Beberapa hari berlalu setelah malam panjangku di ruang bawah tanah milik Profesor Libert. Amelia yang bangun dan dipuji akan keberaniannya menghadapi profesor Libert sendirian sebelum dibantu kepala sekolah menuai perhatian dari banyak kalangan. Tentu jelas, dia berusaha menjelaskan jika keterlibatannya di sana juga karena aku yang memandunya. Tapi karena tidak adanya bukti aku ada disana, dan kepala sekolah yang menyelamatkannya juga bersaksi tidak melihatku membuatnya tidak bisa berkutik kembali. Dia juga mencoba menyeretku untuk ikut menjelaskan tapi aku menolak dengan tegas membuatnya sadar jika ini semua rencanaku. Sejak saat itu, dia melihatku dengan tatapan kesal dan menolak untuk bicara padaku seolah ngambek. Yang mana itu juga sebenarnya cukup membuatku senang (asli no tipu
“Wajahmu pucat sekali.” kata kepala sekolah.“...Aku tidak menyangka aku mabuk kereta kuda.” kataku sambil melihat belakang kereta kuda yang tidak tertutup.Aku tidak pernah naik kereta kuda sebelumnya di kehidupanku sebelumnya, siapa sangka aku akan mengetahuinya di dunia game. “Ugh,” Kepalaku sakit.Sekarang kami naik kereta kuda menuju timur. Sebelum sampai ke hutan tinggi, kami perlu melewati beberapa kota terlebih dahulu dan melewati perbatasan kerajaan Bertinia sekitar 2 hari. Barulah saat itu kita bisa lanjut menuju ke bukit tinggi.Tapi belum sehari berlalu dan aku mulai menyesali keputusanku.“Kau tidak apa apa?” tanya kepala sekolah khawatir.“Apakah saya terlihat baik-baik saja?”“Maaf.”Hanya angin sepoi-sepoi sepanjang perjalanan yang membuatku rileks dan menguatkanku sekarang. Tapi ya…lebih baik daripada aku terus di Arcadia. Kepalaku terasa lebih ringan sekarang.“Chirp chirp.”Suara burung menarik perhatianku. burung kecil yang memiliki bulu kuning mendarat tepat di
Setelah kami masuk ke dalam perbatasan, kami sampai di desa terdekat dan berpisah di sana. Mataku juga sangat terbuka saat Len menyampaikan salam perpisahan.“Kalau begitu Len, hati-hatilah di jalan.” Aku mengucapkan salam perpisahan kepada Len yang sekarang sekarang beda arah dengan kami.“Ya, terima kasih banyak atas tumpangannya. Ini 5 koin emas sebagai bayarannya.” Len mengeluarkan koin dan meletakkannya di tanganku. Aku menerimanya dengan senyuman. Kemudian Len berangkat ke Tifamursi menggunakan jasa kereta kuda yang menuju sana. Aku dan kepala sekolah melambaikan tangan ke Len sampai di tidak terlihat lagi. Len juga melambaikan tangannya dengan riang. “Apa yang sebenarnya diinginkannya?” gumam kepala sekolah. “Maksudnya?” tanyaku. Tapi kepala sekolah menggelengkan kepala, “Tidak ada apa-apa. Kalau begitu, ayo kita langsung ke hutan tingginya.” Kemudian menyentil topi penyihirnya. Sebuah gestur yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Seketika orang-orang di desa menjadi kabur d
Aku merasakan sebuah pisau menusuk jantungku. Dengan senyuman lebar seolah rencananya berhasil, seniorku membiarkanku jatuh dengan pisau yang masih menancap.“Makasih ya…Sekarang sudah waktunya kamu pergi.” Psikopat, pikirku. Tidak ada gestur menyesal ataupun keraguan tapi pengkhianatan yang sudah terstruktur. Kukira ada apa aku dipanggil ke gang kecil saat pesta perilisan game besar kami diadakan, tapi ternyata ini yang menantiku.“Kenapa…?” tanyaku kecil.“Kenapa? Karena aku tidak mau ada kau lagi di perusahaan ini. Bisa-bisanya hanya karena sekedar ingatanmu yang sedikit bagus itu aku disingkirkan dari desainer utama. Selama pengembangan aku sudah cukup menahan diri lho? Tapi sekarang aku sudah muak, maaf ya~”Tidak ada perasaan maaf di kalimatnya. Melainkan hanyalah nada bercanda dan senyuman jahatnya saat melihatku tergeletak di tanah. Seniorku pun pergi dengan langkah ringan.Sialan…Lagi-lagi karena kemampuan ingatanku aku dikhianati oleh orang yang kupercaya. Mereka pikir aku
“Apakah kamu sudah tenang?” tanya Vintage dan aku mengangguk pelan. Aku yang akhirnya tenang setelah puas tertawa dibawa ke pos ksatria. Untungnya Vintage bukanlah tipe ksatria keras kepala jadi aku bisa dimaafkan dengan mudah. Dia yang awalnya memberikan tatapan bingung dan waspada, sekarang malah di penuhi tatapan cemas dan mengasihani. Aku berbicara, “Maaf, sepertinya saya masih belum sepenuhnya bangun tadi.” Vintage menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku yang seharusnya meminta maaf karena tidak memikirkan kondisimu dan langsung menginterogasi.” Vintage melanjutkan, “Untuk detail yang ada di TKP tadi akan diselidiki oleh personil kami. Tapi untuk berjaga-jaga, apakah kamu tidak tahu apa yang terjadi di tempat tadi?” Menggelengkan kepala aku menjawab, “Maaf, tapi ketika aku sadar semuanya sudah menjadi seperti itu.” Gang kecil tempatku ditemukan tadi penuh dengan kerusakan dan sisa pertarungan yang cukup sengit. Aku yang ada di sana, tidak dianggap sebagai pelaku tetapi sebag
Paginya, aku mendatangi pos ksatria karena Vintage masih perlu menginvestigasi kejadian kemarin. “Oh Edward, datangmu pagi sekali. Ini bahkan masih belum jam 6.” Vintage menyapaku saat aku tiba di sana. “Aku selesai lari pagi. Maaf, apakah aku mengganggu?” Vintage menggelengkan kepala, “Tidak, kamu datang di waktu yang tepat. Barusan laporan investigasi telah masuk.” Vintage menunjuk beberapa kertas yang ada di depannya. Karena dia mengajakku untuk melihatnya bersama, aku mendengarkan penjelasan darinya. “Sayang sekali, tapi kami tidak menemukan petunjuk apapun tentang siapa pelakunya. Tapi kami tahu jika terjadi pertarungan yang melibatkan pedang dan sihir secara bersamaan dari bekas di TKP.” Kemudian Vintage menurunkan sudut mulutnya sedikit, “Tapi yang jadi aneh tetap kamu Edward. Dari bekas nya, kamu seharusnya mampu melawan walaupun pada akhirnya kalah. Tapi saat aku membawa data milikmu dari Akademi, maaf tapi kamu bukan siswa yang cemerlang bukan?” Aku mengangguk. Tubuh
Vintage melihatku dengan nada bingung dan menginterogasi, “Siapa kamu sebenarnya?” “Apa?” tanyaku bingung. “Coba katakan padaku, barusan kamu telah melakukan apa?” Vintage menekan bagian diantara matanya dengan nada lelah. Aku memutar mataku mencari kalimat yang pas, “Aku menggambarkan kita peta Bertina?” Brak! Ini kedua kalinya aku melihat meja digebrak dengan sangat mudah. Aku sedikit terkejut saat Vintage melakukan hal yang sama dengan Rose. “Kau tidak hanya menggambarkan kita peta Bertina, bodoh!? Kau menggambar seluruh area di Bertina dalam sekali duduk tanpa melihat referensi dan tidak menghabiskan lebih dari 3 jam. Apalagi detail seperti ini…Bagaimana kau bisa membuatnya?” Vintage mengambil peta yang sudah selesai aku gambar dan memandangnya dengan sangat heran. Bertina adalah nama kota yang kami tinggali sekarang. Ibukota dari kerajaan Bertinia sekaligus tempat Arcadia berada. Kemarin saat aku ke perpustakaan, aku melihat peta Bertina untuk dicocokkan dengan ingatanku d
Estelle menatapku dengan tenang, tapi aku yang ada di depannya berusaha bertarung dengan keringat dingin. “Edward, siswa kelas 1-B. Aku dengar 2 hari lalu kamu di serang, bukan?” “Kenapa anda bisa tahu?” Estelle mendengus kecil, “Kamu pikir aku siapa? Vintage, ksatria yang membantumu adalah ksatria yang kebetulan dekat denganku. Aku mendengar darinya jika salah satu siswa Arcadia diserang tapi anehnya dia tidak terluka sama sekali. Dari situlah aku tertarik.” Aku menelan ludah, “Saya rasa tidak ada perlunya Putri kerajaan peduli dengan rakyat jelata seperti saya.” Estelle menggelengkan kepala, “Apa maksudmu? Justru karena aku putri kerajaan aku perlu tahu keadaan dari rakyat tercintaku, terlepas dari kasta mereka.” Aku terdiam mendengar kalimatnya. Seharusnya kalimatnya benar, tapi jika Estelle yang mengatakannya aku merasa jika dia hanya ingin bermain-main denganku. “Bagaimana jika aku membantumu mencari pelakunya?” Tiba-tiba Estelle memberikan tawaran aneh. Kenapa dia tiba-t
Setelah kami masuk ke dalam perbatasan, kami sampai di desa terdekat dan berpisah di sana. Mataku juga sangat terbuka saat Len menyampaikan salam perpisahan.“Kalau begitu Len, hati-hatilah di jalan.” Aku mengucapkan salam perpisahan kepada Len yang sekarang sekarang beda arah dengan kami.“Ya, terima kasih banyak atas tumpangannya. Ini 5 koin emas sebagai bayarannya.” Len mengeluarkan koin dan meletakkannya di tanganku. Aku menerimanya dengan senyuman. Kemudian Len berangkat ke Tifamursi menggunakan jasa kereta kuda yang menuju sana. Aku dan kepala sekolah melambaikan tangan ke Len sampai di tidak terlihat lagi. Len juga melambaikan tangannya dengan riang. “Apa yang sebenarnya diinginkannya?” gumam kepala sekolah. “Maksudnya?” tanyaku. Tapi kepala sekolah menggelengkan kepala, “Tidak ada apa-apa. Kalau begitu, ayo kita langsung ke hutan tingginya.” Kemudian menyentil topi penyihirnya. Sebuah gestur yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Seketika orang-orang di desa menjadi kabur d
“Wajahmu pucat sekali.” kata kepala sekolah.“...Aku tidak menyangka aku mabuk kereta kuda.” kataku sambil melihat belakang kereta kuda yang tidak tertutup.Aku tidak pernah naik kereta kuda sebelumnya di kehidupanku sebelumnya, siapa sangka aku akan mengetahuinya di dunia game. “Ugh,” Kepalaku sakit.Sekarang kami naik kereta kuda menuju timur. Sebelum sampai ke hutan tinggi, kami perlu melewati beberapa kota terlebih dahulu dan melewati perbatasan kerajaan Bertinia sekitar 2 hari. Barulah saat itu kita bisa lanjut menuju ke bukit tinggi.Tapi belum sehari berlalu dan aku mulai menyesali keputusanku.“Kau tidak apa apa?” tanya kepala sekolah khawatir.“Apakah saya terlihat baik-baik saja?”“Maaf.”Hanya angin sepoi-sepoi sepanjang perjalanan yang membuatku rileks dan menguatkanku sekarang. Tapi ya…lebih baik daripada aku terus di Arcadia. Kepalaku terasa lebih ringan sekarang.“Chirp chirp.”Suara burung menarik perhatianku. burung kecil yang memiliki bulu kuning mendarat tepat di
Beberapa hari berlalu setelah malam panjangku di ruang bawah tanah milik Profesor Libert. Amelia yang bangun dan dipuji akan keberaniannya menghadapi profesor Libert sendirian sebelum dibantu kepala sekolah menuai perhatian dari banyak kalangan. Tentu jelas, dia berusaha menjelaskan jika keterlibatannya di sana juga karena aku yang memandunya. Tapi karena tidak adanya bukti aku ada disana, dan kepala sekolah yang menyelamatkannya juga bersaksi tidak melihatku membuatnya tidak bisa berkutik kembali. Dia juga mencoba menyeretku untuk ikut menjelaskan tapi aku menolak dengan tegas membuatnya sadar jika ini semua rencanaku. Sejak saat itu, dia melihatku dengan tatapan kesal dan menolak untuk bicara padaku seolah ngambek. Yang mana itu juga sebenarnya cukup membuatku senang (asli no tipu
“Saya tidak menyangka anda datang secepat ini Profesor Libert.” kataku. “Kau, apa yang kau lakukan?” Profesor Libert bingung melihat sihirnya yang hilang sebelum aktif. “Entahlah? Mungkin anda salah merapal?” kataku bercanda. Faktanya, sihirnya tidak berhasil karena Bertha yang sekarang dalam mode invisible di dekatku, menganalisis sihirnya dan membatalkannya sebelum sihir itu aktif. Tapi Profesor Libert tidak tahu akan hal itu dan menunjukkan wajah kesal. “Maaf Amelia, kita majukan rencananya.” Aku berbisik kepada Amelia. “Maksudmu kita langsung ke tahap akhir?” Aku mengangguk perlahan kepada pertanyaannya, “Setelah aku memberi aba-aba, mulailah melakukannya.” Setelah berdiskusi, aku mendekat lebih jauh ke Profesor Libert. Aku perlu memfokuskan perhatiannya kepadaku agar Amelia bisa bertindak. Aku mulai berbicara, “Bagaimana jika anda melakukannya kembali, profesor?” Aku merentangkan tanganku lebar. Profesor Libert yang tersulut kembali mencoba sihir yang didapatkannya dar
“Disana ada jebakan.” kata Edward menunjuk ubin di depan Amelia. Amelia yang terkejut melangkahkan kakinya di tempat lain. Amelia kemudian melanjutkan perjalanannya di fasilitas bawah tanah di tuntun oleh Edward. Dia sempat bingung kenapa Edward bisa tahu seluk beluk dari fasilitas ini, tapi Edward hanya menjawab dengan menepuk kantong celananya. Karena seringnya Edward menjawab seperti itu, Amelia beberapa kali menjadi ragu. Tapi dia menjadi tidak peduli jika itu bisa mencegah Nova jauh dari bahaya. “Kita sampai.” Kata Edward. Di depannya adalah sebuah pintu yang terlihat terkunci dengan b
Efek yang kuterima karena tindakanku datang dengan sangat cepat. Banyak profesor yang mengincarku di setiap kelasnya. Baik itu teori maupun praktik, jika ada celah sedikitpun mereka akan memanggilku untuk melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Akibatnya, suasana di kelas sangat buruk sampai semua orang melihatku dengan tatapan benci. Beberapa kali aku ditanya alasanku melakukan sesuatu seperti itu, tapi aku hanya memberikan alasan kecil membuat mereka pergi dengan tatapan tidak puas. Tidak salah lagi aku pasti tidak akan punya teman dari kelas yang sama. Selamat tinggal masa muda keduaku. “Ugh!?” Aku menghindar dari serangkaian serangan sihir yang menuju ke arahku saat praktik sihir. Tapi sayangnya aku tersandung batu yang ada di tanah membuatku terjatuh. Tanpa cukup Mana untuk melindungi diri, aku dengan sekuat tenaga memaksa tubuhku untuk pergi dari tempat jatuhnya serangan. Duar! Tanah tempatku terjatuh hancur setelah dihantam oleh beberapa serangan. “Cukup!” Akhirnya profe
“Saya ingin bertanya.” Sesaat kalimat itu ku utarakan, seluruh mata langsung berpaling dan menghadap ke arahku. Semuanya seakan punya pertanyaan yang sama saat aku mengangkat tanganku, ‘Apa yang akan kau lakukan?’ Seperti itu. ‘Ayolah, lanjukan.’ Bertha cengengesan dari balik gelang silver yang kugunakan di bawah meja. “...Apa yang ingin kau tanyakan?” Profesor Libert yang melihatku mengangkat tangan membuat wajah tidak senang. Berbanding terbalik dengan Bertha yang tertawa jungkir balik di balik gelangku. Aku menghela napas sejenak dan mendapatkan fokusku. “Profesor Libert, anda tidak malu?” tanyaku. “Apa?” Profesor Libert membuka matanya lebar. Begitu juga dengan seisi seolah bertanya dengan maksudku. Amelia yang menghadapiku beberapa hari lalu juga melihatku seperti aku orang gila. ‘Ahahahahaha!!!’ Kecuali Bertha yang suara ketawanya menjadi lebih keras lagi. Berisik hei!? Aku jadi sulit fokus!! Mencoba mengabaikan suara Bertha di kepalaku, aku melanjutkan, “Beberapa min
“Bagaimana dengan Libert?” Tanyaku kepada Bertha yang tergeletak malas di lantai perpustakaan. Rambut panjang berwarna biru lautnya tergerai lebar mengisi permukaan lantai dengan luas. Gaun yang biasanya dia pakai juga menjadi kusut saat di berguling-guling kesana kemari. “Aaaaaaa.” Bertha tidak menjawabku dan tetap berguling-guling dengan wajah kecewa. “Hei. Aku tanya bagaimana dengan Libert.” Aku cemberut dan bertanya lagi. Tapi tubuh Bertha tetap berguling mengabaikan kalimatku. Roh ini masih ngambek karena dia kalah. Aku mendengus, “Kau itu roh yang sudah hidup lebih dari ratusan tahun. Kenapa kau masih ngambek saat kalah permainan seperti ini?” Bertha berkedut dan berhenti berguling, bangkit ke posisi duduk dia melihatku dengan tatapan dengki, “Kalau aku kalah 1 atau 2 kali aku tidak akan sekecewa ini. Tapi ini sudah lebih dari 300 permainan dan aku belum menang. Bagaimana aku tidak kecewa?” “Bukannya malah kau seharusnya terbiasa?” Kali ini Bertha yang mendengus, “Hah! M
Pertandingan antara Nova dan Liben menjadi pembicaraan hangat di seluruh Arcadia. Dilabelkan sebagai pertandingan antara Jenius masa lalu Vs Jenius masa kini. Aku yang mendengarnya tidak bisa menahan untuk tertawa. Bagaimana tidak? Mereka bahkan tidak berbeda sampai 1 tahun tapi sudah dibedakan menjadi masa lalu dan masa kini. Ethan juga berkata jika itu terlalu membual dan segera menekan judul menggelikan itu. Selain hal itu, aku tidak mengalami hal-hal yang menarik untuk dibicarakan. Hari-hari berlanjut denganku yang pulang pergi Arcadia dan asrama serta mencari petunjuk tentang Edward bersama Estelle. Sayangnya, tidak ada petunjuk apapun yang memuaskan. Estelle juga kecewa karena dia tidak menyangka sesulit ini untuk mencari petunjuk untukku. “Akh!” Aku terpental saat Vintage melancarkan serangan kepadaku membuatku terjatuh ke tanah. Vintage melihatku dengan tatapan terkejut, “Belajarmu cepat Edward.” “Apa itu cemooh?” tanyaku sambil melihat langit pagi. Melihat pertandinga