Keduanya ribut! Nail terlihat marah dan Aiden terlihat lesu. "Aku tak bisa membantah kakek, Nail." Aiden berkata lemah, duduk dengan menyender pada sofa yang ada di ruangan Nail. "Hah." Nail menghela napas, memilih tak mengatakan apa-apa ketika melihat istri dan putranya datang ke ruangannya. "Apa yang kalian bawa?" tanya Nail, langsung melunak dan lemah lembut pada Agatha. Tatapan yang tajam dan aura dingin, seketika lenyap. Berganti dengan tampang muka berseri. "Umm … itu--" Agatha berkata gugup, meletakkan kue serta minuman yang ia bawa di meja–depan Nail. "Sagara memintaku membuatkan kue untuk Mon Tresor." Sagara reflek mendongak kaget pada mommynya, ingin protes tetapi sang mommy membekap mulutnya lebih dulu. "Hehehe … Saga bilang Mon Tresor suka sekali dengan kue. Apalagi rasa coklat." Nail menyunggingkan smirk tipis, menaikkan sebelah alis karena merasa geli dengan istrinya. "Seingatku– aku hanya mengonsumsi makanan manis di depanmu, Darling. Hanya kau yang tahu aku s
"Aku seorang adik. Kakak harus mengalah." Nail menarik piring ke arahnya. "Tidak bisa. Aku tamu penting di sini, dan tamu adalah raja." Aiden menarik piring ke arahnya. Hingga keduanya berakhir tarik-tarikan piring. Nail melayangkan tatapan kesal karena Aiden mengincar kue coklat buatan Tata-nya. Sedangkan Aiden melayangkan tatapan penuh peringatan supaya Nail menyerah karena Aiden adalah tamu. Akan tetapi …-Slup'Tangan mungil Sagara mencomot kue tersebut dengan santai, lalu memakannya secara lahap dihadapan daddy dan uncle-nya yang sudah melayangkan tatapan tak terima padanya. "Umm … Yummy!" Sagara menyeru senang ketika mengigit kue. "Saga kenyang. Daaa …," ucapnya kemudian sembari berjalan keluar dari ruangan daddynya. Yang membuat Nail hampir naik pitam dan semakin dendam pada putranya adalah ketika melihat saku celana Saga yang berisikan potongan kue coklat. "Pantas saja cepat habis. Anak itu …!" geram Nail pelan. "Hah." Aiden menghela napas, geleng-geleng kepala melihat
"Aku sangat senang dan bahagia. Karena putri kita sudah kembali pada kita dan dia menerima kita sebagai orangtuanya," ucap Almira yang saat ini sudah dalam kamar bersama Edward–di rumah Nail. Malam ini, mereka menginap di rumah Nail. Besok pagi keduanya ingin sarapan bersama Agatha, putri mereka yang sudah lama terpisah dari mereka. Edward menganggukkan kepala, tersenyum lembut ke arah istrinya. "Humm. Aku juga bahagi …-" Brak' Ucapan Edward berhenti karena tiba-tiba pintu kamar terbuka secara kasar–memperlihatkan Agatha yang berdiri di ambang pintu, menyengir lebar sembari memeluk bantal. "Agatha sayang," ucap Almira lembut. Agatha yang masih nyengir memasuki kamar tersebut. "Aku akan tidur di sini, bersama Mama dan Papa," ucapnya, menampilkan air muka tengil. Akan tetapi itu terlihat lucu bagi Almira dan Edward. Edward dan Almira saking bersitatap, tak menegur Agatha yang ingin tidur bersama mereka. Agatha berjalan ke arah ranjang, melempar bantal ke kepala ranjang–ara
Nail berjalan masuk menuju kamar yang sering ia tempati di mansion kakeknya. Wajahnya menunjukkan raut muka khawatir, mencemaskan istrinya. Namun mengejutkan karena dia menemukan istrinya sedang dirias, tak seperti yang papanya katakan. Di mana Zein menyebut Agatha sakit parah. "Salam, Tuan Nail." Para maid menundukkan kepala pada Nail, mereka menjaga sikap se sopan mungkin. Para merias yang menangani Agatha juga ikut membungkuk hormat pada sang tuan muda. "Hum." Nail berdehem singkat, menoleh pada istrinya yang tengah ditahan kepalanya oleh salah satu perias. Istrinya tengah tidur. Nail geleng-geleng kepala, tersenyum tipis karene tingkah Agatha. See? Tidur pun istrinya terlihat sangat menggemaskan. "Pergilah," ucap Nail, mengambil alih tugas perias untuk menahan kepala istrinya. Agatha duduk di sebuah kursi–menghadap cermin meja rias. Akan tetapi dia sedang tidur pulas, membiarkan para perias memake-up-i wajahnya. Di sana ada maid yang menjaga untuk mengawasi pekerjaan perias.
"Kak Aiden." Di saat semua orang sibuk untuk mempersiapkan acara pertunangan Aiden, Syakila yang sejak awal gelisah, memilih menemui Aiden. Dia tidak bisa membiarkan Aiden menikah dengan Stella, hatinya panas dan Syakila tak terima. Meski Agatha mengatakan jodoh tak kemana, tetapi Syakila tetap akan barbar. Dia akan melakukan sesuatu supaya Aiden menjadi miliknya. Aiden yang sedang duduk di sofa, dalam kamarnya, segera mendongak ke arah sosok perempuan cantik di ambang pintu. Perempuan itu terlihat gelisah dan sedih, mengenakan dress hitam polos–seakan perempuan itu tengah dilanda duka. "Syakila." Aiden tersenyum lembut, berdiri dari sofa lalu berniat menghampiri adiknya. Yah, adik angkat yang membuat jantungnya selalu berdebar kencang. Pantaskan dia jatuh cinta pada adiknya sendiri? Langkah Aiden berhenti begitu saja ketika Syakila mengunci pintu kamar. Perempuan itu berjalan cepat ke arahnya lalu melakukan hal yang mengejutkan. Cup' Syakila langsung mencium bibir Aiden, membu
Pertunangan sudah akan dilaksanakan, hanya menunggu Aiden yang entah menghilang kemana. Stella sudah menunggu dan orangtuanya yang awalnya sangat membantah pernikahan antara Stella dan Aiden, terlihat sangat tak sabar. Sekarang mereka mendukung karena untuk sekarang yang terpenting Stella masuk ke dalam keluarga Melviano. Jika Stella menikah dengan Aidan, mereka berharap hukuman keluarga Melviano terhadap mereka bisa dicabut. Yah, karena masalah penipuan yang Stella lakukan, Zein Melviano memblacklist bisnis keluarga Stella, sehingga perusahaan lain enggan bekerja sama dengan perusahaan mereka. Meskipun Seliza perusahaan yang lebih besar, tetapi tak ada yang berani pada Zein. Pria itu semena-mena, licik dan sangat berbahaya! Tetapi jika Stella menikah dengan Aiden, kemungkinan perusahaan orangtua Stella kembali akan aman. Sebab Zein menyayangi Aiden, bukan? "Akhirnya …." Lucas berucap pelan dan lega, melihat Aiden datang bersama Syakila. Syakila bingung dan hanya menundukkan
Untung Zahra menikah dengan pria tak terkalahkan, Zein Melviano yang terkenal licik dan semena-mena. Zein membuat rencana ini, di mana mereka seperti acuh tak acuh pada usulan Lucas yang berniat menyatukan Aiden dan Stella. Sedangkan di sisi lain, Zein sudah menyiapkan taktik supaya putrinya lah yang bertunangan dengan Aiden. Stella dan keluarganya dibiarkan datang serta dibiarkan berpikir jika mereka telah menang. Yah, Zein memang suka membuat lawannya melambung tinggi, setelah itu dia jatuhkan dari ketinggian sehingga mereka semua hancur parah. Lihat sekarang! Wajah orangtua Stella begitu malu, tak berani menatap siapapun orang di sana. Di sisi lain, Stella terlihat sangat hancur karena bukan dia yang bertunangan dengan Aiden. ***Prok prok prok'Suara tepuk tangan meriah terdengar. Agatha tersenyum lebar, bertepuk tangan dengan semangat karena bahagia melihat Syakila bertunangan dengan Aiden. "Wah wah wah … Syakila sangat cantik. Dan … Pak Aiden juga sangat tampan, dia gantlem
"Selamat, Tuan, Nyonya Agatha hamil," ucap dokter tersebut, membuat Nail yang awalnya dipenuhi perasaan khawatir mendadak melunak. Wajahnya yang keras dan kaku, seketika bergati dengan raut muka terkejut. Lalu tak lama senyuman indah muncul di bibirnya, sebuah senyuman senang bercampur senyuman jatuh cinta yang menyatu menjadi satu. Nail langsung menoleh ke arah istrinya, terkekeh tiba-tiba karena eouphoria kebahagiaan yang tak bisa ia kendalikan. Agatha kembali hamil. Itu berarti dia akan memiliki anak lagi dengan perempuan yang sangat ia cintai ini. "Selamat, Tuan Nail." Nail menganggukkan kepala kuat, terlalu senang karena informasi tersebut. Nail yang masih tersenyum langsung menoleh ke arah orangtuanya, dia berjalan ke arah mamanya lalu berpelukan dengan sang mama. Setelah itu Nail beralih memeluk papanya. "Selamat jagoan Papa. Kali keduanya kau menghamili istrimu, membuktikan 'itu mu berfungsi dengan baik," ucap Zein dengan nada canda, akan tetapi mendapat pelototan dari
"Pulanglah lebih dulu, Nak," ucap Zahra, tersenyum lembut dan hangat pada Nail. Tatapannya begitu sendu, berkaca-kaca karena merasa kasihan pada putranya. Tiga tahun! Ternyata selama itu Nail tak pernah pulang, Nail selalu berada di sini–demi menjaga orangtuanya. Zahra baru tahu ini karena Aiden memberitahunya. Sedangkan Aiden, dia beberapa kali menyuruh Nail kembali ke negara mereka untuk mengunjungi Agatha, akan tetapi Nail menolak karena beberapa alasan. Sekarang Zahra sudah mulai membaik, oleh sebab itu Aiden berani mengatakan hal tersebut pada mama mereka. "Mama dan Papa juga akan pulang secepatnya," lanjut Zahra, meraih tangan Nail lalu menggenggamnya erat. "Pulang, Nak. Temui istri dan anak-anakmu."Nail tersenyum kecut, menggelengkan kepala dengan pelan. "Agatha tidak membiarkanku pulang jika tak membawa Mama dan Papa. Jadi cepatklah sembuh, Mah," ujar Nail lembut, menatap wajah teduh mamanya dengan manik sendu. Mamanya duduk di kursi roda, pada kening mamanya ada sebuah b
"Ya, aku bersedia." Agatha menjawab cepat, tiba-tiba saja dia membuka sandal yang ia gunakan kemudian mengangkatnya tinggi. "Bersedia memukul kepalamu dengan ini," ucapnya, kemudian mengayunkan tangan yang memegang sandal tersebut. Bug' Jidan awalnya mengira Agatha hanya mengancam. Ternyata Agatha benar-benar memukulnya dengan sandal tersebut. Jidan melebarkan mata, menatap tak percaya saat sandal tersenyum secara kasar menyapa kepalanya. "Masih tak ingin pergi yah? Oke!" Agatha melepas sandal satu lagi, mengunakan kedua sandal untuk memukul Jidan. Pria itu membelalak lebar, menghindari pukulan Agatha lalu buru-buru pergi dari sana. "Sialan kamu!" jerit Agatha kesal setengah mati pada Jidan. Jidan nyengir ketika akan masuk dalam mobil, mengedipkan mata secara genit ke arah Agatha. "Aku yakin sebentar lagi kamu akan jatuh cinta padaku, Agatha. Aku sangat tampan dan soft." Bug' Agatha yang kesal luar biasa, kembali meraih sandalnya lalu melemparnya pada Jidan. Pria terk
"Aku sangat merindukanmu, Tata. Kapan aku boleh pulang, Humm?" ucap Nail dari seberang sana. Sejujurnya mata pria yang katanya sangat kejam tersebut terlihat memerah dan digenangi bulir kristal, akan tetapi karena dia dan Agatha berbicara lewat ponsel, Agatha tak kentara jelas melihatnya. Nail sangat merindukan Agatha. Dia tidak bohong! "Jika Mama dan Papa sudah sembuh, barulah Mon Tresor kembali." Agatha menjawab dengan nada lembut, tak menghilangkan keceriaan di wajahnya. Namun kenyataannya, Agatha rasanya ingin menbagis. Matanya sudah panas dan berair, ingin menangis karena menahan gejolak rindu yang melanda. Percayalah! Ini tidak mudah, akan tetapi mereka harus bertahan. "Keadaan Mama sudah jauh lebih baik," ucap Nail tiba-tiba, tersenyum tipis di bibir, "sebentar lagi kita akan bertemu," lanjutnya. Agatha melebarkan senyuman. "Aaaa … aku tidak sabar. Semangat semangat semangat! Mon Tresor harus semangat merawat Mama dan Papa. Oh iya, bagaimana dengan kondisi Papa?" "Papa su
Tiga tahun kemudian. "Ini adalah hari kematian Kakek, tahun ketiga yang menyedihkan untuk kita semua." Agatha menoleh pada Syakila, tersenyum tipis pada sahabatnya tersebut untuk menyalurkan kekuatan dan cinta. Benar sekali! Ini adalah hari kematian kakek Lucas, tahun ketiga mereka kehilangan semuanya. Tiga bulan setelah Agatha melahirkan, Nail bepergian ke luar negeri. Di sisi lain, Zein, Zahra, Alana dan Raka, juga pergi ke sebuah negara untuk menghadiri acara penting. Nail pergi ke negara berbeda dari orangtuanya, dan dia ke sana untuk kepentingan bisnis. Nail di sana selama sebulan, dan berencana pulang setelah urusannya telah selesai. Namun, niatnya untuk pulang tertunda karena orangtuanya dan kakeknya kecelakaan saat akan kembali ke negara ini. Bukan hanya sekedar kecelakaan, akan tetapi ada campur tangan seseorang yang membenci keluarga Melviano. Tak lain adalah orangtua Soraya, mereka balas dendam karena menghancurkan kehidupan Soraya. Vidio buruk Soraya dengan beberapa p
"Kau sangat cantik." Deg' Agatha mendongak seketika, menatap gugup pada Nail. Pipinya memerah karena mendengar pujian dari suaminya, dan bibirnya menahan untuk tak tersenyum. Namun, ketika melihat raut muka Nail yang lempeng, Agatha memilih kembali menunduk–memanyunkan bibir sembari meremas bagian gaun di atas pangkuannya. Agatha sepertinya hanya salah mendengar. Nail tak lagi memuji dirinya, Agatha hanya salah pendengaran. Mungkin saking inginnya mendapat pujian dari suaminya. Tiba-tiba saja tangan Nail terulur, menyentuh dagu Agatha secara lembut. Dia menaikkan dagu istrinya, membuat Agatha reflek mendongak–menatap tepat ke arah Nail. "Kau sangat cantik, Tata," ucap Nail lembut, menatap berat ke arah Agatha. Sempurna! Wanita ini terlihat begitu cantik di malam hari ini, gaun biru ini sangat indah setelah berada di tubuh Agatha. Kulit Agatha bersinar terang apabila dibawah cahaya, efek dari sparkling yang menempel pada gaun. Istrinya bak Dewi bulan, cantik dan indah! "Kau
"Daddy jika ingin tersenyum, tersenyum saja. Tak ada yang melarang," ucap Sagara dengan nada yang terkesan ketus, mendongak pada daddynya yang duduk bersebelahan dengannya. Sagara tentu iri! Bagaimana bisa monster cap kuku Setan ini bisa sangat menginspirasi mommynya? Kenapa bukan Sagara yang jelas-jelas baik hati, anak yang rajin dan suka membantu orang tua? "Humm." Nail berdehem datar, menatap putranya dengan tatapan lempeng. Namun, setelah itu dia berdecis geli, terkekeh pelan setelahnya sembari mengacak surai di pucuk kepala putranya. "Cih, mommy sangat menggemaskan," ucap Nail, benar-benar salah tingkah. Damage-nya begitu dahsyat, hingga rasanya Nail terus-terusan ingin tersenyum. Sagara menatap berang pada sang daddy, cukup kesal karena rambutnya terus diacak oleh daddynya. Sedangkan Nail, saat papa, paman dan kakeknya menoleh ke arahnya, seketika itu juga dia memasang wajah lempeng–pura-pura tidak merasakan apapun setelah mendapat pujian dari Agatha. Lalu setelah para pria
"Yah, benar sekali. Lukisanku telah dirusak oleh seseorang." Agatha menoleh sinis pada Laila, "sejujurnya aku sempat down karena lukisanku rusak. Bukan masalah tak punya ide, tetapi mengerjakan lukisan itu memakan banyak waktu. Aku senang saat melukis, tetapi tak bisa dipungkiri melukis sangat melelahkan. Setiap kali selesai melukis, pasti aku akan menjadi nenek-nenek. Pinggang sakit, punggung pegal, leher terasa akan patah, kaki kesemutan. Yah, seperti nenek-nenek. Dan … dengan seenaknya seseorang merusak lukisanku. Siapa yang tak marah?" Lagi-lagi para tamu tersenyum mendengar ucapan Agatha. Ah, mereka sangat suka mendengar coleteh perempuan menggemaskan ini. Sangat lucu! "Tapi tenang! Sejatinya kemampuan pelukis itu bukan pada hasil, akan tetapi pada proses dan ide. Itu yang Mama dan Papa katakan padaku." Agatha berucap dengan ceria, dia lalu menoleh pada mamanya kemudian membungkuk hormat, "Mama, Agatha berterimakasih padamu. Lagi-lagi Mama menginspirasiku dan aku semakin meng
"Itu mirip seperti lukisan Agatha." Orang-orang mulai berbisik karena mendengar ucapan salah satu pelukis tersebut. Sedangkan Laila, dia panik dan terlihat gugup. "Jangan asal menuduh. Ini lukisan yang kubuat, hasil pemikiran ku sendiri." Laila memekik, berucap dengan suara kuat supaya orang-orang percaya padanya. Almira maju ke depan, Laila seketika mendekat karena mengira Almira akan menolongnya. Laila bisa masuk ke tempat ini berkat bantuan Almira, dia yakin sekali Almira akan membantunya. Karena jika tidak nama galeri milik Almira, bahkan nama Almira sendiri bisa rusak. "Ya, benar. Lukisan ini memang mirip dengan lukisan Agatha–putriku," ucap Almira lantang, mengejutkan orang-orang karena tak menyangka jika Almira adalah ibu dari Agatha. "Ti-tidak. Aku tidak mungkin plagiat. Aga-- Nyonya Almira membela Agatha karena dia putri anda. Iya kan?" Laila bersikeras tak mengakui perbuatannya. Almira menoleh pada Laila, tersenyum tipis namun penuh isyarat. Almira memberi i
Agatha dengan ragu mengatakan langsung alasan kenapa dia marah pada suaminya. "Aku sangat ingin mangga muda dan aku memintanya pada Mon-- Kuku Setan ini!" Agatha menyolot di akrih kalimat, melotot galak pada suaminya kemudian memukul paha Nail kembali. Mendengar sebutan Agatha pada Nail, orang-orang di sana menahan tawa. Sedangkan Agatha lanjut berbicara, "dia bilang, dia akan mencari mangga muda untukku. Tetapi-- Kuku Setan ini bukan memberiku mangga muda, Kuku Setan ini memberiku jelly berbentuk mangga." "Yang penting mangga," jawab Nail tanpa dosa. Bug' Agatha kembali memukul lengan Nail, dengan sekuat tenaga sehingga suara pukulan terdengar. "Kamu mempermainkanku. Dasar Kuku Setan! Aku benciii! Agrkkk--" Agatha menjerit tertahan sembari menengada ke atas. Kemudian, dia mengigit lengan Nail sekuat mungkin–melampiaskan rasa kesal yang melandanya. Agatha kehilangan kendali, tak peduli lagi jika saat ini mereka dihadapan keluarga besar Melviano. "Nail." Zahra geleng-geleng k