“Baik, Mas.” Jawab Lara, saat ia hendak menutup telepon itu Mas Gala tiba-tiba saja segera berbicara seakan mencegah. “Oh, ya , Ra.” Ujarnya, “Sepertinya ini jadi projek terakhir kita.” Lanjutnya dengan suara pelan. “Maksudnya?” “Setelah Percakapan di Ujung Malam rilis, podcast-nya akan hiatus dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.” Jelas Mas Gala. “Kenapa, Mas?” Tanya Lara dengan nada yang lebih terdengar seperti protes. “Aku tidak bisa bekerja dengan keadaan seperti ini, Ra.” Jawab Mas Gala. Lara terdiam, ternya cinta Mas Gala untuk wanita itu lebih besar dari yang Lara kira. “Terus Mas Gala mau ngapain?” Tanya Lara. “Entahlah, Ra.” Jawab Mas Gala. “Yasudah, Mas. Tenangkan dirimu dulu. Get well soon.” Gumam Lara lirih. “Tidurlah, Ra. Maafkan aku telah merepotkan.” “Tidak merepotkan sama sekali, Mas.” “Goodnight, Ra.” “Goodnight, Mas Gala.
“Apakah dia manusia?” Tanya Lara dengan wajah datar.“Bukan, dia badak.” Sahut Aria, “Ya jelas manusialah.” Lanjutnya dengan nada sewot.“Nama yang aneh,” Gumam Lara. “Tetapi tidak asing.” Lanjutnya.“Bagaimana bisa asing kalau setiap kita bertemu aku selalu menyampaikan salamnya untukmu, karena setiap hari dia titip salam padamu. Kamu saja yang tidak perduli.” Jelas Aria.“Dia siapa, sih, Ar?” Tanya Lara.“Nah! Nah!” Aria girang mendengar pertanyaan Lara, itu adalah pertanyaan yang sudah lama dinanti rupanya. “Dari dulu kek, kamu menanyakan itu. Dia adalah anak geologi teman sekelas Anggira, sepupuku. Sudah sejak semester empat dia menyukaimu. ” Lanjutnya.“Kok bisa?” Tanya Lara.“Pada saat kamu main ke kosku dan dia bersama gerombolan teman kelas Anggi juga main ke sana.” Jawab Lara.“Hmm, bukan itu maksudku, Ar. Maksudku kok bisa dia menyukaiku tanpa mengenal dulu.” Ujar Lara.“Entah. Mungkin itu yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.” Ucap Aria.“Aku jadi ngeri se
“Yuk cabut!” Ajak Aria lalu bangun dari tempat tidurnya.Sementara itu, Anggi terlihat langsung menutup laptopnya.“Cabut? Aku baru datang loh.” Ujar Lara.“Kita nongkrong di luar aja, di kos sempit.” Jawab Aria.Sebenarnya Lara ingin protes saat itu juga pada Aria, karena di pembahasan sebelumnya tidak ada acara nongkrong di luar. Tetapi akhirnya mau tidak mau dia menurut saja. Mereka pergi dengan menaiki mobil milik Bentara. Aria dan Anggi buru-buru masuk di bangku penumpang dan dengan polosnya Lara ikut masuk ke sana. Aria segera mendorong Lara sebelum pantatnya menempel di bangku, mata Aria melotot dan mengintruksikan melalui kode agar Lara duduk di depan dengan Bentara. Tentu saja Lara menolak, dia menarik tangan Aria dan berganti mengintruksi agar Aria saja yang duduk di depan. Meskipun Lara memiliki usia lebih tua dari Aria, tetapi dia berperawakan kecil dan gerakannya lembut, tentu saja akan kalah dengan Aria yang seakan-akan memilki kekuatan seorang pria. Lara menyerah dan ak
Tiba-tiba, ponsel Lara berbunyi dan itu pesan dari Jenggala, pembicaraan antara Lara dan Bentara akhirnya terputus sampai di sana, setelahnya tidak ada aktivitas lain yang dilakukan Lara selain memainkan ponselnya. Tidak peduli dengan Bentara ataupun Lara dan Anggi, bahkan dia tidak peduli dengan makanan yang sudah dipesannya.“Ngilang …” Isi Pesan dari Jenggala.Lara membacanya kembali dan kembali pula mengecek apakah pengirim pesan benar-benar Jenggala. Faktanya, pengirim pesan itu memanglah Jenggala. Bibir Lara nampak menyunggingkan senyum . bagaimana hatinya tidak berbunga jika ternyata orang yang disukainya itu mencari-cari dirinya. Tidak ada hal lain yang menjadi penyebabnya kecuali Mas Gala memang sedang rindu pada Lara, toh dia sendiri yang mengetakan bahwa project podcast itu tidak lagi dilanjutkan, jadi alasannya mencari Lara bukan karena masalah pekerjaan.Lara memikirkan sejenak kalimat apa yang hendak dia kirimkan ke whatsapp Mas Gala sebagai balasan. Setelah beberapa de
“Ya, soalnya, emangnya ada orang yang suka aku selama itu? Dan lebih nggak percaya lagi karena aku mendengarnya dari Aria.” Ujar Lara.Mendengar itu, Bentara tertawa kecil.“Omong-omong, kenapa daritadi kamu nggak nanya alamat rumah aku.” Tanya Lara, “Jangan bilang kamu sudah tahu juga?” Lanjutnya bertanya.Bentara terdiam sejenak, Lara menoleh ke arahnya dan dilihatnya Bentara melengkungkan senyum. Tak lama kemudian pria itu membelokkan stir mobilnya pada lorong yang mengarah ke kompleks rumah Lara.“Are you serious, Bentara?” Aria terlihat gemas karena pertanyaannya tak kunjung mendapat jawaban yang pasti.“Maaf kalau sebelumnya ini kamu anggap nggak sopan.” Ucap Bentara, “Tapi kamu tenang aja, aku nggak pernah buntuti kamu sampai ke rumah kok.” Lanjutnya.Lara mengembuskan napas lega setelah mendengar pejelasan itu. Hampir saja dia pingsan ketakutan karena saat ini tengah berada dalam satu mobil berdua dengan seorang psikopat seperti yang di film-film.“Kamu beneran takut?” Tanya B
“Ya sudah deh. Terserah kamu, Mas. Lagian aku juga bukan siapa-siapa yang harus dikabarin terus.”“Kok tiba-tiba langsung ngomong gitu sih, Ra?”“Ngomong gitu apa?”“Ngomong kalau kamu bukan siapa-siapa.”“Terus salahnya di mana kalau aku ngomong gitu, memang kenyataannya gitu kan?”“Ra, are you ok?”“I’am ok.” Jawab Lara, “Ya sudah Mas, Lara mau istirahat, ya.” Lanjutnya.“Tunggu dulu, Mas tau pasti ada yang salah.” Mas Gala berusaha menahan untuk mengakhiri panggilan telepon itu.“Memang ada yang salah Mas. Lara yang nggak beres. Lara yang marah-marah nggak jelas. Lara yang banyak nuntut hal yang bukan hak Lara, Lara bikin Mas Gala bingung, Lara bikin Mas Gala merasa bersalah padahal semua perasaan itu nggak seharusnya Mas Gala rasakan sama sekali. Keputusan Mas Gala sekarang, harus tetap melakukan apa yang udah jadi planning kamu tanpa menghiraukan maunya Lara yang nggak banget ini. Maafin Lara ya, Mas. Lara nggak tau kenapa Lara kayak gini.” Ucap Lara. Bertubi-tubi. Tanpa jeda.“H
“Apakah semua kejadian yang menimpa orang-orang itu selalu menjadi tanggung jawabku?” Gumam Lara, seraya melanjutkan langkahnya dengan pelan dan membiarkan Bentara dan Aria berjalan semakan jauh di depannya, hingga kedua punggung orang itu tidak terlihat lagi olehnya.Dia menenadahkan kepalanya ke langit dan melihat awan hitam menggumpal-gumpal di sana, sebagaimana gumpalan hitam yang ada di hatinya saat ini. Lara tak mengerti dengan cara kerja semesta yang tak pernah memihak padanya. Di saat dia menyukai seorang pria dia tak pernah dianggap, namun saat ada seorang pria yang menyukainya, dia dituntut untuk menganggap perasaan pria itu, dengan selalu bersikap manis padanya sebagai balasan sikap pria itu.“Persetan dengan semua cowok di dunia ini.” Ujarnya dambari menendang-nendang kerikil kecil di depannya dengan pelan. Dia terus menunduk hingga sepasang kaki yang dibalut kaus kaki pendek semata kaki dan juga sepatu kets berdiri tepat di hadapannya dan menghentikan langkahnya.“Anggi?”
“Hey!” Lara berteriak untuk menghentikan langkah kaki Aria, tetapi sahabatnya itu terus melangkah pergi.“Dasar aneh!” Umpat Lara, “Dia dan Bentara sama anehnya, seharusnya mereka berdua saja yang pacaran! Dia pikir aku benar-benar akan pergi menemui cowok itu apa, hah?!” Lanjutnya, menggerutu seorang diri.Lara kemudian melanjutkan langkahnya dan memilih jalan berputar agar tidak berpasasan dengan Aria dan juga agar dia tidak melewati parkiran kampus. Tetapi di tengah perjalanannya itu, Lara teringat sesuatu yang kemudian menghentikan langkahnya. Dia ingat ngobrolannya ddengan Anggi dan jika dia menemui Bentara maka dia memiliki kesempatan untuk mengatakan apa yang telah dirinya dan Anggi sepakati.“Benar juga, lagipula kapan lagi aku punya kesempatan untuk mengatakan ke Bentara bahwa aku sudah punya pacar kalau bukan saat ini.” Dia berbicara dengan dirinya sendiri, setelah itu memutar langkah dan bertekad akan menemui Bentara.Saat Lara hampir tiba di parkiran, dia melihat Aria dan
Mungkin hanya Lara yang bisa merasakan patah hati dan jatuh cinta sekaligus. Sekali waktu dia bisa menangis sejadi-jadinya, bahkan di tempat umum sekalipun saat mengingat kembali Mas Gala. Mereka tidak pernah lagi saling mengirim pesan setelah memutuskan untuk berpisah, rasanya seperti hampir gila menjalani hari-hari tanpa orang yang bahkan sebelumnya pun keberadaannya seperti tak ada. Entah jenis cinta macam apa yang melanda Lara ini.Namun di waktu lain, Lara merasakan sangat dimabuk cinta dengan Bentara. Hampir setiap hari mereka menghabiskan malam-malam panjang dengan saling menc*mbu. Lara tak pernah merasakan kenikmatan seperti yang Bentara suguhkan pada tubuhnya, pada hatinya. Bahkan jika dibandingkan dengan Gaga, yang merupakan orang pertama yang menyentuh Lara, Bentara jauh lebih baik dari segi apapun."Ra?" Gumam Bentara, di atas dada Lara."Ya?""Udah bisa sayang aku?" Tanyanya."Aku udah sayang kamu sejak kita makan cookies." Jawab Lara lalu tergelak."Kenapa nggak kentara
"Mau pakai baju?" Tanya Bentara, namun beberapa detik setelah kalimat itu terucap Bentara mengutuk dirinya sendiri karena mengajukan pertanyaan bodoh semacam itu."Iya." Jawab Lara. Lalu hendak memakai bajunya namun Bentara menyadari hal yang janggal."Sorry." Ucap Bentara lalu menyentuh br* yang Lara gunakan, "Ini basah, Ra, nggak dicopot aja?" Lanjutnya.Lara sama sekali tak terlihat keberatan saat Bentara menyentuh bagian itu."Tapi aku nggak ada gantinya." Jawab Lara, saat ini gadis itu tanpa malu-malu menatap wajah Bentara."Nggak apa-apa, dilepas aja nanti bajunya di download pakai sweater jeans aku yang tebal jadi nggak kentara." Ucap Bentara, meski nampak salah tingkah dia berusaha menatap kembali wajah Lara yang merona merah. "Dilepas, ya?" Ucapnya dengan lembut lalu mengusap-usap permukaan kulit di sekitar br* itu."Iya." Jawab Lara sambil mengangguk, napasnya sudah tidak beraturan.Tangan Bentara bergerak, membuka kait br* di punggung Lara. Sesuatu yang tadinya merekat kenc
"Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta pada Bentara?""Tidak, tidak! Tidak mungkin!""Tapi kenapa aku membiarkannya mencium tanganku?"Semua pertanyaan-pertanyaan itu dikeluarkan Lara untuk dirinya sendiri. Dia membanting tubuhnya di atas kasur, pikirannya melayang ke saat di mana Bentara mencium tangannya. Jantungnya kembali berdegup kencang, rasa bahagia terasa meluap-luap di dadanya. Itu pasti karena dia sudah jatuh cinta, kenyataan itu tidak mungkin lagi terbantahkan."Oh, apa yang aku lakukan, apakah ini sudah termasuk berkhianat?" Gumamnya.Lara langsung meraih ponselnya, dia segera mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Mas Gala, tak peduli pesan-pesan lamanya tak dibalas."I miss you, Mas. Kamu sebenarnya di mana?" Pesan itu terkirim ke nomor Mas Gala, dengan perasaan yang tak menentu Lara tetap menunggu balasan pesan itu. Lalu dia bertanya pada dirinya apakah isi pesan itu memang benar karena dia rindu, ataukah hanya rasa bersalahnya pada Mas Gala karena Lara telah berken
"Oh iya, hati-hati, ya. Jangan terlalu malam diantar pulangnya." Jawab ibu Lara."Iyaa tante."."Bu, Lara jalan dulu, ya.""Iya sayang."Mereka berdua kemudian memasuki mobil Bentara, lalu beranjak pergi. Ibu Lara baru menutup pintu rumahnya saat Lara dan Bentara sudah pergi."Kenapa tiba-tiba ngajakin ke luar?" Tanya Lara."Nggak apa-apa sih, cuman belum biasa aja." Jawab Bentara dengan jawaban yang menggantung."Belum biasa?" Tanya Lara."Belum biasa lama-lama nggak ngeliat kamu."Lara tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya diam dan memalingkan wajahnya ke luar jendela, berusaha menutupi pipinya yang memerah.Tak berselang lama akhirnya mereka tiba di kedai cookies yang dimaksud oleh Bentara."Yakin belum pernah ke sini?" Tanya Bentara saat mereka baru saja duduk di bangku pengunjung kedai itu."Belum." Lara menggelengkan kepalanya."Mau pesan apa dong?""Kamu aja yang pesenin, yang menurut kamu enak.""Siap, tunggu sini ya." Ucap Bentara lalu berdiri untuk memesan makanan.Tak lam
Bus itu mulai melaju, bergerak perlahan meninggalkan desa yang mengukir sejuta kenangan meski Lara hanya sejenak berada di sana. Lara selalu merasa bahwa ada sesuatu yang tertinggal meski sudah berkali-kali dia mengecek ulang barng-barangnya sebelum berangkat tadi, mungkin karena separuh hatinya sudah tertinggal dan menetap di desa itu selama-lamanya. Lara teringat akan seseorang yang membuatnya kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mulai mengetik sesuatu.“Mas Gala, kamu apakabar? Hari ini Lara pulang, Mas, pengaadian Lara di desa itu sudah selesai. Lara udah maafin kamu dan maaf karena Lara udah abaikan chat kamu berhari-hari. Lara mau perbaiki semuanya. Semoga setelah Lara udah nggak program relewan lagi, masalah-masalah yang muncul di hubungan kita selama aku program bisa mereda. Lara masih sayang, sangat sayang sama Mas Gala, tak ada yang berubah seperti pertama kali Lara jatuh cinta sama kamu.” Pesan itu dikirimkan ke nomor Mas Gala.Bersamaan dengan terkirimnya pesan it
"Buat Rachel, menurut aku kamu nggak pernah nyebelin, selalu baik. Buat Baham, kamu juga baik dan keliatan banget peduli sama semua orang di regu ini. Kalau Adrian, aku nggak tahu hal apa yang positif di kamu, tapi itu nggak bikin aku benci sama kamu meskipun kita sering berantem. Buat Bentara, please ya, lain kali kalo negur nggak usah pakai bentak-bentak. Kalau buat Jul, kamu jangan terlalu baik sama cewek soalnya cewek itu gampang baper." Tutup Aniya."Gila ya, unek-unek terpendam banget kayaknya, semua keburukan terkuak di sini." Cibir Adrian, "Tapi nggak apa-apa sih, bagus malah, Aniya yang paling jujur. Bisa dicontoh nih " Lanjutnya."Adrian, kamu tahu nggak sih no interupsi? Ya udah kayaknya dari tadi udah mau ngomong kan, silakan sekarang giliran kamu." Ujar Lara."Kalau aku sih nggak akan banyak ngomong, cuma mau berterima kasih sama memohon maaf sebanyak-banyaknya sama kalian semua." Ujar Adrian."Yee sekali nggak disuruh ngomong nyerocos terus sekali di suruh ngomong pelit
Waktu ternyata benar-benar tak terasa jika kita terus bercakap-cakap sepanjang perjalanan. Akhirnya mereka semua tiba di rumah Pak Sepuh pada pukul sebelas malam. Di desa Mandala, orang-orang tidak perlu mengunci pintu rumahnya karena desa itu aman dari maling. Karena itulah mereka semua tidak perlu repot-repot harus membangunkan Pak Sepuh dan Bu Marta untuk bisa masuk ke dalam rumah.Mereka segera membersihkan diri, meskipun sudah mencoba sekuat tenaga untuk tidak berisik agar tak mengganggu Pak Sepuh dan Bu Marta tapi akhirnya mereka berisik juga apalagi saat Aniya bertemu dengan Adrian dan saling berebut untuk mendahului masuk ke kamar mandi.Semua lelah seakan sudah mencapai puncaknya saat itu, sehingga mereka semua jatuh tertidur tak lama setelah badannya tersentuh kasur.Lara yang sudah hampir tertidur melirik ke arah ponselnya yang bergetar dan itu adalah panggilan dari Mas Gala. Dalam keadaan setengah sadar Lara mengambil ponselnya dan menyentuh tombol reject, lalu jatuh terti
Itu adalah destinasi terakhir dalam trip perpisahan mereka. Sebenarnya Bila sudah mengusulkan untuk menambah satu hari lagi karena masih banyak destinasi wisata lain di tempat itu yang belum mereka kunjungi. Tetapi Lara tak bisa lagi, tubuhnya sudah tidak kuat untuk menambah liburan yang melelahkan itu meskipun cuma satu hari.Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang saat itu ke desa Mandala. Saat mereka mulai beranjak, malam baru saja jatuh sempurna di belahan bumi tempat mereka berpijak."Pelan-pelan aja, guys. Jangan ada yang ngebut ya. Yang penting kita bisa sampai tujuan dengan selamat." Baham memberi instruksi kepada teman-temannya sebelum mereka berangkat.Di perjalanan pulang itu, mereka tidak selalu berada dalam jarak berdekatan seperti saat pergi. Itu karena semuanya sudah hafal jalan pulang tidak seperti saat mereka berangkat.Performa Aniya dalam berkendara semakin menurun. Dia beberapa kali hampir celaka, untung tak ada teman-temannya yang lain yang melihat selain Lara yan
Sesampainya di sana, nenek Adrian ternyata tidak ada di rumahnya. Beruntung waktu itu tante Adrian yang rumahnya bersebelahan dengan neneknya sedang berada di rumah. Jadi, mereka beristirahat dan memasak makan siang mereka di sana.Mereka di sambut dengan anj*ng yang terus menggonggong saat hendak masuk ke dalam rumah itu. Lara yang memiliki trauma dengan hewan itu karena pernah dikejar hingga tersungkur waktu kecil, menjadi sangat takut saat hendak masuk ke rumah tante Adrian. Lara terus-menerus meremas baju Aulia dari belakang."Ra, ambilin charger aku dong di motorku." Celetuk Bentara dengan entengnya, tentu saja Bentara tahu Lara takut dengan anj*ng dan dia ingin menggodanya."Dih, kenapa jadi aku yang disuruh." Jawab Lara."Bukan nyuruh, Ra. Aku minta tolong." Ujar Bentara."Aku takut keluar, Ben. Hp aku aja low juga tapi aku tapi nggak apa-apa dari pada aku harus ketemu anj*ng itu." Jawab Lara.Bentara tertawa terbahak-bahak dan dengan gemas dia mengacak-acak rambut Lara. Bila d