menggeliat di pangkuan Angga. Lelaki itu bersuara untuk menenangkan Jelita agar tertidur lagi."Baik, Pak Angga. Kita jalan ya sekarang," ucap pak Roni, nama tetangga Angga itu.Mobil pun kemudian mulai melaju pelan. Menuju ke jalanan dan bergabung dengan kendaraan yang lainnya. Syahna sempat melihat saat Aluna masuk ke sebuah taksi bersama kopernya. Ia dapat menangkap raut kesedihan dari wajah Aluna yang tampak sendu.Namun, Syahna tak tahu persis apa alasan Aluna bersedih. Apakah karena perpisahannya dengan Angga. Atau karena ia harus berpisah dengan putrinya, karena Angga berkeras untuk mengasuh Jelita seperti putrinya sendiri.Walaupun pada kenyataannya, baik Angga ata
#104Wajah Tasya seketika berubah pasi saat melihat apa yang dirinya lihat di sosial media miliknya. Orang-orang yang dikenal pun banyak yang mengirimkan pesan pribadi ke akun Tasya di saat yang bersamaan."I–ini …." Suara Tasya bergetar. Wajahnya semakin pucat seolah tidak dialiri darah.Angga kebingungan melihat ekspresi aneh adiknya pun bertanya dengan nada khawatir. "Kamu kenapa, Sya?" tanyanya."Bang, a–aku … apa yang kutakutkan terjadi, Bang." Usai berkata seperti itu, Tasya menangis sejadi-jadinya.Ia bahkan melempar ponsel Angga agar menjauh darinya. Tasya histeris."Ga, kenapa toh adikmu? Dia lihat apaan sampai histeris gitu?" tanya Bu Intan mendekati ranjang Tasya yang berguncang-guncang karena Tasya histeris, bahkan kakinya menendang-nendang apa pun yang ada di dekatnya."Entah, Bu. Angga juga nggak tau kenapa bisa begini," sahut Angga asal. Ia pun meraih ponselnya untuk memeriksa apa yang sesungguhnya terjadi pada Tasya."Sya, Sya. Jangan begini, Nak. Eling, nyebut, Nak…."
#105Bu Intan dan Syahna sudah sampai di rumahnya dengan menaiki taksi. Keduanya lalu berjalan beriringan menuju ke rumah masing-masing. Syahna pergi ke rumah Angga dengan membawa serta Jelita. Sedangkan Bu Intan sendiri membawa langkahnya masuk ke rumahnya.Rasanya ia sangat rindu dengan ranjang empuk yang ada di dalam kamarnya itu sebab kemarin ia bermalam di sofa rumah sakit. Dan esok harinya, pinggangnya langsung saja terasa sakit dan nyeri."Syah, kalau kamu butuh apa-apa, atau kalau kerepotan mengasuh Jelita, kamu datang aja ke rumah ya. Saya mau istirahat dulu sekarang, meluruskan punggung," ujar Bu Intan berpesan pada Syahna yang hendak melangkahkan kakinya masuk ke rumah."Iya, Bu. Terima kasih," sahut Syahna seraya mengukir senyum manisnya. Jelita tampak menggeliat di pelukan Syahna.Bu Intan sebenarnya heran, karena sejak tadi tak mendapati kehadiran Aluna. Seolah-olah Aluna tidak ada di rumah. Ia pun hanya dapat menggerutu kesal sebab, menantunya itu benar-benar keterlalua
#106"Syah, Syahna! Kamu di mana?" Bu Intan setengah berteriak memanggil nama Syahna. Tanpa permisi, ia langsung nyelonong masuk ke dalam rumah putranya dan mencari keberadaan Syahna. Memang begitulah Bu Intan, wanita itu memang anti untuk mengetuk pintu ketika ingin masuk ke rumah Angga.Ia pun lantas mencari ke setiap sudut ruangan, sambil terus berteriak memanggil nama Syahna. Akhirnya, tak lama berselang Syahna terdengar menyahut panggilan dari Bu Intan."Ya, Bu. Sebentar," sahutnya setengah berteriak. Syahna tampak keluar dari dalam kamar mandi sambil menggendong Jelita yang rupanya baru selesai mandi. Bocah kecil berwajah lucu itu tampak segar dengan handuk bermotif jerapah pink yang membalut tubuh mungilnya. "Iya, Bu, ada apa?" tanya Syahna langsung menghampiri Bu Intan yang berdiri tak jauh dari sofa ruang tamu."Kamu habis mandiin Jelita?" Bu Intan malah menanyakan sesuatu yang sudah ada jawabannya."Iya, Bu," sahut Syahna sambil mengangguk. Sebenarnya pertanyaan itu suda
#107"Re, angkat teleponnya!" gumam Mona frustrasi saat sahabatnya itu tak kunjung menerima telepon darinya.Padahal ada hal penting yang ingin disampaikan pada sahabatnya itu. Dan itu mengenai Roy. Mona juga menyesal karena terkesan menyepelekan peringatan bahkan nasehat yang diucapkan oleh Rere tempo hari saat ia mendapat misi untuk menyebarkan video vul**gar Tasya dari Roy."Ya Tuhan …! Apa Rere benar-benar marah ya sama aku?" gumamnya lirih. Ia terus bertanya-tanya dalam hatinya mengenai keberadaan sahabatnya itu.Ia bahkan menduga kalau Rere marah padanya setelah perdebatan mereka.Rere memang dari awal sudah menyarankan pada Mona untuk tak pernah melakukan perintah Roy. Akan tetapi, Mona tak mau mendengarkan nasehat sahabatnya itu. Dan lebih takut dengan ancaman yang berasal dari Roy sehingga ia nekat melakukan perintah Roy. Dan kini, Mona menyesal.Ia tak menyerah dan mencoba untuk menghubungi sahabatnya lagi. Ia menelepon entah untuk yang ke berapa kalinya sampai nada tersambu
#108Aluna melangkahkan kakinya dengan gontai. Menyeret kopernya perlahan meninggalkan rumah Angga. Ia menatap pedih saat, mobil Angga berlalu dan meninggalkannya sendirian. Tanpa sedikitpun memedulikannya yang teronggok di jalanan.Ia bingung, marah, merasa kalut, dan kesal secara bersamaan. Aluna selalu merasa jika hidupnya sangatlah sial dan tidak pernah beruntung. Hanya ada satu orang yang dapat diharapkan oleh Aluna, yakni Feri. Hanya Feri satu-satunya harapan baginya untuk masalah peliknya saat ini. Ia berharap Feri akan memberinya solusi yang terbaik.'Ya, kayaknya aku harus menghubungi Om Feri untuk ketemu sekarang,' gumamnya dalam hati.Aluna pun meraih ponselnya dan mencari kontak Feri di sana. Setelah ketemu, lalu dia segera menelepon lelaki matang yang menjadi sandarannya selama ini."Halo, Aluna?" sambut Feri dari seberang sana."Halo, Om, apa kita bisa ketemu?" tanya Aluna sedikit ragu, sebab sekarang ini 'sugar daddy' nya itu pasti sedang sibuk dengan bisnisnya."Sekara
#109"Kenapa?" Feri tak bisa menahan rasa ingin tahunya dan seolah tak sabar untuk menantikan jawaban dari Aluna yang terdengar ambigu baginya itu."Karena … bayi ini bukanlah benih suamiku, Om." Aluna menjawab dengan perasaan yang bercampur aduk. Antara takut, ragu, juga penasaran dan ingin tau bagaimana reaksi Feri saat mendengar kabar itu. Ya, dia nekat untuk mengatakan kejujuran itu setelah ia memikirkannya berulang kali."Kok bisa? Bukannya kalian sudah punya anak, ya. Kenapa suamimu malah nggak mau mengakui kehamilan kamu kali ini? Itu sangatlah aneh," tanya Feri seraya mengerutkan keningnya tak mengerti dengan ucapan Aluna yang terkesan aneh baginya itu. Aneh, karena dia sudah memiliki anak dsn sekarang dia hamil lagi, tapi suaminya tak mau mengakui anak itu. Hingga Feri sempat berpikir lebih."Itulah faktanya, Om. Mau percaya atau tidak, aku sudah jujur. Dan masalahnya adalah, anak itu … memang bukan anak suamiku, Om. Aku terpaksa menikah dengan dia karena hamil waktu itu," uc
#148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.
#147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b
#146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy
#144Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang
#142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap. Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu
#140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan
#139Tekanan darah yang sangat tinggi saat Bu Intan tak sadarkan diri tempo hari, membuat Dokter dengan berat hati mengatakan kalau beliau koma. Dan, belum bisa dipastikan kapan akan tersadar dari komanya. Pihak dokter pun belum dapat memastikannya. Mereka hanya dapat berdoa untuk kesembuhan Bu Intan, dan meminta keluarga pasien untuk tabah dan menerima keadaannya. Dan tak lupa untuk berdoa memohon kesembuhan bagi ibu mereka berdua.Kabar mengejutkan itu sontak membuat Tasya sangat terpukul. Ia sungguh tak menyangka jika ibunya akan mengalami masa yang sangat sulit seperti sekarang. Kini, baik Angga maupun Tasya hanya dapat berdoa agar Bu Intan segera tersadar dari komanya. Dan, mereka berdua hanya dapat saling menguatkan satu sama lain. Ya, hanya itu yang dapat mereka lakukan selain berdoa. Tasya berharap agar ibunya segera sadar dan ingin memperlihatkan pada beliau jika ia mampu berubah untuk menjadi lebih baik. Juga, ingin agar Bu Intan bahag
#138Karma selalu dibayar tunai! Begitulah kata-kata yang selalu terngiang dalam benak Tasya. Ia merasa jika apa yang sedang mereka alami adalah buah dari segala perbuatan buruknya selama ini."Bang, apa ini karma ya buat kita?" Dengan mata berkaca-kaca, Tasya bertanya tentang karma."Husst! Jangan ngawur kita cukup berdoa saja yang baik-baik buat Ibu, Sya." Angga mencoba menanamkan nasihat positif pada adiknya. Ia mencoba segala cara agar Tasya tak selalu memikirkan hal negatif yang hanya akan membuat hati dan pikiran terasa lelah. Tak ada obat untuk semua rasa lelah itu.Tasya pun tak lagi membuka suara, cenderung terdiam dan merenungi segala kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata pepatah jika penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Dan, kini Tasya baru saja merasakan penyesalan atas segala perbuatannya terhadap Laras dulu.*Bu Intan tak kunjung siuman mes
#136"Menurutmu, aku harus bagaimana?" Angga mengulangi lagi pertanyaannya dan lagi-lagi membuat Syahna terkejut setengah mati.Pertanyaan Angga kali ini sanggup membuat Syahna terkesiap sesaat. Lelaki itu bahkan menanyakan padanya tentang apa yang harus dilakukan. Syahna merasa dihargai dan dianggap sebagai orang spesial yang penting bagi Angga.Ia pun tampak terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Angga tersebut, tanpa terdengar seperti meremehkan lelaki itu."Menurutku … lebih baik Mas jujur saja sama Ibu. Di dunia ini pasti tak ada satu orang pun yang suka dibohongi, pun sama dengan ibumu, Mas. Walaupun kamu memilih untuk nggak cerita dan mengatakan yang sebenarnya sama Ibumu sekarang. Beliau pasti akan terus mencari tahu. Dan akan sangat miris kalau ibu tau semua itu dari mulut orang lain," ujar Syahna memberi jawaban sekaligus nasihat untuk Angga.