Catherine tidak bisa menghindar saat mulut pria itu meringsek padanya dan lidahnya menyerbu memasuki rongganya. Gadis itu hanya membeku dan akhirnya berusaha mendorong bahu Gabriel yang terasa sangat keras di balik pakaian mahalnya. Nafasnya mulai terasa sesak dan barulah mulut pria itu berpindah, serta mulai menciumi bagian wajahnya yang lain.Ia juga hanya bisa pasrah saat tangan kuat pria itu memangkunya dan mendudukkannya di meja kerjanya. Tubuh besarnya berada di tengah, tepat di antara kedua kakinya yang dipaksa membuka. Kedua pahanya dipegang dengan cukup kencang oleh telapak tangan pria itu yang terasa panas menembus roknya. Wajahnya masih diciumi oleh pria yang sepertinya sedang tidak sadar itu."Ga- Gabe...!"Mata hitam Gabriel terlihat memejam dan pria itu menindih Catherine hingga berbaring di meja besarnya. Pria itu mulai menggerayangi d*danya dari balik kemejanya dan kedua mata amber gadis itu berair, saat ia tidak bisa melakukan apapun untuk melawan pria yang jauh lebih
Chapter 44 - Shattered heart= Sekitar enam bulan kemudian ="Selamat ulang tahun, Thunder.""Terima kasih, paman.""Berapa usiamu sekarang?""Masuk 32 tahun, paman. Sudah tua.""Kalau dirimu sudah tua, bagaimana kabar diriku, Thunder?"Mendengar itu, Gabriel terkekeh pelan. Ia kembali meminum kopinya dan keduanya sejenak terdiam."Catherine masih menolakmu?"Gabriel menatap Zimmerman sambil tersenyum. Ia mengangguk. "Alasannya?"Meletakkan cangkir kopinya di meja kopi di depannya, Gabriel menarik nafas. "Dia masih muda. Masih ingin melakukan hal-hal yang diimpikannya. Ia memang belum terfikir untuk menikah, Paman Claude.""Tapi kalian kan tidak harus buru-buru menikah, mungkin bisa tunangan dulu baru setelah dia lebih siap, kalian menikah dan juga memiliki anak."Kepala Gabriel menggeleng pelan dan pria itu masih tersenyum. "Sepertinya, dia memang tidak menyukaiku, paman. Mungkin kalau aku adalah pria yang disukainya, ia tidak akan ragu untuk menikahiku. Dan sepertinya, saat ini pun
= Kembali ke masa sekarang ="Jadi? Bagaimana, Thunder? Kau mau mencobanya lagi?"Pertanyaan itu menyadarkan Gabriel dari lamunan masa lalunya. Ia menggeleng. "Aku rasa sudah cukup, Paman Claude. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk menyukai kita, jika memang tidak bisa. Dan aku tidak mau Kat sampai membenciku, hanya karena aku terus-terusan memaksanya untuk menerimaku."Kedua orang itu kembali terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Mengamati raut Gabriel yang tampak tenang, hati-hati Zimmerman bertanya. "Kau tidak apa-apa?"Pria yang lebih muda darinya itu sejenak termenung dan tatapannya menerawang. "Aku tidak apa, paman. Mungkin memang Kat bukan untukku. Lagipula, putus cinta bukan akhir segalanya. Masih ada kesempatan untuk bertemu dengan cinta baru, terutama karena Catherine pun masih muda. Akan banyak pria-pria yang dapat ia temui dan pilih nantinya. Dan mungkin salah satu dari mereka adalah jodohnya."Kedua alis Zimmerman berkerut. Tadi, ia bermaksud bertanya mengenai
"Apa yang terjadi, Gabriel?""Aku juga tidak tahu, Michael. Tiba-tiba saja dia menangis saat melihatku."Saat ini, Gabriel sedang berdiri sambil bersender di mobilnya. Ia menunggu Catherine yang tampak berlari-lari kecil memasuki kampus di depannya. Gadis itu sangat terlambat untuk menemui dosennya."Ingatan masa lalunya sudah tidak ada kan, Michael?"Kepala pirang Michael mengangguk. Pria itu segera datang menemui Gabriel ketika merasakan sesuatu yang aneh dari bola jiwa Kat. "Semuanya sudah terhapus, Gabriel. Karenanya aku cukup panik saat melihatnya berputar sedikit kencang tadi, seperti ada yang telah mengusik ingatannya lagi. Kau tidak melakukan apapun yang aneh-aneh padanya kan?"Salah satu alis mata Gabriel terangkat dan pandangannya sinis. "Aneh-aneh seperti apa, maksudmu?"Senyuman miring terbentuk di bibir Michael. dan tatapan birunya menajam "Kejadian beberapa bulan lalu, memangnya tidak aneh menurutmu? Kau Gabriel the supreme, hampir saja menyerah pada godaan dan mengambil
"Jangan lakukan itu lagi, Gabe!""Maaf, Kat. Tadi-""Kamu selalu mengatakan maaf dan maaf! Tapi kamu selalu mengulanginya lagi! Aku ini bukan barang, Gabe! Yang bisa seenaknya kamu pegang-pegang atau kamu cium! Aku ini bukan milikmu! Jangan hanya karena papa itu bawahan ayahmu, kamu mengira bisa seenaknya saja padaku! Aku masih menghargaimu dengan tidak menamparmu tadi tapi kalau sampai itu terjadi lagi, aku benar-benar akan mempermalukanmu di muka umum, Gabriel!? Dan aku tidak akan peduli lagi dengan status keluargamu!"Saat ini, mereka berdua berada di dalam mobil Gabriel yang terparkir di jalanan dekat rumah Zimmerman. Tapi keduanya belum keluar dan malah bertengkar.Catherine sangat tidak suka Gabriel mengambil kesempatan dalam kesempitan seperti tadi. Ia tidak suka pria itu menyentuhnya dengan seenaknya lagi dan kata-kata gadis itu barusan, membuat pria itu terdiam. Kedua tangannya yang masih memegang kemudi terlihat mengerat sampai buku-buku jarinya memutih. Tidak hanya telah g
"Kenapa kau melakukan itu, Apollyon?"Sorot mata Michael yang biru tampak menghunus pria yang saat saat ini sedang duduk di depannya. Pria yang ditatap hanya menundukkan pandangannya ke arah papan catur yang ada di depannya. Terlihat kedua keningnya berkerut dalam dan mukanya serius.Tangannya yang berkutek hitam tampak menggerakan pion kudanya ke salah satu petak catur dan secara ajaib pion itu hidup. Kuda yang bermata merah itu segera menginjak-injak dan meremukkan prajurit kecil di depannya yang ketakutan, menyisakan remahan yang pada akhirnya segera menghilang. Setelah itu barulah Apollyon mengangkat wajahnya dan memandang Michael."Karena aku tidak pernah suka padanya."Pria berambut pirang itu menghela nafasnya dan ia menggerakkan pionnya di papan dengan muram. "Kau tidak pernah menyukai siapapun di sini, kecuali dirimu sendiri."Tersenyum, Apollyon mengibaskan rambut panjangnya dengan cara yang seksi dan membiarkan geraiannya berada di salah satu bahunya yang tertutup jubah co
Makan malam yang tenang tengah berlangsung di kediaman Hamilton. Tampak Tatiana dan anaknya sedang menikmati makan malam mereka bersama Sharon, sang Nyonya rumah. Rasa masakan yang sangat lezat membuat Tatiana mend*sah dan menyesap gelas anggurnya."Kau memang jagonya memasak steak, Sharon. Masakanmu tidak ada duanya."Kekehan pelan terdengar dari bibir Sharon dan mereka saling mendentingkan gelas. "Terima kasih, Tati."Suasana yang hening, dipecahkan oleh suara Tatiana kembali. "Kemana Thunder malam ini, Shar? Dia tidak ikut dengan Tuan Hamilton dan suamiku ke Perancis kan?"Menggeleng sedih, Sharon meletakkan gelas tingginya. "Anak itu sangat sibuk dan sekarang jadi lebih sering menginap di apartemennya. Kasihan sekali dia karena tidak ada yang mengurusnya di sana."Kepala Tatiana mengangguk mengerti. "Pasti tanggungjawab yang diembannya akan lebih besar nanti, Shar. Tentu memang lebih praktis kalau dia lebih sering menginap di sana dibanding harus pulang ke rumah ini tiap malam. Ap
Barulah sekitar 20 menit dari kejadian itu, Gabriel akhirnya dapat menggerakkan tubuhnya. Dengan gemetar, pria itu berdiri dari duduknya dan hampir terjatuh bila Catherine tidak menyangganya."Gabe. Lebih baik kita memanggil dokter perusahaan. Kamu harus diperiksa dulu, takutnya ada efek lain dari obat yang dikonsumsimu."Kepala pria menggeleng. "Tidak. Aku hanya ingin pulang Kat, dan membersihkan diri. Aku sudah tidak tahan lagi mengenakan pakaian ini. Oh ya, tadi kamu sudah menyimpan semua barangnya kan?""Ya. Aku sudah membawanya. Kamu benar mau ke apartemen sekarang?"Kali ini, kepala pria itu mengangguk. "Ya. Aku mau pulang sekarang. Aku harus merendam badanku untuk meredakan efeknya. Untungnya sepertinya dosisnya tidak terlalu banyak tadi.""Biar aku mengantarmu."Kedua mata Gabriel membesar dan ia menatap intens pada Catherine. "Kamu yakin?""Ya. Aku tidak tenang kalau tidak mengantarmu. Biar aku mengantarmu dan memastikan kamu baik-baik saja di apartemen nanti. Tidak apa kan?
= Suatu waktu, di suatu tempat. Nun jauh di sana ="Apa yang sedang kau lakukan di sini?""Tidak ada.""Kau sedang menatap siapa?""Tidak ada."Jawaban menyebalkan itu membuat Hermes kesal, dan ia malah semakin mengintip. Dewa pria itu sedikit mendorong bahu dewa wanita yang ada di sebelahnya, dan langsung bersiul saat berhasil melihat apa yang dari tadi dipandangi oleh rekannya ini."Malaikat...? Kau naksir salah satunya?"Raut Pandora sama sekali tidak berubah. Ia masih menyender santai di pohon dan menatap nun jauh di sana pemandangan yang hanya dapat dilihat oleh mata keduanya. Dalam pandangan mereka, terlihat sosok dua orang malaikat. Satu berambut hitam dan lainnya merah. Keduanya tampak saling berdebat tentang sesuatu, dan tampak si merah kesal dengan si hitam yang terlihat bermuka datar.Memanyunkan bibirnya, Hermes menoleh pada Pandora yang hanya membalasnya dengan muka datar."Mana yang kau suka. Yang hitam atau yang merah?"Wanita itu tidak menjawab, membuat Hermes makin pe
"Gabriel, the supreme. Apakah masih ada lagi yang ingin dirimu tanyakan pada-Ku?"Gabriel mengangkat kepalanya dan ia menggeleng pelan. "Tidak Yang Maha Kuasa lagi Maha Pendengar dan Maha Segala Tahu. Aku Gabriel, telah sangat puas dengan jawaban-Mu. Tidak ada lagi keraguan dalam hatiku. Aku telah mengambil keputusan.""Kau memang telah mengambil keputusan, Gabriel. Jauh sebelum kau bertanya pada-Ku. Dan terpujilah semua langkah yang kau ambil, karena jiwa kasih sayangmu membuatmu menjadi seorang yang tidak egois dan sangat memikirkan orang lain. Kau telah menjalankan tugasmu dengan sangat baik. Lakukan semua menurut kehendak hatimu, karena hatimu telah dituntun oleh nuranimu. Ingatlah itu."Dan setelah itu, gaung mistis itu pun menghilang. Langit perlahan berubah menjadi cerah meski awan-awan masih mengelilingi langit, pertanda kalau mendung masih belum akan berakhir. Raphael yang tadinya terbang di angkasa pun pelan turun dan menjejakkan kakinya di permukaan. Tampak kedua matanya ya
"Bagaimana dia?""Berhasil. Seharusnya.""Seharusnya?""Azrael yang datang.""Malaikat maut? Dia sendiri yang akan menyerahkannya? Pada Tuan Michael?""Ya. Sepertinya begitu. Sekarang Tuan Michael sedang menunggu kedatangan Tuan Gabriel."Kepala salah satu dari mereka menunduk dalam. "Kalau yang ini tidak berhasil juga..."D*sahan nafas berat terdengar dari sebelahnya. "Jiwa itu hanya akan menghilang. Dan-""Dan apa?"Suara yang sangat berat terdengar di belakang mereka, membuat keduanya langsung menoleh kaget dan menundukkan kepalanya hormat. "Tuan Gabriel.""Ambrosio. Persephone. Kembali kalian berdua yang menyambutku."Masih menunduk, Ambrosio menjawab pelan. "Tuan Michael sudah menunggu Anda, Tuan Gabriel."Tampak kepala Gabriel mengangguk. "Di taman suci? Azrael juga hadir?""Ya, Tuan Gabriel. Mereka sudah menunggu kedatangan Anda di sana."Sejenak suasana hening dan ketika Ambrosio mengangkat kepalanya, ia tertegun melihat seraut senyum lembut terpatri di bibir pria yang dikenal
Under my dreamsI see the other sideI am the space of moonlightUnder your doorAnd you come to meet meSay you knew me beforeAnd when i'm lying by your headYou put your body into mine (Gregorian - Dark Side)***"Kat.""Gabe."Tampak dua sosok yang saling berpandangan dalam ruangan putih itu. Sosok sang wanita terbalut jubah panjang berwarna ungu gelap dan sang pria masih berbalut dengan jubah putihnya. Keduanya berdiri saling berhadapan dengan tangan yang saling bertautan. Senyum tampak terpatri di bibir mereka dan untuk sesaat, dua orang itu saling memandang sosok masing-masing dengan intens. Dua pasang mata itu bergerak-gerak penuh emosi ketika akhirnya pandangan mereka kembali bertemu.Salah satu tangan Kat mengelus pipi Gabriel yang kencang dan bersih tanpa jenggot."Sudah lama sekali aku tidak melihat sosokmu yang seperti ini, Gabe..."Perkataan itu membuat Gabriel terkekeh. "Sudah lama sekali kita tidak bertemu seperti ini, Kat."Kat mengangguk. "Ya. Terakhir melihatmu saa
Dalam sebuah taman yang indah, tampak sesosok pria yang tinggi dan berbadan tegap sedang mengamati bunga-bunga yang bermekaran di sana. Ia juga mengelus bunga tulip berwarna putih. Bunga kesukaannya. Dan pria berambut hitam itu tampak melamun. Ia melamun tapi bibirnya tersenyum samar. Raut wajahnya terlihat bercahaya dan bahagia. "Kau masih di sini?"Pertanyaan itu membuat kepala Gabriel mengangguk pelan, dan orang di belakangnya mendengus."Di saat aku menginginkan kau untuk segera pergi, kau masih betah berada di sini.""Aku hanya menikmati taman indahmu. Mengaguminya. Apakah kau mau aku untuk mendustakan anugerah yang telah diberikan oleh-Nya?"Kembali dengusan itu terdengar. "Tapi apakah kau harus menikmatinya di sini? Di tamanku ini? Kau bisa langsung pergi ke taman Uriel dan menikmati keindahan taman hijaunya di sana!""Tidak ada yang bisa mengalahkan keindahan tamanmu ini, Apollyon. Kau diberkahi sepasang tangan dingin untuk menumbuhkan sesuatu yang indah.""Aku tersanjung den
"Jadi, kamu sudah serius akan menikahinya, Dec?"Saat ini, Gabriel sedang bersama dengan Declan di dalam ruangan kerja. Tampak keduanya duduk di sofa sambil menikmati teh, juga kue yang disajikan oleh isterinya serta calon menantunya.Meletakkan cangkir tehnya, kepala Declan mengangguk. "Ya, pap. Aku dan Angie sudah bersama sejak dua tahun ini. Aku juga sudah bertemu dengan keluarganya, dan latar belakang mereka cukup baik.""Mereka dari keluarga pebisnis juga?"Tampak Declan menggeleng pelan. "Mereka dari keluarga biasa, pap. Ayahnya Angie bekerja di perusahaan konstruksi sebagai engineer. Ibunya seorang psikolog. Adik Angie sekarang mengambil jurusan arsitektur dan akan lulus tahun depan. Ia juga sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan di Amerika sana sejak masih kuliah. Angie sendiri sekarang bekerja sebagai supervisor HC di HGC sudah sejak lima tahun ini. Mereka memang bukan dari keluarga kaya, tapi terpelajar." "Jadi dia bawahanmu di sana?"Pipi Declan tampak merona dan pri
"Kamu sudah baikan dengan Evan?""Kapan memangnya aku marahan dengan anak itu?""Gabe..."Sadar nada isterinya yang geram, Gabriel segera memeluk pinggang Kat dan mengusel-usel kepalanya di d*da wanita itu yang empuk dan hangat."Aku sudah bicara dengannya, honey. Semua sudah beres. Sekarang, usap-usap kepalaku."Menurut, Kat pun mengelus lembut kepala suaminya. Ia berhati-hati agar tidak sampai menyentuh bagian yang terluka. Meski seharusnya ia telah pulang, tapi Gabriel bersikeras agar dirinya dapat menginap di rumah sakit. Untungnya ruang rawat VVIP memiliki tempat tidur yang cukup luas, membuat mereka berdua leluasa untuk dapat berbaring tanpa saling mendorong. Seperti sekarang ini.Selama beberapa saat, Kat mengusap-usap kepala suaminya. Tampak pandangannya melamun."Gabe...?""Ya...?""Mengenai masalah Burton. Kamu yakin sudah beres?"Semakin memeluk erat pinggang Kat, pria itu mengangguk."Burton dan Luzt sudah dipenjara, honey. Meski mungkin jaringan pengedarnya masih belum te
"Benar dia tidak apa-apa, dokter?""Tidak ada gumpalan darah dalam kepalanya, Ny. Hamilton. Dan dari pemeriksaan, tidak ada retakan atau kerusakan yang parah karena kecelakaan itu. Tuan Hamilton hanya mengalami luka-luka luar saja. Ia cukup beruntung memiliki reaksi yang baik dan melakukan gerakan yang tepat. Jika tidak, mungkin saja akan ada cedera yang lebih fatal pada dirinya dan juga puteranya.""Tapi kenapa sampai sekarang dia belum sadar, dokter? Ini sudah hampir dua hari.""Kita hanya bisa berdoa saja, Nyonya. Karena meski secara medis tidak ada masalah tapi sebagai manusia, dokter juga punya keterbatasan. Dan yang perlu dingat, meski masih sangat bugar tapi Tuan Hamilton sudah berusia 60 tahun. Tentu fisiknya tidak akan sama dengan kondisinya 20 tahun yang lalu. Akan butuh waktu bagi tubuhnya untuk recovery yang kita juga masih memonitornya sampai dengan hari ini."Kepala Kat menunduk, dan ia kembali bertanya dengan suara pelan. "Apakah-"Belum juga kalimat Kat selesai, dari a
"Aku ingin mengajakmu bertaruh, Apollyon."Saat ini, Apollyon dan Gabriel sedang bermain catur di taman bunga pria berambut merah itu. Melihat dari posisi bidaknya, tampaknya ia yang akan memenangkan pertandingan ini."Bertaruh? Kau yakin?""Ya."Pria berambut merah itu terkekeh arogan. Ia memindahkan salah satu bidak dengan santai di depannya. Setelahnya, ia menyenderkan punggungnya santai di kursi dan mengangkat kedua tangannya sombong."Baiklah. Aku menyukai pertaruhan, karena aku selalu menjadi pemenangnya. Apa yang kau inginkan?"Kepala Gabriel mengangguk dan ia menggerakkan bidaknya di papan catur."Kalau aku memenangkan pertandingan ini, maka aku akan memberikan tepukan sayang di pipimu."Mendengar itu, kedua alis Apollyon berkerut. "Tepukan sayang? Apa itu?""Kau akan mengetahuinya saat aku memenangkan pertandingan ini. Bagaimana? Kau takut?"Tantangan yang menyebalkan itu berhasil menyulut kemarahan Apollyon. "Ayo! Siapa takut! Tapi sebaliknya, kalau aku yang memenangkan pert