Semua mata kini tertuju pada sesosok perempuan tua yang baru saja datang tersebut. Mereka seakan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Para tamu lagi-lagi merasa heran entah mengapa pernikahan Sean dan Serena seakan begitu banyak gangguan.Bukan hanya par tamu saja yang keheranan, Jordi si pemilik acara pun tampak kebingungan mendadak wajahnya pucat, sambil menganga juga membelalak ia tak hentinya menatap Merry."I-ini tidak mungkin, kenapa Tante bisa ada di sini?" tanya Jordi yang melangkah mundur. Ia terlihat gugup dan ketakutan.Yang terjadi selanjutnya malah semakin membuat para tamu kebingungan. Para bodyguard yang semula berada di pihak Jordi mendadak malah memegangi pria itu seakan menahannya untuk pergi."Aku diam karena memang sudah bosan dengan tingkahmu, tapi melihatmu berbuat sejauh ini membuatku berpikir jika aku harus segera mengambil tindakan," jawab perempuan tua itu."T-tapi, bukankah tante seharusnya sudah meninggal?" ucap Jordi yang keceplosan akibat merasa sa
Merry langsung menatap Sean dan Evelyn secara bergantian."Hey, aku tidak akan memihak siapa pun, tapi sepertinya saranku cukup adil untuk kalian berdua," ujar Merry bicara dengan yakinnya.Sean dan Evelyn menatap Merry dengan penasaran."Jadi, apa rencana itu?" tanya Evelyn yang sudah tidak sabar ingin mengetahui maksud Merry."Haish, kalian begitu tidak sabaran. Untuk sekarang kita nikahkan Serena dengan kekasihnya dulu saja agar acara ini tidak menjadi sia-sia, lalu kalian bisa menikah besok karena sepertinya Sean sudah tidak sabar," Merry melirik Sean dengan tatapan seperti meledek.Sean mengerti maksud Merry. Ia langsung merasa malu, padahal tujuan ingin cepat menikahi Evelyn adalah agar bisa segera hidup bersama, terlebih Kelvin selalu saja ingin keduanya tidur di kamar yang sama."Ide bagus, solusi yang tidak berpihak pada siapa pun." Evelyn mengangguk tanda setuju.Begitu juga dengan Sean. Meski sedikit merasa malu, ia juga mengangguk sekilas karena setuju dengan apa yang Merr
"Tapi, apa kamu yakin benar-benar ingin melihatnya?" Sean menatap Evelyn lekat, ia tahu seperti apa rasanya kehilangan."Memangnya apa yang ingin kamu tunjukkan?" Evelyn penasaran, terlebih karena wajah Sean mendadak terlihat serius.Sean segera mengambil sebuah buku dari balik jasnya."Diary?" Evelyn semakin tidak mengerti dengan maksud Sean. "Memang ada apa dengan Diary ini?""Baca saja!" Sean mengalihkan tatapannya dari Evelyn, ia khawatir jika ikut bersedih setelah melihat ekspresi perempuan itu.Evelyn yang penasaran pun segera membuka buku diary dengan sampul biru navy tersebut.Lembar demi lembar Evelyn baca dengan sangat fokus membuatnya tanpa sadar meneteskan air mata. Hingga saat Evelyn telah sampai di halaman terakhir, segera ia menatap Sean lekat."Aku menyesal tidak menemani Leon di akhir hidupnya." Evelyn mengusap air mata, dadanya benar-benar terasa sesak karena ternyata tanpa disadari telah menyakiti Leon di penghujung umurnya.Segera Sean merangkul Evelyn sambil sedik
Sean dan Evelyn segera menoleh pada orang yang sedang berbisik tepat di samping telinga mereka itu."Kenapa kamu menjadi begitu tidak sopan, Lukas?" protes Sean dengan wajah memerah karena merasa malu."Aku hanya kebetulan lewat dan tanpa sengaja melihat dua orang calon pengantin yang malah asik berkeliaran di luar padahal besok adalah hari pernikahan mereka," sindir Lukas sambil tersenyum simpul."Kami tidak bisa tidur," Evelyn memilih untuk menjelaskan langsung daripada Lukas malah berpikir yang tidak-tidak nantinya.Lukas tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia malah tersenyum sambil menatap Evelyn dengan tatapan seakan menertawai.Evelyn menjadi gugup. Ia sangat yakin jika Lukas tidak mempercayai ucapannya dan malah berpikir jika dirinya dan Sean sedang melakukan sesuatu di taman tersebut."Aku tidak seperti yang kamu pikirkan!" Evelyn seketika beranjak dari tempat duduknya. Kemudian berlalu pergi karena merasa malu jika terus berada di sana.Saat Evelyn pergi, Lukas segera duduk di sam
Bukan hanya Sean yang merasa terkejut, Evelyn yang tahu betul siapa kedua orang itu pun seketika terkesiap, matanya tak henti memandang ke arah sepasang suami istri yang baru saja datang itu."Kenapa mereka ada di sini? Aku benar-benar benci melihat dua orang itu," bisik Evelyn yang napasnya tak beraturan saking kesal."Aku tidak tahu, tapi lebih baik kita lihat saja apa tujuan mereka datang kemari," timpal Sean.Evelyn mengangguk tanda setuju. Ia benar-benar muak melihat adik kandung Helen yang sudah menguasai perusahaan sang ayah."Halo, Evelyn selamat atas pernikahanmu. Siapa sangka ternyata kini kamu menjadi jauh di atasku," ledek David, adik Helen."Ya, seperti yang kamu lihat, setidaknya aku bisa menikah dengan orang yang jauh lebih kaya dari keluarga Winston," sindir Evelyn yang terus tertawa meledek.David yang semula hendak menjatuhkan mental Evelyn itu dibuat terkejut saat perempuan itu malah balik menjatuhkannya. Ternyata Evelyn Winston yang ada di hadapannya kini tidak sepe
Bukannya mendengarkan Evelyn, Sean malah terus memeluk sang istri dengan begitu erat. Namun, ia merasa aneh dengan ekspresi Evelyn yang terus terlihat panik."Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Sean sambil mengusap bahu Evelyn."Ada Kelvin," bisik Evelyn yang sepertinya menahan malu.Sean terkejut, matanya langsung mengitari sekeliling, berusaha mencari keberadaan sang anak yang menurut Evelyn ada di kamar itu."Di mana?" tanya Sean sambil mengerutkan alis.Saat itu juga, Evelyn menunjuk ke belakang di mana ada Kelvin sedang berbaring. Sean yang penasaran langsung beranjak, dan mencari keberadaan sang anak."Key? Kenapa ada di sini?" tanya Sean yang terkejut saat melihat Kelvin ternyata sedang membuka mata."Key tahu Ayah dan Ibu sedang main rahasia. Key pura-pura tidur karena ingin tahu," oceh Kelvin.Sean membelalak tak menyangka jika sang anak sampai berpikir sejauh itu."Ayah dan Ibu hanya ingin membicarakan sesuatu yang anak kecil tidak boleh tahu," balas Sean yang berus
Evelyn segera mandi dan berganti pakaian. Meski kepalanya masih terasa pusing akibat belum tidur sejak semalam, ia tetap memaksakan diri untuk pergi ke tempat di mana dirinya telah membuat janji dengan Samuel.Sebelum pergi Evelyn menyempatkan diri untuk mengecup Kelvin dan juga Sean yang masih tidur dengan nyenyak. Setelahnya baru ia pergi bersama dengan Lukas yang kebetulan hendak pergi ke arah yang sama juga."Apa perlu aku temani?" tanya Lukas yang merasa khawatir, takutnya jika Evelyn tidak terlalu paham dan berakhir ditipu oleh orang lain."Kebetulan, aku memang butuh seseorang yang sedikit mengerti tentang bisnis," jawab Evelyn yang sebelumnya tidak berniat mengajak Lukas."Kenapa tidak ajak Pak Sean saja?" tanya Lukas sambil menyalakan mobil."Dia baru saja tidur. Aku tidak ingin mengganggunya," jawab Evelyn sambil menghela napas dalam, karena sejak awal pun ia sudah berniat untuk mengajak Sean bertemu dengan Samuel."Baru saja tidur?" Lukas menoleh sekilas sambil mengernyitka
"Menurut ramalan cuaca, besok adalah pagi yang cerah, sepertinya cocok untuk berkunjung," celetuk Lukas.Evelyn menatap Lukas sambil mengerutkan alis, heran karena pria itu tiba-tiba mengatakan hal yang mengejutkan."Kenapa kamu bisa berkata seperti itu?" bisik Evelyn yang merasa jika Lukas sudah gegabah."Kita bahas nanti saja di rumah," balas Lukas seraya berbisik.Pada akhirnya Evelyn pun berujung dengan mengiyakan ajakan Daren untuk berkunjung ke rumah."Aku benar-benar menunggu kedatanganmu, Evelyn. Kamarmu masih belum berubah, aku sengaja menjaganya agar tetap seperti dulu," ujar Daren yang terlihat begitu kegirangan.Evelyn hanya tersenyum. Mendengar kata-kata Daren malah membuat dadanya terasa sesak karena teringat kembali semua kenangan pahit di rumah itu.Saat sedang berbincang, ponsel Daren mendadak berdering. Dari wajahnya terlihat sekali jika itu adalah panggilan penting dari seseorang."Ah sebentar ya, aku angkat telepon dulu." Darena segera beranjak dari tempat duduknya
Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
Sean tampak kebingungan, tak tahu sang istri hendak mengajaknya ke mana. Sampai saat mereka berdiri di depan sebuah rumah barulah mengerti alasan Evelyn membawanya ke sana.“Kuharap ibu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah korupsi dan perdagangan manusia.” Evelyn tampak terus menghela napas berat, terlebih di setiap kali teringat ibunya.Sean tak mau berspekulasi lebih dan hanya berniat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi nantinya.“Ibu ….” teriak Evelyn sambil berjalan cepat ke arah pintu.Namun, ketika masuk ke rumah, Evelyn sama sekali tak mendapati keberadaan sang ibu. Ia mencari ke kamar, dapur bahkan ke gudang, tetapi Rose sama sekali tak ada.“Sepertinya ibumu telah pergi, Evelyn.” Sean merangkul sang istri yang tampak sedang kecewa.“Aku tidak menyangka ibu jadi seperti ini.” Mata Evelyn berkaca-kaca.“Sudahlah, mau bagaimana kalau itu semua sudah menjadi pilihan ibu. Lebih baik kita pulang sekarang, Kelvin sudah menunggumu.”Evelyn mengangguk, rasanya ingin menangis t
Namun, pria yang menariknya itu malah seakan tak memperdulikan Evelyn dan terus menarik entah hendak membawanya ke mana.“Lepaskan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!” ancam Evelyn sambil terus berusaha melepas tangan pria itu.Mendadak pria itu menghentikan langkahnya, menatap Evelyn dengan tatapan datar.“Bu Evelyn, saya tidak bermaksud jahat. Maaf karena saya telah lancang membawa Anda dengan kasar, tapi kalau tidak begini saya khawatir Anda akan kabur dan melewatkan apa yang sedang Pak Sean lakukan,” jelas pria itu.“Pak Sean? Siapa kamu? Bukankah kamu warga asli desa ini?” Perasaan Evelyn menjadi tak karuan saat mendengar ucapan pria itu.“Saya anak buah Pak Sean yang bertugas untuk mengawasi Anda karena secara kebetulan juga merupakan warga desa,” terang anak buah Sean itu.Evelyn belum percaya sepenuhnya, tatapan penuh kecurigaan terus ia perlihatkan. Wajar jika perempuan itu tidak langsung percaya karena bagaimanapun dirinya sedang berada di posisi yang me
Noah terus memperhatikan sekeliling, mengawasi Joseph dan Viona, berharap jika kedua orang itu tidak sedang memperhatikannya. Dan benar saja, mereka sedang asyik dengan orang-orang yang sedang berusaha menjilat.“Aku harap ini akan berhasil,” gumam Noah yang segera beranjak, lalu menyelinap keluar dari pesta.Beruntung saat itu tidak ada yang memperhatikannya, sehingga Noah bisa leluasa berjalan ke sana kemari tanpa ada yang mengetahui.Namun, saat ia sampai di rumah, dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang menjaga area sekitar rumah Joseph tersebut, karenanya Noah berusaha untuk terlihat tenang dan menyembunyikan niat buruknya.“Tuan muda, kenapa Anda sudah kembali? Bukankah pesta masih sedang berlangsung?” tanya salah seorang pria yang sedang menjaga rumah Joseph tersebut.“Ayah menyuruhku untuk membawa perempuan itu ke pesta,” ucap Noah yang terlihat begitu gugup.Awalnya para penjaga sedikit tidak yakin dengan ucapan Noah tersebut. Namun, mereka berpikir kembali, untuk apa
Kelvin tidak mengerti dengan maksud ayahnya, tetapi ia tetap mengizinkan selama bisa membawa sang Ibu kembali.“Hati-hati di jalan, Ayah! Jangan lama-lama,” pinta Kelvin sambil melambai.Mata Kelvin berkaca-kaca. Namun, ia berusaha untuk tetap tegar karena itu semua demi kebaikan sang ibu. Beruntung ada Nicki dan Diana yang selalu menemani, setidaknya bocah itu tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.“Paman Nick apakah ayah akan pergi lama?” tanya Kelvin yang wajahnya jelas terlihat sedang menahan tangis.“Paman tidak bisa memastikannya, tapi ayah pasti tidak mau berlama-lama jauh dari Key.”Kelvin tersenyum, berusaha untuk kuat. Bocah itu seakan didewasakan oleh keadaan, yang mana di usianya dia sudah mengalami banyak masalah.Di tengah kegelisahan Kelvin, Sean saat itu malah sedang merasa bahagia karena pada akhirnya semua bukti dan saksi sudah terkumpul, hanya tinggal menjalankan rencana yang sudah matang itu.Sean melaju, menuju salah satu gudang terbengkalai yang berada ujung kot
Evelyn begitu mengenali wanita yang kini berada di hadapannya. Bagaimana tidak? ingatan akan kenangan pahit masih terus terngiang, tidak mungkin terlupakan.“Siapa sangka ternyata kita bisa bertemu lagi,” ucap wanita itu.Evelyn benar-benar benci menatap wajah wanita yang terlihat menjijikan itu, melihatnya membuat teringat pada Sean.“Aku kan tidak menyangka akan bertemu dengan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Evelyn dengan tatapan sinis.Ucapan Evelyn berhasil memancing emosi wanita itu. Senyum yang semula tampak penuh penghinaan berubah dengan rasa sakit hati yang jelas terlihat.“Jaga ucapanmu itu jika tidak mau ku buat hidupmu lebih menderita!”Melihat wanita itu kesal, Evelyn merasa sedikit puas, setidaknya perempuan itu merasa sakit hati walaupun hanya sedikit.Namun, rasa senang Evelyn hanya bersifat sementara karena saat itu ia malah ditarik secara paksa menuju ke tempat Joseph berada.“Hentikan! Aku tidak ingin pergi dengan manusia jahat seperti kalian!” timpal Evelyn samb
“Apa maksudnya dengan semua ini? Kami datang bersama-sama tapi kenapa malah melarangku untuk keluar dari Desa ini?” Evelyn menatap tajam kedua penjaga gerbang Desa tersebut.“Maaf, ini semua atas perintah Tuan Joseph. Kami tidak mungkin membantahnya,” jawab salah seorang penjaga.“Kenapa dia terus mengusik hidupku?” Evelyn berusaha mengatur nafas yang sesak akibat emosi yang sudah terlalu bergejolak di dada.Evelyn tidak tahu harus berbuat apa, sampai sekilas terbesit sebuah ide yang sepertinya cukup menarik untuk dilakukan. Ia mendekat perlahan ke arah Diana, lalu berbisik, “kalian pergilah duluan! Aku akan menyusul setelahnya.”Diana tidak setuju dengan ide Evelyn tersebut, tetapi berulang kali menolak pun percuma karena atasannya itu terus memaksa dan mengatakan semua akan baik-baik saja “Percayalah padaku!” ungkap Evelyn dengan senyum yang ia tunjukkan demi berusaha menutupi kegelisahannya.“Tapi, Kak …..” Diana masih ragu untuk meninggalkan Evelyn seorang diri.“Sudahlah, yang t
Di saat Sean rengah mengumpulkan banyak bukti untuk menghancurkan Joseph, di sisi lain Evelyn sedang dalam keadaan hancur, terlebih karena Kelvin terus menanyakan tentang keberadaan ayahnya.“Ibu, kapan ayah pulang? Katanya cuma sebentar!” Kelvin terus mengatakan hal tersebut berulang-ulang.“Ibu tidak tahu, mungkin akan lebih lama karena ini masalah pekerjaan,” ucap Evelyn yang matanya berkaca-kaca.“Ayah jahat! Tega sekali meninggalkan Key,” rengek Kelvin yang bertingkah seperti bocah tantrum.Evelyn tak tahu lagi harus mengatakan apa pada Kelvin. Sang anak seakan tak terima dengan kepergian ayahnya, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana kedepannya, mengingat dirinya sendiri tidak tahu kapan bisa bertemu lagi dengan Sean setelah setelah kejadian sebelumnya.Beruntung Diana dan Nicki seringkali bertindak cepat. Mereka langsung mengajak Kelvin bermain, berusaha mengalihkan perhatian bocah itu.“Apa kamu tahu apa yang sedang terjadi dengan Pak Sean?” tanya Diana sambil berbisik, ta
Sean seketika bingung, merasa tidak kenal dengan perempuan itu.“Siapa kamu?” tanya Sean sambil mengerutkan alis.“Menyebalkan, ternyata kamu sudah melupakanku!” protes wanita itu.Meski berusaha mengingat, tetap saja Sean lupa jika pernah bertemu dengan wanita itu.“Cepat katakan saja siapa kamu!” seru Sean yang tidak suka bertele-tele.Perempuan itu malah tertawa dengan begitu kencangnya. Wajahnya menunjukkan jika ia memiliki maksud yang tidak baik.“Apa kamu ingat kopi tumpah dan penguntit?” Perempuan itu tersenyum licik.Hanya dengan beberapa kata Sean langsung teringat kejadian di mana seorang wanita pernah menumpahkan kopi pada pakaiannya dan mengaku jika dirinya sedang diikuti oleh seorang penguntit.“Apa maumu?” Sean menatap wanita itu dengan wajah datar.Perempuan itu malah tertawa lagi, lalu tatapannya seakan menatap Sean penuh kebencian.“Salahmu sudah mengabaikanku waktu itu, padahal awalnya aku tidak berniat menuruti permintaan Ayah untuk menjebakmu. Tapi sikapmu yang som