"Dareen!" kata Megan, "kenapa kau membiarkan wanita manis ini berpenampilan seperti ini? Kau benar-benar kejam!" sambung Megan dengan mata yang terus menerus tertuju pada penampilan Zoya.
"Hei El, katakan pada wanita yang tidak berhenti mengoceh itu. Apakah aku mengenalnya?" kata Dareen dengan raut wajah datar seolah ia memang tak mengenal Megan.
Megan membelalakkan matanya saat mendengar ucapan Dareen barusan. Terlebih lagi saat ini, ada Zoya yang mendengar ucapan Dareen dengan sangat jelas. Dareen benar-benar mengacaukan harga diri seorang Megan. Kesal Megan dalam hati.
"Kau memang jahat! Pria menyebalkan!" kata Megan dengan wajah kesalnya, menatap Dareen dengan perasaan ingin mencekik.
"Lakukan saja tugasmu Megan! Kau seperti tidak tahu Tuan saja!" kata El memperingatkan, dan Megan kembali menunjukkan wajah kesalnya pada El. Namun di detik berikutnya, ia kembali menormalkan wajahnya, lalu me
"Tadaaaaa! Apa kalian suka dengan hasil make over ku pada Zoya?" kata Megan dengan penuh kebanggaan. Ia memperlihatkan penampilan terbaik Zoya pada Dareen dan El, yang saat ini tengah terdiam membisu, dengan mulut menganga. Menatap Zoya penuh dengan tanda tanya. Bagiamana tidak, Zoya saat ini tengah mengenakan dress pesta yang tidak terlalu mewah. Sederhana namun tampak elegan, sangat cocok untuk usianya saat ini, yang masih remaja, berlengan panjang, namun bagian bahunya sedikit terbuka, dan bagian bawah dress itu, mempunyai panjang bagian depan yang sedikit rendah, sedangkan bagian belakangnya, terlihat sedikit panjang. Dengan warna yang tidak menyakiti mata. Warna salem menjadi pilihan Megan. Megan rasa, warna dan dress ini sangat cocok dengan tubuh mungil Zoya yang berkulit putih bersih. Walaupun Zoya tidak terlalu cantik, namun ia mempunyai kulit yang teramat bersih dan cantik, walaupun ia jarang sekali merawatnya. Bahkan bisa di bilang, bahwa Zoya
"Manis dia bilang! Manis jika dilihat dari ketinggian 2900 mdpl mungkin!" kata Dareen lagi dengan ekspresi wajahnya yang sangat menyebalkan. Sangat bertolak belakang dengan kenyataan dalam hatinya, yang memuji-muji Zoya dengan kata manis dan menggemaskan yang beberapa menit ini terbersit dalam benaknya, hingga menggelitik hatinya.Dareen malu mengakui jika Zoya benar-benar manis, karena ego nya yang terlalu tinggi. Jadi ia mengatakan yang sebaliknya terhadap Zoya. Namun, siapa sangka, jika satu orang telah memperhatikan gerak-gerik Dareen sedari tadi, saat Dareen mengatai Zoya pada Megan. Dan orang itu adalah El. El tersenyum dalam hatinya, dengan berbagai ocehan yang apabila Dareen mendengarnya, maka Dareen akan sangat malu di buatnya."Anda menyukai Zoya, Tuan! Anda hanya malu untuk mengakuinya. Seharusnya anda menurunkan sedikit saja ego anda," gumam El dalam hati, dengan sedikit senyum yang ia tunjukkan dari bibirnya. Namun tak ada satu
Tiba-tiba saja, matahari seakan berada di hadapan zoya. Wajahnya sudah memerah dan terasa sangat panas, karena ia merasa sangat malu, benar-benar malu dengan apa yang baru saja terjadi. Zoya pikir, Dareen akan melakukan hal yang tidak tidak kepadanya. Namun nyatanya, Dareen hanya akan mengambil sebuah tuxedo mewah yang sudah di berikan oleh pelayan butik kepadanya. Ada rasa kecewa dalam dirinya, namun lebih banyak malunya. Apakah benar Zoya kecewa? Karena apa? Apa karena Dareen tidak melakukan apapun padanya? Entahlah, Zoya bingung untuk menjelaskannya secara rinci. Dareen sangat menikmati saat melihat wajah Zoya yang sudah berubah menjadi merah karena menahan rasa malu. Ingin rasanya Dareen menertawakan Zoya dengan sangat keras, namun lagi-lagi, ego nya mengalahkan semua rasa yang ingin Dareen tunjukkan. Hingga, lagi dan lagi, Dareen membuat seseorang yang berada di hadapannya kecewa, karena perkataannya yang selalu saja tidak sesuai dengan hatinya.
"Kau lambat sekali Zoya! Ayo cepat, ikuti aku!" ujar El dengan terus menarik tangan Zoya untuk mengikutinya."Aku memakai hills El!" keluh Zoya karena ia kesulitan untuk mengikuti dan menyamai langkahnya dengan langkah El."Hills!" kaget El yang tak memperhatikan kaki Zoya yang sedang mengenakan apa. Dan saat Zoya mengatakannya, El langsung menundukkan pandangannya ke bawah, menatap kaki Zoya yang memang sedang mengenakan hills yang tidak terlalu tinggi. Namun tetap saja, itu membuat langkah Zoya terganggu, karena Zoya tidak biasa mengenakannya."Kau tahu!- - Zoya berkata dengan merendahkan suaranya - -kau meninggalkan Tuan di dalam! Dan kau tahu apa lagi yang akan terjadi setelah ini?" kata Zoya lagi sambil mendelik kan matanya saat berbicara. Ada nada menakuti dalam ucapannya pada El barusan."Aku lupa!" kata El dengan tangan yang menepuk keningnya pelan.Zoya
"An- an- anda menyebutkan nama saya Tuan?" tanya Zoya dengan nada bicara yang tidak percaya. Seolah yang baru saja terucap dari mulut Dareen adalah sebuah khayalan belaka. Yang mampu membuat Zoya terpana, dengan hati yang bisa di bilang, berbunga-bunga, hanya karena sebuah nama yang terucap dari mulut seorang Dareen Danendra."Dalam mimpimu bocah! Kau jangan pernah berharap apapun kepadaku. Karena kau sama sekali tidak penting bagiku!"Deg!Apakah benar apa yang baru saja Tuan katakan? Mengapa rasanya sangat menyakitkan. Lebih sakit dari pada tamparan yang ibu lakukan kepadaku! Juga lebih sakit dari setiap perkataan menyakitkan yang selalu Tuan katakan padaku selama ini. Apakah aku kecewa?"Kenapa kau diam? Kau jangan pernah bermimpi aku akan memanggilmu dengan sebutan yang layak. Karena kau bukan siapa-siapa bagiku. Kau hanyalah pembantuku! Pembantu!" ujar Dareen dengan menekankan kata terakhirnya, "camkan
Tepat pukul delapan malam. Mobil yang El, Zoya dan Dareen kendarai, sudah berada tepat di halaman parkir sebuah gedung mewah yang menjulang tinggi. El turun duluan dari dalam mobil, menghampiri pintu belakang mobil, dimana ada Dareen di dalamnya. El membuka pintu itu, mempersilahkan Dareen untuk keluar, dan dalam sekejap mata, Dareen keluar dari dalam mobil, dengan penampilannya yang memukau, setiap pasang mata yang memandangnya.Wajah datar nan dingin milik Dareen yang Dareen tunjukkan saat keluar dari dalam mobil, tak lantas membuatnya terlihat buruk dan mengurangi ketampanannya. Justru karena sikap itulah, membuat Dareen semakin terlihat tampan dan terkesan lebih terlihat misterius di pandangan setiap orang. Terutama para wanita.'Hmm..., Tampan sekali!' seperti itu kira-kira, para tamu wanita yang melihat Dareen yang baru saja keluar dari dalam mobil."Anda sangat tampan Tuan!" kata El dengan pujian yang tentu
Setelah kejadian beberapa menit yang lalu. Baik Zoya maupun Dareen, keduanya tidak ada yang berani mengungkit masalah yang sudah terjadi. Zoya terlalu malu dan takut yang mendominasi. Sedangkan Dareen, pria itu selalu saja menggunakan ego nya dalam setiap hal, apalagi hal yang menyangkut soal Zoya dan wanita. Karena Zoya adalah seorang wanita.Bruk!Dareen melepaskan tubuh Zoya dengan sengaja. Saat kesadarannya sudah kembali pada dirinya sendiri."Aw!" pekik Zoya yang merasakan bagian belakang tubuhnya sakit. Karena terjatuh dengan posisi terduduk, dengan tangan yang hanya bisa menahan seadanya, berat badan Zoya."Kau sengaja menabrak ku kan?" ujar Dareen dengan tuduhan yang ia layangkan, tanpa adanya bukti yang pasti.Di sela-sela rasa sakitnya, Zoya menggelengkan kepalanya cepat. Mencoba membela diri, bahwa apa yang di tuduhkan Dareen, sama sekali tidak benar adanya."Bi
Zoya mengikuti langkah Dareen, setelah Dareen berbincang sebentar dengan pria bernama Andreas. Lalu berlalu pergi meninggalkannya yang terus saja berbicara dengan penuh kepalsuan. Dareen muak, benar-benar muak. Mendengarkan semua celotehan Andreas yang terus menerus memuji dan menyanjung dirinya bagaikan raja.Zoya berjalan, terus berjalan mengikuti Dareen, kemana pun Dareen pergi, melangkahkan kaki tiada henti, sampai Zoya pusing sendiri. Karena Dareen, terus menerus melangkah ke sana ke mari."Kau sedang mengerjaiku ya pria aneh!" tanya Zoya dalam hati."Kau tahu! Haha, harusnya kau mengatakannya langsung padaku! Jangan beraninya mengataiku dalam hatimu!"Deg!Dia tertawa? Dia tahu apa yang aku ucapkan dalam hati. Bagaimana bisa? Pikir Zoya yang kini terdiam membisu di tempatnya berada, yaitu di samping Dareen.Dareen melirik wajah Zoya sekilas, "
Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter
Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k
"El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten
"Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan."Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya."Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering."Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.
Doa kembali Zoya panjatkan pada Tuhan, sang pencipta alam dan segala isinya. Ia berdoa agar siapapun bisa menemukannya dengan segera. Kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuh, di tambah dengan tangannya yang ternyata masih mengeluarkan sisa-sisa darah dari injakan kaki Mayra tadi. "Ya Tuhan, aku mohon... Siapapun tolong aku. Aku akan menikahinya jika dia adalah seorang laki-laki. Tapi, setelah aku lulus sekolah. Dan akan aku jadikan dia saudara, jika dia adalah seorang perempuan," ujar Zoya pasrah. Gadis itu membuat janji dengan Tuhan sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana nasib kedepannya. Tentang masa depannya, tentang bagaimana menjalaninya. Akankah ada yang akan datang membantunya atau bahkan tidak. Mengingat ini adalah hutan, dan Zoya hanya sendirian di sana. "Tapi, apakah yang menolongku itu akan mau, jika yang akan dinikahinya atau di jadikan saudaranya adalah seorang gadis miskin yang waj
"Apa kubilang El! Kau memang bodoh! Kenapa kau melarang ku menyusul mereka tadi hah!" Daren geram. Di cengkeramnya kerah baju El dengan sangat kuat, hingga buku-buku tangan Daren terlihat memutih, saking geramnya. "Maafkan saya Tuan!" tunduk El. El sama sekali tidak berani menegakkan kepalanya, apalagi menatap mata Daren, atas apa yang El katakan padanya. "Maaf kau bilang? Beraninya kau meminta maaf setelah mengabaikan perasaanku tadi," dihempaskan pula dengan kencang baju El. Pria tampan berambut hitam pekat itu seketika terbatuk, saat Daren melepaskan cengkraman tangannya. "Apa dengan meminta maaf, semua akan kembali?" Sedangkan Delia dan Delina, serta Gio dan teman sekelompoknya. Mereka semua berdiam mematung setelah menceritakan jika Zoya menghilang dan terpisah dari rombongan. Apalagi saat melihat reaksi Daren yang ternyata di luar dugaan. Sangat marah saat mengetahuinya. Mereka semua tidak ada yang bera
"Eh, apa ada yang melihat kak Zoya?" tanya Delia yang baru saja menyadari jika Zoya sedari tadi tidak bersamanya. Semua orang memandang ke arah Delia. Lalu saling pandang satu sama lain. "Bukankah Zoya selalu bersama Anda, Nona?" ujar Gio membalikkan pertanyaan pada Delia. Delia menggeleng, "memang! Tapi setelah teriakan itu, aku langsung berlari mengikuti kalian, dan melepaskan peganganku dari tangan kak Zoya," jawab Delia sedikit gemetar. Lalu ia alihkan pandangannya pada Delina yang nampak acuh tak acuh dengan ketidakadaannya Zoya di dalam rombongan mereka. "Kenapa kau melihatku?" tanya Delina sinis, "aku memang tidak menyukainya. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu kalau dia tidak bersama kita!" sambungnya dengan penuh penekanan. Dan Delina berkata jujur apa adanya. Tanpa ada yang dia sembunyikan. "Bagaimana ini kak Gio, kak Andi?" reng
Zoya berjalan mundur beberapa langkah, "jangan kau pikir aku ini bodoh Mayra! Apa yang kau rencanakan padaku hah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Mayra tertawa, sedang Zoya mengerutkan keningnya. "Kenapa kak? Apa kau takut kakak!" tanya Mayra dengan menekankan perkataannya. Membuat Zoya yakni jika Mayra memang sedang merencanakan sesuatu yang buruk padanya. "Ma-mau apa kau Mayra?" tanya Zoya bergetar. Mayra terus berjalan perlahan mendekatinya. Semakin dekat, dan terus mendekat. Sedangkan Zoya, gadis itu juga terus berjalan mundur menjauhi Mayra. Nyali Zoya semakin menciut kala melihat wajah Mayra yang terlihat seperti seorang pembunuh kala mengeluarkan tawanya. Walaupun Zoya tau, jika Mayra adalah adiknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa Mayra ingin berbuat jahat padanya? Pikir Zoya. "Ak-aku mohon Mayra! Apa yang akan kau lakukan padaku? Aku ini kakakmu, kau adikku. Kita ini bersaudara Mayra!" ujar
"Kau gila El! Kenapa aku tidak boleh ikut bersama mereka hah?" ungkap Daren setelah kepergian para anggota perkemahan. "Karena mereka akan merasa tidak nyaman saat bersama Anda Tuan!" jawab El tanpa basa-basi. Tuannya itu sedari tadi terus mengomelinya karena El tidak menyarankannya untuk mengikuti mereka. "Ah!" Daren frustasi. Pria tampan penuh kharismatik itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan jawaban El. *** "Kak Zoya? Aku takut!" rengek Delia sambil menggandeng lengan Zoya erat. "Tenanglah Nona. Tidak akan ada apa-apa di sini!" ujar Zoya menenangkan. Gadis itupun akhirnya sedikit lebih tenang. Walaupun tangannya masih enggan untuk melepaskan lengan Zoya. Menempel terus seperti lem. "Delia, kenapa kau terus menempel padanya?" tanya Delina dengan nada kesal. Namun, yang di tanya terlihat enggan untuk menjawab