Share

bab 18

Author: pachirawidi
last update Last Updated: 2024-12-21 05:27:50

Setelah fitting semalam, Savannah pulang ke rumah dengan hati yang penuh amarah. Sepanjang perjalanan, pikirannya terus dipenuhi oleh kejadian tadi—gaun mewah, senyum palsu para desainer, dan yang terburuk, takdir yang menantinya.

Begitu sampai di rumah, ia melempar tasnya ke sofa dan langsung menuju ruang kerja ayahnya. Tanpa mengetuk, ia membuka pintu dengan keras. Tuan Rajasa yang sedang duduk di balik meja kerjanya, mendongak dengan tatapan lelah.

“Jadi, kapan pernikahannya?” suara Savannah terdengar dingin, penuh kemarahan yang tertahan.

Tuan Rajasa menghela napas panjang, seolah sudah lelah menghadapi pertanyaan yang sama. Matanya yang biasanya tegas kini tampak redup, membawa beban yang tak terucapkan.

“Seminggu lagi,” jawabnya dengan suara pelan namun tegas.

Savannah terdiam. Dadanya terasa sesak, seolah semua udara di ruangan itu menghilang. Satu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 19

    Pagi ini, Savannah terbangun di sebuah kamar hotel mewah yang dipesannya secara spontan semalam. Perasaan kacau dan gelisah membuatnya memilih melarikan diri sejenak dari rumah, mencari ketenangan di tempat yang jauh dari ingar-bingar kehidupannya. Namun, meski berada di ruangan nyaman dengan pemandangan kota yang indah, hatinya tetap terasa hampa. Savannah bangkit dari tempat tidur, merapikan rambut hitam panjangnya yang sedikit berantakan. Matanya yang besar dan teduh menatap lurus ke arah cermin di sudut kamar. Wajah cantiknya yang biasanya memancarkan semangat hidup kini tampak lelah dan kusut. Namun, pesona alami yang dimilikinya tetap terpancar meski ia tampak kurang tidur. “Apa yang akan aku lakukan pagi ini?” gumamnya lirih, menantang bayangan dirinya di cermin. Seakan menunggu jawaban yang tak pernah datang. Savannah menggigit bibir, ternyata melakukan sesuatu karena terpaksa itu sangat tidak enak.

    Last Updated : 2024-12-22
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 20

    Savannah duduk di sudut ruangan dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. Wajahnya tetap tenang, tetapi matanya menyimpan banyak emosi. Di hadapannya, Andrew berdiri, menunduk sedikit seolah mencari keberanian untuk melanjutkan kata-katanya. “Aku tidak ingin melibatkanmu dalam kekacauan itu, Savannah,” ucap Andrew lirih, tetapi nadanya tegas. “Aku pikir, jika aku menjauh, kamu akan lebih baik tanpaku. Aku takut membuatmu kecewa dengan semua beban yang harus kutanggung.” Savannah menghela napas panjang, mencoba memproses setiap kata yang keluar dari mulut Andrew. Dia menatap pria itu dengan pandangan terluka yang sulit disembunyikan. “Tapi kenapa kamu tidak pernah mengatakan apa pun? Satu pesan saja sudah cukup, Andrew. Aku menunggu... Setiap hari.” Andrew menatap lantai, menghindari tatapan Savannah yang seperti pisau menusuk. “Aku bodoh,” gumamnya dengan nada getir. “Aku takut kamu akan meningg

    Last Updated : 2024-12-23
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 21

    Sejak tadi aku masih menghela napas, berusaha meredam debaran yang tak terkendali di dadaku. Aku bahkan tak percaya pada kata-kata yang keluar dari bibirku sendiri. Apa yang baru saja kulakukan? Kenapa aku seolah memberikan harapan pada hubungan ini, padahal jelas kami tidak akan mungkin bersama? Andrew dan aku… kami adalah masa lalu yang seharusnya kubiarkan terkubur. Aku mengangkat pandangan, menatap Andrew yang berdiri tak jauh dariku. Wajahnya penuh dengan tekad, tetapi juga ada kebingungan yang sulit ia sembunyikan. Aku tahu, apa pun yang dia rasakan saat ini, tidak akan cukup untuk mengubah kenyataan. “Andrew,” panggilku akhirnya, mencoba membuat suaraku terdengar tegas. “Apa pun yang kamu pikirkan sekarang… apa sebaiknya kita berhenti? " Andrew menatapku, tatapannya yang penuh harapan seperti belati yang menusuk jiwaku. “Berhenti? Savannah, kamu tahu aku tidak bisa. Aku mencintaimu.”

    Last Updated : 2024-12-24
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 22

    Sejak bertemu Andre tadi siang, aku langsung pulang ke rumah dan mengunci diri di kamar. Rumah ini begitu sepi, seperti tak berpenghuni. Tak ada ayah, tak ada adik-adikku. Suasana benar-benar mati. Aku menghela napas panjang sambil merebahkan tubuh di ranjang. Sejenak, aku ingin melupakan semuanya. Namun malamnya, suara gedoran keras di pintu membangunkanku. Aku mengerutkan alis, merasa terganggu. Siapa yang mengetuk pintu di jam seperti ini? Dengan enggan, aku bangkit dan membuka pintu. Ayah berdiri di sana. Wajahnya tegang, matanya tajam menatapku. “Apa yang sudah kau lakukan lagi, Savannah?” tanyanya dengan nada penuh kecurigaan. Aku menghela napas, merasa tak punya tenaga untuk berdebat. “Aku tidak melakukan apa-apa, Ayah. Jadi kenapa Anda terlihat panik?” “Jangan bohong, Savannah. Kamu telah menyinggung keluarga Wiratama!” Aku mengerutkan dahi. “Ayah, aku bahkan tidak pernah bertemu pria menyebalkan itu lagi. Bagaimana mungkin aku menyinggungnya?” “Tapi dia menelepon

    Last Updated : 2024-12-26
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 23

    Pagi itu, Savannah berjalan keluar dari kamarnya dengan langkah malas. Rumah yang biasanya tenang kini penuh dengan suara orang-orang. Keluarga besar dan kerabat yang jarang ia temui tampak sibuk mempersiapkan acara pernikahannya. Para pekerja katering berlalu-lalang di halaman, membawa peralatan untuk pesta yang akan diadakan malam nanti. Savannah menghela napas panjang. Pemandangan itu hanya membuatnya merasa semakin terjebak. Baginya, ini bukan pernikahan yang diinginkan, melainkan pernikahan yang dipaksakan. Langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang tak asing berdiri di teras. Moana. Savannah menyipitkan mata, memastikan bahwa ia tidak salah lihat. Gadis itu mengenakan gaun kasual yang mahal, rambutnya tergerai rapi, dan wajahnya dihiasi riasan tipis yang sempurna. Aura percaya diri Moana membuat darah Savannah mendidih. Savannah berjalan cepat menghampirinya. “Moana?” panggilnya dengan nada dingin. Moana menoleh perlahan, tersenyum kecil. “Savannah, akhirnya kita berte

    Last Updated : 2024-12-27
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 24

    Aku duduk di kursi penumpang, tangan menggenggam erat seatbelt. Perasaan campur aduk memenuhi pikiranku—gugup, gelisah, dan harapan yang mulai memudar menjadi satu dalam pusaran emosi. Jantungku berdegup kencang, selaras dengan deru pelan mesin mobil. Eleanor, sahabatku, duduk di belakang kemudi. Dia mengemudikan mobil dengan cekatan, tapi sesekali melirikku dengan tatapan penuh pertanyaan, seakan mencari alasan terakhir untuk menghentikan ini semua.“Kamu yakin mau lakukan ini, Savannah?” tanyanya akhirnya, memecah keheningan yang hampir mencekam. Suaranya terdengar serak, seperti menyimpan kekhawatiran yang tak terucapkan.Aku mengangkat bahu, tapi cengkeramanku pada tali seatbelt semakin erat. “Aku harus mencobanya, El. Aku tidak bisa terus-terusan hidup seperti ini.”Eleanor mendesah panjang, begitu keras hingga terdengar jelas di dalam kabin mobil. “Kamu meninggalkan pernikahan demi Andrew?” Nada suaranya sedikit meninggi, meskipun dia tetap berusaha

    Last Updated : 2024-12-28
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   bab 25

    Aku menghela napas panjang, berusaha menenangkan rasa sakit yang sulit aku ungkapkan dengan kata-kata. Hari ini benar-benar penuh kejutan, tapi bukan kejutan yang menyenangkan. Aku melarikan diri dari pernikahanku demi Andrew, pria yang selama ini kupikir adalah segalanya. Namun, kenyataan menghantamku keras—Andrew ternyata sudah memiliki wanita lain.Air mataku terus mengalir tanpa henti. Isak tangisku memenuhi ruangan, mencerminkan betapa rapuhnya diriku saat ini. Aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri atas keputusan bodoh ini. Aku telah merencanakan segalanya, bahkan penerbangan ke Swiss yang seharusnya menjadi awal baru bagiku. Namun, dengan keadaan seperti ini, semua rencana itu hancur berantakan.Aku memeluk lututku erat-erat, berusaha mencari kenyamanan di tengah kekacauan emosiku. “Hiks… hiks…” suara tangisku terdengar pilu. Luka ini terlalu dalam, dan aku masih tenggelam dalam kesedihan yang entah kapan akan mereda.Eleanor duduk di s

    Last Updated : 2024-12-29
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   bab 26

    Paginya, aku terbangun dengan mata yang masih sembab akibat tangisan semalam. Pandanganku menyapu kamar yang berantakan, dipenuhi tisu-tisu bekas air mata. Terdengar suara langkah kaki kecil di luar kamar. Aku tahu Eleanor sudah bangun. Hal itu terlihat jelas dari roti panggang dan segelas susu yang ia letakkan di meja samping tempat tidurku. Eleanor selalu perhatian, meskipun ia tidak banyak bicara. Aku menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa sesak yang masih mengganjal di dada. Pikiranku kembali melayang pada suamiku. Ia tidak mencariku semalam. Sebenarnya ini hal yang menguntungkan untukku. Aku beranjak dari tempat tidur, memulai langkah kecil untuk membereskan kekacauan di kamar. Pakaian yang berserakan, kado-kado yang belum sempat kubuka, semuanya aku tata dengan rapi. Tapi kali ini, aku tidak hanya merapikan kamar. Aku memutuskan untuk merapikan hidupku. Pikiranku sudah bulat. Aku akan ke Bali. Pulau itu selalu menjadi tempat yang kuimpikan untuk melarikan diri dari ker

    Last Updated : 2024-12-30

Latest chapter

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 58

    Suara bel pintu yang berdering keras membangunkan Savannah dari tidurnya yang nyenyak. Matanya terasa berat, dan tubuhnya enggan beranjak dari kasur yang hangat. Dia mengerang pelan, menarik selimutnya lebih erat, berharap suara itu hanya bagian dari mimpinya. Namun, dering bel itu terdengar lagi, kali ini lebih panjang dan mendesak. Setelah menelpon theo dan marah-marah, Savannah kembali tidur dan melupakan jika pagi ini dia harus berangkat ke Jakarta. Cahaya pagi menyelinap melalui celah tirai, menerangi kamar yang masih berantakan dengan pakaian yang tergeletak di kursi dan beberapa buku yang berserakan di lantai. Savannah mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan kantuk. Rambut panjangnya kusut, dan piyama satin yang dikenakannya tampak kusut setelah semalaman berguling di tempat tidur.Dengan langkah malas, dia berjalan menuju pintu, matanya masih setengah terbuka. Begitu membuka pintu, dia terkejut melihat Arthur, sopir keluarga, berdiri di ambang pintu dengan senyum ramah.“Sel

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 57

    Theo melirik Savannah sekilas sebelum mengalihkan pandangannya ke jalanan yang mulai sepi. Langkahnya melambat, seolah pikirannya sibuk menimbang sesuatu yang cukup serius. “Aku belum memutuskan,” katanya akhirnya, suaranya tetap tenang tetapi mengandung nada ragu. “Kalau kita pergi bareng, aku harus memastikan dulu jadwalku. Tapi kalau sendiri-sendiri…”Ia membiarkan kalimatnya menggantung, seakan sengaja memberi ruang bagi Savannah untuk menerka maksudnya. Savannah, yang berjalan setengah langkah di depannya, menoleh dengan alis sedikit terangkat. “Kalau sendiri-sendiri, kenapa?” tanyanya, menunggu jawaban Theo. Theo tersenyum tipis, hampir seperti ejekan halus pada dirinya sendiri. “Aku harus tahan menghadapi perjalanan yang membosankan tanpa seseorang yang bisa diajak ngobrol." Savannah mendengus pelan, lalu berpura-pura berpikir dengan ekspresi serius. “Jadi maksudmu… kamu ingin kita pergi bareng?” Theo akhirnya menatapnya langsung. Mata hitamnya tenang, tapi ada sesu

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   bab 56

    Setelah Moana pergi, Savannah berjalan kembali ke dalam rumah dengan langkah malas. Kaki-kakinya terasa berat, seolah-olah setiap langkahnya menyeret beban yang tak terlihat. Begitu tubuhnya menyentuh sofa empuk di ruang tamu, ia langsung menjatuhkan diri, membiarkan kepalanya bersandar di sandaran tangan. Matanya baru saja hendak terpejam ketika suara getaran ponsel di meja kaca mengusik ketenangannya. Getarannya yang berulang-ulang seperti memaksa Savannah untuk membuka matanya kembali. Savannah mengumpat dengan tidak sabaran, siapa lagi yang mengganggu diwaktu seperti ini? Savannah melirik layar dengan setengah hati. Nama Theo terpampang di sana, disertai dengan foto profilnya yang selalu terlihat rapi dan tersenyum. Ia menghela napas panjang, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk permukaan meja kaca yang dingin, menimbang apakah ia harus mengangkatnya atau tidak. Setelah beberapa detik yang terasa lama, ia akhirnya menyerah dan menekan tombol hijau. "Halo?" suaranya terdengar datar,

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 55

    Savannah duduk di tepi pantai di belakang rumahnya, mencoba menenangkan diri dari pusaran pikiran yang semakin kacau. Seharusnya, semilir angin sore bisa membantunya berpikir lebih jernih, tetapi hari ini, semuanya terasa salah. Tidak ada satu pun yang berjalan sesuai harapannya. Kehancuran finansial keluarganya terasa seperti pusaran air yang menyeretnya semakin dalam. Semua berubah begitu cepat, begitu drastis, dan Savannah merasa tak berdaya. Ayahnya dan keluarganya yang lain tidak pernah berubah mereka masih saja sama, selalu membuatnya muak.Suara tawa riang tiba-tiba memecah kesunyian. Savannah menoleh dan menemukan Moana, sepupunya, melangkah mendekat dengan gaya khasnya—angkuh, percaya diri, dan selalu tampak tak tersentuh oleh masalah. Gaun mahal yang membalut tubuhnya tampak sempurna, tas desainer terbaru tergantung di lengannya, dan sepatu hak tinggi yang seakan membuatnya melayang di atas dunia sendiri.Savannah mengerutkan dahi. Bagaimana mungkin Moana masih bisa bersikap

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 54

    Aku baru saja menghela napas lega setelah kepergian Adit. Kepergian yang cukup mendadak itu memberiku sedikit ruang untuk menenangkan diri. Namun, baru saja aku hendak menikmati ketenangan di rumah, suara bel pintu kembali berdering. Aku mengerutkan kening. Siapa lagi? Jangan bilang Adit kembali. Tapi, begitu aku membuka pintu, aku langsung merasa kepalaku ingin meledak. Theo. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan senyum percaya dirinya yang menyebalkan. Rambutnya tertata rapi, mengenakan kemeja hitam dengan jas yang tampak mahal. Dan yang lebih membuatku sebal adalah tangan kanannya yang memegang satu buket bunga mawar merah besar, sementara tangan kirinya menggenggam beberapa kantong belanja dari brand-brand mewah. "Untukmu, Savannah," ucapnya ringan sambil menyodorkan bunga dan kantong belanja itu ke arahku. Aku melipat tangan di dada, tidak berniat menerima apa pun darinya. "Aku tidak butuh semua ini." Theo tertawa pelan, seolah sudah menduga responsku. "Jangan begitu,

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 53

    Wilson berdiri di sudut ruangan, memperhatikan tuannya yang tampak larut dalam pikirannya. Theodore Wiratama atau yang lebih akrab ia panggil dengan "Rama"duduk di kursinya dengan sikap penuh kuasa, tetapi ada sesuatu di sorot matanya yang sulit diartikan. Wilson menghela napas pelan sebelum akhirnya melangkah mendekat. Bagaimanapun juga, sebagai asisten pribadi yang telah lama bekerja untuk pria itu, ia merasa memiliki sedikit keberanian untuk berbicara. "Tuan, kenapa Anda tidak mendekati Nyonya Savannah dengan cara yang lebih normal? Seorang gadis pasti akan membencimu dengan semua yang Anda lakukan." Rama menoleh perlahan. Bibirnya melengkung dalam senyum tipis, tetapi bukan senyum hangat senyum itu justru terasa dingin, nyaris tanpa emosi. Ia menghela napas panjang, lalu bersandar ke kursinya, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Ia menarik nafas. "Tapi tidak ada cara lain," suaranya pelan, hampir seperti gumaman. Namun, dalam nada itu, Wilson bisa menangkap sesuatu, s

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 52

    Savannah duduk di depan laptopnya, matanya terasa panas dan lelah setelah berjam-jam menatap layar yang penuh dengan lowongan pekerjaan. Sudah dua minggu sejak dia dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja selama bekerja dan hingga kini, perasaan itu masih terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai. Tabungannya semakin menipis, dan tanpa pekerjaan, ia tahu situasinya bisa memburuk kapan saja. Belum lagi ayahnya yang terus mengganggunya dengan uang setiap hari. Dengan napas panjang, Savannah menegakkan punggungnya. "Ayo, Savannah, kamu pasti bisa," bisiknya kepada diri sendiri, seolah meyakinkan hatinya yang mulai rapuh. Tangannya kembali ke keyboard, mengetik lamaran untuk posisi cheff di berbagai Restoran. Tiba-tiba, nada dering ponselnya memecah keheningan. Savannah melirik layar dan seketika dahinya mengerut. Ayah. Jari-jarinya ragu-ragu sebelum akhirnya menekan tombol hijau. "Halo, Ayah?" "Savannah, sayang…" Suara di ujung telepon terdengar lemah, tetapi Savannah dapat

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 51

    Savannah menatap layar laptopnya dengan pandangan kosong. Email dari HR masih terbuka di depannya, kata-kata itu seperti belati yang menusuk hatinya. "Dengan berat hati, kami harus menginformasikan bahwa posisi Anda termasuk dalam program pengurangan karyawan untuk efisiensi perusahaan…" Kalimat itu terus terngiang, menghantui pikirannya. Padahal baru saja dia menandatangani kontrak 1 bulan yang lalu. Dia menutup laptopnya dengan kasar, lalu berdiri menuju jendela rumahnya. Langit Bali yang kelabu dan hujan rintik-rintik di luar jendela tampak seperti mencerminkan suasana hatinya. Ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Aditya tertera di layar. Savannah mendesah panjang sebelum mengangkatnya. "Aditya, aku sedang tidak ingin bicara sekarang," katanya lelah. "Sav, dengar dulu. Aku butuh bantuanmu," suara Aditya terdengar mendesak. "Apa lagi sekarang?" Savannah berusaha menahan nada frustrasinya. "Itu tentang Theo," jawab Aditya. Nama itu membuat Savannah terdiam sejenak. Theo, Sa

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 50

    Ruangan itu sunyi, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar samar. Cahaya lampu gantung melemparkan bayangan panjang di lantai marmer, menciptakan suasana yang dingin dan tegang. Theo berdiri tegak di tengah ruangan, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Meski tubuhnya gemetar, ia menolak menunjukkan kelemahan. “Saya akan membuktikan bahwa saya bisa.” Tanpa menunggu tanggapan, ia berbalik dan melangkah menuju pintu dengan punggung lurus. Di belakangnya, Pak Arnold hanya menyunggingkan senyum tipis. “Kita lihat saja, Theo. Dunia luar tidak seindah yang kau bayangkan.” Gertakan itu tak menghentikan langkah Theo. Satu langkah. Dua langkah. Derap sepatunya terdengar semakin jauh. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan itu, suara kakeknya kembali menggema. “Theo.” Langkahnya terhenti. Ia menarik napas dalam, lalu berbalik, menatap pria tua itu dengan sorot mata tajam. “Kau benar-benar berpikir aku akan mengusirmu?” Theo mengernyit. Apa maksudnya? Sejak dulu,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status