Bab131
Wiliam tersenyum manis ke arah Aluna Welas.
"Senyummu sangat manis. Karena senyum yang sangat manis inilah, aku menderita bertahun-tahun."
Aluna membuang pandangan, menjauh dari tatapan mata bening Wiliam.
"Itu tidak akab terulang lagi. Aku bisa menciptkan pelangi di hidupmu, Nona Aluna Welas."
"Untuk apa Tuan Wiliam yang terhormat? Untuk kembali melukaiku?"
"Kau terlalu buruk menilaiku."
"Jangan tekan hatimu untuk berlaku demikian. Di dalam sana, sudah terukir nama wanita lain. Wanita yang tidak mungkin aku kalahkan pesonanya. Karena dia, abadi di hatimu."
"Aku tidak perlu harus tertekan. Bagiku ini sepele, hanya tentang sebuah tanggung jawab, yang harus aku tunaikan."
"Jika hanya berdasarkan tanggung jawab, maka lupakanlah, aku tidak terlalu mengharapkannya."
"Tidak untukmu, tapi untuk anakku."
Aluna terdiam.
"Untuk apa hidup bersama, jika cinta, tidak ada di hatimu, Tuan Wiliam."
Bab132"Kau yang menyebabkan semua ini!" hardik Merlin."Aku?""Ya. Aku sudah tahu semuanya. Ayahmu bangkrut seketika, karena hancurnya pertunanganmu. Dia malu, dan memilih bunuh diri. Dan itu, semua karena ulahmu," teriak Merlin dengan sengit."Jika saja, kamu menerima pertunangan itu dengan lapang dada, demi sebuah balas jasa pada Ayahmu. Maka semua ini, tidak akan pernah terjadi, Aluna. Tapi sayangnya, kamu begitu bodoh dan ceroboh.""Nyonya, maaf." Alendra datang mendekat. Merlin menatap sengit ke arah Alendra."Kita semua sedang berduka. Ada baiknya, kita tidak mengacaukan pemakaman ini.""Siapa kamu, berani mengatur-atur saya?" Merlin menatap tajam ke arah Alendra."Saya Alendra, kepala keamanan Tuan Welas.""Cih. Hanya seorang babu." Merlin menatap rendah dan remeh pada Alendra.Namun Alendra tidak menanggapi cibiran dan tatapan merendahkan itu.Alendra mendekati Aluna yang terisak, dan m
Bab133Sesampainya mereka di vila mewah tempat Wiliam dan keluarganya tinggal, Aluna meragu melangkah."Ada apa?" tanya Wiliam, ketika melihat Aluna terdiam, tanpa mau melanjutkan langkahnya."Aku belum siap bertemu Ibumu.""Kau takut padanya?""Entahlah, aku hanya tidak ingin mentalku dan anak-anakku terganggu.""Aku akan mengatasi Ibu."Aluna menatap Wiliam."No, lebih baik aku pergi.""Aku berjanji akan menjagamu dan anak-anak.""Aku takut engkau akhirnya merasa lelah, dan sadar, kami hanyalah beban. Sebab di hatimu saja, kami tidak bertahta.""Aluna, jangan membuat sesuatunya menjadi rumit.""Tidak, aku hanya bicara tentang fakta. Ibumu membenciku, dan menurutmu, apakah aku harus hidup dalam hinaan?"Aluna menarik napas."Aku tidak ingin memperluas luka ini. Aku juga tidak mungkin, membuat seorang anak dan Ibunya bermasalah. Ini hidupku, kamu tidak perlu ikut campur terlalu jauh."
Bab134Aluna berjalan cepat, memasuki kediaman mewah Wiliam. Ia berjalan dengan amarah, yang membuncah dalam dadanya."Ada apa? Kamu gila, mengacaukan kehidupanku," pekik Aluna, sembari membuka kasar, pintu kamar Wiliam."Sulplice," ucap Jeremy, dengan suara imutnya.Aluna membeku, ketika melihat kue ucapan ulang tahun, berdiri tegak di depan Jeremy.Hiasannya begitu sangat mewah, dan di kerjakan dengan sangat teliti."Ibu, kok diam.""Apa maksudnya semua ini? Apa kamu tidak bosan mempermainkan aku?"Wiliam terkekeh, mendengarkan ucapan Aluna yang terdengar serak."Mencintaimu memang pilihanku. Tapi bukan berarti, kamu berhak mempermainkanku. Aku merasakan luka dalam selama ini, bahkan mengalami kebutaan, karena terlalu mencintaimu.""Sudahlah, mari menikah, dan bangun rumah tangga."Aluna membuang pandang."Sudahlah, berhenti menyakitiku seperti ini. Siang tadi, kamu bahkan berniat membunuhku se
Bab135 Case memutar bola matanya malas, membuat Wiliam sedikit kesal, dengan tingkah laku si gadis kecil. "Dasar wanita," gumam Wiliam. "Memangnya kenapa?" tanya Aluna, yang mendengar jelas gumaman Wiliam. "Nggak. Sudahlah, bawa mereka!" titah Wiliam kepada pelayan. "Enda au," sahut Jeremy, sembari terisak. "Jeremy, ayo lekas! Anak kecil dilarang membantah," tegas Wiliam. "Awas anggu Ibuku," ancam Jeremy, membuat Wiliam geleng-geleng kepala. Sorot mata tajam kedua bocah itu, membuat Wiliam geli melihatnya. "Kamu ajarin apa mereka?" "Aku tidak mengajari mereka seperti itu. Itu murni, keturunan dari sifatmu." "Aku? Tuduhan macam apa itu?" "Itu fakta. Apakah kamu tidak bisa mengenali dengan baik? Karakter Case itu, sangat jelas sepertimu." "Case kan bukan anakku!" "Ha? Apa maksudmu?" "Case bukan anakku. Cuma Jeremy, yang jelas darah dagingku, kamu bisa lihat sen
Bab136"Kenapa kamu diam?" Wiliam kembali bertanya."Itulah penyesalanku selama ini. Minggir, dan jangan berani menyentuhku lagi," seru Aluna Welas, dengan menatap tajam mata elang Wiliam.Lelaki itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum nakal kepada Aluna."Mari mulai lagi," bisik Wiliam, sembari mendekati telinga Aluna, dan menggigit manja telinga wanita cantik itu."Aakkhccch ...." Aluna merasa malu dan langsung membekap mulutnya sendiri.Mendengar desahan Aluna Welas tadi, membuat Wiliam tersenyum semakin nakal dan berpotensi untuk menyerang tiba-tiba."Kumohon jangan lakukan," pinta Aluna Welas."Kamu yakin? Kurasa itu tidak sesuai dengan hatimu," sahut Wiliam, sembari menatap dalam, mata hitam Aluna Welas.Wiliam dengan liar, menjelajahi setiap jengkal tubuh Aluna. Hingga Aluna Welas yang semula menolak, kini terbuai dengan permainan panas Wiliam.Permainan yang semakin panas itu, kini semakin dik
Bab137"Berani sekali kamu berteriak kepada saya. Memangnya kamu pikir, dirimu itu siapa? Hanya seorang anak dari lelaki bodoh yang memilih mati bunuh diri. Dan juga, seorang wanita murahan, yang hamil diluar nikah.""Anda pikir Anda siapa? Jadi merasa berhak menghina saya sekejam itu?""Aku nyonya di rumah ini.""Anda bisa kaya begini, berkat bantuan Wiliam. Kalau tidak, Anda hanyalah orang miskin, yang dulunya jadi penjilat di keluarga Welas. Dan sekarang, Anda begitu congkak, tanpa berkaca dari masa lalu.""Kurang ajar sekali kamu!" geram Amira, sembari mengepalkan tinju."Sudahlah, Bu. Jika Ibu tidak ingin dihina orang. Maka berhentilah menghina Aluna. Dia, bahkan tidak memiliki salah apapun kepada kita.""Tapi orang tuanya, selalu menghina kamu!""Semua yang jahat itu, telah mendapatkan balasannya. Ibu lihat keluarga Tones di masa dulu. Mereka begitu angkuh dan suka menghina orang. Sekarang, kita bisa lihat bukan, rata-rat
Bab138Meski dengan berat hati. Akhirnya, Aluna Welas pun bangkit dari duduknya, dan menurut begitu saja pada Wiliam.Kali ini, dia berusaha percaya pada omongan lelaki di depannya.Wiliam tersenyum, melihat Aluna mau mendengar ucapannya kali ini, tanpa harus berdebat panjang seperti sebelumnya.Meskipun gerakkan langkah Aluna Welas terlihat kaku. Namun dia tetap melangkah, mengikuti Wiliam dari belakang.Dengan satu tangan kanannya, yang dipegang erat oleh lelaki tampan itu.Diruang tengah, Amira yang duduk bersebrangan dengan Jonas, menoleh ke arah dua sejoli itu."Ada apa lagi?" tanya Amira dengan dingin."Aku hanya ingin bicara serius pada kalian berdua," sahut Wiliam, sembari berjalan menuju salah satu kursi, yang berjejer rapi di dekat Jonas duduk.Aluna Welas dan Wiliam pun duduk."Ibu, Jonas. Aluna Welas akan tinggal di sini.""Apa? Kamu jangan gila Wiliam.""Gila bagaimana? Aku akan menikahi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe