Bab126
"Wiliam, tolong jangan merusuh. Ini acara keluarga kami, dan kamu! Bukan lagi bagian keluarga ini."
"Aku memang tidak merasa berkeluarga dengan Anda. Aku datang kemari, hanya untuk menjemput Ibu dari anakku."
Para tamu undangan nampak terkejut. Keadaan menjadi semakin mulai ricuh.
"Apa maksud kamu?" bentak Welas. "Keluar dan jangan mengacaukan acara kami."
"Welas, apa yang lelaki itu katakan?" tanya Jack Mose, yang mulai terpengaruh dengan ucapan Wiliam tadi.
"Sini, lebih baik pertunangan ini di hentikan. Sejak awal aku sudah curiga, bahwa wanita ini, bukan wanita baik-baik," maki wanita paru baya.
Dengan tatapan mengintimidasi, wanita itu menutup lagi, cincin pertunangan Aluna.
Wanita yang bagian dari kerabat Jack Mose itupun, merasa sangat dipermalukan kali ini.
"Aluna adalah Ibu dari anakku. Apakah kamu yakin, ingin menikahinya? Merasa pantas, umur setua ini? Bisa-bisa dipanggil Kakek oleh anakku," ejek Wiliam.
Bab127"Kamu yang mengacaukan acara kami," bentak Welas dengan mata melotot.Wiliam berdiri, mendekati ke arah Welas."Jangan Ketua pikir, kalau aku tidak tahu apa-apa. Aku tahu, Ketua secara halus memaksa Aluna, untuk mengikuti mau ketua. Apakah Aluna bahagia atau tidak, Anda tidak perduli. Apakah itu, figur seorang Ayah yang baik dan bertanggung jawab?" tanya Wiliam, setelah berkata panjang lebar menyerang Welas dengan perkataan pedasnya, namun sesuai fakta."Aku ingin dia bahagia. Aku tidak ingin, Aluna terus berusaha, untuk bisa hidup denganmu." Welas menarik napas berat. "Aku sangat kasihan pada anak itu. Saking cinta mati pada kamu, dia bahkan rela, mengandung anakmu sendirian, tanpa kamu perdulikan.""Setidaknya, jangan memaksanya, menerima lelaki tua itu.""Tidaka ada pilihan lain lagi. Biar bagaimana pun juga, Welas enterprise akan krisisi, jika bermasalah dengannya.""Seharusnya Anda yang lebih jeli dalam berbisnis. Dulu And
Bab128"Hei." Nike Jode mendekati mereka."Nike," sapa Aluna, sembari tersenyum tipis. Sedangkan Wiliam masih mematung."Bagaimana ini sampai terjadi?" tanya Nike Jode, sembari melihat perban yang melingkari kepala Aluna."Sakit," seru Aluna dengan suara manja."Ah, maaf." Nike Jode meletakkan buah-buahhan dan juga bunga di atas nakas."Aku sangat khawatir, ketika mengetahui kamu masuk rumah sakit.""Kamu tahu dari siapa?""Ayahmu.""Oh.""Maafkan aku, aku tidak bisa melindungi kamu." Nike Jode meraih tangan Aluna.Wiliam yang melihat semua itu, berdehem nyaring. Lelaki itu merasa muak, di perlakukan seolah tidak terlihat sama sekali di mata kedua sahabat itu."Oh Tuan Wiliam," seru Nike Jode. "Apa kabar Anda?" tanyanya, sembari mengangkat tangan untuk berjabat."Baik." Sahutan dingin dari Wiliam, tanpa mau menoleh ke arah Nike Jode.Nike Jode pun menurunkan tangannya, dan bersika
Bab129"Aluna, sabar," pinta Nike Jode."Stop! Jangan hentikan aku," teriak Aluna lagi. Wanita itu pun berusaha turun dari ranjangnya.Namun lagi-lagi, Nike Jode menahannya."Kata Ayahmu, kamu cukup lihat video itu. Adik-adikmu akan aman di sana. Hanya saja, Ayahmu lagi mengajak mereka main.""Bodoh! Itu bukan mengajak main. Tapi Ayahku lagi mengancamku.""Mengancam bagaimana?""Shitt. Banyak tanya!" bentak Aluna, berusaha mendorong tubuh Nike Jode yang menghalangi langkahnya.Namun Nike malah menarik tangan Aluna."Aluna tolong! Kamu pasti hanya salah paham pada Ayahmu. Ayo kita obati dulu luka di tanganmu.""Lepas!" pinta Aluna, sembari menarik tangannya. Namun Nike Jode malah mempererat pegangan tangannya."Kamu keras kepala sekali. Aku tidak mau, kamu kehabisan darah karena ini," ucap Nike Jode. Sembari memencet alarm darurat.Tidak lama kemudian, seorang perawat perempuan datang ke ruangan
Bab130"Jeremy, Case!" Aluna berlarian ke arah kedua bocah itu. Tanpa memperdulikan Nike Jode lagi.Kedua bocah itu pun turun dari pangkuan Wiliam, dan berlari ke arah Ibunya.Aluna Welas memeluk kedua anaknya, sembari menciumi pipi mereka dengan terisak."Maafkan Ibu," lirih Aluna, mendekap erat kedua anak itu."Kakey au bawa cami teljun, Bu." (Kakek mau bawa kami terjun, Bu) Jeremy mulai bercerita."Api, Om di sana," tunjuk Jeremy, mengarah pada Wiliam yang duduk terdiam, menyaksikan pertemuan anak-anak dan Ibunya."Cepelti palhawan. Hibat, angsung menancap ami."(Seperti pahlawan. Hebat, langsung menangkap kami.)Mendengar penuturan cadel si Jeremy. Aluna menatap lekat wajah Wiliam."Terimakasih," lirih Aluna."Angel. Kemari!" titah Wiliam.Seorang perempuan yang bernama Angel, pun berjalan santun, mendekat ke arah mereka."Ya Tuan.""Tolong bawa anak-anak masuk ke mobil.
Bab131Wiliam tersenyum manis ke arah Aluna Welas."Senyummu sangat manis. Karena senyum yang sangat manis inilah, aku menderita bertahun-tahun."Aluna membuang pandangan, menjauh dari tatapan mata bening Wiliam."Itu tidak akab terulang lagi. Aku bisa menciptkan pelangi di hidupmu, Nona Aluna Welas.""Untuk apa Tuan Wiliam yang terhormat? Untuk kembali melukaiku?""Kau terlalu buruk menilaiku.""Jangan tekan hatimu untuk berlaku demikian. Di dalam sana, sudah terukir nama wanita lain. Wanita yang tidak mungkin aku kalahkan pesonanya. Karena dia, abadi di hatimu.""Aku tidak perlu harus tertekan. Bagiku ini sepele, hanya tentang sebuah tanggung jawab, yang harus aku tunaikan.""Jika hanya berdasarkan tanggung jawab, maka lupakanlah, aku tidak terlalu mengharapkannya.""Tidak untukmu, tapi untuk anakku."Aluna terdiam."Untuk apa hidup bersama, jika cinta, tidak ada di hatimu, Tuan Wiliam."
Bab132"Kau yang menyebabkan semua ini!" hardik Merlin."Aku?""Ya. Aku sudah tahu semuanya. Ayahmu bangkrut seketika, karena hancurnya pertunanganmu. Dia malu, dan memilih bunuh diri. Dan itu, semua karena ulahmu," teriak Merlin dengan sengit."Jika saja, kamu menerima pertunangan itu dengan lapang dada, demi sebuah balas jasa pada Ayahmu. Maka semua ini, tidak akan pernah terjadi, Aluna. Tapi sayangnya, kamu begitu bodoh dan ceroboh.""Nyonya, maaf." Alendra datang mendekat. Merlin menatap sengit ke arah Alendra."Kita semua sedang berduka. Ada baiknya, kita tidak mengacaukan pemakaman ini.""Siapa kamu, berani mengatur-atur saya?" Merlin menatap tajam ke arah Alendra."Saya Alendra, kepala keamanan Tuan Welas.""Cih. Hanya seorang babu." Merlin menatap rendah dan remeh pada Alendra.Namun Alendra tidak menanggapi cibiran dan tatapan merendahkan itu.Alendra mendekati Aluna yang terisak, dan m
Bab133Sesampainya mereka di vila mewah tempat Wiliam dan keluarganya tinggal, Aluna meragu melangkah."Ada apa?" tanya Wiliam, ketika melihat Aluna terdiam, tanpa mau melanjutkan langkahnya."Aku belum siap bertemu Ibumu.""Kau takut padanya?""Entahlah, aku hanya tidak ingin mentalku dan anak-anakku terganggu.""Aku akan mengatasi Ibu."Aluna menatap Wiliam."No, lebih baik aku pergi.""Aku berjanji akan menjagamu dan anak-anak.""Aku takut engkau akhirnya merasa lelah, dan sadar, kami hanyalah beban. Sebab di hatimu saja, kami tidak bertahta.""Aluna, jangan membuat sesuatunya menjadi rumit.""Tidak, aku hanya bicara tentang fakta. Ibumu membenciku, dan menurutmu, apakah aku harus hidup dalam hinaan?"Aluna menarik napas."Aku tidak ingin memperluas luka ini. Aku juga tidak mungkin, membuat seorang anak dan Ibunya bermasalah. Ini hidupku, kamu tidak perlu ikut campur terlalu jauh."
Bab134Aluna berjalan cepat, memasuki kediaman mewah Wiliam. Ia berjalan dengan amarah, yang membuncah dalam dadanya."Ada apa? Kamu gila, mengacaukan kehidupanku," pekik Aluna, sembari membuka kasar, pintu kamar Wiliam."Sulplice," ucap Jeremy, dengan suara imutnya.Aluna membeku, ketika melihat kue ucapan ulang tahun, berdiri tegak di depan Jeremy.Hiasannya begitu sangat mewah, dan di kerjakan dengan sangat teliti."Ibu, kok diam.""Apa maksudnya semua ini? Apa kamu tidak bosan mempermainkan aku?"Wiliam terkekeh, mendengarkan ucapan Aluna yang terdengar serak."Mencintaimu memang pilihanku. Tapi bukan berarti, kamu berhak mempermainkanku. Aku merasakan luka dalam selama ini, bahkan mengalami kebutaan, karena terlalu mencintaimu.""Sudahlah, mari menikah, dan bangun rumah tangga."Aluna membuang pandang."Sudahlah, berhenti menyakitiku seperti ini. Siang tadi, kamu bahkan berniat membunuhku se
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe