Marcella tidak bergerak. Joe menoleh menatapnya, lalu mencondongkan tubuh untuk membantu membuka pintu. Dia berujar, "Turun."Marcella melepaskan sabuk pengamannya. Dia turun dan berjalan masuk dengan perlahan. Joe pun mengisap rokok sambil memandang sosok belakang istrinya.Punggung Marcella tampak tegak, tetapi memancarkan aura kesepian. Segera, tatapan Joe menjadi mendalam. Dia tidak tahu harus melakukan apa pada Marcella.Sepertinya tidak pernah ada cinta di antara mereka. Jika bercerai, Joe tidak menginginkannya. Joe hampir tidak pernah dilema seperti ini.Setelah mengisap 2 atau 3 batang rokok, Joe baru turun dari mobil. Akan tetapi, dia tidak melihat Marcella di ruang tamu. Pelayan juga sedang merapikan meja makan.Ketika melihat Joe, pelayan pun melapor dengan lirih, "Sepertinya Nyonya lagi nggak senang. Soalnya dia cuma makan beberapa suap."Joe mendongak memandang lantai 2. Sesaat kemudian, dia naik dan mendorong pintu kamar. Tidak ada sosok Marcella, tetapi terdengar suara a
Satya menelepon Joe. Joe meletakkan satu tangan di samping tubuh Marcella, lalu memegang ponsel dengan tangan yang satu lagi. Tatapannya masih tertuju pada Marcella.Terdengar suara Satya yang panik dari ujung telepon. Satya menyuruh mereka pulang karena terjadi sesuatu pada Vloryne. Dia tidak bisa menjelaskan di telepon karena masalahnya terlalu rumit.Joe mengakhiri panggilan, lalu berbaring di samping Marcella dan mengembuskan napas panjang. Kemudian, dia berkata, "Kita harus pulang."Marcella merasa lega. Dia tidak ingin berhubungan badan dengan Joe, juga tidak ingin disentuhnya. Dia memandang langit-langit dengan tenang dan mengiakan.Joe menoleh menatapnya dengan tatapan mendalam.....Setengah jam kemudian, Joe dan Marcella tiba di rumah lama. Meskipun sudah larut malam, seisi rumah masih terang benderang. Begitu masuk, keduanya langsung mendengar teriakan Satya. "Aku mau kalian pisah!"Ekspresi Joe menjadi masam. Dia melirik sekilas istrinya, lalu bergegas menuju ke ruang tamu.
Kamar tidur paling timur di lantai 3 adalah kamar Joe. Marcella sedang menghibur Vloryne. Joe berdiri di balkon sambil merokok dan memandang ORV yang terparkir di depan halaman.Seorang pria turun dari mobil itu. Dari sosoknya, pria itu seharusnya adalah Devon. Devon berdiri di tengah-tengah hujan. Setelah berdiri sekitar 10 menit, dia menyeka wajahnya dan mengeluarkan ponselnya untuk menjawab panggilan.Joe memandangnya dengan tenang. Dia melihat Devon mengakhiri panggilan, lalu naik ke mobilnya dan pergi. Seharusnya ada urusan mendesak yang mengharuskannya pergi.Devon adalah seorang guru. Hal ini membuat Joe teringat pada Nanda, pria yang menyukai istrinya. Joe memegang rokok sambil mengisapnya dengan pelan. Tidak terlihat ekspresi apa pun pada wajah tampannya. Setelah mobil Devon pergi, dia baru berbalik menatap istri dan adiknya.Vloryne mungkin tahu dirinya akan dikirim ke Italeo. Dengan mata berkaca-kaca, dia berkata kepada Marcella, "Kak, aku benar-benar menyukainya. Wanita itu
Saat ini, Clara masuk dan membawa Vloryne keluar. Hanya tersisa Joe dan Marcella di kamar yang begitu luas.Marcella masih berdiri di tempat yang sama. Joe pun pergi mandi. Ketika dia keluar, Marcella sudah berbaring di ranjang. Mungkin untuk menghindari Joe, wanita itu sampai membelakanginya dan meringkuk di dalam selimut.Joe menjulurkan tangan untuk menutup lampu. Seketika, kamar menjadi gelap gulita. Marcella bisa merasakan napas panas suaminya di belakang lehernya.Sesaat kemudian, terdengar suara Joe. "Apa pendapatmu tentang masalah Vloryne? Apa kita harus merestui mereka kalau mereka memang saling mencintai?"Setelah hening sejenak, Marcella bertanya balik, "Sebenarnya apa yang ingin kamu tanyakan? Terus terang saja."Joe tidak merespons. Marcella pun tidak merasakan napas panas di belakangnya lagi. Joe berbaring sambil memandang langit-langit. Pikirannya dipenuhi adegan saat Marcella dan Nanda berjalan berdampingan.Joe bertanya apakah Marcella pernah menyukai Nanda atau tidak,
Devon memang terlihat unggul. Parasnya tampan, sosoknya berkarisma. Joe sampai mengakui selera Vloryne memang bagus.Namun, Keluarga Chandra tidak bisa menerima latar belakang Devon. Satya begitu menyayangi Vloryne selama ini. Sekarang, Vloryne malah dikurung di kamar, bahkan ponselnya disita. Dia tidak punya cara untuk menghubungi Devon.Joe memakai kemeja putih. Jari tangannya mengapit rokok. Tidak terlihat ekspresi apa pun pada wajahnya. Yang jelas, dia tidak punya kesan baik terhadap Devon.Joe berkata dengan nada datar, "Pak Devon, mari terus terang saja. Ayahku nggak setuju dengan hubungan kalian. Vloryne sudah dikirim ke luar negeri. Dia nggak bakal pulang dalam waktu dekat. Sementara itu, kamu mungkin nggak bisa membeli tiket pesawat untuk menemuinya.""Aku nggak keberatan dengan hubungan kalian. Tapi, kamu memang nggak cocok dengan Vloryne. Kalau bersikeras, reputasimu hanya akan hancur. Untuk apa? Kudengar keluargamu cukup terkenal di sana.""Kamu nggak perlu memutus hubungan
Setelah Marcella selesai berkemas, Joe menghampirinya dan membantunya menutup koper. Kemudian, dia menatap Marcella sambil berkata, "Aku akan menjemputmu di bandara nanti."Sepertinya, ini adalah kalimat paling romantis yang pernah ada di antara mereka dalam waktu dekat ini.Marcella mengelus koper sambil melamun. Joe tidak mengganggunya. Sesaat kemudian, Marcella mengiakan. "Oke."Joe masih menatapnya. Mereka bersikap dingin terhadap satu sama lain selama setengah tahun ini. Sementara itu, Alaia sudah melahirkan anak Xavier.Joe ingin memperbaiki hubungan mereka. Bagi pebisnis seperti Joe, dia tentu tidak ingin bercerai. Tidak mudah untuk menjalankan pernikahan, jadi sebaiknya mempertahankan Marcella.Cahaya lampu kristal membuat wajah Joe terlihat makin menawan. Dia duduk di sofa, lalu meraih istrinya dengan lembut untuk duduk di pangkuannya. Kulit putih Marcella terlihat sangat menggoda.Joe menunduk dan mencium Marcella, lalu memberitahunya bahwa dia menginginkannya. Marcella tidak
Tiba-tiba, mata Joe menjadi sedikit basah karena teringat pada Marcella. Apabila istrinya menjadi seorang ibu, Joe pikir dia pasti akan hangat dan penyayang seperti ini juga. Sayangnya, anak pertama mereka keguguranSaat Alaia menyusui bayinya, orang lain meninggalkan kamar. Hanya suaminya yang tinggal untuk menemaninya.Di kamar tidur yang suhunya nyaman, Alaia membuka bajunya untuk menyusui Arnold. Bayi kecil itu terlahir kuat dan sangat lahap saat menyusu.Mata Arnold yang hitam pekat terus menatap ibunya tanpa berkedip. Meskipun belum bisa melihat dengan jelas, dia sangat fokus.Xavier yang mengenakan kemeja putih seperti biasa bersandar di tepi ranjang. Pria itu terlihat gagah dan tampan, tetapi wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan.Xavier mengajak main putranya yang masih kecil, lalu berbicara dengan istrinya menggunakan nada sangat lembut, "Gimana keadaan Vlori akhir-akhir ini?"Alaia bersandar di bahu suaminya sambil menjawab pelan, "Dia baik-baik saja, tapi aku tahu dia belu
Keesokan harinya, di Rumah Tahanan Brata.Selvy menjemput Marcella. Ketika keluar dari balik tembok tinggi itu, Marcella berdiri di samping sebuah mobil hitam dengan wajah yang terlihat sangat lelah.Marcella segera mendekat, lalu bertanya, "Kak, gimana keadaan Ibu?"Selvy mengusap rambut adiknya dengan lembut. Setelah beberapa saat, dia berucap pelan, "Aku sudah konsultasi dengan pengacara. Dalam kasus ini, kamu dianggap melakukan pembelaan diri yang sah ... tapi Ibu dianggap melakukan pembelaan diri yang berlebihan dan terlambat."Marcella terdiam beberapa saat. Suara Selvy menjadi serak ketika berucap, "Aku sudah minta pengacara terbaik di Kota Brata, Hanna, untuk membela Ibu. Tapi Marcella, kamu harus siap secara mental. Mungkin Ibu akan dipenjara setidaknya empat tahun."Empat tahun .... Ibu mereka sudah tidak muda lagi. Bagaimana keadaannya setelah empat tahun di penjara? Marcella tidak berani membayangkannya.Marcella mencengkeram lengan kakaknya dan berucap cemas, "Aku bisa men