Lara melihat Jul berjalan menaiki anak tangga dengan mengendap-endap. Matanya awas menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan bahwa tak ada yang melihatnya. Namun, Lara yang bersembunyi di balik bunga-bunga yang berjejer tinggi itu luput dari pandang matanya. Lara melihatnya terus, sampai Jul masuk ke rumah lantai dua dan menutup pintunya."Nggak nyangka banget Jul kayak gitu." Gumam Lara pada dirinya sendiri.Lara berusaha menjernihkan pikiran dan bersikap seolah dia tidak melihat apa-apa. Setelah cukup tenang Lara kemudian beranjak dari tempat itu dan kembali menuju ke dapur. Pintu dapur yang semula tak terkunci itu, sekarang sudah terkunci."Tok tok tok, selamat pagi Bu Marta." Ucap Lara seraya mengetuk-ngetuk pintu itu.Tak lama berselang Bu Marta membukanya, /Lara langsung disuguhi senyuman manis wanita itu. Marta menggunakan baju mandi dan rambutnya masih basah."Eh, Nak Lara. Ada apa, nak?" Tanyanya."Lara boleh nggak bikin roti bakar, Bu." Tanya Lara dengan menonjolkan roti
"Loh kenapa kok minta maaf sama aku?" Lara kebingungan dengan obrolan teman-temannya."Katanya Catherine pernah ngembat jatah makan siang kamu." Jawab Bentara dengan terburu-buru, sepertinya dia berusaha menutup kegaduhan semalam dari Lara."Emang iya?" Lara memasang wajah polosnya."Emang jatah makanan kamu pernah hilang?" Tanya Adrian."Pernah, pas aku baru dua hari di sini." Jawab Lara."Nah, berarti iya bener." Ujar Bentara, "Iya kan, Cat?" Lanjutnya.Catherine tak menjawab, dia hanya tertawa terbahak-bahak dan Lara menganggap bahwa Catherine benar-benar mengambil jatah makanannya padahal yang terjadi sebenarnya saat itu, Aulia yang bertugas piket untuk memasak hari itu lupa membuatkan makanan untuk Lara, karena memang saat itu Lara baru saja dua hari berada di sana.Lara masih memasang wajah kebingungannya, sebenarnya dia tak percaya bahwa Chaterine yang mengambil jatahnya. Catherine memiliki postur tubuh yang kurus, dia juga tidak terlihat suka makan. Tetapi Catherine tidak meny
"Ya emang kenapa kalau udah punya istri?" Tanya Lara."Gila, mau jadi pelakor kamu?" Ujar Baham."Lah kenapa jadi pelakor sih?""Lah itu mau ngerebut suami orang.""Yee, bukan mau kenalan buat pacaran juga kali, Ham." Balas Lara."Terus?""Aku suka aja sama konsep warkopnya. Jadi penasaran pasti orangnya punya selera seni yang tinggi." Jelas Lara."Oh, gitu." Ujar Baham, "Baguslah kalau bukan mau jadi pelakor. Bikin malu aja kalau sampai ada anak program yang punya skandal sama warga desa." Lanjut Baham lalu terkekeh.Lara seketika terdiam mendengar kalimat Baham. Saat Baham mengucapkan kata "skandal" Lara langsung teringat kejadian antara Jul dan Bu Marta di dapur pagi tadi."Heh, kok bengong." Bentara mengetikkan jarinya di depan wajah yang sontak membuat gadis itu menyingkirkan lamunannya."Wah, jangan jangan kamu ada skandal sama Pak Sepuh lagi, Ra." Seloroh Baham."Apaan sih bercandanya kok gitu. Kualat baru tau rasa kamu, sesepuh desa kok digituin." Ujar Lara dengan serius."Ya,
“Jadi deal ya, kak?” Tanya Adrian.“Deal dong.” Jawab Kak Syafran.“Kalau pengerjaannya, gimana kak. Apa udah bisa dimulai besok, biar cepat jadi juga kan.” Tanya Jul.“Wah boleh sih, kalau saya terserah dari adik-adik.” Jawab Kak Syafran.“Kalau aku sih, kalau bisa secepatnya, ya. Karena warkopnya kan udah grand opening juga.” Ucap Lara.“Yaudah kalau gitu besok aja, ya, kak?” Tanya Baham pada Kak Syafran.“Sok atuh boleh kalau mau besok, ya besok aja.” Jawab Kak Syafran.“Yaudah guys, besok jangan ada yang tidur pagi lagi.” Ujar Baham“Siap, siap.” Jawab Adrian, meskipun esok harinya dia tetap mendengkur sampai pagi.***Keesokan harinya, setelah gagal berkali-kali membuat Adrian berhenti mendengkur dan bangun. Tanpa mandi, mereka bersepuluh berangkat ke warkop Kak Syafran. Dengan wajah yang masih mengantuk, Baham menguap berkali-kali.“Dingin banget.” Ujarnya. “Aku ngerokok nggak apa-apa nih?” Tanyanya lalu memandang ke arah para gadis.“Dih tumben izin. Biasanya langs
Setiap malam di awal-awal pernikahan mereka, Marta selalu melihat seorang lelaki tua yang melenguh di atasnya, wajahnya basah oleh keringat. Gerakan tubuhnya seakan-akan mencabik-cabik pangkal paha Marta. Sampai dia trauma dengan segala yang terjadi pada kehidupannya setelah menjadi istri dari pemuka desa.***Bu Marta mengantar suaminya sampai ke pagar rumah. Memandangi punggung tua renta yang bergetar saat laki-lakinya mengayuh sepeda hingga suaminya itu menghilang di kelokan jalan.Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Saat Bu Marta menoleh, dia langsing mengembangkan senyum manisnya."Eh, nak, Jul. Sudah bangun?" Sapa Bu Marta."Iya, Bu. Kebelet pipis, keran di atas ." Jawab Jul. "Saya izin ke kamar mandi ya, Bu." Lanjutnya."Eh, nak Jul pakai acara minta izin segala." Bu Marta tertawa kecil.Jul buru-buru masuk ke lantai bawah karena dia tidak kuat lagi menahan untuk membuang air kecil. Saat Jul selesai dan keluar dari kamar mandi, Bu Marta sedang m
"Ra, foto yang tadi mau dikirim pakai lewat chat aja ya, soalnya shareit sama bluetooth bluetooth dihp aku error " Tanya Bentara yang segera menghampiri Lara sesaat setelah mereka sampai di rumah."Iya." Jawab Lara dengan cuek tanpa menoleh ke arah Bentara sama sekali.Bentara tertegun sejenak mendapat perlakuan seperti itu, apakah itu semua karena Lara cemburu pada saat Bentara menggendong Bila? Jika benar Lara cemburu, Bentara bingung dia harus senang atau sedih karenanya.Lara duduk di tepi tempat tidur saat foto-fotonya yang dikirimkan oleh Bentara masuk berturut-turut ke ponselnya. Dia segera membukanya, lalu mengucapkan terima kasih lewat chat itu.Kemudian kirimkannya beberapa foto itu kepada Mas Gala. Tak lama kemudian, Mas Gala membalasnya."Bu guru yang cantik!""Makasih. Mas Gala jangan lupa makan." Balas Lara."Lara juga jangan lupa makan ya, sayang." Balas Mas Gala.Tak lama berselang sebuah panggilan dari nomor tak dikenal membuat Lara terpaksa mengakhiri obrolannya deng
Bila menatap tajam ke arah Bentara dan Lara yang sudah berada di atas motor dan bersiap untuk berangkat. Semua teman-temannya mengantarkan sampai ke halaman rumah."Hati-hati, bro." Ucap Adrian "Tapi balap-balap juga nggak apa-apa biar Lara ngerangkul." Lanjutnya lalu terkekeh.Lara hanya memasang tampang masam, dia sudah terbiasa dengan lelucon-lelucon yang dilontarkan teman-teman laki-lakinya di posko."Hati-hati, ya, Ra " Ujar Aulia."Iya, Aul. Jangan kangen, ya. Aku cuma sehari kok." Jawab Lara."Aul mah cuma perhatian sama Lara, aku nggak disuruh hati-hati." Celetuk Bentara."Kan tadi udah diucapin sama Adrian." Jawab Aulia.Baham tergelak mendengar itu."Sekarang Aul udah pinter ngejawab ya kalau digodain." Ucapnya."Iya, udah ada peningkatan." Sahut Jul.Aul seketika terdiam mendengar ocehan-ocehan itu."Harusnya nggak usah ditegur, Ham." Ujar Adrian, "Tuh liat dia mengkerut lagi." Lanjutnya lalu terkikik.Mereka semua tertawa, termasuk Pak Sepuh dan Bu Marta yang juga ada di h
“Kalian benar suami istri?” Tanya Pria itu, matanya penuh selidik.“Iya benar, Pak.” Jawab Bentara.Mereka terpaksa harus berbohong, dari pada mereka basah kuyup dengan sangat konyol karena harus menerjang badai. Toh, mereka juga tidak mungkin berbuat macam-macam di tempat itu.“Kalau begitu, tunjukkan KTP atau surat nikahnya.” Ujar Pria itu.Matilah! Batin Bentara.“Oh, iya, Pak, Sebentar, ya.” Ujar Lara dengan tenang, lalu membuka isi dompetnya. “Sayang, dompet aku nggak ada!” Pekik Lara.“Hah?” Bentara terlihat kebingungan, semua kekonyolan itu tidak dapat langsung dicerna oleh otaknya. Lara segera mencubit pinggangnya, agar sadar bahwa ini adalah bagian dari sandiwara “suami istri” mereka.“Kamu serius, sayang?” Ucap Bentara kemudian, sepertinya dia sudah mulai memahami skenario itu karena ekspresi wajahnya dibuat menjadi panik.“Iya ini nggak ada?” Jawab Lara sembari menunjukkan isi dompetnya.Lara kemudian mulai menangis dengan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan, atau
Mungkin hanya Lara yang bisa merasakan patah hati dan jatuh cinta sekaligus. Sekali waktu dia bisa menangis sejadi-jadinya, bahkan di tempat umum sekalipun saat mengingat kembali Mas Gala. Mereka tidak pernah lagi saling mengirim pesan setelah memutuskan untuk berpisah, rasanya seperti hampir gila menjalani hari-hari tanpa orang yang bahkan sebelumnya pun keberadaannya seperti tak ada. Entah jenis cinta macam apa yang melanda Lara ini.Namun di waktu lain, Lara merasakan sangat dimabuk cinta dengan Bentara. Hampir setiap hari mereka menghabiskan malam-malam panjang dengan saling menc*mbu. Lara tak pernah merasakan kenikmatan seperti yang Bentara suguhkan pada tubuhnya, pada hatinya. Bahkan jika dibandingkan dengan Gaga, yang merupakan orang pertama yang menyentuh Lara, Bentara jauh lebih baik dari segi apapun."Ra?" Gumam Bentara, di atas dada Lara."Ya?""Udah bisa sayang aku?" Tanyanya."Aku udah sayang kamu sejak kita makan cookies." Jawab Lara lalu tergelak."Kenapa nggak kentara
"Mau pakai baju?" Tanya Bentara, namun beberapa detik setelah kalimat itu terucap Bentara mengutuk dirinya sendiri karena mengajukan pertanyaan bodoh semacam itu."Iya." Jawab Lara. Lalu hendak memakai bajunya namun Bentara menyadari hal yang janggal."Sorry." Ucap Bentara lalu menyentuh br* yang Lara gunakan, "Ini basah, Ra, nggak dicopot aja?" Lanjutnya.Lara sama sekali tak terlihat keberatan saat Bentara menyentuh bagian itu."Tapi aku nggak ada gantinya." Jawab Lara, saat ini gadis itu tanpa malu-malu menatap wajah Bentara."Nggak apa-apa, dilepas aja nanti bajunya di download pakai sweater jeans aku yang tebal jadi nggak kentara." Ucap Bentara, meski nampak salah tingkah dia berusaha menatap kembali wajah Lara yang merona merah. "Dilepas, ya?" Ucapnya dengan lembut lalu mengusap-usap permukaan kulit di sekitar br* itu."Iya." Jawab Lara sambil mengangguk, napasnya sudah tidak beraturan.Tangan Bentara bergerak, membuka kait br* di punggung Lara. Sesuatu yang tadinya merekat kenc
"Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta pada Bentara?""Tidak, tidak! Tidak mungkin!""Tapi kenapa aku membiarkannya mencium tanganku?"Semua pertanyaan-pertanyaan itu dikeluarkan Lara untuk dirinya sendiri. Dia membanting tubuhnya di atas kasur, pikirannya melayang ke saat di mana Bentara mencium tangannya. Jantungnya kembali berdegup kencang, rasa bahagia terasa meluap-luap di dadanya. Itu pasti karena dia sudah jatuh cinta, kenyataan itu tidak mungkin lagi terbantahkan."Oh, apa yang aku lakukan, apakah ini sudah termasuk berkhianat?" Gumamnya.Lara langsung meraih ponselnya, dia segera mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Mas Gala, tak peduli pesan-pesan lamanya tak dibalas."I miss you, Mas. Kamu sebenarnya di mana?" Pesan itu terkirim ke nomor Mas Gala, dengan perasaan yang tak menentu Lara tetap menunggu balasan pesan itu. Lalu dia bertanya pada dirinya apakah isi pesan itu memang benar karena dia rindu, ataukah hanya rasa bersalahnya pada Mas Gala karena Lara telah berken
"Oh iya, hati-hati, ya. Jangan terlalu malam diantar pulangnya." Jawab ibu Lara."Iyaa tante."."Bu, Lara jalan dulu, ya.""Iya sayang."Mereka berdua kemudian memasuki mobil Bentara, lalu beranjak pergi. Ibu Lara baru menutup pintu rumahnya saat Lara dan Bentara sudah pergi."Kenapa tiba-tiba ngajakin ke luar?" Tanya Lara."Nggak apa-apa sih, cuman belum biasa aja." Jawab Bentara dengan jawaban yang menggantung."Belum biasa?" Tanya Lara."Belum biasa lama-lama nggak ngeliat kamu."Lara tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya diam dan memalingkan wajahnya ke luar jendela, berusaha menutupi pipinya yang memerah.Tak berselang lama akhirnya mereka tiba di kedai cookies yang dimaksud oleh Bentara."Yakin belum pernah ke sini?" Tanya Bentara saat mereka baru saja duduk di bangku pengunjung kedai itu."Belum." Lara menggelengkan kepalanya."Mau pesan apa dong?""Kamu aja yang pesenin, yang menurut kamu enak.""Siap, tunggu sini ya." Ucap Bentara lalu berdiri untuk memesan makanan.Tak lam
Bus itu mulai melaju, bergerak perlahan meninggalkan desa yang mengukir sejuta kenangan meski Lara hanya sejenak berada di sana. Lara selalu merasa bahwa ada sesuatu yang tertinggal meski sudah berkali-kali dia mengecek ulang barng-barangnya sebelum berangkat tadi, mungkin karena separuh hatinya sudah tertinggal dan menetap di desa itu selama-lamanya. Lara teringat akan seseorang yang membuatnya kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mulai mengetik sesuatu.“Mas Gala, kamu apakabar? Hari ini Lara pulang, Mas, pengaadian Lara di desa itu sudah selesai. Lara udah maafin kamu dan maaf karena Lara udah abaikan chat kamu berhari-hari. Lara mau perbaiki semuanya. Semoga setelah Lara udah nggak program relewan lagi, masalah-masalah yang muncul di hubungan kita selama aku program bisa mereda. Lara masih sayang, sangat sayang sama Mas Gala, tak ada yang berubah seperti pertama kali Lara jatuh cinta sama kamu.” Pesan itu dikirimkan ke nomor Mas Gala.Bersamaan dengan terkirimnya pesan it
"Buat Rachel, menurut aku kamu nggak pernah nyebelin, selalu baik. Buat Baham, kamu juga baik dan keliatan banget peduli sama semua orang di regu ini. Kalau Adrian, aku nggak tahu hal apa yang positif di kamu, tapi itu nggak bikin aku benci sama kamu meskipun kita sering berantem. Buat Bentara, please ya, lain kali kalo negur nggak usah pakai bentak-bentak. Kalau buat Jul, kamu jangan terlalu baik sama cewek soalnya cewek itu gampang baper." Tutup Aniya."Gila ya, unek-unek terpendam banget kayaknya, semua keburukan terkuak di sini." Cibir Adrian, "Tapi nggak apa-apa sih, bagus malah, Aniya yang paling jujur. Bisa dicontoh nih " Lanjutnya."Adrian, kamu tahu nggak sih no interupsi? Ya udah kayaknya dari tadi udah mau ngomong kan, silakan sekarang giliran kamu." Ujar Lara."Kalau aku sih nggak akan banyak ngomong, cuma mau berterima kasih sama memohon maaf sebanyak-banyaknya sama kalian semua." Ujar Adrian."Yee sekali nggak disuruh ngomong nyerocos terus sekali di suruh ngomong pelit
Waktu ternyata benar-benar tak terasa jika kita terus bercakap-cakap sepanjang perjalanan. Akhirnya mereka semua tiba di rumah Pak Sepuh pada pukul sebelas malam. Di desa Mandala, orang-orang tidak perlu mengunci pintu rumahnya karena desa itu aman dari maling. Karena itulah mereka semua tidak perlu repot-repot harus membangunkan Pak Sepuh dan Bu Marta untuk bisa masuk ke dalam rumah.Mereka segera membersihkan diri, meskipun sudah mencoba sekuat tenaga untuk tidak berisik agar tak mengganggu Pak Sepuh dan Bu Marta tapi akhirnya mereka berisik juga apalagi saat Aniya bertemu dengan Adrian dan saling berebut untuk mendahului masuk ke kamar mandi.Semua lelah seakan sudah mencapai puncaknya saat itu, sehingga mereka semua jatuh tertidur tak lama setelah badannya tersentuh kasur.Lara yang sudah hampir tertidur melirik ke arah ponselnya yang bergetar dan itu adalah panggilan dari Mas Gala. Dalam keadaan setengah sadar Lara mengambil ponselnya dan menyentuh tombol reject, lalu jatuh terti
Itu adalah destinasi terakhir dalam trip perpisahan mereka. Sebenarnya Bila sudah mengusulkan untuk menambah satu hari lagi karena masih banyak destinasi wisata lain di tempat itu yang belum mereka kunjungi. Tetapi Lara tak bisa lagi, tubuhnya sudah tidak kuat untuk menambah liburan yang melelahkan itu meskipun cuma satu hari.Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang saat itu ke desa Mandala. Saat mereka mulai beranjak, malam baru saja jatuh sempurna di belahan bumi tempat mereka berpijak."Pelan-pelan aja, guys. Jangan ada yang ngebut ya. Yang penting kita bisa sampai tujuan dengan selamat." Baham memberi instruksi kepada teman-temannya sebelum mereka berangkat.Di perjalanan pulang itu, mereka tidak selalu berada dalam jarak berdekatan seperti saat pergi. Itu karena semuanya sudah hafal jalan pulang tidak seperti saat mereka berangkat.Performa Aniya dalam berkendara semakin menurun. Dia beberapa kali hampir celaka, untung tak ada teman-temannya yang lain yang melihat selain Lara yan
Sesampainya di sana, nenek Adrian ternyata tidak ada di rumahnya. Beruntung waktu itu tante Adrian yang rumahnya bersebelahan dengan neneknya sedang berada di rumah. Jadi, mereka beristirahat dan memasak makan siang mereka di sana.Mereka di sambut dengan anj*ng yang terus menggonggong saat hendak masuk ke dalam rumah itu. Lara yang memiliki trauma dengan hewan itu karena pernah dikejar hingga tersungkur waktu kecil, menjadi sangat takut saat hendak masuk ke rumah tante Adrian. Lara terus-menerus meremas baju Aulia dari belakang."Ra, ambilin charger aku dong di motorku." Celetuk Bentara dengan entengnya, tentu saja Bentara tahu Lara takut dengan anj*ng dan dia ingin menggodanya."Dih, kenapa jadi aku yang disuruh." Jawab Lara."Bukan nyuruh, Ra. Aku minta tolong." Ujar Bentara."Aku takut keluar, Ben. Hp aku aja low juga tapi aku tapi nggak apa-apa dari pada aku harus ketemu anj*ng itu." Jawab Lara.Bentara tertawa terbahak-bahak dan dengan gemas dia mengacak-acak rambut Lara. Bila d