Rambut hitam Molly tergerai lembut di atas bantal. Tubuhnya ramping dan hanya ada sedikit lekukan. Dia bertanya dengan pelan, "Apa kamu masih mau?"Ivander tidak merespons. Kala ini, ponselnya berdering. Itu adalah panggilan dari Satya.Ivander melirik Molly dan memberi isyarat jangan bersuara, lalu langsung menjawab panggilan. Dia bertutur, "Aku ada perjalanan bisnis mendadak. Aku nggak pulang malam ini."Satya yang berada di ujung telepon tidak mudah dibodohi. Dia mencibir dan menimpali, "Perjalanan dinas? Kamu atau kakakmu yang pergi dinas?"Ivander terdiam.Satya menegur, "Ivander, aku nggak peduli apa pun yang kamu lakukan di luar. Tapi aku mau ingatkan satu hal. Jangan bermain-main hingga akhirnya menghancurkan dirimu sendiri. Nanti kamu menyesal!"Ivander menyahut dengan suara serak, "Aku mengerti."Satya menimpali, "Jangan cuma mengerti, lalu diabaikan."Jelas sekali Satya mengetahui hal yang dilakukan Ivander akhir-akhir ini. Satya tentu saja tidak setuju. Jika benar-benar tid
Molly bangun pagi-pagi sekali. Ivander sudah tidak ada di sana, tetapi masih ada kehangatan di bantalnya. Sepertinya dia baru saja pergi.Molly mengusap kehangatan yang tertinggal di bantal itu. Wajahnya yang mungil tampak sangat rindu. Dia merindukan setiap waktu yang dia habiskan bersama Ivander.Meskipun Ivander membencinya, mempermainkannya, dan akan berpisah darinya setelah tiga bulan, Molly merasa memiliki kenangan ini sudah cukup baginya.Sinar matahari pagi menembus tirai putih dengan lembut dan hangat. Di ujung kasur putih yang besar ada mantel kasmir pria milik Ivander yang tertinggal.Molly mengambil mantel itu sebelum meninggalkan hotel. Dia berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk membawakannya ke perusahaan Ivander setelah pukul 9 pagi.Molly kembali ke rumahnya. Dia berjalan dengan perlahan-lahan. Wulan sudah terbiasa melihat ini, jadi dia hanya mengingatkan, "Jangan sampai nenekmu tahu kamu bermalam di luar."Wajah Molly seketika terasa panas. Setelah mandi, dia menggant
Usai berkata begitu, Ivander langsung meninggalkan Molly dan berjalan ke lift. Wanita cantik berseragam tadi masih menunggunya di dalam sana.Setelah Ivander masuk, wanita cantik itu tersenyum tipis dan mengobrol dengannya. Sorot mata Ivander juga melembut, sama sekali berbeda dengan tatapan dinginnya pada Molly.Banyak orang berlalu-lalang di lobi. Molly berdiri mematung. Beberapa pasang mata yang memandangnya penasaran terasa seperti pisau yang menusuknya.Setelah beberapa saat, Molly tersenyum pahit. Ya, bukankah itu sudah sewajarnya?Sejak awal, Ivander sudah menjelaskan bahwa hubungan mereka hanyalah transaksi. Molly-lah yang melewati batas dan memendam ekspektasi. Alhasil, dia berakhir mempermalukan dirinya sendiri. Namun, dia tetap merasa sangat terluka.Molly masuk ke dalam mobil, di mana Harlina sudah menunggunya. Saat wanita itu hendak mengucapkan sesuatu, Molly membuka tasnya dan mengambil sekotak rokok. Dia sangat butuh asupan nikotin saat ini.Sejak hubungannya dengan Ivan
Annika tidak tahu apakah semua pria yang berselingkuh itu memiliki dua ponsel. Ketika Zakki sedang mandi, pacar Zakki mengirimkan sebuah swafoto. Gadis itu cantik dan masih sangat muda, tetapi dia mengenakan pakaian mewah yang tidak sesuai dengan usianya, jadi dia terlihat sedikit tidak nyaman.“Pak Zakki, terima kasih hadiah ulang tahunnya.”Annika menatap pesan itu untuk waktu yang lama hingga matanya sakit. Dia tahu bahwa Zakki berselingkuh, tetapi dia tidak menyangka suaminya berselingkuh dengan gadis seperti itu. Annika merasa patah hati dan terkejut ketika melihat wanita yang disukai oleh suaminya. Dia benar-benar menyesal telah mengetahui rahasia Zakki. Kemudian, terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Sesaat kemudian, Zakki keluar dalam keadaan basah kuyup. Jubah mandi berwarna putih membalut otot perut dan dadanya yang kekar. Lelaki itu tampak tampan dan seksi. "Sampai kapan kamu akan menatapnya?" Zakki mengambil ponselnya dari tangan Annika. Dia melirik ponseln
Dia sudah mencintai Zakki selama enam tahun!Annika tiba-tiba memejamkan matanya. Dia tidak menunggu Zakki kembali. Pada Jumat malam, sesuatu yang besar terjadi pada Keluarga Chandra. Dikabarkan bahwa Satya, putra tertua dari Keluarga Chandra, mungkin akan dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara karena kasus ekonomi Grup Chandra. Sepuluh tahun itu sudah cukup untuk menghancurkan seseorang.Malam itu, ayah Annika dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan otak akut. Kondisinya kritis dan dia memerlukan pembedahan secepatnya. Annika berdiri di koridor rumah sakit sambil terus menelepon Zakki berkali-kali, tetapi Zakki tidak menjawab. Ketika Annika ingin menyerah, Zakki mengirimkan pesan WhatsApp kepadanya. Jawabannya sangat singkat seperti biasanya.“Aku masih di Kota Handa. Kalau ada perlu, hubungi Sekretaris Dania saja.”Annika menelepon lagi dan kali ini Zakki menjawab. Dia segera berkata, "Zakki, ayahku ...." Zakki menyela perkataan Annika. "Kamu butuh uang? Aku sudah bilang be
Tiga hari kemudian, Zakki kembali ke Kota Brata. Saat senja tiba, sebuah mobil RV hitam mengilap perlahan-lahan melaju menuju vila. Ketika sudah sampai di vila, mobil itu berhenti. Sopir membuka pintu mobil tersebut. Zakki turun dari mobil, lalu menutup pintu kursi belakang. Ketika dia melihat sopirnya hendak membawa barang bawaannya, dia berkata dengan tenang, "Aku akan membawanya sendiri."Begitu Zakki memasuki aula, seorang pelayan mendatanginya. "Mertua Anda mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu. Suasana hati istri Anda sedang buruk, dia ada di atas sekarang!"Zakki sudah tahu tentang apa yang terjadi pada Keluarga Chandra. Dia merasa sedikit kesal, lalu membawa barang bawaannya ke atas. Dia membuka pintu kamar tidur dan melihat Annika duduk di depan meja rias sambil merapikan barang-barang.Zakki meletakkan kopernya dan melonggarkan dasinya. Kemudian, dia duduk di samping tempat tidur sambil memandangi istrinya. Setelah menikah, Annika sangat senang melakukan pekerjaan
"Ya, keluargaku bangkrut dan kamu memberiku subsidi 200 juta per bulan. Tapi, tiap kali aku menerima cek, aku merasa seperti wanita murahan yang jadi pelampiasan amarah orang lain!"Zakki menyela Annika dengan nada dingin, "Jadi, itu yang kamu pikirkan?" Dia mencubit dagu Annika dengan lembut. "Memangnya ada wanita murahan sepertimu yang nggak tahu cara menyenangkan pria? Kamu mau cerai? Memangnya kamu bisa apa setelah bercerai denganku?”Annika kesakitan dan menepis tangan Zakki. Kemudian, Zakki meraih tangan Annika dan melihat jari manis Annika yang kosong dengan tatapan dingin. "Di mana cincin kawinmu?""Aku menjualnya! Zakki, kita bercerai saja!" ujar Annika sedih.Mengucapkan kalimat itu hampir menghabiskan seluruh energinya. Zakki adalah pria yang dia cintai selama enam tahun. Jika bukan karena kejadian malam itu, jika dia tidak melihat kembang api itu, mungkin dia masih terjebak di dalam pernikahan tanpa cinta selama bertahun-tahun.Akan tetapi, dia tidak ingin hidup bersama Z
Dia melakukan ini karena Annika yang memintanya. Terlebih lagi, Annika tampak sangat indah di bawah tubuhnya. Meskipun Zakki tidak mencintai Annika, dia harus mengakui bahwa dia menyukai tubuh Annika. Dia yakin bahwa dia bisa menguasai tubuh wanita itu.Annika mencengkeram bahu Zakki dan berkata, "Zakki, aku nggak minum obat sama sekali akhir-akhir ini, aku akan hamil."Ketika mendengar itu, Zakki berhenti. Tidak peduli seberapa besar dia menginginkan tubuh itu, Zakki tidak pernah kehilangan akal sehatnya. Dia tidak ingin Annika mengandung anaknya. Setidaknya saat ini dia tidak berencana untuk memiliki anak."Sepertinya kamu sudah memikirkannya beberapa hari terakhir ini!" cibir Zakki.Perlawanan Annika tidak membuat Zakki berhenti. Zakki menahan Annika dengan satu tangan dan membuka laci meja di samping tempat tidur dengan tangan yang lain. Dia mengeluarkan sebuah kotak kecil yang belum dibuka. Ketika Zakki hendak membuka kotak tersebut, teleponnya berdering! Zakki tidak peduli.
Usai berkata begitu, Ivander langsung meninggalkan Molly dan berjalan ke lift. Wanita cantik berseragam tadi masih menunggunya di dalam sana.Setelah Ivander masuk, wanita cantik itu tersenyum tipis dan mengobrol dengannya. Sorot mata Ivander juga melembut, sama sekali berbeda dengan tatapan dinginnya pada Molly.Banyak orang berlalu-lalang di lobi. Molly berdiri mematung. Beberapa pasang mata yang memandangnya penasaran terasa seperti pisau yang menusuknya.Setelah beberapa saat, Molly tersenyum pahit. Ya, bukankah itu sudah sewajarnya?Sejak awal, Ivander sudah menjelaskan bahwa hubungan mereka hanyalah transaksi. Molly-lah yang melewati batas dan memendam ekspektasi. Alhasil, dia berakhir mempermalukan dirinya sendiri. Namun, dia tetap merasa sangat terluka.Molly masuk ke dalam mobil, di mana Harlina sudah menunggunya. Saat wanita itu hendak mengucapkan sesuatu, Molly membuka tasnya dan mengambil sekotak rokok. Dia sangat butuh asupan nikotin saat ini.Sejak hubungannya dengan Ivan
Molly bangun pagi-pagi sekali. Ivander sudah tidak ada di sana, tetapi masih ada kehangatan di bantalnya. Sepertinya dia baru saja pergi.Molly mengusap kehangatan yang tertinggal di bantal itu. Wajahnya yang mungil tampak sangat rindu. Dia merindukan setiap waktu yang dia habiskan bersama Ivander.Meskipun Ivander membencinya, mempermainkannya, dan akan berpisah darinya setelah tiga bulan, Molly merasa memiliki kenangan ini sudah cukup baginya.Sinar matahari pagi menembus tirai putih dengan lembut dan hangat. Di ujung kasur putih yang besar ada mantel kasmir pria milik Ivander yang tertinggal.Molly mengambil mantel itu sebelum meninggalkan hotel. Dia berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk membawakannya ke perusahaan Ivander setelah pukul 9 pagi.Molly kembali ke rumahnya. Dia berjalan dengan perlahan-lahan. Wulan sudah terbiasa melihat ini, jadi dia hanya mengingatkan, "Jangan sampai nenekmu tahu kamu bermalam di luar."Wajah Molly seketika terasa panas. Setelah mandi, dia menggant
Rambut hitam Molly tergerai lembut di atas bantal. Tubuhnya ramping dan hanya ada sedikit lekukan. Dia bertanya dengan pelan, "Apa kamu masih mau?"Ivander tidak merespons. Kala ini, ponselnya berdering. Itu adalah panggilan dari Satya.Ivander melirik Molly dan memberi isyarat jangan bersuara, lalu langsung menjawab panggilan. Dia bertutur, "Aku ada perjalanan bisnis mendadak. Aku nggak pulang malam ini."Satya yang berada di ujung telepon tidak mudah dibodohi. Dia mencibir dan menimpali, "Perjalanan dinas? Kamu atau kakakmu yang pergi dinas?"Ivander terdiam.Satya menegur, "Ivander, aku nggak peduli apa pun yang kamu lakukan di luar. Tapi aku mau ingatkan satu hal. Jangan bermain-main hingga akhirnya menghancurkan dirimu sendiri. Nanti kamu menyesal!"Ivander menyahut dengan suara serak, "Aku mengerti."Satya menimpali, "Jangan cuma mengerti, lalu diabaikan."Jelas sekali Satya mengetahui hal yang dilakukan Ivander akhir-akhir ini. Satya tentu saja tidak setuju. Jika benar-benar tid
Molly benar-benar mungil sampai Ivander bisa memeluknya dengan satu tangan. Gadis yang lembut bersandar di dalam pelukan Ivander. Perasaan itu sebenarnya sedikit aneh, tetapi Ivander berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikannya.Dokter wanita berkomentar, "Ini baru benar!" Dia mengobati luka Molly dengan sikap profesional yang disertai rasa ingin tahu.Ketika serpihan porselen dikeluarkan, Molly mencengkeram pinggang Ivander. Hal ini membuat Ivander menunduk melihat Molly.Molly kesakitan hingga sekujur tubuhnya bergetar. Dia terlihat sangat malang. Ivander tanpa sadar memegang bahu Molly dengan satu tangan dan membawanya ke dalam pelukan. Kala ini, Ivander merasa kasihan.....Setelah keluar dari rumah sakit, Molly mengira Ivander akan langsung membawanya ke hotel. Tidak disangka, Ivander justru membawanya ke jalanan tempat mereka kuliah dulu. Di sana ada jual berbagai macam camilan. Para pelajar suka kemari untuk membeli makanan.Dulu, mereka pernah datang beberapa kali. Dengan status
Molly berada di dalam pelukan Ivander. Tercium aroma maskulin dari tubuh Ivander yang sangat familier dan wangi. Aromanya terasa jauh lebih dewasa dibandingkan dulu.Molly menundukkan kepalanya karena ingin menangis. Dia benar-benar menangis. Ketika sedang terluka dan melihat Harlina sedang bertengkar dengan Aurel, Molly tidak menangis. Dia justru menangis saat Ivander bersikap lembut padanya.Molly merendahkan harga dirinya dan bertanya pelan, "Ivander, kamu masih peduli padaku, 'kan?"Ivander tertegun. Beberapa saat kemudian, dia mendengus dingin sebelum membalas, "Molly, kamu berpikir terlalu jauh! Menurutmu setelah semua hal yang kamu lakukan, apa aku masih bisa punya perasaan padamu? Apa masih ada kesempatan untuk mengembangkan hubungan kita?"Lantaran merasa belum cukup, Ivander menambahkan, "Aku cuma takut kamu pingsan saat aku menidurimu."Molly terdiam sejenak, lalu menyahut pelan, "Aku mengerti."Ivander merasa bahwa Molly sangat tidak tahu malu. Ketika Ivander meletakkan Mol
Harlina sebenarnya punya rencana lain. Dia berpikir jika Molly dan Ivander bisa benar-benar bersama, gadis polos seperti Molly ini sebenarnya tidak cocok untuk dunia hiburan.Jika kelak Molly menikah dan hidup bahagia, yang diharapkan Harlina hanyalah agar Molly tidak melupakannya.Namun sebelum Ivander benar-benar menunjukkan keseriusannya, Harlina merasa Molly memang perlu melalui sedikit kesulitan.Harlina tidak bermain licik. Dia memperlihatkan segalanya secara terbuka agar Ivander bisa melihat sendiri.Apabila Ivander tidak peduli pada Molly, uang yang dia berikan selama tiga bulan itu akan cukup bagi Molly untuk hidup nyaman selamanya.Harlina sudah lama berkecimpung di dunia hiburan. Dia sudah melihat berbagai macam hal yang menjijikkan.Setelah bertemu begitu banyak orang jahat, Harlina mulai mendambakan sesuatu yang indah. Dia berharap Molly bisa menemukan kebahagiaan yang layak.Pada saat itu, telepon dari Ivander masuk. Molly menggenggam ponselnya. Dia memberi tahu Ivander d
Wulan segera memahaminya. Dia menimpali, "Oh, jadi si Ivander. Nenekmu selalu menyebut-nyebut dia."Molly memaksakan diri untuk tersenyum. Meskipun dekat dengan Molly dan neneknya, Wulan hanyalah seorang pekerja. Dia merasa tidak pantas untuk ikut campur terlalu jauh.Kemudian, Molly berjalan kembali ke kamarnya dan mengganti pakaian sambil merenungkan perkataan Wulan. Neneknya memang tahu tentang Ivander.Dalam masa-masa paling sulit dan hampir tidak bisa bertahan hidup, Molly bercerita tentang seorang pemuda baik bernama Ivander kepada neneknya.Molly berkata bahwa Ivander sedang belajar di luar negeri. Ketika kembali, dia akan menikah dengan Molly. Nantinya, akan ada anggota baru dalam keluarga mereka.Neneknya memang tidak bisa melihat. Hanya saja setiap kali mendengar tentang Ivander, dia akan tersenyum tanpa sadar. Menurutnya, Ivander adalah nama yang sangat indah.....Setelah membersihkan diri, Molly masuk ke kamar neneknya, Mia. Dengan uang yang dikumpulkannya, Molly menyewa a
Saat Molly keluar dari kamar mandi, dia mengenakan jubah mandi hotel yang longgar sehingga tubuhnya yang mungil terlihat makin kecil.Lampu di kamar utama menyala terang. Ivander yang juga telah selesai mandi di kamar mandi sebelah, sedang bersandar di kepala ranjang yang besar.Sesekali, Ivander membolak-balik majalah hotel dengan santai. Pria itu hanya mengenakan celana panjang hitam. Tubuhnya yang tinggi dan kekar terpampang jelas.Molly mengalihkan pandangannya dari tetesan air di tubuhnya. Dia memegang tepi ranjang dengan hati-hati, lalu setengah berlutut dan mendekatkan diri untuk mencium Ivander sesuai dengan apa yang ada dalam ingatannya.Tiba-tiba sebuah tangan besar merangkul bagian belakang kepalanya, lalu menariknya lebih dekat dengan penuh gairah. Kemudian, semua kenangan mesra itu kembali mengalir. Kedua orang itu segera tenggelam dalam hasrat.....Ivander enggan melepaskan Molly. Pada akhirnya, mereka pun bersenang-senang selama beberapa ronde. Setelah semuanya berakhir
Molly yang berdiri di tempat parkir kedinginan. Ivander membuka pintu mobil, lalu mengisyaratkan Molly untuk naik ke mobil.Namun, Molly ragu-ragu. Dia takut tubuhnya yang dibasahi anggur akan mengotori mobil Ivander. Hanya saja, sepertinya Ivander tidak keberatan. Dia berucap dengan ketus, "Cepat naik."Molly baru naik ke mobil dengan hati-hati. Dia berusaha untuk tidak mengotori mobil Ivander. Kemudian, Ivander juga naik ke mobil.Molly yang gugup bahkan terkejut saat mendengar suara sabuk pengaman ditarik. Dia bertanya, "Kita mau ke mana?"Setelah beberapa saat, Ivander baru menyindir, "Kita mau ke hotel. Kenapa? Apa kamu yang sudah bergelut di dunia hiburan selama beberapa tahun belajar caranya berpura-pura polos di depan pria?""Nggak," sahut Molly dengan suara serak.Ivander duduk tegak. Dia memandang kaca mobil depan sembari menimpali dengan ekspresi datar, "Sebenarnya aku juga nggak peduli."Wajah Molly memucat. Saat dalam perjalan ke hotel, mereka berdua sama sekali tidak berb