"Apa menurutmu aku akan mempercayaimu secepat itu? Padahal kamu menghabisi banyak nyawa dan meninggalkan trauma?" Sergah Alex membuat Rika semakin kewalahan. "Terserah apa yang kamu lihat dariku saat ini, namun aku memang bersungguh-sungguh, dan aku tak lagi mampu untuk menetap di tempat seperti ini. Kamu telah membuka trauma lama aku!" Balas Rika dengan bahu yang terguncang. "Trauma? Trauma macam apa yang membuatmu seperti ini setelah kamu membuat banyak korban dan menimbulkan trauma pada orang lain?!" "Diam! Diam! Aku tak ingin kamu tahu kelemahanku! Hanya beri aku kesepakatannya, dan aku akan menebus dosa-dosaku pada kalian!" Alex dapat menemukan manik mata Rika yang memohon ampun, walau wanita itu berupaya terlihat melunjak dengan terus memaksakan kesepakatan. Bagi Alex, ini adalah kesempatan emas di mana dia bisa memanfaatkan seorang Erika. "Baiklah, jika kamu melanggar kesepakatan ini, maka tidak akan ada yang berharga lagi selain nyawamu sendiri. Karena aku tidak pedul
berhari-hari dilalui oleh Alex dunia di tengah rencana mereka untuk memberikan pelajaran kepada orang-orang yang ingin membawa perkara kepada hidup mereka. Lia, kembali bekerja dengan perasaan yang sudah terbiasa untuk menampakkan topeng di depan orang orang yang hendak memangsanya. Tentu, Lia yakin melakukan segalanya karena Lia pun tahu Alex akan selalu ada dan lebih memahami akan rencana mereka. Hari ini, adalah hari terakhir di mana mereka akan merampungkan proposal serta bagan-bagan sebelum Lia tampil kembali sebagai model di Paris. entah kenapa, Lia merasa cukup huruf sekaligus berharap akan ada hasil dari rencana yang telah disusunnya bersama Alex. Di dalam ruang kerjanya yang masih berhadapan langsung dengan meja milik, Lia tampak begitu serius menghadapi layar komputer untuk menyelesaikan proposalnya dan berbagai dokumen penting lainnya. Di samping itu, Evan juga tampak sangat serius. keduanya seperti bersungguh-sungguh untuk mengakhiri perencanaan terhadap apa yang ak
Akhirnya, berhari-hari kemudian dilalui oleh pasangan suami istri yang baru saja menyelesaikan masalah mereka terkait hal yang menimpa pekerjaan sekaligus karir Natalia Nawasena. Tak lain dan tak bukan mereka adalah Alex dan Lia sendiri, yang kini sedang duduk di depan dinding kaca yang berhadapan langsung dengan hamparan perkotaan Paris. Keduanya saling bersandar, menikmati waktu untuk menyembuhkan diri masing-masing. Di tengah tengah kemesraan itu, Alex berdehem kemudian sedikit menjauh membuat Lia menoleh pada wajahnya. Alex melontarkan tanya. "Jadi, bagaimana dengan karirmu selanjutnya, sayang?" Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sulit untuk didengarkan oleh Lia akhir-akhir ini. Kejadian kemarin membuat Lia cukup enggan untuk memikirkan mengenai karirnya. Apalagi, Lia batal tampil sebagai seorang model walau telah menghabiskan banyak waktu dan energi yang menguras pikirannya. "Kalau memang kamu masih ingin beristirahat, maka lakukanlah. Ada aku, suamimu yang selalu m
Menikmati waktu untuk terus menghangatkan kebersamaan, membuat Alex dan Lia tidak menyadari jika mereka telah menghabiskan cukup banyak masa di Paris. Hari ini, Alex masih memantau perusahaannya melalui jarak jauh atau Work From Home. Tentunya, Alex bisa menggunakan jabatannya dengan bekerja dari mana saja. Di samping itu, Lia yang memang menginginkan waktu sebagai istri yang biasa, atau lebih banyak tinggal di rumah, kini tampak keluar dari dapur menghampiri Alex yang tengah berhadapan dengan laptopnya. Merasakan kehadiran Lia yang mulai mendekat, Alex terus senyum dan menyambut sepiring buah-buahan yang tadinya sudah disiapkan oleh Lia. "Terima kasih, kamu sangat tahu bahwa aku sedang menginginkan buah-buahan karena pencernaanku terganggu sejak kemarin." Ucap Alex. Lia ikut tersenyum. "Kamu harus memperhatikan asupanmu, karena bisa saja kamu dibuat sakit jika terus makan makanan yang kurang gizi." "Ya nyonya, aku akan memantau asupan dengan baik." Balas Alex dengan nada b
Lia dan Alex duduk berseberangan dengan kakek Erik, merasa sedikit gelisah dan gugup karena ini pertama kalinya mereka kembali berdua di depan beliau. Sejak saat Alex memohon untuk kembali bersama Lia, baik Alex maupun Lia sendiri belum pernah bertemu lagi dengan kakek Erik. Terkecuali melalui via telepon, tetapi Alex belum pernah berani untuk memperdengarkan suaranya terkecuali Lia yang memintanya berbicara sepatah dua kata. "Berarti, kalian memang serius untuk kembali bersama?" Tanya kakek Erik dengan suaranya yang begitu pelan tetapi sangat terasa tegas. Suasana masih hening, baik Lia atau Alex hanya dapat menatap satu sama lain. Kakek Erik menambahkan. "Kalian pasti sama-sama menghadapi duka saat Alesia, cucuku meninggal dunia. Namun melihat ini, dan kebahagiaan kalian..." Lia menunduk dan menghela nafas ringan. "Mungkin bagi kakek ini terdengar aneh atau kakek belum bisa untuk melepasku kembali bersama Alex. Tetapi aku bisa menjamin atas keputusanku sendiri, dan kakek ti
Usai melewati banyak rintangan dan halangan yang berusaha menjatuhkan hubungan mereka, Alex dan Lia pun bisa menikmati hidup mereka seperti pasangan pada umumnya. Sudah beberapa bulan sejak Lia mengetahui kehamilannya, dan keduanya akhirnya memutuskan untuk kembali ke tempat asal mereka, meninggalkan Paris dan sejuta kenangan yang membekas di dalam memori. "Apa semuanya sudah masuk ke dalam koper dan tas bawaan?" Tanya Alex yang diangguki Lia tatkala mereka tengah bersiap untuk keluar dari apartemen yang selama ini menampung kehidupan mereka selama di Paris. "Tentu, aku sudah membawa semua barangku dan memasukannya ke dalam koper. Kamu sudah melihatnya semalam kan?" Jawab Lia yang membuat Alex tersenyum. "Baiklah, sebentar lagi kita akan melakukan penerbangan, lebih baik kita berangkat sekarang daripada kita akan ketinggalan pesawat." Alex menyeret koper kemudian diberikannya kepada pengawal dan asisten yang sudah menunggu di luar unit apartemen. Sementara Lia masih melihat l
Tak perlu banyak hal yang dilakukan Alex untuk membuat Lia, sang istri, merasa tenang untuk menghadapi persalinan yang akan berlangsung. pasalnya, pria itulah yang terlihat sangat gugup dan gelisah ketika dokter memberitahu bahwa Lia akan menjalani proses persalinan secara caesar. Persalinan tersebut berlangsung cukup menegangkan, di luar ruang operasi tampak Tuan Andreas, ayah dari Alex, beserta kak Erik dan ibu Sita, selaku orang tua dari Lia sendiri. Beberapa waktu berlalu, penantian para orang tua akhirnya berakhir tatkala Alex muncul dengan wajah kegembiraannya. "Ayah, kakek, ibu, anakku sudah terlahir!" Seru Alex dengan menitikkan air mata kebahagiaan. Tanpa sadar, Tuan Andreas saling berpelukan dengan Kakek Erik. Keduanya tak menyangka, bahwa mereka kembali menjadi kakek. Dalam kegembiraan itu, di sisi lain mereka harus kembali bersabar karena sang bayi harus dimandikan dan dibalut kain terlebih dulu. Setelah melewati beberapa proses, akhirnya Lia dan sang bayi dinya
‘Tuan Alex, Nyonya Natalia Menghilang!'Musim Kedua.Hari ini, seperti biasa, Alex yang hendak berangkat kerja menyempatkan dirinya untuk bersarapan bersama keluarga kecilnya."Jadi bagaimana? Hari ini apa banyak rapat yang akan kamu hadiri?" Tanya Lia saat Alex sudah berada di sampingnya dan mengecup keningnya.Alex menjawab pertanyaan Lia setelah dirinya duduk tepat di samping sang istri. "Ya, karena hari ini banyak ajakan kerjasama dari perusahaan lain."Lia mengganggu paham. "Aku senang mendengarnya, jadi kamu harus makan yang banyak pagi ini.""Tapi... Aku tak sempat berolahraga pagi ini sayang, kamu tak membangunkanku lebih awal.""Bagaimana bisa aku membangunkanmu? Kamu saja sangat pulas saat tidur tadi."Alex menghela nafas. "Si kecil cukup rewel semalam, dan aku juga enggan membangunkanmu. Aku tahu jika kamu kelelahan usai pertemuan dengan teman-teman sekolahmu kemarin sore."Di dalam pembicaraan ini, Lia merasa sangat senang karena di satu sisi dia memiliki suami yang sangat
Pada pagi yang cerah, Alex mengerjapkan matanya dengan seksama, menemukan langit-langit kamarnya yang menyambut hari itu. Reflek Alex merenggangkan otot-otot tubuhnya, dan secara tidak sengaja menyentuh kulit lembut Lia yang juga masih terlelap di sampingnya. Merasakan sentuhan itu, Lia perlahan tersadar. "Ah, maaf sayang." Kata Alex yang lalu memeluk Lia perlahan. Sentuhannya masih saja sama, menghangatkan dan penuh kasih. Lia hanya tersenyum, kemudian berbalik demi membalas pelukan kasih sang suami. "Selamat pagi sayang." Katanya. "Selamat pagi juga untukmu." "Bagaimana hari ini? Apa kamu akan berangkat lebih awal lagi seperti kemarin?" Alex terdiam dan mempertimbangkan, kemudian menjawab. "Sepertinya tidak perlu, aku bahkan cuti sebanyak dua hari." Dahi Lia mengernyit. "Benarkah?" "Ya." Alex mengangguk. "Rasanya ingin menghabiskan waktu bersamamu dan Reksa setelah sekian lama tak memilikinya." Lia mendengkus. "Apa semuanya akan baik-baik saja jika kamu tetap cuti hari ini
"Kita sudah sampai tuan." Ucap seorang pengawal membuat Evan tersadar dari lamunannya di dalam kendaraan yang membawanya pulang. Evan terdiam sejenak, dan melihat ke arah depan mobil tersebut. Dilihatnya kediaman yang sudah beberapa bulan menjadi huniannya, juga menjadi heran ketika menemukan sebuah mobil tak dikenalnya terparkir di depan pintu masuk. "Mobil siapa itu?" Tanya Evan masih kebingungan. "Apa Rika membeli mobil baru? Karena sudah tidak mungkin dia menerima tamu di waktu malam seperti ini." Pengawal terdiam, sedikit ragu menjawab sang tuan dan membuat pria itu semakin menaruh curiga. Tanpa isyarat Evan segera keluar dari dalam mobil, melangkah terburu-buru ke dalam rumahnya dan Rika. Evan semakin terkejut ketika menemukan beberapa lembar pakaian yang berserakan di atas lantai. 'A-apa apaan ini?' Batin Evan mulai merasa marah di atas curiganya. 'Apa dia berselingkuh?!' Evan terus melangkah, menemukan pintu kamar pribadinya dan Rika yang sedikit terbuka. Terdengar suara
Satu tangan Erika Odeline terkepal, mendengar fakta bahwa Evan, pria yang dikenal sebagai suaminya sedang berada di dalam tahanan. "Apa yang membuatnya ditahan di dalam sana?" Tanya Rika pada salah satu pengawalnya. "Apa ini berkaitan dengan masalah perusahaan Adarsa dan Agensi Star Music?" Pengawal Rika mengangguk. "Ya nyonya, tuan Evan dituntut atas kasus percobaan penculikan, dan penyalah gunaan dokumen penting atas aset orang lain." "Apa? Orang lain?" Ulang Rika dengan nada bicaranya yang berapi-api. "Orang lain katamu?!" Kekesalan Rika menyebabkan pengawalnya menunduk. "Maaf nyonya." "Sial! Aku sudah memberi umpan agar Evan bisa mengklaim aset aset itu secara gamblang, tapi apa yang selama ini dia lakukan?!" Rika terdiam sejenak, lalu mendadak histeris menyerukan kekesalannya. Tentu, tak ada yang berubah dari wanita temperamental seperti Rika yang sangat mudah memelihara ego dan amarahnya. Bahkan setelah banyak hal dan hukuman yang Rika lalui, dia masih saja membena
Menyusul di penghujung hari, Alex yang cukup lelah pun tiba di kediamannya. Lelah membuat Alex lebih banyak diam, terus berjalan masuk dan menemukan kehadiran Lia di dalam kamar pribadi mereka. Ketika Pintu berderit, Lia menoleh, tersenyum menemukan kembalinya sang suami yang telah melalui hari yang panjang. Lia merentangkan tangannya, reflek disambut hangatnya dekapan. "Kamu telah menolongku hari ini." Desis Alex menggelitik telinga Lia. "Kamu adalah penyelamatku." Lia terkekeh dan mengeratkan pelukannya. "Akan kulakukan hal terbaik yang kubisa untukmu, sayang." Cukup lama Alex dan Lia saling bertukar dekapan, seolah tak berjumpa setelah sekian tahun. Sepertinya hanya ingin menyampaikan rindu melalui sentuhan, dan itu sudah lebih dari cukup. Selang beberapa detik, Lia melepas pelukannya. "Apa kamu sudah makan malam?" Alex tersentak, menyadari bahwa dia tak mengkonsumsi apa-apa sejak tadi siang. Melihat roman wajah Alex yang terkejut itu membuat Lia menyadari dan paham,
Evan hendak untuk menyerang Lia, tetapi matanya memincing tatkal menyadari sesuatu. Dalam sekejap Evan terbelalak, menemukan Lia sepertinya sedang merekam segala bentuk percakapan mereka sejak tadi. "Ka-kamu..." Suara Evan bergetar ketakutan, Lia pun mengeluarkan ponselnya dari balik saku gaun. Lia menghela nafas, "kamu menyadarinya." "Ka-kamu merekamku sejak tadi?" Lia menggeleng, kemudian memperlihatkan layar ponselnya. "Lebih dari itu, aku menyiarkan ini secara langsung di ruang pertemuan perusahaan suamiku, perusahaan Adarsa." Evan terperanjat begitu dalam, tubuhnya seperti kaku, tak mampu mengatakan apa apa. "Selamat, Evan. Kamu baru saja mengungkapkan kebohonganmu di depan banyak orang. Sepertinya kamu harus menjelaskan semuanya di depan petugas berwajib nanti." Lalu, secara bersamaan pula, pintu unit apartemen tampak terbuka secara paksa dari luar. Evan semakin terkejut, menyadari bahwa dia keliru. Sementara itu, Lia masih terlihat tenang. "Kamu memang wanita licik!" Ke
Sungguh tak ada yang dapat dibendung lagi ketika Lia mengetahui bahwa Evan sungguh berniat melakukan hal buruk terhadap dirinya dan keluarganya, lagi dan lagi. Untuk kesekian kalinya Lia harus berpura-pura bodoh, pura-pura tak tahu bahwa Evan saat ini sedang membuntutinya. Ketika Lia selesai dengan niatnya meyakinkan Alex melalui pesan singkat, Lia menghela nafas. Wanita itu lantas turun dari kendaraan yang membawanya. "Apa aku harus turun, nyonya?" Tanya pengawal yang juga sedang mengemudikan mobil tersebut. Lia menggeleng. "Tak perlu, kamu langsung pulang saja." Pengawal dibuat heran. "Tak bisa nyonya, setidaknya aku harus menunggu anda." Kedua kalinya Lia menggeleng. "Ini adalah perintah dariku." "Tapi nyonya—" "Percaya padaku." Pengawal masih saja ragu. "Aku tahu tugasmu adalah mengawalku, tetapi kali ini aku dan Alex sudah sepakat mengenai perubahan rencana untuk hari ini." Lia yang menolak membuat pengawal terpaksa melakukan perintahnya, apa lagi Lia mengakui bahwa in
Pihak internal Agensi Star Music tiba-tiba saja mengadakan pertemuan di luar jadwal hari ini. Tak lain dan tak bukan, ini merupakan kehendak sang penerus Adarsa, Alexander. Banyak hadirin yang mengeluhkan jadwal mendadak ini, tetapi pihak Alex sepertinya lebih mementingkan keberlangsungan rapat itu. Di antara banyaknya petinggi yang hadir, tampak tuan Erik, kakek dari Natalia, yang terdiam di sana. Sampai detik ini, beliau masih memegang posisi sebagai pemilik saham terbanyak di dalam perusahaan Adarsa. "Apa yang ada di dalam pikiran pak Alex hingga mengadak pertemuan yang begitu mendadak seperti ini?" Tuan Erik mendengar keluhan salah satu kenalannya di sana, tetapi tuan Erik tak menanggapi. "Sepertinya ini berhubungan dengan masalah saham dan aset kemarin." "Apa dia gagal melindungi aset-aset itu? Jika ya, dia harus mengganti semua kerugian." Nafas tuan Erik terhela berat. Mendengarnya seperti membuat beliau hendak menerkam siapa saja. Walau tuan Erik hanyalah kakek Lia, teta
Pernyataan ibu dari Evan tentu membuat Alex dan Lia terkesiap. Pasalnya, Evan dan banyak saksi mengaku bahwa Evan merupakan anak dari tuan Andreas, ayah Alex sendiri. Suasana di dalam bilik perawatan itu hening sejenak, ibu Evan dibuat kikuk. Galih Anggara, sosok terpercaya tuan Andreas yang diketahui Alex sebagai orang dalam yang membantu rencana Evan. 'Tak pernah kusangka jika asisten itu memiliki kelicikan yang seperti ini!' Ucap Alex dalam benaknya yang dilanjutnya dengan helaan nafas. Melihat hal itu Lia mengusap lengan Alex, membuat sang suami membuyarkan lamunannya. Alex mengangguk yakin, dan hendak mengatakan sesuatu. "Jadi—" Belum sempat Alex menyentuh kata kedua, seseorang muncul dengan tergopoh-gopoh serta nafas yang tersengal. "Apa yang kamu lakukan di sini?!" Seru Evan menyiratkan rasa panik di wajahnya. Hal tersebut membuat Alex mendengkus. "Jadi kamu memang bermain busuk, Evan. Tak kusangka kamu begitu haus akan kekuasaan dan berbohong seperti ini." "Aku akan m
Tidak dipungkiri bahwa Evan semakin tertekan menghadapi banyaknya masalah yang semakin rumit. Di satu sisi, ini semua memang kesepakatan yang telah disetujui oleh Evan sendiri. Dalam sehari, helaan nafas beratnya hampir tak terhitung. Evan sungguh merencanakan segalanya sendiri, bahkan Rika semakin tak peduli. 'Wanita itu hanya haus akan tubuhku yang dia anggap sebagai pemuas hawa nafsunya.' Gumam Evan di dalam ruang pribadinya. Pria itu hanya bisa berusaha dan berusaha, memuaskan Rika sekaligus keluarganya untuk merampas aset di bawah naungan perusahaan keluarga Adarsa. Tok tok! "Masuk." Sahut Evan gontai ketika mendengar pintu ruangannya diketuk. Evan menegapkan tubuhnya dan bangkit, menemukan siapa orang yang baru saja datang. "Paman." Katanya. Pria paruh baya yang tak lain adalah paman Evan, sekaligus asisten tuan Andreas atau ayah dari Alexander Adarsa itu, muncul dengah wajah tenang. "Bagaimana dengan rencanamu?" Untuk ke sekian kalinya, Evan menghela nafas berat. "Seb