Waktu terus bergulir, langit yang tadinya terang kini sudah menggelap. Notifikasi di ponsel Vella pun seakan tak berhenti bergetar mengingatkan Vella untuk segera kembali. Diam-diam nenek Lola memperhatikan Vella yang terus mengulum senyum sembari membalas chat. Sudah pasti itu Samudera yang mulai rewel karena ditinggal lama. Vella jadi merasa mempunyai bayi besar sekarang. "Namanya siapa?" Tiba-tiba nenek Lola bertanya dengan suara seraknya yang bernada lembut. Vella yang berbaring tengkurap di sebelah nenek Lola segera mendongak dan menaikan alis sembari tersenyum. "Perlihatkan pada nenek, seperti apa wajahnya?" Kedekatannya dengan nenek Lola membuat Vella tak ragu untuk menunjukkan foto Samudera kepadanya. "Pantas saja, mata cucu nenek memang tidak pernah salah. Sangat tampan," ucap nenek Lola memuji paras mulia seorang Samudera. Vella tersenyum girang lantas memeluk neneknya dan berkata, "Nenek, apakah Nenek baik-baik saja jika aku pergi? Sebenarnya malam ini aku ada janji
Di sofa ruang bacanya Edgar tertegun sendirian menatap sebuah foto kebersamaannya dengan Vella dan Vita sebelum Andin dan Indina tiba. Dulu mereka sangat bahagia layaknya keluarga yang sempurna, tapi Edgar menghancurkan semuanya dengan sebuah penghianatan.Sekarang rasa bersalah itu seperti menumbuknya menjadi serpihan debu yang tak berguna.Edgar sadar semua rentetan masalah ini berawal dari penghianatannya terhadap Vita, hingga Vella juga harus menanggung dampak dari perbuatannya.Sekarang dia tidak punya sanggahan jika Vella menilainya sebagai seorang ayah yang buruk. Edgar sendiri juga merasa dirinya bodoh dan hanya menciptakan kesedihan di hati anak dan istrinya.Setelah mengkhianati istri cantik yang setia, dia malah membuang dan menelantarkan Vella di luar sana. Kata 'bajingan' sepertinya tak cukup untuk menggambarkan dirinya saat ini. Edgar sadar itu.Edgar tidak menoleh ketika seseorang hadir di sebelahnya tanpa berkata, dia tahu itu Vella. Hanya saja dia tidak punya kata-k
Di restoran Galaksi Samudera sudah duduk dengan tenang di mansion 8, ruangan eksklusif yang dia pesan setelah menerima telepon dari Vella bahwa Edgar ingin bertemu. Seperti biasa, Samudera selalu tenang sama sekali tidak menunjukkan kepanikan. Berbeda dengan Vella saat ini, ia mulai sedikit gugup sambil berjalan di sebelah Edgar menuju ke mansion 8. Ini pertama kalinya Edgar bertemu dengan Samudera, Vella takut Edgar akan memberi pertanyaan aneh dan juga menekan. Samudera memang seperti orang asing yang tiba-tiba muncul di kehidupan Vella. Jadi kemungkinan besar Edgar akan lebih protektif terhadap Vella. Sembari merengkuh lengan papanya, Vella mulai berbisik, "Pa, nanti Papa jangan memberi pertanyaan yang aneh-aneh ya? Jangan menakut-nakutinya." Permintaan Vella ini segera menciptakan senyum geli yang terlihat samar di bibir Edgar, ia pun menjawab santai, "Kalau takut ya putus saja." "Tch … mendadak aku menyesal mengajak papa bertemu dengannya," gerutu Vella lirih, tapi masih bi
Suara serak di depan pintu yang masih tertutup juga menarik perhatian Edgar untuk menoleh. Sementara Vella langsung menatap Samudera seakan berkata, 'Lakukan sesuatu!'Kedatangan kakek Baswara secara mendadak di hadapan Edgar, tentu akan menimbulkan masalah lain.Sebaiknya hanya sedikit orang yang tahu tentang pernikahan Vella dengan Samudera, paling tidak sampai mereka lulus sekolah.Samudera pikir juga begitu, saat ini dia belum menemukan keberadaan Vita. Membiarkan Edgar dan kakek Baswara bertemu pasti akan membuat masalah lebih runyam.Samudera segera meraih ponsel dan mengirim pesan dengan cepat."Apa kamu datang bersama seseorang di sini?" tanya Edgar pelan.Tapi belum sempat Samudera menjawab, suara gaduh di luar kembali terdengar."Kakek salah tempat, acaranya bukan di sini. Ayo, Kek. Mama dan papa sudah menunggu!""Kakek jangan jauh-jauh dari kami, aku mau menagih oleh-oleh kenapa sudah hilang?""Atau jangan-jangan Kakek datang dengan tangan kosong ya hingga ingin menghindari
Vella tertegun sembari berbaring menyamping di tempat tidurnya tanpa merasakan kenyamanan.Pandangannya kosong, sesekali diwarnai dengan embusan napas kasar yang terasa hangat menyentuh ujung bibir.Sampai telinganya mendengar suara pintu terbuka, perlahan Vella segera memejamkan mata.Tempat tidur bergoyang ringan, aroma maskulin semakin mendekat diikuti pelukan hangat dari belakang."Kamu sudah tidur?" bisik Samudera di dekat telinga Vella.Vella bergeming, tak ingin merespon pertanyaan Samudera. Dia tidak ingin meledak, hanya mencoba meredam kekacauan hati seorang diri.Kecupan sayang Vella rasakan di atas telinganya. Berikut suara rendah yang menenangkan."Jangan takut, aku tidak akan pernah meninggalkanmu."Meski Vella tidak terisak, tapi Samudera tahu Vella baru saja menangis. Bantal yang basah sudah cukup mewakili perasaan Vella saat ini.Kecupan sayang itu kembali mendarat, pelukan Samudera juga
Saat Andin duduk tenang bersama Vella nyatanya Rino juga tak bisa menahan diri untuk mendekat ke arahnya. Saat itu juga Vella mulai merasa tidak nyaman. Dia menghabiskan jus jeruk yang ia pegang kemudian beranjak berdiri."Vel, kamu mau kemana?" tanya Rino segera."Bukan urusanmu." Vella berlenggang pergi usai menyelesaikan kalimatnya.Senyum Andin semakin merekah ketika melihat gelas Vella kosong. Ia juga sudah tidak tertarik berdiam diri di tempat itu."Kak Rino, aku akan beristirahat. Besok aku akan berkompetisi, jadi aku harus mempersiapkan diri dengan baik. Aku pergi dulu ya." Tidak menunggu jawaban dari Rino, Andin segera berdiri dan menyusul Vella.Vella sadar itu, sesampainya di koridor wisma atlet, ia menghentikan langkah dan menatap Andin lekat."Kamu mau apa?" tanya Vella dingin."Aku … aku mau kembali ke kamarku, Kak. Kamu menginap di kamar nomor berapa? Aku di kamar nomor 202."Vella mendengkus ding
"Tu-tuan muda kedua?" Kepala sekolah langsung gagap mendengar pertanyaan Samuel. Sementara semua orang masih tercengang melihat pemandangan ini. Di atas kasur ada Samuel, Zio, Zoya dan juga Sabrina yang sedang bermain poker. Sementara di sofa single ada Samudera yang duduk dengan tenang sembari memainkan ponsel. Tentu saja semua orang bertanya-tanya, bagaimana para tuan muda ini bisa di kamar Vella? Terutama Rino yang pernah mencurigai Samudera adalah kekasih tersembunyi Vella. Sekarang terkaan itu semakin kuat. "Kalian ngapain ramai-ramai masuk ke sini? Ingin ikut bermain poker bersama kita?" Lagi Samuel bertanya ketus. "Tuan muda kedua, sepertinya ini hanya salah paham. Tadinya kami mendapat laporan yang tidak pantas, jadi kami buru-buru datang ke sini." Kepala sekolah mulai menjelaskan. "Laporan tidak pantas apa?" Samuel kembali bertanya ketus. "Katanya Vella membawa laki-laki ke kamarnya, makanya kami ingin meluruskan?" Kepala sekolah kembali menjelaskan. "Kalau ada laki-l
"Mumu, kamu ini kenapa? Gintuan apa?" tanya Vella terkejut melihat kedatangan Samuel yang mendadak.Tapi Samudera, ia malah tersenyum. Melihat adiknya mimisan, ia sudah tahu apa yang terjadi. Dengan pelan Samudera memanggil, "Sini!"Samuel mendekat dengan patuh, lantas duduk di lantai sambil mendongakkan wajah.Segera Samudera meraih tisu kemudian mengelap hidung adiknya dengan lembut dan telaten seperti kakak yang baik.Vella tidak ingin mempedulikan tingkah kakak beradik yang kadang penuh penindasan, tapi kadang juga hangat dan lembut membuat hati orang meleleh seperti ini. Ia segera keluar memeriksa apa yang terjadi.Semua orang berjubel memenuhi kamar no. 202, Vella pun menelusup masuk di sela-sela kerumunan semua orang. Harum aroma mawar pekat segera memenuhi ruang hidung Vella.Keterkejutan tak bisa dielakkan manakala berhasil menerobos kerumunan orang banyak."Andin!!!" Itu hardikan seorang kakak yang kecewa terhadap kelakuan adiknya.Andin yang menangis terisak sambil menutupi
Dokter tampak terkejut mendengar bentakan Samudera, begitu pula dengan Samuel dan Sandra. Mereka terbengong sesaat melihat penolakan Samudera terhadap perawatan dokter.Tapi beberapa saat kemudian Sandra kembali bersuara. "Sam, biarkan dokter memeriksa keadaanmu kamu baru sadar setelah dua hari tak sadarkan diri.""Siapa yang menyuruhmu berbicara? Aku sudah menyuruhmu pergi, apa kamu benar-benar gadis tak tahu malu?" Samudera selalu bisa menyakiti Sandra dengan kata-kata hingga membuat gadis itu terhina dan berharap secara bersamaan."Aku … aku hanya ingin bersamamu, Sam," ucap Sandra berharap Samudera memberinya sedikit hati untuk tetap tinggal."Belum cukup jera ternyata, apa rasa sakit itu belum cukup untuk untuk menghentikanmu?" Pertanyaan Samudera langsung membuat Sandra merinding dan memegangi tangan kanannya yang tak bergerak.Di kota barat beberapa bulan yang lalu, rasa sakit benar-benar Sandra terima akibat mencambuk Vella di pacuan kuda.Tangannya dicambuk berkali-kali oleh
Cahaya malam membias dari lampu neon di bawah plafon rumah sakit yang putih bersih. Kelopak mata Samudera bergerak lemah sembari menyesuaikan retina setelah terlelap dengan waktu yang lama."Vella …," gumamnya pelan nyaris tak terdengar.Namun, sedikit pergerakannya mengundang gadis cantik yang sejak kemarin pulang pergi untuk melihat keadaannya.Tubuh kecilnya melonjak berdiri dan berjalan cepat menuju ke arah Samudera, dan berkata, "Sam, kamu sudah sadar. Aku senang sekali."Suara yang tidak diharapkan mengembalikan kesadaran Samudera seutuhnya. Alisnya menaut rapat ketika mata kelam yang jernih terbuka sempurna.Tangannya yang diinfus bergerak cepat meraih leher Sandra dan bertanya, "Kenapa kamu?"Keterkejutan sudah pasti dirasakan Sandra, rasa sakit juga ia rasakan di lehernya. Namun, yang lebih menyakitinya sebenarnya pertanyaan Samudera."Aku adalah jodoh masa depanmu, aku di sini hanya untukmu, Sam …." Sandra membuka suara dengan susah payah. Batinnya sangat kesal, setelah kema
Vella syok melihat keberadaan mamanya. Saat itu Vella melihat sendiri layar elektrokardiogram menunjukkan garis lurus setelah mamanya mengembuskan napas terakhir. Dia sendiri juga melihat peti mati di masukan ke liang kubur.Tapi tiba-tiba wanita cantik yang mirip mamanya muncul dengan menyebut kata 'putriku' membuat gadis itu membeku tidak tahu apa yang harus dilakukan."Bangun, putriku tidak pantas berlutut seperti itu!" titah Vita tegas, auranya dingin, tangkas, dan terlihat cerdas seperti dulu.Vella belum sempat bereaksi, tapi kakek Baswara sudah mendengkus dingin. "Dia putrimu? Bagus, bawa dia pergi dari sini. Tingkahnya semakin tidak karuan menempel pada cucu tertuaku. Lalat kecil seperti kalian memang harus menjauh dari kami!""Lalat kecil? Kalau begitu kalian hanya kotoran yang tanpa sengaja kami injak. Cucumu hanya terlalu beruntung bisa mengenal putriku!" Hinaan Vita terdengar jelas dengan binar wajah acuh tak acuh yang elegan."Kotoran?! Berani sekali kamu menyebut kami se
Decit mobil berseru kencang di tempat parkir rumah sakit. Vella segera keluar meninggalkan mobil ringsek dengan kaca retak akibat menabrak gerbang.Langkahnya cepat berjalan menuju lift ingin menemui Samudera di bangsal VVIP sesuai pesan yang dikirim Samuel.Wajahnya memerah menahan emosi juga air mata agar tidak keluar. Vella ingin mencoba tegar, meski rasanya sesak.Semakin sesak ketika melihat sosok cantik dengan balutan pakaian mewah yang sangat luar biasa.Sandra, ternyata ada di kota Zaden. Keberadaannya di rumah sakit ini sudah pasti untuk Samudera.Vella terlalu malas untuk berurusan dengan gadis itu. Ingin melewatinya saja dan masuk ke dalam lift, namun segera ia tersentak ketika Sandra menarik tangannya dengan tangan kiri."Kamu mau ke mana, ha?" tanya gadis itu sinis.Saat ini Vella tidak mempunyai kesabaran untuk menanggapi. Dikibaskannya tangan gadis tersebut, lantas mencengkeram lehernya dengan kuat dan menekannya ke belakang hingga tubuh Sandra membentur dinding.Tapi a
Vella yang sudah bangun mencoba membantu Samudera untuk duduk, kali ini air mata bercucuran, kala menarik Samudera bersembunyi di tempat yang aman dari tembakan.Wajah tampan dan lelah Samudera sudah mulai pucat seiring darah yang terus mengalir dari lukanya.Vella juga berusaha menekan luka Samudera dan berkata, "Sam, kamu masih kuat 'kan? Ayo kita pergi dari sini!"Tangan Samudera yang berlumuran darah menyentuh pipi Vella dengan gemetaran dan berkata di sela napas yang tersengal. "Vella, dengar aku baik-baik. Tidak ada waktu lagi. Kamu harus pergi dari sini sekarang!""Tidak mau! Aku tidak akan meninggalkanmu!""Aku akan baik-baik saja, Vella. Aku akan menyusulmu!""Aku tidak mau! Pergi bersama atau, emph …."Vella terbungkam dengan ciuman mendadak dan menekan.Sampai ciuman itu terlepas sebuah bisikan terdengar. "Aku tidak akan mati dengan status simpanan!"Vella termenung sejenak menatap keseriusan di wajah Samudera."Kamu berutang pengakuan bahwa aku adalah milikmu, Vella. Pergi
Asap putih mengepul dari mesin mobil. Dengungan yang menyakiti telinga masih Vella rasakan di pendengaran.Di depan, Virgon langsung menoleh dan bertanya, "Tuan, bagaimana keadaan Anda?"Samudera hanya menggeleng samar, sabuk pengaman yang digunakan dengan benar memang sangat menguntungkan.Ia menoleh ke samping melihat Vella yang masih syok dan pucat. Ia melepas sabuk pengamannya sendiri, lantas memeluk gadisnya."Kamu tidak apa-apa 'kan?"Belum sempat Vella menjawab, tiba-tiba suara rentetan tembak terdengar, ini menunjukkan bahwa kecelakaan ini tidak alami. Mereka diserang.Samudera langsung tahu apa yang harus ia lakukan. Melepas sabuk pengaman Vella dengan cepat dan berkata, "Kamu tidak takut 'kan? Ayo kita keluar!""Um …." Vella mengangguk dengan binar wajah pucat yang belum hilang.Sesungguhnya kaki Vella mati rasa lantaran tabrakan tadi, hingga ia langsung jatuh ketika hendak berjalan keluar mobil."Vella ….""Aku tidak apa-apa, hanya sedikit kram, ayo!" Vella kembali bangkit
Vella perlahan menatap Samudera lembut, senyumnya tertarik samar kemudian bertanya, "Kamu yang melakukan semua ini?"Samudera menatap Vella sejenak, memang iya, dia yang mengatur semua kesialan yang menimpa Andin saat ini. Sejak awal dia sudah curiga bahwa Andin akan berulah sebelum olimpiade panahan dimulai agar Vella didiskualifikasi seperti saat perlombaan fashion show dulu.Karena itu Samudera terus mengawasi Andin, dia juga yang menukar jus jeruk yang mengandung afrosidiak saat Andin terpesona dengan ketampanannya. Hingga jus jeruk yang dibumbui obat cinta itu Andin minum sendiri pada akhirnya.Samudera juga mengatur seseorang untuk memberikan mawar essens di kamar nomor 202 dan menukar nomor tersebut dengan 201. Barulah ketika laki-laki hidung belang itu masuk ke dalam kamar Andin. Nomor itu dikembalikan ke tempat semula.Setelah itu Samudera memanggil adik-adiknya untuk bermain poker di kamar Vella. Mengejutkan gadisnya yang baru saja tiba.
"Mumu, kamu ini kenapa? Gintuan apa?" tanya Vella terkejut melihat kedatangan Samuel yang mendadak.Tapi Samudera, ia malah tersenyum. Melihat adiknya mimisan, ia sudah tahu apa yang terjadi. Dengan pelan Samudera memanggil, "Sini!"Samuel mendekat dengan patuh, lantas duduk di lantai sambil mendongakkan wajah.Segera Samudera meraih tisu kemudian mengelap hidung adiknya dengan lembut dan telaten seperti kakak yang baik.Vella tidak ingin mempedulikan tingkah kakak beradik yang kadang penuh penindasan, tapi kadang juga hangat dan lembut membuat hati orang meleleh seperti ini. Ia segera keluar memeriksa apa yang terjadi.Semua orang berjubel memenuhi kamar no. 202, Vella pun menelusup masuk di sela-sela kerumunan semua orang. Harum aroma mawar pekat segera memenuhi ruang hidung Vella.Keterkejutan tak bisa dielakkan manakala berhasil menerobos kerumunan orang banyak."Andin!!!" Itu hardikan seorang kakak yang kecewa terhadap kelakuan adiknya.Andin yang menangis terisak sambil menutupi
"Tu-tuan muda kedua?" Kepala sekolah langsung gagap mendengar pertanyaan Samuel. Sementara semua orang masih tercengang melihat pemandangan ini. Di atas kasur ada Samuel, Zio, Zoya dan juga Sabrina yang sedang bermain poker. Sementara di sofa single ada Samudera yang duduk dengan tenang sembari memainkan ponsel. Tentu saja semua orang bertanya-tanya, bagaimana para tuan muda ini bisa di kamar Vella? Terutama Rino yang pernah mencurigai Samudera adalah kekasih tersembunyi Vella. Sekarang terkaan itu semakin kuat. "Kalian ngapain ramai-ramai masuk ke sini? Ingin ikut bermain poker bersama kita?" Lagi Samuel bertanya ketus. "Tuan muda kedua, sepertinya ini hanya salah paham. Tadinya kami mendapat laporan yang tidak pantas, jadi kami buru-buru datang ke sini." Kepala sekolah mulai menjelaskan. "Laporan tidak pantas apa?" Samuel kembali bertanya ketus. "Katanya Vella membawa laki-laki ke kamarnya, makanya kami ingin meluruskan?" Kepala sekolah kembali menjelaskan. "Kalau ada laki-l