Annika pergi ke rumah sakit untuk menjemput Sania. Setelah sopir memarkir mobil, pintu langsung dibuka seseorang dari luar. Annika terkejut saat mendapati Jeremy berdiri di luar mobil. Di tengah lapangan parkir yang diselimuti salju tipis, sosok pria itu tampak murung.Bertemu Jeremy lagi membuat hati Annika terasa rumit. Jadi, dia hanya duduk dalam diam di mobil.Akhirnya, Jeremy yang pertama angkat suara, "Annika, aku mau ngobrol sebentar denganmu!"....Di sebuah kafe tepi jalan, Annika duduk sambil memandangi pemandangan salju di luar jendela. Dia mengaduk kopi di meja tanpa suara.Jeremy bertanya, "Gimana kabar dia?"Annika tersadar dari lamunan dan menatap Jeremy yang duduk berhadapan dengannya. Seperti biasa, pria itu masih berpakaian necis dan tanpa cacat. Hanya saja, dia tidak menyalakan rokok meski tangannya terus menggenggam kotak rokok. Jeremy tampak sedikit gelisah.Annika menaruh pengaduk dan menyesap kopinya. Tanpa memandang Jeremy, dia perlahan berkata, "Setiap aku meng
Justin berujar sambil tersenyum, "Respon pasar sangat bagus. Semua tiket konser pertama di Kota Handa sudah ludes sejak semalam."Annika terkejut mendengarnya. Setelah mempertimbangkannya sejenak, dia berkata, "Gimana kalau aku pergi besok pagi saja?"Mendengar itu, Justin tidak kuasa menahan diri untuk menggodanya.Setelah panggilan dimatikan, Sania berujar gembira, "Aku nggak apa-apa. Annika, kamu urus saja kariermu. Sampaikan juga makasih buat Zakki dariku!" Dia mendekap lembut Annika dan berbisik, "Dia memperlakukanmu dengan baik sekarang, jadi jalanilah hari-harimu semaksimal mungkin. Lupakan semua yang sudah berlalu.""Ya!" sahut Annika dengan suara yang sedikit serak.Kedua sahabat itu berpisah dengan senyum di tengah linangan air mata. Seolah-olah, keduanya kembali menjadi sosok mereka di masa lalu.....Begitu Annika masuk ke mobil, sopir yang melihat suasana hatinya cukup baik pun bertanya, "Nyonya, apa kita pulang ke vila sekarang?"Sambil menyandar ke kursi, Annika memesan
Annika mendongak untuk menatap Zakki. Mata pria itu lebih kelam dari malam, membuat emosinya tidak terbaca.Beberapa saat kemudian, Zakki bertanya dengan datar, "Kamu membacanya?"Annika menunjuk kertas-kertas di lantai sambil berujar dengan tubuh gemetar, "Kamu menyewa psikolog untuk menganalisis dan menghadapiku? Zakki, sebenarnya apa arti aku di hatimu? Aku istri atau mainan pribadimu?""Kamu bilang menyukaiku, apa yang kamu sukai itu membiarkan belasan psikolog menganalisis mentalku? Kamu membelikan aku anjing demi menghiburku. Kupikir kamu seenggaknya sedikit memahamiku, tapi kamu rupanya cuma menuruti analisis psikolog itu! Anjing ini cuma jadi alatmu!""Semua yang kamu lakukan untukku ternyata sudah kamu rencanakan baik-baik. Kamu bahkan memperhitungkan dengan cermat kapan waktu terbaik untuk bercinta denganku! Zakki, kamu melanggar privasi dan menghancurkan harga diriku! Kamu nggak pernah menyukaiku, kamu cuma ingin memonopoli aku! Zakki, kamu sama sekali nggak mengerti cara me
Jubah mandi Annika terbuka lebar, menampilkan tubuhnya yang mulus dan indah di atas meja kerja. Zakki menahan pinggang ramping dan menepuk bokongnya sambil berkata dengan dingin, "Biar aku memberitahumu, seperti apa rasanya menjadi wanita mainanku!"Wajah Annika menjadi pucat karena tahu dia tidak akan bisa kabur. Di bawah lampu terang, dia disiksa dan dipermainkan. Semua perlakuan kasar Zakki bahkan lebih buruk dari yang diterima wanita jalang sekalipun.Annika menatap lampu yang berkedip-kedip menusuk mata. Tubuhnya sakit, tetapi hatinya lebih sakit. Dia mencengkeram erat ujung meja dan berusaha sekuat mungkin bertahan dari siksaan Zakki.Sesuatu yang kecil dan keras mendadak menusuk telapak tangan Annika. Dia menoleh untuk melihatnya. Di atas telapak tangan kirinya yang berkeringat, ada sepasang cufflink indah. Hanya saja, berlian indah itu kini dinodai setetes darah dari jarinya.....Hujan salju di luar perlahan berhenti. Pada pukul 2.30 pagi, Zakki akhirnya menyudahi siksaannya p
Menjelang siang, pelayan menemukan Annika di dalam ruang kerja yang masih terang benderang. Tubuh Annika yang hanya terbalut jubah mandi hitam terbaring kaku di atas meja kayu. Banyak bekas luka yang telah mengering memenuhi sekujur tubuhnya.Mata Annika terpejam erat dengan bekas linangan air mata di pipi. Dia terbaring diam dengan wajah memerah yang tidak normal. Tubuhnya pun terasa sangat panas saat disentuh.Pelayan itu berseru kaget, "Nyonya demam!"Si pelayan sudah berumur dan berpengalaman. Saat melihat kondisi Annika, dia langsung tahu apa yang terjadi. Jadi, dia buru-buru menelepon ponsel Zakki. Namun, panggilan itu hanya berdering tanpa diangkat.Saat ini, Zakki sedang mengadakan rapat penting dengan para eksekutif Grup Ruslan. Ada proyek besar yang hendak Zakki kembangkan. Namun, para eksekutif dan pemegang saham yang kolot menganggap proyek itu terlalu berisiko. Hampir setengah dari peserta rapat tidak setuju. Rapat telah berjalan lebih dari 10 jam hanya untuk mendiskusikan
Annika merasa bahwa dirinya benar-benar sebuah lelucon.....Suasana di ruang rapat petinggi Grup Ruslan sangat tegang. Dania masuk dengan tergesa-gesa, lalu berbisik di telinga Zakki. Mendengar kata-katanya, Zakki segera menoleh ke arah wanita itu.Dania memberanikan diri untuk melaporkan, "Demamnya cukup tinggi dan tubuhnya juga terluka .... Selain itu, ada sedikit masalah dalam proses pengurusan rawat inap di rumah sakit. Annika mungkin sudah tahu tentang Shilla yang dirawat di kamar pasien VIP!"Zakki duduk diam untuk waktu yang cukup lama .... Beberapa saat kemudian, dia baru bangkit sembari berkata, "Rapatnya sampai sini!"Pria itu bergegas keluar. Dania mengikuti di belakang sambil buru-buru berucap, "Mobilnya sudah siap. Pak Zakki, sekarang kita ke rumah sakit?"Zakki tidak menjawabnya. Setelah masuk ke dalam mobil, dia bersandar di kursi dan perlahan memejamkan mata. Adegan di mana Annika berbaring di atas meja kerja muncul di benaknya. Dia juga mengingat kata-kata wanita itu.
Annika sedang sakit dan masih demam tinggi. Sekujur tubuhnya penuh lebam. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk turun dari ranjang. Dia melepaskan cincin nikah, anting berlian di telinganya, bahkan kalung berlian yang sangat disukainya di leher secara lembut .... Kemudian, dia meletakkannya di atas nakas.Annika melihat Zakki sambil berkata dengan lembut, "Pakaian dalam yang kukenakan juga bermerek dan dibeli pakai uangmu. Nantinya, setelah resmi meninggalkan rumah Keluarga Ruslan, aku akan lepaskan semuanya dan kembalikan padamu!"Zakki sangat terkejut mendengarnya. Dia teringat dengan momen indah mereka, di mana Annika sengaja berbisik di telinganya. "Zakki, aku beli banyak pakaian dalam seksi. Aku coba satu per satu di depanmu, ya?"Saat itu, Zakki yang tidak sabar langsung mencium Annika di dalam mobil. Sekarang, Annika malah mengatakan bahwa dia akan melepaskan semuanya dan mengembalikannya pada Zakki karena tidak menginginkannya lagi.Zakki mendekati istrinya secara perlahan. Ka
Annika tersenyum getir dengan bibirnya yang gemetar, lalu berkata, "Zakki, kalau kamu begitu sayang dia, kamu bisa menikahinya!"Jari Annika tampak menyentuh sesuatu, itu adalah sebuah botol kecil. Zakki berjalan mendekat dan mengangkat tangannya dengan lembut. Itu ternyata adalah pil kontrasepsi.Zakki pun menatap istrinya. Sementara itu, Annika juga memandangnya dan berkata dengan nada dingin, "Semalam, kamu nggak pakai kondom. Jadi, aku memilih untuk minum obat, apa ada masalah dengan itu?"Zakki menjawab dengan ekspresi datar, "Sama sekali nggak ada!"Usai berkata demikian, Zakki berbalik dan pergi. Ketika melewati Shilla, wanita itu memanggil sambil terisak lembut, "Pak Zakki!"Zakki pun menunduk dan melihat darah yang mengalir di dahinya. Dia memerintahkan para staf medis di luar pintu, "Obati lukanya! Jangan sampai berbekas, bakal kelihatan jelek ketika dia sudah meninggal!"Pria itu meninggalkan kamar pasien dan berjalan di sepanjang lorong. Kata-kata Annika terus terngiang di