Gina duduk di tepi tempat tidur kecil di persembunyiannya, menghirup udara lembap dari jendela yang sedikit terbuka. Sudah beberapa hari sejak ia memilih untuk menghilang dari kehidupan Kevin dan Gani, merenungi masa depannya. Ia merasa terjebak dalam pilihan yang rumit—antara cintanya pada Kevin yang tak pernah surut dan pernikahannya dengan Gani yang serba salah. Setiap hari, pikirannya terus dipenuhi keraguan dan ketakutan tentang masa depannya.Suara dering telepon memecah keheningan malam itu. Nama yang tertera di layar membuat Gina terdiam sejenak. Gani. Hatinya bergetar. Selama ini, ia menghindari panggilan atau pesan dari Gani, tapi ada dorongan kuat untuk menjawabnya kali ini.Dengan tangan gemetar, Gina akhirnya mengangkat telepon. "Gani?" suaranya nyaris berbisik."Gina, aku sudah menemukanmu," suara Gani terdengar lebih tenang dari biasanya. "Aku sudah terlalu lama membiarkanmu sendirian. Kamu tidak perlu lari lagi. Aku akan datang menjemputmu."Gina terdiam, merasakan kek
Keesokan harinya, Gina terbangun dengan mata yang masih berat. Cahaya matahari menerobos melalui tirai jendela, menandai awal hari yang baru. Tubuhnya masih terasa lelah, tetapi pikirannya sedikit lebih jernih. Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan pelan menuju cermin, memandang wajahnya yang tampak kusut.Di bawah matanya, kantung mata terlihat jelas, menandakan beberapa hari tanpa tidur yang nyenyak. Ia membasuh wajah dengan air dingin, berusaha menyegarkan dirinya. Sekilas, ia melihat bayangan hidup lamanya di refleksi cermin—kehidupan di mana Kevin selalu ada di dekatnya, memberikan harapan dan cinta yang ia pikir tak akan pernah hilang. Namun, kenyataan telah berubah. Sekarang, Kevin berada jauh di Swiss, dan dirinya kembali ke rumah bersama Gani.Dengan napas panjang, Gina mengambil keputusan. Ia akan tetap di sini. Bersama Gani, setidaknya untuk sementara waktu. Tetapi satu hal yang ia yakini adalah bahwa ia tidak bisa mencintai Gani seperti dulu lagi. Hubungan mereka mungk
Gina duduk di sofa ruang tamu, merasakan perasaan pusing yang tiba-tiba datang menghampirinya. Ini sudah ketiga kalinya dalam seminggu. Ia mencoba mengabaikannya, menganggapnya hanya akibat dari stres dan beban pikiran yang tak pernah henti menghantuinya sejak ia kembali tinggal bersama Gani. Namun, kali ini tubuhnya terasa lebih berat. Pening di kepalanya membuat pandangannya berputar, dan perutnya terasa mual lagi, seperti ada yang mengaduk-aduk dari dalam.Dengan susah payah, Gina bangkit dari sofa, bergegas menuju kamar mandi. Ketika ia membuka pintu kamar mandi, mual itu semakin kuat, memaksanya muntah. Tubuhnya lemah, dan ia harus berpegangan pada wastafel untuk menyeimbangkan diri. Gina terengah-engah, menatap cermin di hadapannya. Wajahnya pucat, dengan mata yang terlihat lelah. Sejenak, pikirannya melayang ke masa lalu—masa di mana Kevin masih ada dalam hidupnya.Setelah membersihkan diri, Gina berjalan ke kamar, duduk di tepi ranjang dengan tangan gemetar. Ia mencoba mengana
Gina terdiam di ambang pintu kamar, mendengar suara kecil putrinya, Keiva, yang bertanya tentang "Papa Beruang," panggilan yang selalu ia gunakan untuk Kevin. Hatinya berdenyut perih setiap kali nama itu disebut, membawa ingatan akan masa-masa sulit yang kini harus ia simpan rapat. Gina belum siap untuk berbicara tentang ayah kandung Keiva, dan lebih dari itu, ia tak ingin memicu kemarahan Gani, suaminya, yang semakin hari semakin sulit menerima Keiva."Keiva, berapa kali Mama bilang, jangan sebut-sebut Papa Beruang lagi," suara Gani terdengar keras dari ruang tamu.Keiva, yang masih berusia lima tahun, menatap Gani dengan mata polos. "Tapi, aku mau tahu di mana Papa Beruang. Kenapa dia tidak pernah datang? Dia janji mau jemput aku di ulang tahunku."Gani melemparkan tatapan tajam ke arah Keiva, sesuatu yang jarang dilakukannya. Kesabarannya sudah tipis. "Keiva, dengar! Papa Beruang itu sudah tidak ada. Kamu harus berhenti hidup di dunia khayalan. Aku papamu sekarang. Paham?"Gina seg
Kevin terbaring di tempat tidur, memandangi langit-langit kamar yang sederhana namun bersih. Sudah tiga bulan berlalu sejak kecelakaan itu, dan sekarang ia perlahan mulai bisa menggerakkan kakinya kembali. Setiap hari, ia berjuang melalui terapi fisik yang melelahkan, tetapi hatinya penuh semangat. Dokternya baru saja memberitahunya bahwa tidak lama lagi, ia bisa berjalan seperti biasa. Kabar itu seharusnya menggembirakan, tetapi di balik kebahagiaan tersebut, ada satu hal yang terus membebani pikirannya: Gina.Gina, perempuan yang telah menjadi pusat dunianya, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sejak kecelakaan, Kevin merasa terperangkap dalam kondisi ini. Ia takut Gina salah paham dan merasa dirinya lemah, tak berdaya. Oleh karena itu, Kevin memutuskan ingin segera memberitahu Gina tentang kemajuannya. Dia yakin, jika Gina tahu bahwa dia hampir sembuh, mereka bisa kembali seperti dulu, dan dia bisa memperjuangkan cintanya lagi.Namun, ketika Kevin menyampaikan keinginannya ini
Setelah berbulan-bulan menjalani proses pemulihan, Kevin akhirnya merasa tubuhnya kembali kuat. Keputusan Haris dan Helena untuk membawa Kevin ke Swiss terbukti tepat. Udara pegunungan yang sejuk dan lingkungan yang tenang memberikan ketenangan yang tak bisa ia dapatkan di tengah hiruk-pikuk kota besar. Mereka menetap di salah satu rumah keluarga besar Haris, yang letaknya di pedesaan Swiss, jauh dari segala distraksi yang bisa mengganggu proses pemulihan Kevin. Di tempat inilah, Kevin merasa bahwa masa depannya mulai terbuka kembali dengan peluang baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.Setelah sampai di Swiss, Kevin disambut hangat oleh sepupunya, Iriana dan David. Mereka adalah pasangan yang sudah lama menetap di Swiss, menjalankan beberapa bisnis keluarga yang sukses. Iriana, yang terkenal dengan sikapnya yang ceria, langsung menghampiri Kevin dengan pelukan hangat. Sementara David, yang lebih tenang, menyambutnya dengan senyuman dan tepukan lembut di pundak Kevin. Dalam sek
Kevin memulai hari pertamanya bekerja di perusahaan Iriana dengan perasaan campur aduk. Ia merasa sedikit gugup, meskipun lingkungan di sana terasa jauh lebih santai daripada perusahaan besar di Indonesia yang pernah ia jalani. Di satu sisi, ini adalah kesempatan untuk memulihkan dirinya dan mempelajari sistem yang berbeda. Namun, di sisi lain, Kevin tak bisa menghindari beban pikiran tentang bisnisnya yang masih membutuhkan banyak perbaikan.Setibanya di kantor, Iriana memperkenalkan Kevin kepada timnya. "Kevin, ini adalah tim inti kami. Mereka yang menjaga roda perusahaan tetap berputar," kata Iriana dengan bangga. Kevin tersenyum dan mengangguk pada rekan-rekan baru yang ia temui. Kebanyakan dari mereka sangat ramah, menyambutnya dengan tangan terbuka.Di tengah perkenalan itu, Kevin bertemu dengan seorang wanita berambut pirang panjang yang elegan bernama Rebeca. Iriana memperkenalkannya sebagai salah satu teman dekatnya. “Ini Rebeca,” kata Iriana sambil tersenyum. “Dia sering bek
Setelah malam pengakuan itu, Kevin tidak bisa mengusir pikiran tentang Rebeca. Sepulang dari jalan-jalan, ia duduk di kamar hotelnya, memandangi pemandangan kota dari jendela. Pikirannya berkecamuk. Rebeca, dengan segala kelebihan dan pesonanya, telah membuat pengakuan yang tak terduga. Namun, Kevin tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa ia masih dibayangi oleh masa lalunya dan bisnis yang membutuhkan perhatian penuh.Pagi berikutnya di kantor, suasana terasa berbeda. Kevin dan Rebeca bertemu seperti biasa di ruang rapat bersama tim lainnya, tetapi kini ada kesadaran baru di antara mereka. Pandangan Rebeca sedikit lebih lama dari biasanya, dan Kevin tidak bisa sepenuhnya mengabaikan perhatian yang ia berikan. Setelah rapat selesai, Kevin memutuskan untuk berbicara dengan Rebeca, meskipun ia belum yakin apa yang ingin ia katakan.“Rebeca, bisa bicara sebentar?” Kevin mengajak Rebeca keluar dari ruangan rapat, menuju area balkon kantor yang sepi. Angin pagi yang sejuk terasa menyegarkan
Setelah kejadian malam itu, Gina dan Kevin merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka. Bukan dalam bentuk jarak, tetapi sebaliknya—perasaan saling pengertian dan kedekatan yang lebih mendalam. Gina, yang semula dibelenggu oleh kecurigaan dan rasa cemburu, kini merasa lega. Kevin, di sisi lain, merasakan beban yang terangkat karena tidak lagi harus menyembunyikan rencana kejutan untuk ulang tahun istrinya.Beberapa hari kemudian, ulang tahun Gina tiba. Kevin sudah merencanakan acara kejutan kecil di rumah mereka. Sejak insiden di mana Gina mengetahui tentang kalung berlian itu, Kevin berusaha memberikan lebih banyak perhatian. Ia pulang lebih awal, membantu di rumah, dan sering kali memastikan mereka memiliki waktu berkualitas bersama, meski hanya sekadar menonton film atau berjalan-jalan di sekitar lingkungan mereka. Gina pun mulai merasa lebih tenang dan percaya pada Kevin, berusaha membuang jauh-jauh rasa cemburu yang sempat mengganggunya.Malam ulang tahun Gina dimulai d
Beberapa hari kemudian, Gina merencanakan untuk mengikuti Kevin. Ia telah mengumpulkan cukup keberanian, dan perasaan curiga yang membebani pikirannya semakin sulit diabaikan. Malam itu, Gina mengatur alarm di ponselnya dengan pelan, lalu menunggu saat Kevin pulang terlambat seperti biasanya. Ketika Kevin akhirnya tiba di rumah, ia tampak lelah seperti biasa, menjelaskan bahwa rapat berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan.Gina berusaha menahan diri, pura-pura tersenyum dan memberikan pelukan hangat. Namun, pikirannya sudah penuh dengan rencana. Ia bertekad untuk mencari tahu apakah ada sesuatu yang lebih dari sekadar "proyek kerja" antara Kevin dan Karla.Keesokan harinya, Gina mengamati Kevin dengan cermat saat ia bersiap-siap pergi ke kantor. Sesaat setelah Kevin keluar dari rumah, Gina segera menyusul, memastikan jaraknya cukup jauh sehingga Kevin tidak akan menyadari bahwa ia sedang diikuti. Jantungnya berdebar kencang sepanjang perjalanan. Gina mencoba menenangkan diri, me
Malam itu, meski Kevin sudah berusaha meyakinkannya, Gina masih tak bisa sepenuhnya mengusir rasa cemas yang menyelimuti hatinya. Setelah Kevin tertidur di sampingnya, Gina terjaga dalam kegelapan, pikirannya terus memutar ulang percakapan mereka. Hatinya gelisah. Sesuatu di balik senyum ramah Karla dan reaksi Kevin yang canggung saat melihatnya di kafe tidak bisa ia abaikan.Beberapa hari berlalu, dan Gina mulai memperhatikan perubahan kecil dalam perilaku Kevin. Ia menjadi lebih sering pulang terlambat, selalu dengan alasan pekerjaan atau rapat mendadak. Setiap kali Gina mencoba mengajak Kevin berbicara tentang perasaannya, Kevin akan menjawabnya dengan nada lembut namun penuh penjelasan logis, seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun, semakin banyak Kevin beralasan, semakin Gina merasa dirinya diabaikan.Suatu malam, ketika Kevin kembali terlambat lagi, Gina memutuskan untuk mengambil tindakan. Ia tidak bisa lagi duduk diam dan menunggu sesuatu terjadi. Setelah anak-anak ti
Gina tidak langsung mendekati Kevin dan Karla. Ia berdiri dari kejauhan, memperhatikan suaminya tertawa lepas dengan wanita lain—wanita dari masa lalunya. Hati Gina berdebar keras, sementara pikirannya dipenuhi berbagai pikiran yang berkecamuk. Ia tahu, sebagai seorang istri, Kevin selalu jujur padanya, dan Gina berusaha untuk mempercayai suaminya. Tapi melihat kedekatan Kevin dengan Karla membuat hatinya tak tenang. Gina menggenggam erat tasnya, mencoba meredam emosi yang mulai naik.Saat Gina akan berbalik pergi, tanpa disadari, tatapan Kevin tertuju padanya. Wajahnya berubah seketika—senyum yang tadi mengembang kini tergantikan oleh keterkejutan. Karla, yang menyadari perubahan ekspresi Kevin, mengikuti arah pandangannya dan juga melihat Gina."Hei, Gina?" sapa Kevin dengan nada ragu. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Gina berusaha tersenyum meski hatinya tak menentu. "Aku hanya mampir sebentar untuk mengejutkanmu, mungkin kita bisa makan siang bersama," katanya pelan, mencoba terde
Kehidupan Kevin dan Gina setelah liburan di desa berjalan kembali ke ritme kota besar. Kevin tenggelam dalam pekerjaannya sebagai eksekutif di perusahaan besar, sementara Gina sibuk mengurus Keiva dan Keanu serta menjalankan bisnis kecil yang ia mulai dari rumah. Mereka masih sering mengenang momen indah di desa, dan meski topik tentang anak ketiga jarang dibicarakan lagi, Kevin tidak pernah benar-benar melupakannya.Suatu sore, saat Gina sedang menyiapkan makan malam, Kevin tiba-tiba menerima telepon dari perusahaannya. Ada proyek besar yang memerlukan perhatiannya, dan rapat mendadak dijadwalkan. "Gina, aku harus ke kantor sebentar, ada rapat penting yang harus kuhadiri," katanya sambil mengambil jasnya."Rapat lagi?" tanya Gina sedikit kecewa, tapi ia tahu pekerjaan Kevin memang selalu menuntut. "Baiklah, tapi jangan pulang terlalu larut ya."Kevin tersenyum dan mencium keningnya sebelum berangkat. "Aku akan segera pulang. Aku janji."Di kantor, Kevin disambut dengan atmosfer yang
Kevin dan Gina memutuskan untuk menghabiskan liburan mereka bersama kedua anak mereka, Keiva dan Keanu, di sebuah desa kecil yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Desa itu terletak di kaki gunung, dengan pemandangan yang menakjubkan dan udara yang sejuk. Bagi mereka, ini adalah kesempatan untuk melepas penat, bersantai, dan menikmati kebersamaan sebagai keluarga. Hari pertama di desa dimulai dengan sarapan yang sederhana namun lezat. Gina memasak roti panggang dengan selai buatan sendiri, sementara Kevin sibuk membantu Keiva dan Keanu bersiap-siap untuk berjalan-jalan. Keiva, yang kini berusia lima tahun, sangat antusias untuk menjelajahi desa dan melihat hewan-hewan di peternakan terdekat. Keanu, yang baru berusia satu tahun, juga tampak senang meskipun ia belum mengerti banyak tentang petualangan yang menunggu. Pagi itu, mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi bunga liar. Kevin menggandeng tangan Keiva, sementara Gina menggendong Keanu yang terus tertawa melihat ku
Pernikahan kedua Kevin dan Gina yang sederhana namun penuh makna benar-benar menjadi awal baru bagi mereka. Setelah bertahun-tahun menghadapi berbagai ujian, mereka akhirnya bisa hidup bersama, kali ini dengan hati yang lebih terbuka dan ikatan yang lebih kuat. Mereka tak hanya memulai kembali kehidupan sebagai pasangan, tetapi juga sebagai orang tua dari dua anak, Keiva dan Keanu.Minggu-minggu setelah pernikahan mereka dipenuhi dengan kebahagiaan yang tiada tara. Keiva, putri pertama mereka yang kini berusia lima tahun, sangat gembira dengan kehadiran adik laki-lakinya. Setiap hari, dia selalu ingin membantu Gina merawat Keanu, mulai dari menghiburnya saat menangis hingga ikut mengganti popok. Keiva tampak sangat menyayangi adiknya, dan ini membuat Kevin serta Gina semakin bahagia melihat kasih sayang yang tumbuh di antara anak-anak mereka.Suatu pagi yang cerah, Kevin dan Gina duduk di teras rumah mereka yang nyaman, mengamati Keiva bermain dengan Keanu yang masih berbaring di kere
Hari itu adalah salah satu hari paling membahagiakan dalam hidup Gina dan Kevin. Setelah bertahun-tahun terpisah oleh berbagai masalah, mereka akhirnya bisa bersama lagi. Gina sudah berjuang keras menghadapi masa-masa sulit, dan kini dia bisa merasakan kebahagiaan sejati. Kevin, yang selama ini dipenuhi dengan penyesalan dan rasa bersalah, akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menebus semua kesalahan dan memulai kembali hubungan mereka dari awal. Mereka berdua sedang duduk di ruang tamu rumah mereka, berbicara tentang masa depan, tentang rencana-rencana yang akan mereka jalani bersama sebagai sebuah keluarga. Gina tersenyum hangat sambil memegang perutnya yang sudah besar. Dia tengah hamil, dan hanya tinggal beberapa minggu lagi sampai kehamilan itu mencapai puncaknya. Kevin, yang duduk di sampingnya, menggenggam tangan Gina dengan penuh kasih sayang, membayangkan masa depan mereka bersama dengan anak yang akan segera lahir. "Rasanya seperti mimpi, Kev," kata Gina dengan mata yang
Kevin duduk di meja kerjanya dengan senyum tipis, menatap layar ponsel yang menampilkan pesan terbaru dari Gina. Sudah beberapa hari ini dia berpura-pura menjadi "Alex," sosok yang dia ciptakan untuk membuat kejutan kepada Gina. Hubungan mereka yang baru saja kembali pulih membuat Kevin ingin melakukan sesuatu yang istimewa untuk menunjukkan bahwa dia benar-benar berkomitmen. Namun, dia tahu Gina tidak akan menyangka bahwa Alex dan Kevin adalah orang yang sama. Itu adalah bagian dari kejutan yang dia rencanakan.Gina, di sisi lain, mulai merasa aneh dengan perhatian yang diberikan Alex kepadanya. Alex, yang tiba-tiba muncul di hidupnya, selalu mengirim pesan yang hangat dan penuh perhatian, sesuatu yang sebenarnya mengingatkannya pada Kevin. Meski hatinya masih terfokus pada Kevin, kedekatan dengan Alex membuat Gina sedikit bingung dan gelisah. Dia tidak ingin memberi kesan kepada Kevin bahwa dia tertarik pada pria lain, tetapi semakin lama, perhatian dari Alex semakin sulit diabaikan