Dear Readers, mulai hari ini, author akan update 3x dalam sehari yah pagi, siang dan malam. atau siang sore dan malam yah. wkwkwk. biar mengikuti statistik pembaca gitu. jangan lupa dukung author yah teman-teman. makasi
Seberkas Cahaya bagai kunang-kunang menyeruak keluar begitu saja. Ratih tak kuasa menahan keterkejutannya. “Deva, lihatlah!” panggil Ratih sambil membulatkan matanya. Bukannya melihat, Deva justru semakin menenggelamkan kepala Ratih di dadanya. “Sstt, jangan berisik. Aku lelah sekali hari ini, aku mau tidur,” bisik Deva. Selain aroma tubuh Ratih menjadi candu baginya, Deva tidak sedang berbohong, dia memang sedang kelelahan mengurus perkara Yoga ini. Entah kenapa ada ketenangan tersendiri saat Ratih berada di dalam dekapannya. Sedangkan Ratih semakin percaya, kalau memang hanya Devalah satu-satunya pria yang bisa melepaskan dirinya dari rantai kematian. “Kalau saja kamu melihatnya, kamu pasti akan terkejut tapi kamu langsung percaya kepadaku,” bisik Ratih sambil menatap Deva penuh arti. “Hem …,” gumam Deva sudah terlelap. Kebiasaan Ratih yang suka bangun tengah malam sekitar pukul dua karena haus sedikit mengganggu kenyamanannya Deva. Ratih turun dari ranjang sambil mengendap-nge
Sehari sebelumnya, di sebuah ruangan khusus terjadi perbincangan yang tidak biasa antara Rangga, Leni dan Arni. Seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengarnya Rangga sampai memasang telinganya baik-baik. "Kenapa tiba-tiba menanyakan baju kotornya Ratih? Memangnya apa yang mau Tante Leni lakukan?" tanya Rangga menatap heran wanita di hadapannya. "Kamu ingat yang aku bilang tadi Arni? jalan keluar yang tadi aku sampaikan kepadamu?" tanya Leni dijawab sebuah anggukan singkat oleh Arni. "Aku akan bersemedi dan tirakatan dengan pakaian kotor milik Ratih! Aku akan memelet Ratih untuk kembali kepada Rangga." Leni menyeringai kejam menatap tajam Arni. Mulut Arni terbuka maksimal, ia tidak menyangka jika sahabatnya ini memiliki sebuah rahasia gelap yang selama ini tertutup rapat. “Sudah berapa lama kamu bermain ilmu hitam?” tanya Arni menatap tidak percaya. “Saat aku mau membunuh suamiku sendiri, aku mencari ilmu ini. Apa kau pernah dengar ilmu sirompak, sebuah ilmu yang dapat memelet,
Pada hari itu mereka langsung menyiapkan sesajen, dan keesokan harinya Leni pergi di danau petik wangi. Dia menjanjikan tubuh dan darah Ratih untuk memuliakan danau ini. Segera di bacanya mantra dan nyanyian merdu penuh unsur mistis bersama dengan Arni.Suara seruling yang hanya memiliki empat lubang itu terdengar menyayat hawa dingin di pinggir danau. Leni terlihat juga sedang menguraikan rambutnya dan tiada henti fokus untuk mencari keberadaan Ratih.Sekelebat banyangan Ratih yang tengah bercumbu dengan Deva membuat Leni tertawa dan yakin kalau Ratih masih bisa di hajar dengan ilmu hitamnya.“Habis kau! Kena kau Ratih! Kena kau, ahahahaha!” suara tawa Leni kembali menggema.Sedangkan Arni hanya meringkuk bergidik ngeri melihat aura yang keluar dari wajah sahabatnya itu. Kaki tangannya gemetar ketakutan, suara gemertak giginya sendiri sesekali dia dengar. Ini adalah pertama kalinya untuk Arni.Di sisi lain Deva dan Ratih semakin panas dengan cumbuan mereka, kepala Ratih mulai teringa
“Aku … menginginkanmu,” ucapan Deva saat pertama kali meminta haknya sebagai suami terus terngiang diingatan Ratih.Tak kuasa menahan senyum, Ratih yang memutuskan untuk menyiapkan sarapan sesekali tersenyum dan merasakan pipinya memanas. Apalagi, saat ia mengingat dirinya melenguh di bawa kukungan Deva yang tampak gagah.Sisa ciuman panas semalam, masih terasa nyata dan tersisa pagi itu. “Oh Tuhan, Ratih … kau gila,” kekehnya pada diri sendiri.Walau masih terasa perih, tapi karena Deva melakukannya berkali-kali, membuat Ratih akhirnya bisa merasakan nikmatnya saat bercinta. Wajahnya penuh binar, sambil menyusun roti bakar dan juga jus jeruk di meja makan.“Ratih!” panggil Deva dari dalam kamar, membuat Ratih seketika kalang kabut.Ia sangat malu harus bertemu dengan Deva pagi ini, tapi mau tidak mau Ratih berjalan dan menghampiri suaminya. “Kamu, memanggilku?” sahut Ratih.“Kenapa kamu pergi, hem? Sini, berbaringlah di sini.” Deva kembali membuka selimut dan menepuk sisi ranjangnya
Kepulangan Ratih dan Atmadeva menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang tua dan mertuanya. Malam itu, setelah membiarkan Ratih dan Deva beristirahat sejenak, kurang lebih pukul tujuh malam Lusi dan Darman datang berkunjung ke rumah Deva.Sementara Abizar, Deva dan Darman sedang berbincang serius di balkon atas, Ratih dan Lusi mempersiapkan lauk hidangan untuk makan malam keluarga bersama. Lusi mengulum senyum melihat rona bahagia di wajah Ratih.“Bunda kira kalian akan satu minggu atau dua minggu menghabiskan waktu untuk bulan madu. Nggak taunya cuman tiga hari, lalu apa saja yang sudah kalian lakukan?” tanya Lusi sambil menggoda anaknya.“Kamu tidak sedang berbulan madu, Bunda. Awalnya memang ada rencana seperti itu, tapi masalah terlalu banyak. Jadi, kami memutuskan untuk membereskan satu per satu masalah yang ada di depan mata dulu baru memikirkan hal lainnya.” Ratih sengaja berdiplomasi.Ia terlalu menceritakan apa saja yang sudah mereka lakukan bersama. “Ia, tepat saat kalian ber
“Apa yang ingin kamu pastikan?” tanya Deva teringat dengan tujuan Ratih menghadiri sidang pertama ini.“Jika, orang yang aku duga itu ada di persidangan nanti. Maka dia pasti ada hubungannya dengan penukaran getah karet dari Perkebunan Ayah ke perusahaan Papa,” ucap Ratih yakin.Atmadeva kembali mendekat serta menatap dalam Ratih. “Apa, ingatan akan masa depan itu kembali lagi?” tanya Deva.“Iya, kilatan ingatan itu kembali menggangguku semalam,” akuh Ratih.“Apa yang kamu lihat? Duduklah di sini, aku harus memastikan apa yang kamu lihat sebelum kita pergi,” firasat Deva mendadak tidak enak.“Jadi begini, aku mengingat kejadian saat kepalaku dipukul. Malam itu, tubuhku dilempar ke belakang truck yang memuat gumpalan karet kotor. Walau saat itu aku dalam keadaan tidak baik-baik saja tapi aku mendengar suara yang akan kuingat seumur hidupku,” ucap Ratih sambil menyeka air matanya.Ingatan akan tragedy itu kembali memancing emosi dalam dirinya. Atmadeva langsung memeluk Ratih yang mulai
Sepanjang perjalanan Ratih terus berusaha untuk menyusun ingatannya, tanpa terasa sebutir kristal bening menetes begitu saja saat mereka mereka melewati jalanan kebun sawit milik.“Hei, kamu kenapa?” Deva langsung meminggirkan mobil di sebelah kiri jalan.Buru-buru Ratih mengambil tissue dan menyeka air matanya, sambil terus menundukkan wajahnya. Ia terlalu sungkan untuk menunjukkan kesedihannya di depan Deva.Tak tahan melihat istrinya terisak, Deva lantas membuka sabuk pengamannya dan memeluk Ratih dengan posesif. “Aku tau, kamu sedang ketakutan,” bisik Deva.Semakin bergetar bahu Ratih mendengar suara Deva yang berusah menenangkan dirinya. “Sungguh aku sangat takut melihat mereka semua. Mereka yang berada di balik kematian seluruh keluargaku, melihat Ibu Leni saja, seluruh tubuhku langsung lemah. Tolong aku, Deva …,” lirih Ratih tanpa sadar melingkarkan tangan di tubuh suaminya.“Selama aku hidup, tidak akan ku biarkan siapa pun menyakitimu dan juga kedua orangtuamu, Ratih. Percaya
“Yang aku takutkan, justru bapaknya Rangga berada di perusahaan ini atau di Perkebunan ayahmu dengan nama yang berbeda. Apa kamu juga mencurigai kalau Rangga mengetahui aksi penukaran bahan baku ini?” tanya Deva. Bukannya menjawab, Ratih malah terdiam. Pikirannya malayang kemana-mana, jika apa yang dikatakan oleh Atmadeva benar dan ternyata Rangga memang terlibat dengan penukaran karet ini maka selama ini, selama bertahun-tahun ini mereka sudah menargetkan keluarganya untuk dijadikan sebuah ‘proyek’. Sungguh, Ratih tidak habis pikir. Tenggorokannya seketika langsung kering, bahkan untuk menelan ludah pun sudah susah sampai harus membuatnya berdeham dan mencari segelas air putih. Untunglah di sudut ruangan itu ada dispenser yang berdiri dengan gagah sebagai penyelamat dahaga. Ia lalu mengambill gelos kosong dan mengisi airnya hingga penuh, haus membuatnya meneguk seperti manusia di padang pasir yang kehabisan pesediaan air minum selama berhari-hari. “Ada apa denganmu,” tanya Deva se
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.