Share

kerjasama apa?

Sementara di luar sana ada Agatha yang memergoki mama nya ada di sini. “Sejak kapan di sini, Ma? Ada apa?”

“Mau bertemu denganmu, tapi kata sekretaris belum datang.” Jawab Emmy berusaha tenang.

“Ada perlu apa?” tanya Christopher curiga.

Belum sempat mama nya menjawab, ada panggilan masuk dari istri pura-puranya. “Sebentar, ma.”

“Halo, ada apa, sayang?” tanya Christopher membuat Agatha kaget dengan panggilan tersebut.

“Sa-sayang?” tanyanya mengulang kalimat itu dengan nada tidak percaya.

“Mama ada di sini, mau bicara apa? Atau kita ketemu di ruangan saja, ya…” jawab Christopher berusaha memberi kode kepada istrinya yang kebetulan langsung paham.

“Tidak usah! Pekerjaanku menumpuk, ada yang ingin aku bicarakan mengenai kita.” Tolak Agatha.

“Katakan saja,” jawab Christopher sembari melirik mamanya.

“Teman kerjaku yang bernama Eny, sepertinya mengetahui sesuatu tentang kita, sejak kedatanganku, dia terus menyindir dengan mengatakan jika aku sudah menikah dengan sesama pegawai sini.” Jawab Agatha membuat Christopher geram dan seketika melirik ke arah mamanya dengan tatapan tajam.

“Apa jangan-jangan, mama yang memberitahukannya? Atau bisa saja mama meminta Eny untuk mengorek informasi?” batinnya menduga-duga dan terus menatap mamahnya dengan tajam.

Setelah panggilan terputus, dirinya langsung mengajak Emmy menuju ruang kerjanya. “Sial! Aku kurang cepat!” batin Emmy kesal, ingin menolak tapi takut membuat anaknya curiga.

Setibanya di ruang kerja, tanpa basa-basi, Christopher langsung menanyakan, “Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, tapi tolong, mama jawab jujur.” Suasana mendadak tegang karena ucapannya yang terdengar serius.

Lalu, Emmy memberi waktu kepada anaknya untuk mengeluarkan apa yang ingin ditanyakan, meskipun di dalam hati suasananya tengah deg-degan lantaran ketahuan Christopher berada di sini.

Christopher terus mendesaknya untuk jujur, apa tujuannya datang ke sini. Namun, Emmy selalu beralasan jika hanya ingin bertemu dengan anaknya saja, tidak lebih.

“Tolong, jangan berbohong, Mah!” ucap Christopher menatap dengan tajam.

“Tidak ada untungnya juga berbohong, bagaimana keadaan perusahaan? Apakah mengalami kemajuan yang signifikan? Wajar, jika orang tua menanyakan bagaimana bisnis anaknya.” jawab Emmy selalu bisa lolos dari kecurigaan anaknya.

“Perusahaan sangat baik bahkan banyak tander besar yang masuk. Rasanya, tidak perlu khawatir sampai segininya, Mah.” jawab Christopher masih tersisa rasa curiga, terlebih, mamahnya terkadang menampakkan gestur tidak nyaman.

“Baguslah, senang mendengarnya, kalau begitu, mamah pulang dulu.” pamit Emma.

Bukannya membiarkan orang tuanya pulang, justru, Christopher menahan supaya tetap berada di sini. Sejak tadi, dirinya sudah berusaha untuk bersikap percaya kepada semua ucapan mamahnya. “Tunggu dulu! Ada hubungan apa antara mamah dengan salah satu karyawanku?”

Emma yang mendengar pertanyaan anaknya, langsung seketika terdiam beberapa saat sambil memikirkan alasan yang tepat, meskipun dalam hati, dirinya bertanya-tanya, darimana anaknya tau?

“Kenapa menanyakan hal seperti itu? Hubungan apa yang kamu maksud, Christopher?” tanya Emma pura-pura tidak tau.

“Hubungan kerja sama, misalnya....” sindir Christopher semakin terlihat jelas wajah cemas mamahnya. “Benar dugaanku, ada sesuatu yang tengah direncanakan,” batinnya.

“Kerja sama? Tidak ada, di sini semuanya karyawanmu, untuk apa mamah melakukan kerja sama? Kayak mamah gak punya karyawan saja!” protes Emma.

“Bukan kerja sama dalam hal bisnis, melainkan sebuah strategi, misalnya.” sindir Christopher lagi.

“Tidak ada, jangan asal menuduh jika tidak ada buktinya! Mamah tersinggung!” protes Emma.

“Rasanya aneh saja, mengapa pagi hari sekali sudah tiba di sini dan posisinya habis dari kantorku? Jika memang mencariku untuk menanyakan perkembangan perusahaan, seharusnya, mamah tetap menunggu di ruang kerjaku.” desak Christopher.

“Terserah! Jika tidak ada bukti, jangan menuduh! Mamah tidak menyangka, setelah menikah dengan wanita itu, sifatmu jauh berbeda!” keluh Emma ingin beranjak pergi.

Christopher tidak bisa menghentikan langkah kaki orang tuanya, lantaran, apa yang dikatakan memang benar, jika dirinya memang belum memiliki bukti yang cukup. Semua masih dalam praduga saja, tapi, rasanya memang nyata.

Sedangkan Emma, setelah keluar dari kantor anaknya yang menjulang tinggi, perasaannya sangat lega dan seperti terbebas dari cengkraman binatang buas. Berulang kali mengucap syukur dan mengatur pernafasannya.

“Jika terlalu lama di dalam, yang ada semuanya bakal terbongkar karena jangan sampai membuat anakku curiga.” gumamnya lalu memerintahkan supir pribadi untuk pulang. Rasanya pusing sekali habis menghadapi anaknya yang semakin kritis.

Lalu, Christopher menghubungi Agatha melalui sambungan telepon kantor.

Halo, selamat pagi, dengan Agatha Cecillia Cameron di sini, ada yang bisa saya bantu?

Agatha, ini aku, Christopher.

Oh, ada apa, Tuan?

Aku ingin mengatakan sesuatu, sepertinya, apa yang menjadi praduga kita memang benar, jika mamahku tengah bekerja sama dengan salah satu karyawan di sini. Soalnya, ketika aku tanya, ekspresi cemas sangat terlihat dalam gesturnya.

Lalu, apa yang harus kita lakukan, Tuan?

Belum sempat suaminya menjawab, panggilan sudah terputus karena ada Rebecca yang tiba-tiba datang. “Mau apa lagi, hmm?” tanyanya ketus.

“Tentu saja karena rindu padamu,” jawab Rebecca begitu mudahnya, tanpa ada rasa malu sama sekali.

“Maaf, lebih baik pulang, aku lagi badmood!” usir Christopher malas menanggapi perempuan seperti yang ada di depannya. Sudah berulang kali ditolak dan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, masih saja mengejar.

“Jahat sekali, aku sudah jauh-jauh datang kemari.” protes Rebecca hendak mendekati pria idamannya.

“Tetap di situ!” pekik Christopher sangat tegas, lalu tangannya menekan telepon yang terhubung ke Agatha. Tanpa menunggu lama, sekretaris sekaligus istri pura-puranya sudah tiba.

Awalnya, Agatha terkejut melihat Rebecca datang, terlebih menggunakan pakaian yang sangat tidak sopan. “Sengaja menggoda?” sindirnya dengan tatapan sinis.

“Cuaca panas! Tidak mungkin aku menggunakan sweeter!” jawab Rebecca tak kalah ketus.

“Masih banyak model pakaian lain yang lebih pantas digunakan, memang sengaja saja menggunakan model seperti itu untuk menggoda bos saya.” tebak Agatha.

“Jaga ucapanmu! Mau saya menggoda atau tidak, itu bukan urusanmu! Di sini kamu hanya karyawan, jadi, lebih baik kerja yang becus!” pekik Rebecca emosi, tangannya hampir menampar pipi Agatha namun ada tangan lain yang mencegahnya.

“Berani sekali ingin melukainya!” ucap Christopher penuh penekanan sembari menghempaskan tangan Rebecca kasar.

“Pergi sendiri atau aku panggilkan sekuriti!” gertaknya tidak main-main.

Rebecca hanya terdiam sembari terus menatap Agatha dengan sangat tajam, dadanya bergemuruh lantaran sangat emosi. Melihat itu, membuat Agatha justru merasa heran.

“Ada apa terus menatap saya seperti itu? Tersinggung?” tanya Agatha tersenyum miring.

“Apa perkataanku kurang jelas, Rebecca!” pekik Christopher dengan suara lebih meninggi.

“Kalian semua menyebalkan!” umpat Rebecca lalu keluar dari ruangan Christopher dengan perasaan yang sangat amat marah.

Setelah situasi mulai kondusif, akhirnya Agatha bertanya, “Ada apa memanggil saya, Tuan?”

“Bukan masalah pekerjaan, melainkan aku ingin kamu mengurusi Rebecca supaya segera pergi dari sini, muak rasanya melihat kedatangannya yang tiba-tiba.” jawab Christopher.

“Anda pria yang lemah dan kurang tegas!” cibir Agatha membuat Chritsopher tersinggung.

Dengan sekali gerak, sudah mampu mengunci tubuh istrinya di pojok tembok, yang membuat Agatha tidak bisa lolos dari sisi manapun. Jantungnya berdegup sangat kencang, karena tatapan suaminya sangatlah tajam dan menakutkan. “Apa yang kamu katakan?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status