Share

15. Celaka?

"Nyimas, bangun, Neng." Abah menepuk-nepuk bahu Sri yang tergeletak tak sadarkan diri dengan sebuah kujang di tangannya.

Abah yang menyadari kehadiranku pun menoleh ke belakang dengan tatapan sendunya. Lekas kulepaskan sorban yang sejak tadi bertengger di bahu dan memberikan pada Abah untuk menutupi Sri yang tergeletak tanpa kerudung.

"Cilaka, Ri," serunya lirih.

"Maksud Abah?" tanyaku tak paham.

Beliau menggeleng dengan pandangan tertunduk. "Bantu Abah membawa Nyimas dari sini," serunya mengalihkan pembicaraan.

Dengan ragu kuangkat tubuh mungil itu dalam dekapan dan membawanya keluar dari hutan. Tidak mungkin kubiarkan Abah yang menggendongnya. Beliau sudah sepuh, dan tenaganya pun sudah mulai berkurang.

Dalam hati kutegaskan jika ini hanya semata untuk menolong, bukan maksud lancang menyentuhnya yang bukan mahram. Memang diperbolehkan jika dalam keadaan genting seperti sekarang ini, tetapi tetap saja rasanya sangat canggung.

Kami bertiga pun tiba di tepi Perkampungan warga dan seger
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status