“Ada apa denganmu? Kita saling mencintai, kita tidak saling membenci Ratih.” Deva merasa hancur saat itu.
“Sudahlah, Dev,” dengus Ratih menatap jengah Deva dan beralih ke bundanya.
“Bagaimana, Bunda? Apa Bunda bersedia membantuku agar kita tetap bisa hidup bersama?” Ratih mendesak agarsaat itu Lusi mengambil keputusan yang sulit.
Menyadari jika hanya Lusi satu-satunya harapan untuk menyadarkan Ratih, Deva langsung mengangguk sambil menatap Lusi dengan tatapan sedihnya.
“Baiklah, Bunda akan ikut denganmu,” tangis Lusi.
Ia lalu mendekati Deva dan memeluk Saka seraya berbisik. “Maafkan, eyang putri, Saka. Doakan mamamu cepat sadar,” bisiknya membuat Saka menggeliat dalam tidurnya.
Lusi juga memeluk Deva sambil menepuk bahu menantunya. “Maafkan, bunda … tolong jangan menyerah padanya,” lirih Lusi membuat Deva tak kuasa meneteskan air matanya.
&ldq
“Terima kasih, kalau begitu sekarang bunda akan mencairkan uangnya ke rekeningnya Ratih,” desah Lusi merasa lelah menghadapi ujiannya kali ini.Pemberontakan Ratih dulu masih bisa diatasi tapi kalau kondisi seperti ini, di mana Ratih memiliki seorang suami dan baru saja merasa bahagia karena memiliki Saka. Lantas, Musibah datang dan membuat Ratih melupakan kehidupannya saat ini.Bagi Lusi, tidak ada yang lebih berat menghadapi Ratih yang sekarang. Apalagi dia harus menghadapi masalah ini tanpa Darman di sisinya. Untunglah ada Deva yang saat ini menjadi penguat Lusi bagaikan anak kandungnya sendiri walau ia adalah seorang menantu.“Iya Bunda, jangan sedih yah. Deva selamanya tidak akan menyerah untuk mendapatkan Ratih kembali,” lirih Deva juga merasa hatinya ngilu di sana.Mereka pun mengakhiri percakapannya, Lusi menatap ibu Sri dan mengangguk singkat, tanpa kalau uang aman untuk dicairkan karena sudah ada yang membeli saham terseb
“Apakah uang tiga puluh milyar cukup untuk mewujudkan semua Impian kita yang tertunda?” tanya Ratih sambil tersenyum lebar menatap Rangga dengan kedua matanya yang berbinar terang.“Ti-tiga puluh milyar?!” sahut Rangga tidak percaya.Ratih mengangguk seolah menjawab kalau usaha Rangga selama ini tidak berakhir dengan sia-sia. Ia akhirnya berhasil untuk memanupulasi Ratih dan sebentar lagi ia akan menjadi orang yang sangat kaya dengan menikahi Ratih.“Aku, aku tidak sedang bermimpi kan, Ratih? Kau benar-benar akan menolongku?” tanya Rangga menatap takjub.“Benar, kalau begitu jangan buang waktu lagi, kita harus segera bergerak sekarang juga,” ucap Ratih dan Rangga segera bergegas menghubungi seseorang yang sudah lama menantikan kedatangannya Rangga.Rangga dan Ratih pergi menggunakan sepeda motor agar tidak bisa dilacak oleh pihak kepolisian atau siapapun yang mencarinya. Mereka datang ke
"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya," tanya customer service tersebut sopan."Iya, saya ingin bertemu dengan pengacara Bapak Jakse. Saya ingin konsultasi untuk mengurus proses perceraian secepatnya. Bisakah anda memanggilnya sekarang?" tanya Ratih tidak kalah ramah.Penerima tamu yang tidak mengenal Ratih pun segera menghubungi Jakse yang sementara menerima telepon juga dari Deva.“Permisi, Pak,” ucap sekertarisnya saat mendapatkan informasi dari bagian front line.Wajah sekertaris tersebut tampak pias dan panik. “Tuan Deva, bisakah saya menghubungi anda sebentar lagi? Untuk surat perjajian jual beli saham istri anda akan segera siapkan dan saya akan membuat janji dengan Nyonya Lusi terkait rencana agenda kita ini,” terang Jakse sambil mengangkat satu jari telunjuknya.“Baiklah, Jakse. Terima kasih banyak untuk bantuanmu selama ini,” sahut Deva lalu mengakhiri panggilan teleponnya.“Ada apa, Mila? Kenapa dengan wajahmu?” tanya Jakse menebak pasti ada masalah yang cukup fatal yang membua
“Hem, kalau begitu aku akan bicara jujur. Dengarkan aku, Pak Jakse, buatlah segala macam alasan yang masuk akal. Itulah gunanya anda sebagai seorang pengacara bukan? Aku akan membayar anda lima milyar untuk sebuah akta cerai yang pasti bisa kau dapatkan di pengadilan agama,”“Aku tidak peduli kalau memang harus menyuap para hakim, karena aku ingin menikah dengan satu-satunya pria yang selama ini aku cintai dan hanya dia yang aku ingat dalam memoriku setelah kecelakaan!” tegas Ratih tanpa ragu.Jakse butuh tenang untuk dapat mendapatkan cela agar perceraian ini tidak boleh terjadi. “Baiklah, Nona Ratih. Saya akan mengkaji kira-kira apa saja yang akan kita jadikan bahan untuk pengajuan gugatan cerai ini,” ucap Jakse dengan tenang dan seolah ia sedang berpihak pada Ratih.Ratih tersenyum lebar dan puas. “Apa, dalam satu bulan putusan cerai sudah bisa turun dari pengadilan?” tanya Ratih sudah tidak sabar untuk menikah
Tidak lama kemudian sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya dan tertera nama Ratih di layar ponsel tersebut.“Halo, Ratih?” jawab Deva.“Mari kita bertemu dan berbicara empat mata dengan pikiran terbuka dan niat yang baik, Deva.” Ratih berbicara dengan suara yang lebih ramah namun tetap terdengar tegas.Seolah keinginannya adalah yang paling penting dan tidak ada satu pun yang dapat menghalanginya. “Baiklah, Ratih. Di mana kamu ingin bertemu?” tanya Deva juga dengan suara yang ramah dan menahan getaran di dadanya.“Terserah kamu, aku akan menyesuaikan saja,” jawab Ratih.“Gudangku, di kantor lamaku.” Deva sengaja membawa Ratih ke tempat di mana dia pertama kalinya menginjakkan kaki untuk memohon agar Deva mau melanjutkan rencana perjodohan yang sebelumnya ditolak mentah-mentah oleh Ratih.“Okay, sampai jumpa besok pagi,” jawab Ratih lalu mengakhiri percak
“Aku hanya ingin-““Baiklah, kita akan bercerai,” jawab Deva dengan tegas dan tenang sambil menyilangkan kakinya dan menyandarkan tubuhnya dengan santai.Ratih terbelalak dan tersenyum lebar. “Be-benarkah?” tanya Ratih tidak percaya dan Deva mengangguk dengan pelan.“Tapi,” jeda Deva membuat Ratih langsung menyambar.“Tapi apa?” tanya Ratih buru-buru.Ia sedikit merasa lega, ternyata apa yang disampaikan oleh Jakse bukanlah isapan jempol belaka. Deva bisa diajak untuk kompromi jika Ratih berbicara dengan sopan dan ramah.“Tapi, sebelum putusan cerai itu nanti akan disahkan oleh hakim. Aku minta kembali tinggal di rumahku dan menjaga Saka seperti sebelum kamu lupa ingatan,” terang Deva kali ini Ratih langsung buru-buru membuang prasangka baiknya pada Deva.“Apa, kau kira aku bodoh dan kau hanya ingin mempermainkan aku saja bukan?!” bentak Ratih an Deva pun berdiri, ia menatap Ratih sama seperti saat Ratih menolak persyaratannya untuk membuat perjanjian pra nikah empat tahun yang lalu.
Ratih langsung menggertakkan rahangnya. Ia ingin menendang Deva yang berada di hadapannya. Tapi Deva segera menahan kakinya Ratih dan tersenyum nakal.“Berhentilah bersikap seperti kucing liar, Ratih. Kau hanya akan mempersulit keadaan. Kau bisa pikirkan kembali, jagalah Saka dan berdoalah aku tidak memintamu untuk melayaniku di atas ranjang,” ucap Deva tanpa beban.Ratih terperangah melihat perubahan sikap Deva. dirinya merasa seolah sedang deja-vu. Hatinya kesal dan langsung memilih untuk beranjak dari kantor Deva.“Aku, akan memikirkannya dan tidak akan memberikan jawaban secepat ini!” tegas Ratih tidaki ingin salah mengambil keputusan dan tidak ingin dijebak oleh Deva.Deva hanya mengangguk saja. “Pikirkan baik-baik, sampai kapan pun kamu menyembunyikan alasanmu bercerai. Aku akan menemukannya, aku akan menuntutmu atas kasus perzinahan, bagaimana?”“Aku juga ingin bebas Ratih. Aku juga ingin move on dari mu. Aku kaya, tampan dan memiliki segalanya. Pesona duda juga saat ini rasany
“Aku terima syarat perceraianmu. Asalkan kau tidak menghambat dan benar-benar kooperatif saat gugatan tersebut masuk ke pengadilan.” Mata Deva membaca pesan tersebut sambil menahan senyuman di bibirnya.“Akhirnya, kau masuk juga dalam perangkapku, istriku,” gumam Deva dan segera turun menemui Lusi dan menggendong anaknya.“Saka, terima kasih atas kerja samamu, Nak. Mama akan tinggal dengan kita mulai besok,” ucap Deva membuat Lusi terbelalak dan segera memeluk menantu dan cucunya.“Benarkah?! Oh Tuhan, terima kasih,” lirih Lusi terharu.Deva mengangguk bahagia. “Bunda, kita harus bersabar. Kalau Ratih sudah bersama kita nanti, barulah aku akan meminta bantuan pak Alan untuk menangkap Rangga. Tapi, untuk saat ini, biarkan saja dulu dia melakukan apa yang hendak dia buat,” ucap Deva menahan rasa geramnya.Lusi mengangguk. “Semua, bunda percayakan sama kamu, Nak. Bunda hanya minta, jangan menyerah dengan istrimu,” lirihnya.“Tidak akan pernah, Bunda,” jawab Deva memberi kepastian.Tidak
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.