“Silahkan ke lorong sebelah kanan,” kata wanita itu dengan datar. Begitu Sean masuk, dia melihat ada tiga lorong, melihat tatapan wanita itu, dia sudah mengetahui, lorong yang dia lewati adalah bagian orang-orang biasa. Tidak salah lagi, pesta ulang tahun Lian Wiguna kali ini berbeda, mungkin karena orang yang datang terlalu banyak, maka dari itu dibagi menjadi tiga lorong. Lorong yang memberi bingkisan di bawah 1 miliar, lorong yang memberi bingkisan di atas 1 miliar sampai 2 miliar, dan lorong yang memberi bingkisan di atas harga 2 miliar, dipisahkan dengan jelas. Begitu Sean memasuki ruangan tamu, meskipun ruangan yang paling buruk, tapi juga sangat luas, dan dekorasinya juga sangat mewah, membuat orang merasa sangat nyaman. Dia mulai melihat sekeliling, lumayan banyak orang diruangan itu. Masing-masing mempunyai kalangan mereka tersendiri, ada yang berkumpul mengobrol bersama, ada yang pojokan ngobrol sambil minum teh. Yang membuat Sean sangat berkesan a
Sebenarnya keluarga Wiguna hanya melihat Sean, maka dari itu mereka mengundang Bambang sekeluarga. Bambang membawakan hadiah dengan harga yang cukup mahal, jadi mereka berada di ruangan yang berbeda dengan Sean. Tapi karena di ruangan yang mereka tempati banyak pengusaha-pengusaha besar, jadi tidak ada yang mengenali Bambang. Dan mereka tidak bisa masuk ke dalam topik pembicaraan pengusaha-pengusaha itu, yang membuat mereka tidak nyaman. Jadi, Bambang sekeluarga masuk ke ruangan tempat Sean berada. Tapi tidak disangka Natalie malah kecanduan berjudi, baru saja jadi miliarder langsung turun menjadi jutawan. Melihat ekspresi ayah mertuanya yang terlihat seperti tidak ada harapan untuk melanjutkan hidup, Sean menghela nafas, dan bersiap untuk membantu mereka memenangkan uangnya kembali. “Ibu, bangun, biar aku saja,” kata Sean sambil berjalan ke depan. “Sudah saja, tidak usah dilanjutkan,” cegat Bambang buru-buru kepada Sean. “Kakak ipar, apakah kamu jago be
Awalnya Keluarga Wiguna membangun tempat kasino ini hanya ingin memfasilitasi tamu, dan menghindari mereka dari kebosanan. Tapi sebagian mereka biasanya hanya taruhan kecil, sekitar puluhan juta saja, jarang ada yang bertaruh hingga miliaran. Benar-benar tidak bisa membayangkan, melihat taruhan yang saat ini telah menyentuh angka ratusan miliar. Mata bandar itu mulai berbinar-binar, dia sebenarnya juga seorang penjudi handal, tapi melihat Sean yang sekaligus menukar 200 miliar chip ini, membuat dia merasa, Sean sedang mengantarkan uang untuknya. “Sean, jangan terlalu gegabah,” Bambang memperingatkan. Ini merupakan psikologi penjudi, jika dia menang, dia tidak akan berhenti, dan jika kalah, akan semakin membuatnya ingin mengembalikan modalnya. Seperti Natalie contohnya, demi ingin mengembalikan uangnya, dia rela menyuruh anaknya untuk bercerai dengan suaminya. “Betul kakak ipar, sisakan uangnya, jangan semuanya di buat taruhan,” ucap Jennie turut mencemaskan Sean
Sean tersenyum datar, berdiri dari duduknya, dan bersiap meninggalkan meja judi. Hati Bambang sedang menangis, dia sangat menyesal menghadiri pesta ulang tahun Lian Wiguna. Satu keluarga, menghabiskan dana kurang lebih 300 miliar rupiah, ini benar-benar membuatnya hampir putus urat sarafnya. “Sudah lupakan, ayo, kita pulang, kita tidak perlu lagi menunggu jamuan dari Lian Wiguna,” ucap Bambang sambil menghelakan nafas yang panjang, hatinya sangat sakit. Meskipun uang yang dipakai berjudi ini mereka dapat dengan tidak sengaja, dari menang lotre, menemukan jejak dari lukisan kuno, dalam arti lain, jika semua kita dapat secara gratis, maka akan tiba waktunya untuk kehilangan. Bambang berpikir demikian, agar hatinya bisa sedikit menerima kenyataan ini semua. Cobaan yang membuatnya hampir gila tidak bisa dia terima. Jennie masih tercengang, dan mulai hari ini, keluarganya kembali lagi seperti dahulu kala, dia baru saja menikmati beberapa hari hidup menjadi orang ka
Sebelumnya Sean sudah menghabiskan 200 miliar untuk satu putaran, dan itu pun langsung kalah. Dan sekarang dia menukar lagi 200 miliar untuk chip lagi. Sungguh membuat semua orang yang ada di sana tertegun sekaligus penasaran. Apakah Sean akan membuang-buang uang dengan percuma lagi? Penjudi kelas atas sekalipun belum pernah ada yang seperti Sean. Pelayan begitu cepat menukar dan mengantarkan chip, dan seperti halnya tadi, dia kembali mengingatkan Sean untuk memeriksa saldo di ponselnya. “Apakah sama dengan yang tadi menggunakan dadu?” tanya bandar judi kepada Sean. “Iya,” jawab Sean mengangguk, sejujurnya, dari semua permainan judi, dia juga telah mempelajari tentang dadu ini. Jika kamu ingin berjudi kartu dengannya, dia tidak akan bisa. “Baiklah,” kata bandar judi itu lantang, kemudian mulai mengocok dadunya. Bang! Tabung kocok itu berhenti di atas meja, raut wajah bandar judi itu tersenyum memandang Sean, “Besar kecil, atau angka?”
“Boleh saja, jika memang kamu tidak ingin membayar, apakah kamu bisa merasa aman setelah meninggalkan tempat ini,” ancam Yuda. Bandar judi itu terkejut, dia tahu Yuda orang seperti apa, orang sekecil dia tidak akan berani untuk memprovokasi Yuda. Dia sempat ragu, dengan sangat enggan dan menggertakkan gigi, dia berkata, “Tuan Yuda, aku hanya memiliki 200 miliar, sisanya aku sudah tidak sanggup lagi!” 200 miliar ini adalah hasil menang judinya hari ini, meskipun hatinya sakit, tapi dengan ancaman Yuda, dia hanya bisa terpaksa mengeluarkan uang ini. Orang lain yang mendengarkan Yuda berkata demikian, tidak bisa berbuat apa-apa untuk bandar judi, mereka hanya bisa diam saja. “Aku di sini juga paling maksimal hanya bisa mengeluarkan 300 miliar, total 500 miliar, sisanya aku sudah tidak bisa mengeluarkan lagi,” Yuda mendorong semua chip yang dia punya di atas meja ke hadapan Sean. “Hentikan omong kosongmu, kita semua sudah dewasa, berani taruhan berani bayar. Sepuluh kali lipat,
“Sudah terima saja uangnya, itu sudah lebih dari cukup.” “Iya benar, lagi pula di sini bukanlah kasino yang sesungguhnya, kalian masih saja bertaruh begitu besar, Keluarga Wiguna pasti tidak akan mengakuinya.” “Jika aku menjadi kamu, aku akan mengambil uangnya, itu sudah lebih dari modal yang kamu keluarkan.” “Iya benar, jadi orang jangan terlalu serakah, kamu harus tahu kejahatan bermula dari keserakahan.” Melihat pengurus Keluarga Wiguna juga tengah membantu Keluarga Suryana berbicara, dan orang-orang juga mulai berbicara. Sepertinya mereka sudah mulai tidak bisa melihat siapa yang salah. “Apakah kamu sedang mengancamku?” Sean tidak menghiraukan perkataan orang-orang itu, termasuk Ridwan, dia bahkan tidak meliriknya, dan hanya menatap Faruq. Pancaran mata Faruq mulai berubah, dia tidak menyangka Sean begitu cerdik. Raut wajah Ridwan juga mulai berubah, dia bahkan sudah memperkenalkan identitas dirinya, dan dia sudah mengatakan dengan sangat jel
Apa dia mengira dirinya adalah orang yang sangat penting? Semua orang mulai menertawakan keadaan ini, sebagian besar dari mereka hanya melihat Sean berjalan masuk dari luar, bukan berasal dari ruangan yang lain. Bagaimana menjelaskannya, Sean hanya masuk di ruangan orang-orang biasa, bukan di ruangan yang khusus untuk orang-orang kaya. Sean yang tidak memiliki kekuatan latar belakang yang kuat, tapi dengan sangat berani membuat masalah di kediaman Keluarga Wiguna, bukankah pengurus Keluarga Wiguna berhak untuk mengusirnya? “Kamu bilang, aku tidak berhak menyeretmu keluar?” kata Ridwan sambil tersenyum sinis. “Menurutku kalian harus berpikir sebelum bertindak, coba saja suruh mereka. Aku tidak ingin mempermalukan Yuda, dan aku juga tidak ingin karena dia, kamu dibuang dari Keluarga Wiguna,” kata Sean datar. Semua orang menertawakan Sean, mereka mengira Sean sudah gila. Bagaimana bisa, untuk menjadi pengurus Keluarga Wiguna dan bisa bertahan di posisi ini s