Kriinggg
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Semua siswa pun bersiap untuk pulang. Termasuk Aldrich yang baru saja selesai berkemas. Namun saat akan keluar dari kelas, Helena memanggil Aldrich.
"Aldrich tunggu!" teriak Helena.
Tapi Aldrich sama sekali tidak menghiraukan Helena dan terus melangkahkan kakinya. Helena segera menyusul Aldrich yang sudah berjalan cukup jauh di lorong sekolah.
"Apa telingamu sudah tidak berfungsi?" kesal Helena.
Aldrich tetap diam dan melanjutkan langkahnya menuju halaman parkir. Helena yang merasa kesal pun menghadang Aldrich. "Kenapa kamu hanya diam? Apa aku ada salah?"
Setelah mencari-cari Eric di dalam bar cukup lama, Helena akhirnya memutuskan untuk keluar dari bar. Saat mengedarkan pandangannya ke halaman parkir, Helena melihat Eric yang duduk di aspal dengan bersandar di salah satu tiang lampu."What the hell! Eric, apa yang terjadi?" tanya Helena. Dia mendekati Eric dan melihat luka lebam hingga berdarah di beberapa bagian wajahnya."Tidak apa. Aku sudah menghubungi Johannes untuk menjemput kita," terang Eric.Helena merasa ada sesuatu yang sedang Eric sembunyikan. Tapi dia tidak ingin membuat Eric semakin kesakitan. Karena luka-luka yang ada pada tubuh Eric tepat di beberapa titik vital yang pasti sangat menyakitkan dan juga berbahaya bila tidak segera ditangani.Dari kejauh
Rintik-rintik hujan membasahi kota London pagi ini. Langit terlihat gelap, sinar mentari seakan enggan untuk menampakkan dirinya. Suasana saat ini sama persis dengan suasana hati Aldrich yang benar-benar buruk.Aldrich baru saja memarkirkan mobilnya di halaman sekolah. Dia lalu keluar dari mobil tanpa peduli dengan rintikan hujan yang membasahi tubuhnya. Tiba-tiba saja Helena mendekatinya dan berbagi payung dengannya. "Apa kamu sibuk sepulang sekolah?"Aldrich hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Helena. Saat sudah memasuki gedung sekolah, Helena menutup payungnya. Aldrich tetap berjalan tanpa mengucapkan terima kasih atau menunggu Helena."Ada apa denganmu? Kemarin kamu terlihat baik-baik saja. Sekarang kamu terlihat sangat dingin padaku," kesal Helena.
Jam pulang sekolah pun tiba. Namun cuaca terlihat tidak bersahabat, hujan deras diiringi petir mengguyur seluruh kota. Satu persatu siswa pergi dari sekolah. Mereka pulang tanpa khawatir kehujanan, karena mereka memiliki kendaraan pribadi. "Ah, aku akan pulang sekarang. Kurasa hujannya tidak berhenti dalam waktu dekat. Helena, apa kamu membawa mobil?" tanya Vincent. Helena tersenyum kecut. "Aku tadi diantar oleh temanku. Sekarang, temanku agak sibuk … dia tidak bisa datang menjemputku. Aku akan mencoba mencari taksi online." "Dimana alamat rumahmu? Mungkin aku bisa mengantarmu." tawar Vincent. "Aku tinggal di xxxxx dekat ke arah hutan perbatasan—"
Setelah naik ke lantai 2, Helena dan Aldrich berjalan ke ruangan di ujung dengan pintu berwarna coklat. Di depan pintu terdapat rangkaian bunga kering yang membentuk lingkaran.Helena membuka pintu itu, lalu mempersilahkan Aldrich masuk lebih dulu. Di dalam kamar ternyata memiliki ruang yang cukup luas. Tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil. Aldrich melihat beberapa buku yang tertata rapi di sebuah meja belajar yang cukup tua.Dari tempatnya berdiri, jika dia berbalik maka akan bertatapan dengan sebuah ranjang yang tidak besar. Di kepala ranjang terdapat ukiran yang unik."Semoga iblis tidak merasukimu," lirih Aldrich. Dia membaca tulisan di ukiran itu."Ehh ... kamu bisa membacanya? Itu dituli
Aldrich mengendarai mobilnya dengan cepat menuju hotel tempat dia menginap. Raut wajahnya kembali datar namun tidak lama kemudian senyuman tipis menghiasi bibirnya. Setelah berkendara cukup lama, Aldrich pun sampai di sebuah hotel bergaya klasik. Halaman hotel terlihat rimbun karena pepohonan tinggi menjulang. Beberapa mobil tua klasik terparkir di sana. Baru saja keluar dari mobil, Aldrich mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekatinya. "Derrick, sepertinya kamu sudah cukup sehat hingga bisa berkeliaran disini." "Kamu tampak kesal. Apa karena kamu tidak berhasil membunuhku?" ejek Derrick. "Aku hanya kesal harus menunda hari kematianmu kemarin."
"Helena, apa kamu sibuk sepulang sekolah?" tanya Vincent. Lelaki itu menghampiri Helena di mejanya.Helena mengangkat kedua bahunya. "Sepertinya aku tidak ada acara atau kegiatan lain nanti. Kenapa?"Vincent menatap Aldrich yang sedang menutup mata menikmati musik dari earphone miliknya. Segera Vincent mendekati Aldrich dan melepas earphone dari telinganya.Alhasil, Aldrich menatap Vincent dengan tajam. Tapi, seperti biasanya Vincent tidak menghiraukan tatapan itu. Jika siswa lain, mereka pasti sudah menjauh dengan wajah takut."Oke dengar, kalian ingat 'kan dengan tugas anatomi manusia? Aku berencana sepulang sekolah kita pergi ke rumah sakit milik ayahku untuk mengerjakan tugas itu," terang Vincent."Aku tidak ikut," tolak Aldrich.Vincent dan Helena menatap ke arah Aldrich."Kenapa kamu tidak mau ikut? Aldrich, ingat ini tu
Mendekati ruang otopsi, Vincent memberitahu Helena dan Aldrich untuk memakai pakaian khusus agar tetap steril dan bersih. Mereka pun memakai pakaian khusus yang diberikan oleh petugas ruang otopsi. Sesekali Helena melirik ke arah Aldrich, untuk kembali mengamatinya."Tuan Vincent, Helena dan Aldrich…kalian sudah siap?" tanya petugas ruang otopsi."Aku perlu ke kamar mandi sebentar." jawab Aldrich tiba-tiba.Vincent mengangguk menanggapinya. Sementara Helena hanya diam, di dalam hatinya dia ingin sekali mengikuti Aldrich. Helena tidak ingin melewatkan hal sekecil apapun. Saat Aldrich sudah pergi, Helena pun ijin untuk pergi ke kamar mandi juga. Bedanya, Helena tidak menunggu jawaban dan seketika pergi begitu saja.Helena melihat Aldrich yang sudah berbelok ke arah kamar mandi pria. Perlahan Helena berjalan hingga sampai depan kamar mandi pria. Mendengar suara pintu bilik tertutup di dalam kamar mandi, Helena pun membuka pintu yang berada di depannya sedikit demi sedikit. Beruntungnya,
Helena berhasil terlelap dalam sekejap. Namun beberapa menit kemudian dia merasakan belaian tangan seseorang di wajahnya. Helena sedikit terganggu namun dia masih enggan membuka mata. Selanjutnya, dia merasakan hembusan nafas di telinganya. Sekali, dua kali dia mencoba tidak menghiraukannya. Tapi hembusan nafas itu malah berpindah ke lehernya. Perlahan hembusan nafas di leher berubah menjadi kecupan kecil, jilatan hingga ciuman. Spontan Helena membuka mata seketika.Betapa terkejutnya Helena melihat beberapa mahluk berparas cantik dan tampan berada di kamarnya. Bukan hanya 1 atau 2 mahluk, tapi lebih dari 10 mahluk. Dan disampingnya sedang duduk seorang lelaki tampan dengan netra merah ketara jelas. Vampir, satu kata yang ada di pikiran Helena.Alam bawah sadarnya seketika menyuruhnya untuk mengambil senjata di balik ranjang. Tapi belum sempat dia bergeser 1 senti pun, lelaki di sampingnya menahan tubuhnya hingga tidak bisa bergerak."Siapa yang memperbolehkanmu pergi?" ucap lelaki