Musik underground yang diputar berulang kali memang hampir terdengar setiap malam di jalanan sepi. Hanya beberapa orang yang tertarik untuk menyaksikan penampilan orang-orang yang menunjukkan bakat mereka sembari memutar musik underground. Isinya hanya sekelompok pemuda seumuran anak SMA yang terkesan sangar dan berandalan. Jihyun sudah punya jadwal rutin mulai tahun ini. Ia rela pergi setiap bulan ke Daegu untuk menghadiri event tari. Kehidupan masa SMP membuatnya semakin sibuk.
Tapi entah kenapa, sejak pertama kali menginjakkan kaki di stasiun Daegu, Jihyun merasa sedikit tertarik dengan kota ini. Apalagi setelah matanya menangkap gemerlap lampu jalanan dan musik mengalun keras di tengah kota. Para rapper underground memulai aksi mereka di malam hari, menyajikan pertunjukkan sederhana yang cukup memikat. Namun sayang, karena malam ini yang berlalu-lalang kebanyakan para ibu dan anak mereka, pertunjukkan itu tampak sepi.
Jihyun masih berd
Pukul duabelas malam waktu Korea Selatan, Sunmi resmi debut dengan sebuah MV bertajuk Begin. Para remaja perempuan heboh di pagi hari, sadar bahwa beranda youtube mereka penuh dengan reaksi orang-orang terhadap MV milik Kim Sunmi. Semua orang tahu siapa itu Woody Seoul X, dan mendengar bahwa ia akan mendebutkan seorang juniornya, adalah sebuah kabar yang sangat bagus untuk para penggemar, dan juga sangat mengejutkan, mengingat proses panjang untuk debut di Korea Selatan adalah hal yang sulit. Sunmi sepertinya harus berterimakasih pada pemuda tinggi itu.Namun jauh dari perkiraannya, saat semua orang merayakan keberhasilan debutnya, hanya dalam hitungan jam semuanya akan berakhir."Kau sudah mencetak sesuai yang aku perintahkan?""Tenang saja, Bos. Ini tinggal dipublikasikan. Kapan kita akan memulainya?""Akan kita simpan untuk besok, jangan sampai gagal. Aku ingin mengungkap jati diri asli Dan T."
Pertemuan pertama Myungsuk dan Sunmi beberapa tahun yang lalu di musim dingin ....Stasiun kereta Busan selalu ramai setiap hari, menghidupkan atmosfirnya melalui langkah kaki orang-orang yang bersahutan. Dinginnya udara tidak pernah berhasil menghentikan para penumpang, mereka tetap datang dan pergi secara bergantian.Busan adalah kota yang ramai.Bruk."Ah, maaf!" Seorang remaja laki-laki berkacamata menghentikan langkahnya begitu mendengar bunyi benda jatuh di dekatnya. Ia menabrak seseorang hingga barang bawaannya berserakan.Remaja perempuan bermata besar yang ditabraknya hanya mengangguk kecil kemudian berjongkok, berusaha mengumpulkan kembali barang-barangnya yang jatuh. Si kacamata ikut berjongkok untuk membantunya. Dalam hitungan detik dahinya mengernyit begitu melihat benda-benda itu."Peralatan gambar, eh? Kau suka menggambar, ya?" Antusias te
"Seojin-noona, aku ingin kau mendengarkan ini." Hari itu Dantae bercerita dengan wajah berseri-seri di depan Seojin. Belum pernah ia melihat pria itu menatapnya dengan kedamaian. "Apa?" Ia menanggapinya pendek, tak lupa mematri senyum tipis yang membuat wajahnya terlihat makin cantik. Dantae mengedipkan sebelah matanya, lalu berkata, "Ini tentang seseorang yang berhasil menarik perhatianku sejak beberapa tahun ini." Oh, hal ini lagi. Seojin pernah diceritakan sebelumnya. Ia jelas bahagia karena Dantae akhirnya menemukan seseorang yang ia sukai. "Hm, pacarmu?" "Iya. Jangan khawatir, dia tahu soal penyakitku." Tak ada keraguan di wajahnya saat Dantae menjawab pertanyaan sederhana Seojin. Gantian wanita itu yang terlihat bingung, "Lalu?" Selanjutnya, ada jeda yang menahan jawaban lelaki di sebelahnya. Dantae tampak mengumpulkan keberaniannya sebelum me
"Dantae-hyung .…" Dantae mengenal jelas suara ini. Ingat betul bahwa pemilik suara baritone ini adalah penduduk Daegu, sama sepertinya. Myungsuk berdiri di depannya membawa sebuah plastik, sementara Dantae hanya mematai pemuda itu tanpa ekspresi di wajahnya. Entahlah apa yang ia lakukan hari ini. Sejak salju turun dengan lebat, ia memutuskan untuk keluar mencari Jihyun. Karena Dantae merasa aman, ia memberanikan dirinya pergi berjalan kaki di siang hari. Dantae tidak bodoh untuk membuat dirinya mati perlahan karena terkena sinar ultraviolet. Ia mati-matian menutupi seluruh tubuhnya, termasuk memakai masker dan sepatu boots tebal. Hanya karena sekarang musim dingin, bukan berarti Dantae bebas ke luar saat siang hari. Ia sengaja membebaskan dirinya hari ini. Membiarkan sepasang kakinya membawa tubuh berkeliling di sekitar kota, kemudian berhenti sejenak
Ini sudah memasuki waktu tidur bagi kebanyakan orang. Tapi tampaknya, dua insan yang kini terjebak dalam perasaan sesak masing-masing terlalu enggan untuk sekedar beranjak dari posisi duduk mereka. Jihyun diam mendengarkan keluh-kesah Dantae sejak tadi, tidak berani menyela perkataan kekasihnya sama sekali. Sudah cukup mengenai pertengkaran keduanya beberapa waktu yang lalu, seharusnya hari ini semuanya berakhir baik. Tidak perlu ada pertengkaran lagi di hari-hari berikutnya. Jihyun tidak perlu merasa lelah untuk waktu yang lebih lama karena terus menunggu Dantae hampir setiap malam dengan rasa khawatir yang berlebihan. Ia tidak perlu cemas lagi mengenai jadwal Dantae yang kian hari makin padat, seolah memperingatkan Jihyun bahwa kekasihnya benar-benar artis besar.Benar. Jihyun sudah tidak perlu mencemaskan semua hal itu lagi sekarang, karena Dantae sudah memintanya untuk berhenti. Tapi pada akhirnya, beginilah kisah mereka, tidak mampu mempertahankan sat
Myungsuk dan Hyerin sampai di SAS lebih awal dari perkiraan. Salahkan Myungsuk yang dengan seenaknya memberikan helm pada Hyerin dan memaksa gadis itu naik di atas motornya. Hyerin tidak mengerti kenapa seniornya bersikap seperti ini. Sejak pagi, ia terus memperhatikan wajah Myungsuk yang tampak kusut, dan Hyerin tahu bahwa pemuda itu sedang tidak baik-baik saja. Tapi ia tidak berani bertanya apapun. Karena baginya, menghormati privasi orang lain adalah hal utama.Keduanya berjalan menapakki koridor dengan langkah ringan, membiarkan pekikan histeris para siswi yang mulai memenuhi indra pendengaran masing-masing. Ah, itu pasti karena mereka melihat Myungsuk yang tinggi dan tampan. Saat masih sekolah, Hyerin juga cukup terkenal di kalangan teman-teman seangkatannya dan adik kelas. Banyak siswi yang mengagumi kecantikannya. Beberapa senior juga mulai meliriknya karena kemampuannya, tapi Hyerin tidak begitu ingat si
"Aku benar-benar melakukannya, Noona." Dantae memejam erat kedua matanya saat sapuan tangan Seojin mendarat di atas kepalanya. Wanita cantik itu menghembuskan nafas sambil menatap sedih ke arah Dantae."Kau yakin ini keputusan terbaikmu, Dantae-ya? Apa kau bersedia menerima kemungkinan yang akan terjadi setelah ini?" Seojin tahu Dantae bukanlah orang yang gegabah. Ia hanya tidak suka saat masalah serius menimpanya sementara orang yang ia cintai ikut menderita. Percayalah, Dantae hanya ingin Jihyun bahagia.Selimut yang menutupi tubuhnya disibak, membuat Seojin terperanjat dan membiarkan pria itu mengubah posisi sesukanya. Ia tahu Dantae lelah. Bahkan untuk sekedar tertidur saja, sekarang sangat sulit rasanya. Mereka menghabiskan berjam-jam di studio tanpa melakukan apapun—kecuali Seojin yang masih terpaku pada satu hal; menunggu Wooseok kembali—. Tidak pernah terlintas sedikit pun di otaknya untuk mendorong Dantae melakukan hal
Fix. Myungsuk merasa akan sakit malam ini. Salahnya sendiri pamit lebih dulu pada Hyerin dengan alasan masuk kuliah. Tentu saja Myungsuk berbohong. Ia hanya ingin menghindari Sunmi untuk kesekian kalinya di SAS. Masa bodoh dengan pertengkaran mereka tadi siang, Myungsuk sudah malas memikirkannya. Belum lagi, hujan deras yang tiba-tiba turun membuat tubuhnya basah kuyup. Sial, ini benar-benar hari yang buruk.Hingga waktu menunjukkan tepat pukul sepuluh malam pun, ia masih enggan pulang ke rumah. Myungsuk memilih menghabiskan malam dengan sisa bau hujan yang menempel di tubuhnya di pinggir sungai Han, kembali mengenang momen indah bersama Sunmi beberapa waktu lalu. Ralat, itu sama sekali bukan momen yang indah. Mereka bahkan sudah bertengkar saat itu."Myungsuk ...."Pemuda Daegu itu tersentak saat mendengar suara familiar yang
Hokkaido selalu bersalju. Namun, dinginnya gumpalan putih itu tak sedingin perasaan Jihyun sekarang. Ia merasa cemas, sangat cemas hingga tubuhnya nyaris mati rasa. Sudah berjam-jam ia menunggu di koridor rumah sakit. Orang-orang berlalu-lalang untuk mengurus keluarga mereka, atau sekedar menjenguk kerabat yang sangat. Beberapa yang datang menangis karena syok keluarganya menjadi korban kecelakaan, atau yang lebih buruk lagi; mereka menerima informasi bahwa orang yang mereka sayangi telah pergi untuk selama-lamanya."Bagaimana, Jihyun-ah ... apa sudah ada kabar dari dokter?"Jihyun mematai seorang pria berkacamata yang berusia sekitar tiga puluh tahunan di dekatnya. Sosok familiar itu adalah Lee Yunsung, kakak Dantae satu-satunya. Semalam kondisi Dantae sangat drop dan ia dibawa ke rumah sakit. Beruntung, Yunsung tinggal di Jepang dan bisa menemani adiknya di sini."Belum ada, Oppa. Aku sangat cemas, kenapa sampai sekarang
MyunsukHyunTetaplah bersama selamanya. Aku hanya punya kau.#KimMyungsukDisini #AkuBersamaDenganTemanku #IniKembaranku #AkujugamencintaimuJihyunSunmi tersenyum saat melihat notif di ponselnya. Myungsuk mengunggah sebuah foto tautan tangannya bersama seseorang yang ia yakini tangan Jihyun. Oh, melodrama macam apa ini? Bukankah pertemanan mereka hanya berisi komik dan hal-hal konyol lainnya? Sunmi terkekeh melihat itu."Wow, kau bahkan tidak menunjukkan raut marah saat melihat postingan ini." Daehyun menekan-nekan jari telunjuk kirinya di atas layar ponsel Sunmi. Tangan kanannya sudah penuh membawa beberapa kantung makanan."Tidak apa-apa, Daehyun-ah. Sudah kubilang mereka tidak akan macam-macam. Kalau kau mau, kita juga bisa mengunggah foto tangan kita yang sedang bergandengan."Daehyun memutar bola matanya. "Iya, iya. Terserah kau saja Sunmi-ya. Maaf aku tidak tertarik menggenggam t
Dantae berjalan menuju parkiran tempat show di Busan untuk mengambil mobilnya. Artis tidak perlu ragu memarkir di sana. Terlalu ramai di salon membuatnya mau tidak mau mengalah. Ia menyuruh pegawai salon itu memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana. Alhasil, karena ketiduran ia harus rela mengirim pesan pada Beomgyu kalau ia akan terlambat.Ia mengecek ponselnya berulang kali, memastikan bahwa Beomgyu tidak menghubunginya. Lantunan musik hiphop memenuhi area jalanan yang padat, namun tak sedikit orang yang memperhatikan layar besar itu. Poster dua rapper ternama terpampang besar di sana. Dantae memakai topi hitamnya, lalu menaikkan tudung mantel dan berjalan sambil tersenyum tipis. Konser awal tahunnya akan segera tiba.Terlalu mengabaikan sekeliling, Dantae terperanjat saat seseorang menabrak bahu kanannya. Ponsel yang dipegang sosok itu jatuh dan spontan Dantae menangkapnya. Ia bernafas lega."Maaf." Suara dingin Dantae t
"Wow, kau benar-benar menungguku di sini." Suara baritone yang sangat dikenalinya berhasil memecah lamunan mengenai kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu. Tentang hubungannya dan Jang Beomgyu yang sudah kandas. Jihyun tidak ingin menyalahkan siapapun lagi untuk semuanya, dia hanya—menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Myungsuk waktu itu.Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh menit saat ia asik tenggelam dalam lamunannya sendiri. Melupakan bahwa kedatangannya di tempat ini bukan untuk melamun, tapi bertemu dengan teman baiknya. Myungsuk melambai dari jarak dua meter dan mulai mengayunkan sepatunya ke arah Jihyun. Kursi Taman yang ia duduki sendiri mulai terasa lebih berat saat Myungsuk ikut duduk di sebelahnya, mematai dari samping."Hitam. Sudah kuduga ini cocok denganmu." Tangan pemuda Daegu itu beralih untuk menyentuh surai temannya yang berubah warna. Merah muda ke hitam. Ini tentu membuat Jihyun harus mengg
Malam hari menyapa, masih dengan cuaca yang membeku. Jihyun duduk sendirian di taman, menunggu Myungsuk menemuinya sebentar lagi. Hampir satu hari ia habiskan untuk pergi ke suatu tempat hari ini setelah mengacaukan semuanya. Walaupun Jihyun bilang ia tidak suka mengacaukannya, sosok bernama Jang Beomgyu itu tetap pergi dengan senyuman dan berkata bahwa semua ini bukanlah salah Jihyun.Namun, tetap saja ia cemas. Sebagai manusia yang berperasaan dan tidak ingin menyakiti orang lain, Jihyun benar-benar merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi di antara dirinya dan Kang Beomgyu."Seharusnya, dari awal aku mendengarkan Myungsuk. Harusnya aku tidak boleh memberi harapan pada Kang Beomgyu jika akhirnya aku melakukan itu untuk pelampiasan."Jihyun menunduk di bangku taman dengan perasaan gelisah yang memenuhi relung hatinya.****Beberapa jam sebelumnya.
"Oh, Wooseok?"Dantae membalas sapaan Wooseok lewat telepon pagi ini. Yang lebih muda menanyakan kenapa ia tidak mampir ke studio—walaupun ini tahun baru, dan tidak mengabarinya sejak kabur bersama Seojin semalam."Ah, Hyung. Kau di mana sekarang?" Dantae tahu saat kalimat itu terucap, Wooseok sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Seperti; Dantae sedang bersama Seojin, Dantae sedang bermesraan dengan Seojin, Dantae dan Seojin punya hubungan gelap. Dan hal-hal tidak masuk akal lainnya yang berkaitan dengan Seojin."Aku sedang di Busan, mengganti warna rambutku. Kau pasti tahu alasannya. Omong-omong Seojin-noona sudah mengatakan semuanya."Sebuah pertanyaan kembali dilontarkan Wooseok setelah Dantae menyelesaikan kalimatnya."Kapan kau ke Busan? Kau bisa mati kalau berkeliaran siang-siang begini. Dan, a-apa? Seojin-noona cerita padamu tentang sesuatu, Hyung?""Ck, jangan
Jang Beomgyu memasukan ponselnya ke dalam saku mantel saat ia selesai menghubungi Jihyun. Ini pekerjaan penting, jadi harus cepat dilakukan. Walaupun Beomgyu sedikit tidak mengerti kenapa Jihyun mau keluar rumah di cuaca dingin begini, karena sudah terlanjur, dia hanya membiarkannya.Sepatunya menciptakan bunyi saat menapak di lorong. Lantai tiga nomor seratus sepuluh. Beomgyu mencari kamar yang dimaksud Jihyun dengan seksama. Belum sampai langkahnya di depan pintu, suara asing memekik cukup keras dari pintu sebelah."Hyungnim, apa kau mencari Jihyun-ssi?" Beomgyu spontan menoleh pada sosok itu. Anak laki-laki dengan postur tinggi sedang bersandar di depan pintu rumahnya.Pria itu menyunggingkan sebuah senyum manis sebelum menanggapi ucapannya. "Ah, iya. Aku pacarnya Jihyun. Dia menyuruhku masuk duluan dan mengambil kunci di bawah pot bunga."Anak laki-laki tinggi itu bergeming. Matanya membulat di detik b
Jihyun menikmati sekaleng softdrink yang Wooseok berikan. Meneguknya dengan cepat tanpa memedulikan tatap heran yang dihadiahi di rapper padanya. Bunyi klontang nyaring dari kaleng minuman kosong yang dibuang ke sudut tempat sampah menemani larutnya malam tahun baru. Kembang api perlahan-lahan makin menghilang. Redupnya buyar menemani langkah kaki orang-orang yang kembali ke rumah mereka. Di jam segini, adalah hal gila jika kau menyebutnya sedang hangout bersama seseorang. Wooseok lebih suka menganggapnya—kebetulan."Kau putus dengan Dantae-hyung?" Satu kalimat tanya yang meluncur dari Wooseok membuat Jihyun jengah. Decakan terdengar setelah suara baritone itu berhasil menyelesaikan kalimatnya. Jihyun menoleh, mendapati Wooseok tengah menatap tak biasa ke arahnya, ia meremas kuat kaleng di tangannya."Berhenti menatapku seperti itu, Oppa!" Jihyun tidak suka ini. K
"Kau ini kenapa sebenarnya?" Jihyun menatap nyalang pada Dantae. Dahinya berkerut, "bukankah kau sendiri yang bilang agar aku tak mencarimu lagi? Lalu kenapa justru kau yang datang padaku!?"Dantae terkekeh mendengar ucapan mantan kekasihnya. "Haha, kau benar. Memang aneh. Jika seandainya keadaan berbalik. Misalnya kau yang meninggalkanku ... lalu aku yang merasa rindu, setidaknya itu terdengar lucu. Tapi—""Kau yang meninggalkanku, dan kau yang merasa rindu. Itu terlalu menggelikan, Dantae-ssi.""Kau benar.""Sudahlah, jangan pernah membahas ini lagi. Aku akan pulang!""Tunggu, Jihyun—""Lepaskan aku, Dantae-ssi! Kau seharusnya malu melakukan ini pada orang yang sudah kau buang."Dantae terkekeh mendengar ucapan Jihyun. Benar. Dia memang hanya seorang pria brengsek yang dengan mudah membuang Jihyun begitu saja. Tidak tahu terima kasih. Sudah p