Mata Ibu Kevin berkerut sejenak, mencoba membaca kejujuran dari raut wajah anaknya. Dalam hatinya, ada perasaan ganjil yang mulai merayapi dirinya. Dia telah melihat cukup banyak dari kehidupan ini untuk mengenali tanda-tanda ketika sesuatu tidak beres. Namun, Kevin, anak yang selalu dia banggakan, adalah sosok yang sulit dibaca. Mata Kevin tampak tenang, namun ibu mana yang tak mengenali getaran tak terlihat di balik ketenangan itu? Meski begitu, dengan hati yang dipenuhi cinta dan kepercayaan, Ibu Kevin mencoba mempercayai kata-kata putranya.Kevin, yang tahu betul bahwa ibunya tak mudah dibodohi, mencoba menjaga ketenangannya. Dia menggenggam tangan ibunya, berharap sentuhan lembut itu bisa menenangkan kecurigaan yang muncul. "Percaya pada Kevin, Mama. Nora hanya teman, tidak lebih," ucapnya dengan suara yang dibuat selembut mungkin. Hatinya berdebar-debar, namun wajahnya tetap tak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan.Di luar, langit mulai berubah warna, dari biru yang cerah menja
"Pagi, Mah," sapa Alexa."Pagi, sayang. Bagaimana kondisimu?" tanya Ibu Kevin dengan penuh perhatian.Alexa tersenyum dan menjawab bahwa dirinya sudah merasa jauh lebih baik. Dia memutuskan untuk kembali bekerja hari ini, tak ingin berlama-lama libur di rumah."Oh iya, Kevin! Papa dan Mama akan tinggal di rumah kalian sampai acara ulang tahun pernikahan kami selesai. Kalian tidak keberatan, kan?" ujar Papa Kevin, menatap keduanya. Kevin melirik Alexa, yang membalasnya dengan senyuman, sama seperti dirinya."Kami tidak keberatan sama sekali, Pa," jawab Kevin sambil tersenyum."Syukurlah. Papa dan Mama ingin mengadakan pesta pernikahan kami di rumah kalian. Papa juga ingin mengundang beberapa kolega bisnis dan teman-teman kami," lanjut Papa Kevin."Tak masalah, Pa. Papa dan Mama atur saja yang terbaik. Kami ikut, bukan begitu, sayang?" Kevin berkata sambil menatap Alexa.Tersentak oleh panggilan mesra dari Kevin, Alexa terbatuk-batuk. Meski dia tahu semua ini hanya sandiwara, tetap saja
Setelah tiba di pusat perbelanjaan, ibu Kevin langsung melangkah dengan penuh semangat menuju sebuah butik mewah yang berkilauan dengan cahaya lampu kristal. "Mama sudah lama sekali ingin membawa kamu ke sini, Alexa. Ada beberapa gaun yang Mama yakin akan sangat cocok untukmu," katanya dengan senyum lebar yang tak pernah pudar.Alexa hanya bisa mengangguk dan mengikuti dengan pasrah, merasa seperti seorang boneka yang digerakkan oleh tangan-tangan tak terlihat. Dalam benaknya, waktu seolah merangkak pelan, seakan mengejek keinginannya untuk segera kembali ke kantor ayahnya, tempat di mana dia merasa masih memiliki kendali atas hidupnya."Alexa sayang, coba kemari. Coba lihat ini, menurut kamu cantik, kan sayang?" Ibu Kevin memanggilnya, memegang sebuah gaun anggun yang tergantung di depan mereka.Dengan senyum yang dipaksakan, Alexa mendekat dan menyentuh kain dress itu. Teksturnya lembut dan berkilau di bawah cahaya, memancarkan keanggunan dan keindahan yang hanya bisa ditemukan dala
Setelah meninggalkan pusat perbelanjaan, Alexa dan ibu mertuanya duduk diam di dalam mobil yang melaju perlahan menembus kemacetan kota. Ibu Kevin terus saja bercerita dengan semangat tentang gaun yang baru saja mereka beli, tentang betapa cantiknya Alexa akan terlihat saat mengenakannya, dan tentang masa depan cucu yang dia idamkan. Namun, di tengah kata-kata hangat itu, ibu Kevin menyadari sesuatu yang berbeda pada menantunya.Alexa duduk diam, memandang keluar jendela dengan mata yang tampak kosong. Walaupun sesekali tersenyum dan mengangguk sebagai respons, ada sesuatu dalam tatapan Alexa yang membuat ibu mertuanya merasa tak nyaman—seperti ada duka yang dalam yang tak bisa disembunyikan sepenuhnya.Ketika mobil tiba di persimpangan yang lebih sepi, ibu Kevin meletakkan tangannya dengan lembut di atas tangan Alexa. "Alexa, sayang... apa yang sebenarnya sedang kamu pikirkan? Mama bisa melihat ada sesuatu yang mengganggu hatimu."Alexa tersentak sedikit oleh sentuhan itu, lalu berus
Kevin sedang menunggu rapat hari itu, namun pikirannya tak bisa tenang. Ia khawatir jika Alexia menceritakan kegugurannya kepada mama. Kevin tak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa, terutama mamanya, yang sangat menginginkan seorang cucu. Perceraian dengan Alexia bukanlah pilihan; bukan hanya karena nama baik keluarga, tetapi juga karena reputasi perusahaan yang akan hancur jika berita perceraian ini tersebar, apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung. Kevin bertekad untuk tetap bertahan dengan Alexia, berapa lama pun itu.Di sisi lain, perasaannya terhadap Nora kini mulai berubah. Bukan berarti dia tidak mencintai Nora lagi, tapi akhir-akhir ini Kevin merasa enggan untuk merajut kembali hubungan asmara dengan Nora, mungkin karena banyaknya masalah yang dihadapinya saat ini.Tiba-tiba, ponsel Kevin berdering. Ternyata Nora yang menghubunginya."Halo, Kevin. Kamu ada di mana?" tanya Nora."Aku di kantor, sedang menunggu rapat. Ada apa, Nora?""Kevin, aku ingin bertemu denganmu.
"Alex, aku ingin menjebak Kevin kembali seperti dulu. Tapi kali ini, akulah sasarannya. Aku ingin kau membantu agar Kevin mau tak mau harus bertanggung jawab dengan bayi yang ku kandung," "Apa kau sudah gila? Kau nekat sekali melakukan hal itu! Jika hal itu tidak berhasil, kau tahu sendiri akibatnya. Aku bisa membantumu, tapi aku juga tak yakin apakah itu bisa berhasil,"Balas Alex dengan nada cemas. Alex tau Nora wanita yang suka nekad dan mengancam. Tapi Alex ta pernah berfikir jika Nora sanggup melangkah sejauh itu."Ayolah, Alex. Hanya kau yang bisa aku andalkan.""Mau sampai kapan? Nora, kamu mau ngejar-ngejar Kevin, sampai kapan?""Sampai aku mendapatkannya!""Lelaki seperti dia, apa yang diharapkan? Sudah jelas-jelas dia tak mencintaimu lagi,""Bukan begitu, Alex. Dia mencintaiku. Dia hanya dilema dengan kondisinya. Aku hanya perlu memberinya sedikit tekanan, ancaman, dan juga tuntutan akan kondisiku. Aku yakin, cepat atau lambat, Kevin akan kembali padaku,""Kamu terlalu perc
Keesokan harinya, Alexa membantu mempersiapkan pesta untuk kedua orang tua Kevin. Mertuanya memutuskan untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka di rumah Kevin. Sebagian besar persiapan, sekitar 90%, sudah selesai. Tinggal 10% lagi yang perlu dirapikan. Mereka mulai mengecek satu per satu makanan dan beberapa kue yang mereka pesan lewat katering langganan keluarga Kevin. Setelah semuanya dianggap selesai, persiapan pesta pun mencapai 100%. Mereka kemudian bersiap-siap. Hairstylist datang ke rumah untuk merias mereka, mempersiapkan semuanya untuk acara malam itu. Kevin tampak sangat memukau dengan setelan jasnya. Dia berdiri bersama ayah dan ibunya, menunggu Alexa. Namun, Kevin mulai berdecak kesal karena Alexa tak kunjung turun. "Lama sekali sih mereka merias Alexa, Ma. Memangnya mereka meriasnya seperti apa sih?" tanya Kevin dengan nada kesal. "Kamu lihat saja nanti, Kevin. Mereka pasti sedang membuat Alexa terlihat sangat cantik," jawab ibunya. Tak lama kemudian, Alexa turun
Saat Alexa berjalan menuju kamar, tiba-tiba tubuhnya ditekan ke dinding koridor. Ternyata, Kevin yang melakukannya dengan ekspresi penuh emosi. Dia mendorong Alexa dengan marah, tampak seperti seorang pria yang mendapati wanita yang dicintainya bermain api dan membuatnya cemburu. Alexa mencoba melawan, mendorong tubuh Kevin sambil berkata, "Kevin, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Sakit, Kevin!" Kevin memandang Alexa dengan tatapan dingin, tubuhnya yang keras menghukum dan menguasai tubuh Alexa yang lemah. Dia mencengkeram kedua tangan Alexa dan menahannya di atas kepala. Nafas Kevin menyapu telinga Alexa dengan lembut saat dia bertanya dengan nada penuh kecurigaan, "Apa kamu ingin bercerai dariku karena dia? Karena kamu sudah mendapatkan mangsa yang lebih baik, maka kamu ingin menceraikanku?" Alexa hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ketika dia hendak berbicara, Kevin tiba-tiba menciumnya dengan penuh gairah. Meskipun pernikahan mereka belum genap satu tahun, Kevin tahu bagai