Makin memikirkannya, tatapan Satya menjadi tidak fokus, bahkan berkaca-kaca. Dia tidak yakin apakah dirinya merasa menyesal atau sejak kapan penyesalan seperti ini muncul. Dia hanya tahu bahwa kehidupannya akan suram tanpa Clara. Dia hanya akan merasa sakit memikirkan pembalasan dendam yang pernah dilakukannya.Sejam kemudian, Satya kembali ke rumah sakit. Setelah dokter membantunya membalut luka, Gracia masuk dengan menggendong Alaia. Bayi itu terus menangis karena berada di lingkungan asing.Gracia menggendong sembari membujuk Alaia. Kemudian, dia berkata, "Dia nggak terbiasa dengan tempat ini. Pak, gimana kalau membawanya pulang? Bi Aida merawatnya dengan baik. Dia baru tiba di Jermeni beberapa hari, tapi jadi kurus begini."Tangisan Alaia sangat kencang, seolah-olah merespons ucapan Gracia. Satya menjulurkan tangannya. Gracia ragu-ragu sejenak sebelum menyerahkan Alaia ke pelukan Satya.Anehnya, tangisan Alaia langsung berhenti. Bayi ini menatap wajah Satya dengan penasaran, lalu m
"Satya, aku pernah membayangkan masa depanku denganmu. Aku juga pernah berharap kita bisa bersama untuk selamanya. Tapi, harapan itu menjadi sangat konyol sekarang. Bagaimanapun, kamu punya kekuasaan. Aku terlihat sangat lemah di hadapanmu.""Itu sebabnya, aku hanya bisa memanfaatkan tubuhku. Kalau nasibku baik, kamu akan merasa iba padaku dan berhenti bertindak semena-mena. Kalau nasibku buruk, paling-paling aku mati. Aku tahu semua ini, tapi apa yang bisa kulakukan? Aku nggak punya harga diri lagi. Sejak bertemu denganmu, aku nggak bisa lolos darimu lagi."Setelah berjeda, Clara menambahkan dengan sedih, "Satya, sebaiknya kita buat kesepakatan. Kalau kamu mengembalikan Alaia kepadaku, aku akan mengubah pengakuanku dan menjadi istrimu. Aku akan membawa Alaia pulang dan nggak akan mengganggumu berpacaran dengan Benira.""Aku juga bisa membantunya membersihkan nama baiknya. Kalau kamu ingin menikah dengannya, aku bahkan bisa menandatangani surat cerai kapan saja. Tapi, aku nggak ingin m
Clara meronta-ronta sekuat tenaga. Dia memandang Satya dengan tidak percaya. Dia baru tahu bahwa Satya segila ini.Jemari Satya yang ramping menyentuh bibir ranum Clara. Dia memainkannya dengan pelan sampai akhirnya Clara tenang dan berhasrat karenanya.Satya memandang tubuh indah Clara. Dia juga berhasrat, tetapi terdengar sangat datar saat berkata, "Clara, kamu nggak akan dipenjara kalau hamil. Kamu menyukai Alaia, 'kan? Kalau begitu, kita buat anak perempuan supaya kamu melupakannya. Aku bisa mengirimnya ke keluarga baik-baik dan memberi mereka sejumlah uang."Clara mencoba untuk melawan lagi. Dia menangis dan berteriak dengan histeris, "Satya, kamu sudah gila!"Sebenarnya Satya tidak gila, melainkan berhati kejam. Tidak peduli bagaimana Clara melawan, Satya tetap tidak melepaskannya. Satya melucuti semua pakaian Clara, lalu menjamah tubuhnya di ruangan sempit ini.Clara yang tidak berhasrat pun menjadi berhasrat karenanya. Satya menekan dagu Clara sambil terus menciumnya. Tatapanny
Terlihat sebuah tespek di atas seprai. Clara terdiam cukup lama. Sementara itu, Satya bersandar di ujung ranjang sambil merokok. Dia menatap Clara lekat-lekat dan bertanya, "Kenapa? Kamu mau aku membantumu? Aku nggak keberatan kok."Clara menarik napas dalam-dalam. Dia tahu betapa kejam dan gilanya pria ini. Pada akhirnya, dia pun tidak melawan dan pergi ke toilet. Dia sudah pernah melahirkan sehingga familier dengan hal seperti ini.Sekitar 2 menit kemudian, terlihat 2 garis merah yang berangsur muncul pada tespek itu. Dia benar-benar hamil!Meskipun sudah membuat persiapan, Clara tetap terkejut dengan hasil ini. Dia begitu membenci pria itu, tetapi malah mengandung anaknya. Sungguh suatu penghinaan besar.Satya mendorong pintu dan melangkah masuk. Tubuh pria ini tinggi dan tegap sehingga ruang dalam toilet seketika menjadi sempit. Clara ingin menghindar, tetapi Satya tidak mengizinkannya.Satya pun merangkul pinggang Clara, lalu mengambil tespek itu. Sesudah menatap sekitar 10 detik,
Sesaat kemudian, Satya meraih tangan Clara sambil berkata, "Aku membeli apartemen baru. Kita akan tinggal di sana untuk sementara waktu ini. Setelah anak kita lahir, kita baru pulang. Kalau kamu mau tinggal di vila, aku bisa menyuruh Gracia membelinya. Tapi, kamu harus tunggu beberapa hari."Clara tahu bahwa Satya memilih untuk tinggal di Jermeni karena Benira. Dia sangat penasaran Satya berutang apa kepada Benira, sampai-sampai bisa menoleransi wanita yang ingin mencelakai Joe.Clara mengepalkan tangannya memikirkan semua ini. Sejam kemudian, mobil hitam itu pelan-pelan berhenti di depan sebuah apartemen.Satya turun duluan, lalu hendak memapah Clara. Namun, Clara menolak dengan nada datar, "Nggak perlu, aku bisa sendiri kok."Penolakan Clara ini seketika merusak suasana hati Satya. Hanya saja, dia tidak mengatakan apa pun karena ingin membuat Clara senang.Setelah tiba di lantai 3, Satya membuka pintu apartemen mereka. Dia menoleh menatap Clara untuk bertanya dengan lembut, "Gimana?
Satya tidak menerima panggilan. Dia menolak panggilan itu, lalu berkata dengan santai, "Gracia yang meneleponku. Kinerjanya makin menurun saja. Padahal dia tahu kamu baru bebas."Clara membatin, 'Pria memang pintar berbohong saat selingkuh. Sementara itu, wanita hanya bisa menjadi detektif untuk mengungkap kebohongan.'Meskipun begitu, Clara tidak melontarkan isi pikirannya. Dia berucap, "Pekerjaan jauh lebih penting, angkat saja teleponnya."Ucapan Clara ini seolah-olah adalah pengampunan untuk Satya. Saat ini, hasrat Satya telah mereda. Dia berdeham dan menyahut dengan nada agak bersalah, "Aku pergi ke ruang kerjaku dulu."Clara hanya tersenyum tipis. Sesudah Satya pergi, Clara merapikan pakaiannya dan membuka pintu untuk pergi ke ruang tamu.Pelayan sedang menyuapi Alaia minum susu. Clara baru sadar bahwa mereka adalah pelayan dari Hastama yang merawat Joe dulu.Begitu melihat Clara, mereka pun menyapa dengan hormat, "Nyonya."Para pelayan ini terus berada di Hastama sehingga tidak
Clara tentu menghentikan tindakan gila Satya itu. Dia mendekapkan Alaia ke pelukannya sambil menegur, "Ini bayi, bukan hewan peliharaan. Jangan begitu dong."Satya sama sekali tidak peduli. Ketika hendak mengatakan sesuatu, Clara mendongak meliriknya. Di bawah cahaya lampu, wanita ini mengenakan piama sutra yang terlihat seksi. Belum lagi kehamilan Clara yang membuatnya makin menawan.Satya menelan ludah. Dia mengelus wajah Alaia dengan canggung dan berkata, "Sebenarnya bayi ini imut juga, tapi menjengkelkan kalau lagi nangis."Clara tidak merespons. Jika itu wanita lain, mungkin Satya tidak akan peduli. Namun, Clara sungguh memikat di matanya. Dia ingin sekali memberikan semua yang terbaik kepada wanita ini hanya untuk melihatnya tersenyum.Mereka tidak bisa bermesra-mesraan karena ada bayi, tetapi Satya sedang bernafsu. Dia berbaring dengan tenang. Karena tidak tahan lagi, dia pergi ke kamar mandi untuk menenangkan diri. Ketika keluar, Clara dan Alaia sudah tertidur.Ponsel di saku S
Benira sontak tertawa terbahak-bahak sampai air matanya keluar. Dia menatap Satya dan berkata, "Satya, kamu sudah gila, ya? Kamu sampai melakukan hal seperti itu demi dia? Kalian sudah nggak punya perasaan untuk satu sama lain, tapi kamu masih menghalalkan segala cara untuk membuatnya hamil?""Gimana denganku? Aku sudah mau mati. Apa kamu pernah berpikir untuk memberiku sesuatu yang berharga? Apa hanya vila mewah yang nggak bisa kubawa pergi ini serta obat dan operasi yang tiada habisnya?"Benira melemparkan diri ke pelukan Satya dan memeluknya. Dia duduk di pangkuan Satya sembari menggosokkan tubuhnya untuk membuat Satya berhasrat.Benira terus mencium Satya dan meraba tubuhnya. Sambil mengemut bibir Satya, Benira bergumam bahwa dirinya menginginkan seorang anak. Kemudian, dia meraih kemaluan Satya dan berucap lirih, "Dia nggak bisa memuaskanmu, 'kan? Aku tahu kamu sangat menginginkannya."Satya sontak menarik rambut Benira, memaksanya untuk mengangkat kepala. Dia menyahut dengan lant