“Ayo, Kiara. Bisa kta berangkat sekarang? Mumpung masih pagi.”
Kiara menoleh ke arah pintu kamar mandi untuk mengecek keberadaan Livia. Dia kembali mengalihkan pandangannya kepada Alaric saat ia melihat Livia belum keluar dari kamar mandi.
“Aku belum sarapan.” Kiara memberi alasan.
“Kita sarapan di luar. Aku sudah menyiapkannya,” jawab Alaric.
Kedua alis Kiara terangkat.
“Kamu menyiapkan sarapan?” tanyanya dengan nada tak percaya.
Alaric mengangguk. “Iya, aku sengaja bikin makanan untuk bekal sarapan kita berdua. Kita nikmati sarapan di luar, di bawah sinar matahari musim semi Monte Carlo.”
Kiara menatap Alaric semakin curiga. Matanya menyipit, memandangi Alaric agak lama.
“Kamu ini beneran si Tuan Sutradara yang biasanya arogan itu? Atau ini kembarang si Tuan Sutradara itu?" tanya Kiara meragukan sosok yang dihadapinya ini.
Alaric sempat terlihat bingung, tapi kemudian dia tergelak.
"Kamu mengira aku in
Hello, Jumpa lagi hari ini. Ikuti terus cerita ini ya. Terima kasih. Salam, Arumi
Kiara memasrahkan dirinya di bawa ke mana pun oleh Alaric. Kali ini Alaric mengajak Kiara ke tempat yang berbeda dengan sebelumnya. Ke sebuah tempat yang belum sempat disinggahi Kiara selama ia berada di Monte Carlo. Kiara merasakan jalanan yang mereka lalu terus menanjak. Hingga mereka berada jauh lebih tinggi dari permukaan laut. Di tepian tebing yang teduh di bawah naungan sebuah pohon yang cukup besar, Alaric menghentikan skuter yang dikemudikannya. Ia mengajak Kiara menikmati dulu sarapan yang ia bawa. Masing-masing setangkup roti isi daging asap yang ia beli di restoran hotel. Keduanya duduk di rerumputan menghadap pemandangan laut lepas. Mengunyah perlahan sarapan mereka sambil berbincang-bincang. Kiara masih saja tidak habis pikir, Alaric sanggup melakukan semua ini. Menjungkirbalikkan segala penilaian salahnya selama ini. Apa yang sesungguhnya ada di dalam kepala pemuda di sampingnya ini? Setelah keduanya menghabiskan roti isi masing-masing dan meneg
Setelah kian lama berjalan-jalan, Kiara mulai merasa lelah. “Jam berapa sih sekarang?” tanya Kiara, bermaksud mengingatkan Alaric sudah saatnya mereka beristirahat. Kebetulan ia tidak sempat memakai jam tangannya. Alaric mendongakkan wajahnya yang semula tertunduk serius memperhatikan satu tanaman kaktus berpilin-pilin yang baru kali ini ia lihat. Kemudian ia melihat jam di pergelangan tangan kirinya. “Ah, ternyata sudah hampir jam dua siang. Nggak terasa ya? Pantas saja aku mulai merasa lapar. Kamu lapar juga ya? Kita makan siang dulu yuk,” kata Alaric kemudian, ia mengalihkan pandangannya pada Kiara. “Akhirnya kamu merasa lapar juga. Aku kira hanya aku yang lapar dan haus,” sahut Kiara bernada menyindir. Kedua alis Alaric terangkat. “Kamu sudah merasalapar sejak tadi? Kenapa nggak bilang kalau kamu sudah capek dan haus? Sorry, Ra. Aku keasyikan melihat tanaman-tanaman yang bentuknya ajaib dan nggak biasa itu sampai lupa wakt
Jantung Kiara berdebar lebih cepat setelah mendengar pengakuan Alaric mengenai perasaannya sesungguhnya pada Kiara. "Tolong berhenti menatapku seperti itu. Kamu bikin aku jengah," tegur Kiara jujur, setelah ia menelan suapan pertamanya. Alaric tersenyum lebar. "Berasa ya, aku memandangimu terus?" tanyanya. "Berasa banget, dan itu nggak enak," jawab Kiara. "Kenapa nggak enak?" "Siapa yang suka diperhatikan terus setiap detik. Aku jadi nggak bebas mau melakukan dan berekspresi apa." "Berbuatlah sesukamu. Aku tetap suka melihatmu. Kamu enak dilihat." Alis Kiara terangkat, matanya mengernyit. Rasanya aneh, ia masih belum terbiasa mendengar Alaric memujinya. "Yang enak itu makanan, melihat wajah orang kok enak," sahut Kiara. Alaric tersenyum semakin lebar. "Menyantap ini sambil memandangimu, membuat makanan ini jadi terasa lebih lezat," katanya. Alaric menggoyangkan garpu di tangan kanannya ya
Setelah mereka puas menjelajahi Monte Carlo dengan skuter, Alaric membawa Kiara ke Nice untuk mengembalikan skuter sewaan itu."Kamu capek?" tanya Alaric ketika mereka menunggu kereta menuju Monte Carlo."Lumayan. Tapi aku senang. Jalan-jalan hari ini asyik banget," jawab Kiara."Aku tahu apa yang bikin kamu senang," kata Alaric."Apa menurutmu?" Kiara balik bertanya."Karena tempat-tempat yang tadi kamu singggahi sangat instagrammable. Aku perhatikan kamu asyik memposting fotomu di instagram," jawab Alaric."Kamu stalking instagramku?" tanya Kiara dengan mata membelalak."Aku nggak stalking. Aku follow kamu. Jadi ya kelihatan apa saja yang kamu posting. Tapi kamu nggak follow balik aku," jawab Alaric."Oh, maaf, aku nggak tahu kamu follow aku. Aku nggak pernah lihat ada like atau komen dari akun bernama Alaric Kanigara. Nama akunmu sama dengan nama aslimu, kan?" Kiara balik bertanya."Tentu saja. Aku bangga dengan
Tak terasa waktu berlalu sejak setelah syuting di Monte Carlo. Enam bulan kemudian setelah melalui proses editing, pembuatan original soundtrack serta video music-nya, akhirnya film yang dibintangi Kiara dan Oliver itu akan segera ditayangkan. Gala Premiere Film “Theodore dan Almira” akan berlangsung malam ini tepat pukul tujuh malam. Kiara mematut dirinya di depan cermin dalam kamarnya. Ia mengenakan gaun panjang dengan potongan sederhana berwarna merah delima, dengan sedikit motif batik di bagian dada yang berpotongan ‘v-neck’. Wajahnya pun ia rias dengan sentuhan make-upringan. Bel pintu kamarnya berdering. Livia yang juga sudah bersiap dalam balutan pakaian paduan rok lebar sepanjang lutut dan atasan bermotif batik, segera menuju pintu dan membukanya. Tampaklah di hadapannya sosok jangkung Alaric Kanigara. Lelaki itu mengenakan celana pantolan hitam dipadu kaos yang juga menampilkan separuh motif batik, dengan outwear 
Kiara senang sekali semua undangan pemutaran perdana film terbarunya ini berkenan hadir. Semua kursi terisi penuh, termasuk deretan kursi paling depan. Ia duduk diapit Alaric di samping kanannya dan Livia di sisi kirinya. Oliver datang bersama seorang artis muda cantik yang entah kekasihnya atau bukan. Kiara tersenyum melihat rekan mainnya di film ini. Oliver duduk satu deret dengannya, tetapi di barisan sebelah kirinya. Sebelum film diputar, para pemain dan sutradara tampil ke depan memberi sambutan, menjawab beberapa pertanyaan pembawa acara. Ini hanya berlangsung sebentar, karena tentunya para penonton yang sudah duduk di kursi masing-masing tidak sabar ingin segera menonton film ini. Tak lama, film pun mulai diputar. Awalnya Kiara merasa berdebar, dia berharap filmnya kali ini disukai penonton. Dia selalu menunggu reaksi penonton, gelak tawa saat ada adegan lucu, seruan kekaguman ketika ada adegan yang menarik. Kiara tersenyum melihat diriny
"Ra, aku nggak tahu kamu bakal marah atau malah senang kalau baca berita yang beredar di banyak artikel di internet," ucap Livia yang baru saja masuk ke ruang apartemen Kiara untuk memulai kerjanya hari ini. Sejak pagi-pagi sekali dia sudah membaca berita-berita yang beredar di internet. Media-media online mempublikasi berita yang sama tentang laporan dari acara gala premiere fil, "Theodore dan Almira" semalam. Kiara yang baru terbangun pukul tujuh pagi dan langsung sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri, lalu mandi, belum sempat melihat berita online apa pun di internet. "Berita apa sih? Sudah pada bermunculan hasil review dari pemutaran premiere filmku semalam?" tanya Kiara. "Kamu buka internet?" tanya Livia. Kiara menggeleng. "Bangun tidur aku langsung bikin sarapan. Laper banget. Ini baru selesai mandi. Buatku, berita buruk pun bisa jadi kabar bagus karena bisa mendongkrak ketenaran film kita," jawab Kiara. Livia me
“Bonjour, Mademoiselle.” Tubuh Kiara yang sedang duduk menunggu sembari membaca sebuah majalah fashion, seolah kaku mendadak saat ia mendengar sapaan itu, samar-samar suara itu mengingatkannya dengan suara yang pernah ia dengar lebih dari setahun lalu. Logat Prancis yang sangat kentara, benar-benar melempar ingatannya langsung ke masa itu. Perlahan ia menoleh, kemudian tertegun dengan sosok yang berdiri tegap di belakangnya. Bukan Kiara yang berbalik, tetapi lelaki yang menyapanya itu yang lalu melangkah mendekat hingga kemudian berdiri tepat di hadapan Kiara. Alis Kiara terangkat tinggi. “Bertrand? Bertrand LaForce?” tanya Kiara, ragu pada penglihatannya sendiri. Ia sedang menunggu seorang teman di lobby hotel ini. Sungguh tidak mengira akan melihat sosok lelaki Prancis itu lagi di sini, di Jakarta. Kiara masih mengingat dengan jelas sosok di hadapannya ini, walau kini tampak sedikit berbeda. Tubuh lelaki yang kemudian duduk
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap
Di bandara Sokarno Hatta, Kiara dan Alaric berpisah dengan Livia karena tujuan mereka berbeda. Kiara merasa aneh dan belum terbiasa dengan situasi ini. Dia masih belum terbiasa tinggal serumah dengan Alaric dan berpisah dari Livia. Tetapi ini lah hidupnya sekarang. Dia sudah memulai membangun sebuah keluarga bersama Alaric. Sopir Kiara masih bekerja dengannya. Karena Kiara masih membutuhkannya jika dia nanti punya kegiatan yang berbeda dengan Alaric. Kiara sudah meminta sopirnya itu menjemputnya di bandara sejak kemarin. Maka, kini Kiara dan Alaric sudah berada di jok belakang mobil Kiara yang dikendarai sopir Kiara. Kiara menyandarkan kepalanya ke bahu Alaric. Alaric hanya melirik istrinya itu dan tersenyum. Dia biarkan Kiara bersandar padanya. Satu jam kemudian mereka baru sampai di apartemen baru mereka. Kiara tentu saja sudah beberapa kali ke apartemen ini, tetapi tidak pernah menginap. Apartemen yang sebenarnya dibeli Alaric tetapi untuk mereka tinggali
Kiara dan Alaric kembali ke Jakarta bersama Livia. Namun mulai sekarang tujuan mereka berbeda. "Liv, kamu tinggal di apartemenku saja. Berani kan kamu tinggal sendiri di situ? Untuk sementara, sebelum aku jual. Daripada kosong dan kamu juga bisa ngirit kan nggak usah nyewa tempat lain," kata Kiara, ketika mereka sedang menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Jakarta. "Serius, Ra? Memangnya kapan kamu akan menjual apartemenmu itu?" tanya Livia. "Sepertinya bukan dalam waktu dekat ini. Aku mau nyantai aja jualnya. Nggak usah dipasang diiklan. Sampaikan kabar mau jual itu dari mulut ke mulut aja. Sampai nanti akhirnya ketemu orang yang berminat. Kamu mau kan tinggal di situ dulu? Kan nggak jauh dari apartemenku dan Alaric. Kalau ada apa-apa aku amsih bisa ke situ dengan cepat, atau kamu yang ke apartemen kami," jawab Kiara. "Kenapa nggak kamu sewakan saja, Ra? Nggak perlu dijual. Kan lumayan bisa ada hasilnya, tapi kamu bisa
Kiara dan Alaric masih tinggal satu hari lagi di Surabaya. Ada pesta syukuran yang diadakan bersama oleh keluarga mereka. Bapak, ibu dan adik Alaric yang tinggal di hotel selama di Surabaya, ikut serta dalam acara pesta syukuran itu. Ada om dan tante serta beberapa sepupu Alaric yang juga datang dan menginap di hotel yang sama dengan ayah dan ibunya. Hotel itu jaraknya lebih dekat ke rumah orang tua Kiara. Syukuran itu diadakan di rumah orang tua Kiara. Hanya syukuran keluarga dengan hidangan sederhana. Yang penting mereka bisa berkumpul dan saling mengenal lebih dekat. Sehingga suatu saat bisa saling berkunjung. Kiara senang sekali melihat rumahnya dipenuhi keluarga besarnya. Sama seperti masa lamaran dahulu. Setelah dia kembali ke Jakarta dan hidup hanya berdua Alaric, maka segala keriuhan ini tak akan lagi dia rasakan. Dia pun sibuk merekam momen-momen bersama keluarganya. Kiara meminta satu per satu anggota keluarganya dan keluarga Alaric mengucapkan satu dua pat