Suara tawa para lelaki itu saling bersahutan di luar, seiring dengan langkah kaki mereka yang saling beradu cepat menaiki anak tangga. Bersamaan dengan itu Bila ke luar dari kamar para gadis, saat dia berpapasan dengan para lelaki, Bila sama sekali tak menoleh ke arah mereka, padahal biasanya Bila sangat akrab dengan ke empat pemuda itu.“Eh, mau ke mana Bil, nyelonong aja.” Tanya Bentara.Tak ada jawaban, Bila meneruskan langkahnya dengan wajah tertekuk.Menyadari ada yang tidak beres dengan Bila, Bentara segera mengikutinya. Ternyata Bila berhenti dan duduk di teras lantai dua tempat mereka; Bentara dan Bila biasa bercengkrama dan bercanda hampir di setiap malam.“Kamu kenapa sih Bil, kok dari tadi sepertinya marah sama aku.” Tanya Bentara yang kemudian duduk di sebelah Bila.“Marah? Siapa yang marah.” Bila mengelak.“Kentara tahu, tuh ngaca makanya mukanya manyun mulu dari tadi ke aku.” Ujar Bentara.“Ih, kapan sih? Perasaan biasa aja tuh.” Jawab Bila.“Tadi siang pas pulan
Semenjak percakapan itu, Bila dan Bentara kembali akrab. Mereka jadi sering lagi duduk berduaan di teras lantai depan hingga larut malam. Semua orang sepakat bahwa tidak mungkin tak ada perasaan spesial yang melekat pada kedua muda mudi itu. Bahkan pernah suatu malam, Baham menyeletuk, dengan mengatakan bahwa Bentara dan Bila menikah saja setelah lulus kuliah nanti.“Keakraban kita ini kayaknya harus lebih dipererat lagi deh.” Ujarnya. “Semoga aja ada ya diantara kita yang berjodoh.” Lanjutnya.“Waduh, siapa tuh kira-kira.” Sahut Adrian.“Maunya sih kamu sama Catherine, Bro. tapi Catherine-nya nggak mau.” Cibir Baham pada Adrian.“Iya, begini nih nasib kalau nggak good looking, jadi sadboy terus.” Ujar Adrian.“Sadboy atau playboy, huh?” Sahut Catherine lalu melengos.Semua orang tergelak mendengar fakta yang terucap dari mulut Catherine“Cinta Jul dan Aniya juga udah terhalang seseorang.” Celetuk Bila.“Mana saingan Aniya berat lagi.” Sahut Baham.“Dih, sembarangan kalian. A
Minggu ketiga mereka berada di desa itu, semua bahan pokok untuk makan sudah mulai menepis. Itu artinya, mereka harus kembali berbelanja di pasar. Sementara desa Mandala belum memiliki pasar, jadi jika hendak berbelanja mereka pergi ke kampung sebelah yang sudah memilki pasar induk. Kehidupan mereka yang sekarang selalu dirembukkan bersama-sama, bahkan hanya sekadar mengatur siapa yang ditugaskan berbelanja kebutuhan di pasar. Karena saat itu Lara memilki urusan di bank, jadi dia buru-buru untuk menawarkan dirinya.“Aku aja yang pergi, mau kirim tarik uang di ATM soalnya.” Ucap Lara.“Wah aku juga lagi, mau tarik uang.” Sahut Aniya.“Nah oke, jadi ceweknya dua aja ya yang berangkat. Yang lainnya nemenin aku, loby kepala sekolah SD buat bikin perpustakaan sekolahnya jadi perpustakaan umum desa.” Ujar Baham, “Jadi Adrian, Jul sama Bentara neminin Lara sama Aniya ke pasar.” Lanjutnya.“Oke, siap menemani Bubu.” Jawab Jul lalu terkikik.“Tapi aku bocengan sama Lara, nggak mau aku d
“Kalian udah kayak suami istri aja tau.” Teriang Jul, Aniya terlihat terkikik di belakangnya.“Hah? Apa?” Tanya Lara dengan setengah berteriak karena angin sangat riuh bertiup ditambah mereka sedang di atas kendaraan.Jul melajukan motornya dengan lebih cepat, berusaha membuatnya sejajar dengan motor Bentara.“Kalian seperti suami istri!” Teriaknya.“Dih, bukannya kebalik ya, kamu sama Aniya yang seperti suami istri.” Jawab Lara.“Jul ngomong apa, Ra?” Tanya Bentara.“Katanya kita seperti suami istri,” Jawab Lara, “Padahal seperti kakak adik kali maksudnya.” Lanjutnya.Bentara yang sempat senang mendengar lelucon Jul pun tiba-tiba merubah raut wajah karena kecewa terhadap apa yang dikatakan Lara. Tetapi dia tidak mengomentari apapun, apalagi mengutarakan kekecewaannya. Bentara tidak mau Lara membuat jarak lagi padanya, akrab dengan Lara seperti saat-saat sekarang ini adalah anugerah yang disyukurinya.“Ada-ada aja si Jul.” Gumamnya kemudian, dengan suara pelan entah Lara mend
Setelah itu Lara tidak bisa lagi berpikir jernih. Kekhawatirannya pada Mas Gala lebih besar dari apapun. Hingga rasanya dia ingin bertemu dengan kekasihnya itu detik ini juga. Pekta sudah jatuh sempurna di langit desa Mandala dan mungkin saja jingga masih merona di sudut kota tempat Mas Gala tinggal, atau mendung menutupi kecantikan matahari di sore hari itu, yang jelasnya malam belum tiba di kota Mas Gala karena selisihnya dengan kota Lara mencapai satu jam.Malam itu Lara membungkus tubuhnya dengan balutan selimut dan terus menerus menghubungi nomor Mas Gala yang tidak bisa dijangkau. Perasannya kacau, pikirannya berantakan, raga Lara memang ada di sana tetapi otaknya seakan terbang berkeliaran berusaha mencari tahu hal mengenai kekaasihnya yang entah bagaimana keadaannya. Di ruang tengah teman-teman Lara sedang merapatkan agenda esok hari. Lara yang terlalu sibuk dengan dunianya sendiri itu baahkan tak menggubris teman-temannya yang memintanya untuk bergabung pada rapat.“Lara bene
“Bodoh kau. Kau bilang kau mencintai Lara! Ini yang kau sebut cinta?” Hardiknya pada dirinya sendiri.Tangannya mengepal dan bergetaar hampir saja dia meninju cermin yang ada di depannya untung saja dia segera bisa menyadarkan dirinya sendiri. Bentara lalu membasuh wajahnya dengan air, berharap amarah yang ada di dalam dirinya padam. Setelah merasa sedikit lebih baik Bentara akhirnya memberanikan diri untuk keluar dan bergabung dengan teman-temannya.“Jadi pak kepala sekolah mau hibahkan sedikit lahannya yang ada di samping sekolah buat rumah baca.” Ucap Baham yang terdengar saat Bentara berjalan menuju teman-temannya yang sedang berkumpul itu.“Kebun cokelat itu bukan sih, yang samping kiri sekolah?” Tanya Aniya.“Iya kebun cokelat, tapi punya pak kepsek di sebelah kana, An.” Jawab Bila.“Oh oke oke.” Aniya mengagguk-angguk.“Jadi kita udah punya lahan dan buku-bukunya, ya?” tanya Jul.“Iya, berarti kita cuma perlu bikin bangunannya.” Jawab Baham.“Bukan cuma bro, itu proyek besar.”
Setelah mengakhiri percakapannya dengan Mas Gala, Lara kemudian kembali naik ke lantai dua. Setelah tiba di ruang tengah, teman-temannya tidak ada lagi di sana. ini baru pukul 21.00 dan teman-temannya tidak biasa berada di kamar pada waktu-waktu tersebut. Mereka semua baru meringkuk di kasur saat malam nyaris mencapai puncak begitu juga suhu dingin di sana.Saat Lara masuk ke dalam kamar, mata teman-temannya melirik sinis kecuali Rachel dan Aulia. Aulia langsung menghambur padanya, dengan wajah khawatir dia pelan-pelan mulai menanyakan apa gerangan yang terjadi pada Lara.“Siapa yang menelepon, Ra?” Tanya Aulia.“Bukan siapa-siapa, Aul.” Jawab Lara.“Ibu kamu, ya?” Tanyanya lagi.“Bukan.”“Tante kamu? Atau saudara kamu?” Aul masih tak mau berhenti bertanya.“Bukan, Aul. Bukan keluarga aku.” Jawab Lara.“Terus siapa? Pacar virtualmu itu?” Sahut Aniya yang sedari tadi menahan kesalnya pada Lara.Lara terdiam, tak menjawab apapun dia hanya menoleh pada Aniya lalu membuang mukan
Catherine menoleh ke arah Lara, gadis itu masih menangis di dalam pelukan Aulia. Lara kemudian beranjak ke tempat tidurnya. Membaringkan tubuhnya menghadap ke arah tembok agar wajahnya tak terlihat, karena dia masih urung berhenti menangis.Pikiran Lara berkecamuk, dia mulai merasa apakah dirinya tak pantas untuk Mas Gala ataukah lelaki itu yang tak pantas untuknya. Mas Gala bilang dia mencintai Lara, tetapi kenapa dia bisa berhari-hari tanpa menerima kabar dari Lara. Sedangkan Lara, sedetikpun tak bisa tidak mengingat Mas Gala. Tak mungkin tak ada waktu barang beberapa detik untuk membalas pesan Lara, satu kata saja.Dari semua ucapan tentang Mas Gala yang dilontarkan dari teman-temannya tak ada satupun yang mengatakan bahwa Mas Gala baik dan dia pantas untuk diperlakukan sedemikian istimewanya oleh Lara.Mungkin sebagian ucapan teman-temannya itu benar. Mas Gala memang salah pada beberapa hal, atau bisa jadi cintanya pada Lara tidak sebesar seperti apa yang selama ini dia gadang-gad
Mungkin hanya Lara yang bisa merasakan patah hati dan jatuh cinta sekaligus. Sekali waktu dia bisa menangis sejadi-jadinya, bahkan di tempat umum sekalipun saat mengingat kembali Mas Gala. Mereka tidak pernah lagi saling mengirim pesan setelah memutuskan untuk berpisah, rasanya seperti hampir gila menjalani hari-hari tanpa orang yang bahkan sebelumnya pun keberadaannya seperti tak ada. Entah jenis cinta macam apa yang melanda Lara ini.Namun di waktu lain, Lara merasakan sangat dimabuk cinta dengan Bentara. Hampir setiap hari mereka menghabiskan malam-malam panjang dengan saling menc*mbu. Lara tak pernah merasakan kenikmatan seperti yang Bentara suguhkan pada tubuhnya, pada hatinya. Bahkan jika dibandingkan dengan Gaga, yang merupakan orang pertama yang menyentuh Lara, Bentara jauh lebih baik dari segi apapun."Ra?" Gumam Bentara, di atas dada Lara."Ya?""Udah bisa sayang aku?" Tanyanya."Aku udah sayang kamu sejak kita makan cookies." Jawab Lara lalu tergelak."Kenapa nggak kentara
"Mau pakai baju?" Tanya Bentara, namun beberapa detik setelah kalimat itu terucap Bentara mengutuk dirinya sendiri karena mengajukan pertanyaan bodoh semacam itu."Iya." Jawab Lara. Lalu hendak memakai bajunya namun Bentara menyadari hal yang janggal."Sorry." Ucap Bentara lalu menyentuh br* yang Lara gunakan, "Ini basah, Ra, nggak dicopot aja?" Lanjutnya.Lara sama sekali tak terlihat keberatan saat Bentara menyentuh bagian itu."Tapi aku nggak ada gantinya." Jawab Lara, saat ini gadis itu tanpa malu-malu menatap wajah Bentara."Nggak apa-apa, dilepas aja nanti bajunya di download pakai sweater jeans aku yang tebal jadi nggak kentara." Ucap Bentara, meski nampak salah tingkah dia berusaha menatap kembali wajah Lara yang merona merah. "Dilepas, ya?" Ucapnya dengan lembut lalu mengusap-usap permukaan kulit di sekitar br* itu."Iya." Jawab Lara sambil mengangguk, napasnya sudah tidak beraturan.Tangan Bentara bergerak, membuka kait br* di punggung Lara. Sesuatu yang tadinya merekat kenc
"Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta pada Bentara?""Tidak, tidak! Tidak mungkin!""Tapi kenapa aku membiarkannya mencium tanganku?"Semua pertanyaan-pertanyaan itu dikeluarkan Lara untuk dirinya sendiri. Dia membanting tubuhnya di atas kasur, pikirannya melayang ke saat di mana Bentara mencium tangannya. Jantungnya kembali berdegup kencang, rasa bahagia terasa meluap-luap di dadanya. Itu pasti karena dia sudah jatuh cinta, kenyataan itu tidak mungkin lagi terbantahkan."Oh, apa yang aku lakukan, apakah ini sudah termasuk berkhianat?" Gumamnya.Lara langsung meraih ponselnya, dia segera mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Mas Gala, tak peduli pesan-pesan lamanya tak dibalas."I miss you, Mas. Kamu sebenarnya di mana?" Pesan itu terkirim ke nomor Mas Gala, dengan perasaan yang tak menentu Lara tetap menunggu balasan pesan itu. Lalu dia bertanya pada dirinya apakah isi pesan itu memang benar karena dia rindu, ataukah hanya rasa bersalahnya pada Mas Gala karena Lara telah berken
"Oh iya, hati-hati, ya. Jangan terlalu malam diantar pulangnya." Jawab ibu Lara."Iyaa tante."."Bu, Lara jalan dulu, ya.""Iya sayang."Mereka berdua kemudian memasuki mobil Bentara, lalu beranjak pergi. Ibu Lara baru menutup pintu rumahnya saat Lara dan Bentara sudah pergi."Kenapa tiba-tiba ngajakin ke luar?" Tanya Lara."Nggak apa-apa sih, cuman belum biasa aja." Jawab Bentara dengan jawaban yang menggantung."Belum biasa?" Tanya Lara."Belum biasa lama-lama nggak ngeliat kamu."Lara tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya diam dan memalingkan wajahnya ke luar jendela, berusaha menutupi pipinya yang memerah.Tak berselang lama akhirnya mereka tiba di kedai cookies yang dimaksud oleh Bentara."Yakin belum pernah ke sini?" Tanya Bentara saat mereka baru saja duduk di bangku pengunjung kedai itu."Belum." Lara menggelengkan kepalanya."Mau pesan apa dong?""Kamu aja yang pesenin, yang menurut kamu enak.""Siap, tunggu sini ya." Ucap Bentara lalu berdiri untuk memesan makanan.Tak lam
Bus itu mulai melaju, bergerak perlahan meninggalkan desa yang mengukir sejuta kenangan meski Lara hanya sejenak berada di sana. Lara selalu merasa bahwa ada sesuatu yang tertinggal meski sudah berkali-kali dia mengecek ulang barng-barangnya sebelum berangkat tadi, mungkin karena separuh hatinya sudah tertinggal dan menetap di desa itu selama-lamanya. Lara teringat akan seseorang yang membuatnya kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mulai mengetik sesuatu.“Mas Gala, kamu apakabar? Hari ini Lara pulang, Mas, pengaadian Lara di desa itu sudah selesai. Lara udah maafin kamu dan maaf karena Lara udah abaikan chat kamu berhari-hari. Lara mau perbaiki semuanya. Semoga setelah Lara udah nggak program relewan lagi, masalah-masalah yang muncul di hubungan kita selama aku program bisa mereda. Lara masih sayang, sangat sayang sama Mas Gala, tak ada yang berubah seperti pertama kali Lara jatuh cinta sama kamu.” Pesan itu dikirimkan ke nomor Mas Gala.Bersamaan dengan terkirimnya pesan it
"Buat Rachel, menurut aku kamu nggak pernah nyebelin, selalu baik. Buat Baham, kamu juga baik dan keliatan banget peduli sama semua orang di regu ini. Kalau Adrian, aku nggak tahu hal apa yang positif di kamu, tapi itu nggak bikin aku benci sama kamu meskipun kita sering berantem. Buat Bentara, please ya, lain kali kalo negur nggak usah pakai bentak-bentak. Kalau buat Jul, kamu jangan terlalu baik sama cewek soalnya cewek itu gampang baper." Tutup Aniya."Gila ya, unek-unek terpendam banget kayaknya, semua keburukan terkuak di sini." Cibir Adrian, "Tapi nggak apa-apa sih, bagus malah, Aniya yang paling jujur. Bisa dicontoh nih " Lanjutnya."Adrian, kamu tahu nggak sih no interupsi? Ya udah kayaknya dari tadi udah mau ngomong kan, silakan sekarang giliran kamu." Ujar Lara."Kalau aku sih nggak akan banyak ngomong, cuma mau berterima kasih sama memohon maaf sebanyak-banyaknya sama kalian semua." Ujar Adrian."Yee sekali nggak disuruh ngomong nyerocos terus sekali di suruh ngomong pelit
Waktu ternyata benar-benar tak terasa jika kita terus bercakap-cakap sepanjang perjalanan. Akhirnya mereka semua tiba di rumah Pak Sepuh pada pukul sebelas malam. Di desa Mandala, orang-orang tidak perlu mengunci pintu rumahnya karena desa itu aman dari maling. Karena itulah mereka semua tidak perlu repot-repot harus membangunkan Pak Sepuh dan Bu Marta untuk bisa masuk ke dalam rumah.Mereka segera membersihkan diri, meskipun sudah mencoba sekuat tenaga untuk tidak berisik agar tak mengganggu Pak Sepuh dan Bu Marta tapi akhirnya mereka berisik juga apalagi saat Aniya bertemu dengan Adrian dan saling berebut untuk mendahului masuk ke kamar mandi.Semua lelah seakan sudah mencapai puncaknya saat itu, sehingga mereka semua jatuh tertidur tak lama setelah badannya tersentuh kasur.Lara yang sudah hampir tertidur melirik ke arah ponselnya yang bergetar dan itu adalah panggilan dari Mas Gala. Dalam keadaan setengah sadar Lara mengambil ponselnya dan menyentuh tombol reject, lalu jatuh terti
Itu adalah destinasi terakhir dalam trip perpisahan mereka. Sebenarnya Bila sudah mengusulkan untuk menambah satu hari lagi karena masih banyak destinasi wisata lain di tempat itu yang belum mereka kunjungi. Tetapi Lara tak bisa lagi, tubuhnya sudah tidak kuat untuk menambah liburan yang melelahkan itu meskipun cuma satu hari.Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang saat itu ke desa Mandala. Saat mereka mulai beranjak, malam baru saja jatuh sempurna di belahan bumi tempat mereka berpijak."Pelan-pelan aja, guys. Jangan ada yang ngebut ya. Yang penting kita bisa sampai tujuan dengan selamat." Baham memberi instruksi kepada teman-temannya sebelum mereka berangkat.Di perjalanan pulang itu, mereka tidak selalu berada dalam jarak berdekatan seperti saat pergi. Itu karena semuanya sudah hafal jalan pulang tidak seperti saat mereka berangkat.Performa Aniya dalam berkendara semakin menurun. Dia beberapa kali hampir celaka, untung tak ada teman-temannya yang lain yang melihat selain Lara yan
Sesampainya di sana, nenek Adrian ternyata tidak ada di rumahnya. Beruntung waktu itu tante Adrian yang rumahnya bersebelahan dengan neneknya sedang berada di rumah. Jadi, mereka beristirahat dan memasak makan siang mereka di sana.Mereka di sambut dengan anj*ng yang terus menggonggong saat hendak masuk ke dalam rumah itu. Lara yang memiliki trauma dengan hewan itu karena pernah dikejar hingga tersungkur waktu kecil, menjadi sangat takut saat hendak masuk ke rumah tante Adrian. Lara terus-menerus meremas baju Aulia dari belakang."Ra, ambilin charger aku dong di motorku." Celetuk Bentara dengan entengnya, tentu saja Bentara tahu Lara takut dengan anj*ng dan dia ingin menggodanya."Dih, kenapa jadi aku yang disuruh." Jawab Lara."Bukan nyuruh, Ra. Aku minta tolong." Ujar Bentara."Aku takut keluar, Ben. Hp aku aja low juga tapi aku tapi nggak apa-apa dari pada aku harus ketemu anj*ng itu." Jawab Lara.Bentara tertawa terbahak-bahak dan dengan gemas dia mengacak-acak rambut Lara. Bila d