Share

Membencinya

Penulis: Maulana Hani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-16 13:07:11

Nohan sudah kembali tidur di brankarnya, setelah tadi perawat menyuntikan obat tidur, lantaran Nohan meraung-raung tak terkendali.

"Maafkan aku, Nohan!" kata Ibu Nohan mengusap wajah putranya penuh sayang, "Maaf, maaf karena aku kau jadi begini, Nohan! Maafkan aku," lanjutnya sembari menggenggam tangan kanan Nohan.

Ia menatap wajah putra satu-satunya itu, ia menatapnya lama. Sampai bayang-bayang lelaki di masa lalunya berkelebat--Ayah Nohan.

Ibu Nohan makin menangis sesenggukkan, menyadari ia telah salah memisahkan mereka berdua; Nohan dan ayahnya.

Aku bukan hanya gagal menjadi Ibu, tapi aku telah menjadi penjahat, aku begitu jahat telah memisahkan Nohan dengan Dama ayahnya. Aku bahkan telah menyakiti Dama begitu dalam, aku terlalu egois, hingga tanpa sadar menyakiti kalian berdua, memisahkan kalian berdua. Batin Ibu Nohan memandangi Nohan dengan air mata, yang membasahi wajahnya. Tangannya terulur kembali mengusap wajah damai Nohan, lalu tangisnya kembali mengeras ketika mengusap
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Thirty Days   Aku Membencimu Sungguh

    Nohan menoleh, dan matanya seketika memicing tajam melihat siapa, yang berdiri di sebelah ibunya. Berani-beraninya dia datang menjengukku. Batin Nohan merasa kesal luar biasa. "Nohan?" panggil ibunya dengan suara lembut.Nohan tak mengindahkan panggilan itu, tatapan tajamnya tak mau sekadar mengalih dari sosok lelaki, yang berdiri di sebelah ibunya dengan senyum hangat mengembang. Sungguh aku membencimu, kau telah membuat ayahku pergi. Karena ayahku pergi dari hidupku, karenamu ayahku hilang tak bisa ditemukan. Aku membencimu, karena kau merebut ibuku, aku membencimu karena kau menciptakan jarak antara Ayah dan ibuku. Kau penjahat. Batin Nohan dengan kedua tangan terkepal erat. "Aku tidak mau melihatnya! Aku membencinya!" sentak Nohan masih memandang lelaki paruhbaya, yang sudah lama ia benci. Nohan membenci lelaki itu, hingga tiap pulang ke rumah. Ia tidak pernah menganggapnya ada, bahkan dalam dunia yang ia buat sendiri. Ia menciptakan bahwa di rumah hanya ada ia dan ibunya, sem

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-18
  • Thirty Days   Seven Day

    Hari berikutnya Nohan sudah pulang ke rumah, ia tak lagi tinggal di rumah Paman Khamdi. Ia sadar selalu merepotkannya, dan memilih kembali saja ke rumah. Pagi ini Nohan sudah bersiap untuk kembali ke sekolah, hal yang sejak lama telah ia benci. Nohan tidak suka sekolah, ia benci tempat itu, apalagi tiap ke sekolah hal mengerikan selalu terjadi padanya; Jay, Jio, Ray, dan Ren akan datang mengganggunya, membuat hidupnya terasa mengerikan, dan membuatnya ingin lekas pergi dari dunia. Nohan keluar dari kamarnya, ia melongok ke sekitar dan benar saja di meja makan, ada ibunya dan sosok lelaki yang ia benci. Nyatanya Nohan sudah sedikit pulih, ia mulai bisa sedikit membedakan mana yang nyata, mana yang berupa khayalannya. Saat ini di depannya ia melihat ibunya tersenyum tipis, pada lelaki paruhbaya yang bagi Nohan adalah penyebab ayahnya pergi. "Aku pergi! Selamat pagi!" kata Nohan dan benar saja ia segera melengang pergi keluar rumah. "Nohan!" panggil Ibu Nohan yang dikiranya takkan d

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-19
  • Thirty Days   Eight Day

    Pagi ini Nohan sengaja berangkat lebih awal ke sekolah, ia tidak mau berlama-lama di rumah. Apalagi setelah kejadian kemarin, saat ibunya menamparnya hanya demi Amand. Sosok yang membuat Nohan dianggap anti sosial, bahkan psikopat. Yang akhirnya membuatnya dijauhi teman-teman. Ternyata Amand pulang ke rumah, ia bilang ingin menemui Nohan. Ya kemarin monster mengerikan itu mengatakan hal itu, dasar si tukang manipulatif. Nohan membenci Amand, melebihi ia benci pada dirinya sendiri. Sungguh. Tetapi Nohan pindah sekolah saat kelas satu SMA semester pertama, ia sudah tak mau satu kelas ataupun satu sekolah dengan Amand. Dan akhirnya di sekolah baru pun Nohan tak bisa mendapat teman, lantaran hal-hal buruk tentangnya telah disebarkan oleh Amand melalui berita. Ya Amand sengaja mengundang para wartawan, kala hari di mana Nohan keluar dari ruang psikoterapi di salah satu rumah sakit jiwa di kota ini, bahkan saat keluar dari sana. Amand sengaja menggandeng tangan Nohan, lalu mengangkatnya d

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-19
  • Thirty Days   Akhirnya Kau Lenyap

    Entah siapa yang mengetuk pintu, tetapi setelah sesosok lelaki paruhbaya yang amat Nohan kenali masuk. Saat itu juga Nohan menyadari ada hal yang tak beres, dan benar saja sosok yang amat ia benci muncul dari pintu. Sosok itu tersenyum amat lebar, seolah menyapa Nohan dengan keramah-tamahannya. Nohan mendecih dalam hati, entah apa yang dilakukan manusia ini di sekolahannya.Amand dan sopirnya. Ya saudara tirinya itu entah mau apa datang kemari, atau jangan-jangan ia mau pindah ke sekolah ini? Hahah ... Nohan tertawa dalam hati. Memang sungguh sial hidupnya, sial dan makin sial saja saat ia tak bisa bertindak kala Amand mengejeknya, melalui ekspresi wajah. Mr. Adam menatap Nohan, ia tahu Amand mana yang tadi dikatakan Nohan. Tentu saja hanya ada satu Amand, yaitu Amand si putra kandung Mr. Pram, orang penting di pemerintahan kota ini. "Baiklah, Nohan! Kau sudah selesai, jadi kau bisa pergi! Dan hati-hatilah, Nak!" kata Mr. Adam yang menyadari ada aura permusuhan, di antara kedua re

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-19
  • Thirty Days   Nine Day

    Hari berikutnya Nohan sudah bersiap ke sekolah, tetapi ia berhenti begitu saja kala suara Amand terdengar memanggilnya. "Nohan!""Kenapa?" tanya Nohan menatap Amand, yang kali ini memakai seragam persis miliknya. "Kau tidak mau berangkat bersama?" ajaknya dengan wajah sok baik. Nohan mendecih dalam hati, menjjikan sekali orang-orang macam ini. "Kenapa? Kenapa aku harus berangkat bersamamu? Apa kau pikir aku tidak tahu jalan ke sekolah? Atau kau yang tidak tahu?" cerca Nohan menatap kesal Amand. Amand terkekeh masam, "Kau ini sangat tidak tahu diri ya? Kau bersekolah di sana menggunakan uang ayahku, kalau kau lupa, Nohan! Dasar Ansos tidak tahu diri!" ejek Amand dengan mata tajam menatap Nohan. "Jangan banyak omong! Kalau kau mau ke sekolah, silahkan pergi saja sendiri! Jangan mengajakku, aku sudah hapal jalannya. Dan tidak akan terlambat meski tidak semobil denganmu!" tegas Nohan dan menubruk bahu Amand, yang mengahalangi jalan keluarnya. Amand tersenyum menyeringai, "Rupanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-20
  • Thirty Days   Ten Day

    Nohan membaca tulisan ayahnya, tentang betapa terlukanya lelaki paruh baya itu. "Kukira aku sudah berusaha menjadi lelaki yang baik, lelaki yang pengertian! Tapi ternyata aku tetaplah lelaki pecundang di matamu, kau memilih dia. Memilih pergi dengannya, sungguh hatiku terasa diiris-iris sembilu, kala melihatmu memeluk lengannya, mengatakan bahwa kau memilihnya. Mencintainya." Nohan berhenti membaca, dan sadar bahwa mungkin Nohan harus melenyapkan semua orang, yang telah jadi penyebab luka ayahnya. Ya Nohan harus melakukannya. "Aku tidak bisa berharap apa-apa lagi jika begitu, maka aku harus melenyapkan perasaanku padanya. Aku cukup berhasil, hatiku sudah tak terlalu sakit tiap melihatnya memeluk lengannya, atau tersenyum bersamanya. Tapi hatiku terasa sakit luar biasa, bahkan ini jauh lebih sakit dari pada saat aku melihatnya bersama lelaki itu. Dia mencegahku menemui Nohan, dia bahkan melarangku hanya untuk sekadar menyapanya lewat telepon, dia menjauhkanku darinya. Padahal Nohan a

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23
  • Thirty Days   Epilog

    Nohan sengaja tidak pulang setelah berhasil melenyapkan sosok-sosok alter ego dalam dirinya. Nohan masih duduk di depan ruko, ia memandangi langit yang kembali bersinar. Sialnya Nohan bahkan belum benar-benar merasa hidup normal, ia tahu ia masih harus melenyapkan dua orang itu. Orang yang telah menyebabkan ayahnya pergi, ayahnya pergi bersama luka yang belum sempat disembuhkan. Nohan akan membuat mereka menyadari, bahwa menyakiti harus dibalas dengan menyakiti. Bahwa rasa sakit yang diterima ayahnya, juga harus dirasakan oleh mereka. Ya harus begitu. Nohan memilih bangkit dari posisi duduknya, segera ia memasukkan buku milik ayahnya ke dalam tas, berikutnya ia menggendong tasnya, dan berjalan keluar dari gang kumuh nan mengerikan itu. Nohan berlari agar ia bisa cepat sampai di rumah, ia akan berganti pakaian dan setelahnya ia harus menemui Mr. Pram. Ya apapun itu, ia harus menemui ayah sambungnya, yang siang ini pasti tengah berada di salah satu ruangan di gedung pemerintahan. Noh

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-28
  • Thirty Days   Prolog

    "Kau tahu apa? Kita bahkan belum mengeceknya!""Aku tahu kau sudah disuntik oleh Mr. Pram, jadi bertingkah seolah kau baik-baik saja!" balas seorang perempuan sembari membawa bayi lelaki, yang terlelap damai. "Lalu apa maumu?" tanya si lelaki dengan wajah frustrasi. "Kita bercerai!"Si lelaki membuat frustrasi mendengar penuturan perempuan di hadapannya. "Semudah itu?""Kau apa? Aku juga sudah menyiapkannya matang-matang, dan inilah yang terbaik! Aku tidak bisa mengorbankan Nohan untuk dekat dengan pikirmu!"Si lelaki mencoba mendekat pada perempuan barusan. "Berhenti! Kau bukan disuntik seperti biasanya! Kau disuntik darah HIV, jadi kumohon pergi dari sini, dan jangan pernah mencoba mendekati Nohan!"Malam itu si lelaki pada akhirnya mengalah, memutuskan untuk pergi dari rumah. Meninggalkan istri dan anaknya. Bertahun-tahun berlalu, si bayi lelaki telah tumbuh jadi remaja lelaki. Buhhh...Seorang remaja lelaki yang tengah berjalan menuju kantin, tiba-tiba saja ditonjok oleh ses

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-24

Bab terbaru

  • Thirty Days   Epilog

    Nohan sengaja tidak pulang setelah berhasil melenyapkan sosok-sosok alter ego dalam dirinya. Nohan masih duduk di depan ruko, ia memandangi langit yang kembali bersinar. Sialnya Nohan bahkan belum benar-benar merasa hidup normal, ia tahu ia masih harus melenyapkan dua orang itu. Orang yang telah menyebabkan ayahnya pergi, ayahnya pergi bersama luka yang belum sempat disembuhkan. Nohan akan membuat mereka menyadari, bahwa menyakiti harus dibalas dengan menyakiti. Bahwa rasa sakit yang diterima ayahnya, juga harus dirasakan oleh mereka. Ya harus begitu. Nohan memilih bangkit dari posisi duduknya, segera ia memasukkan buku milik ayahnya ke dalam tas, berikutnya ia menggendong tasnya, dan berjalan keluar dari gang kumuh nan mengerikan itu. Nohan berlari agar ia bisa cepat sampai di rumah, ia akan berganti pakaian dan setelahnya ia harus menemui Mr. Pram. Ya apapun itu, ia harus menemui ayah sambungnya, yang siang ini pasti tengah berada di salah satu ruangan di gedung pemerintahan. Noh

  • Thirty Days   Ten Day

    Nohan membaca tulisan ayahnya, tentang betapa terlukanya lelaki paruh baya itu. "Kukira aku sudah berusaha menjadi lelaki yang baik, lelaki yang pengertian! Tapi ternyata aku tetaplah lelaki pecundang di matamu, kau memilih dia. Memilih pergi dengannya, sungguh hatiku terasa diiris-iris sembilu, kala melihatmu memeluk lengannya, mengatakan bahwa kau memilihnya. Mencintainya." Nohan berhenti membaca, dan sadar bahwa mungkin Nohan harus melenyapkan semua orang, yang telah jadi penyebab luka ayahnya. Ya Nohan harus melakukannya. "Aku tidak bisa berharap apa-apa lagi jika begitu, maka aku harus melenyapkan perasaanku padanya. Aku cukup berhasil, hatiku sudah tak terlalu sakit tiap melihatnya memeluk lengannya, atau tersenyum bersamanya. Tapi hatiku terasa sakit luar biasa, bahkan ini jauh lebih sakit dari pada saat aku melihatnya bersama lelaki itu. Dia mencegahku menemui Nohan, dia bahkan melarangku hanya untuk sekadar menyapanya lewat telepon, dia menjauhkanku darinya. Padahal Nohan a

  • Thirty Days   Nine Day

    Hari berikutnya Nohan sudah bersiap ke sekolah, tetapi ia berhenti begitu saja kala suara Amand terdengar memanggilnya. "Nohan!""Kenapa?" tanya Nohan menatap Amand, yang kali ini memakai seragam persis miliknya. "Kau tidak mau berangkat bersama?" ajaknya dengan wajah sok baik. Nohan mendecih dalam hati, menjjikan sekali orang-orang macam ini. "Kenapa? Kenapa aku harus berangkat bersamamu? Apa kau pikir aku tidak tahu jalan ke sekolah? Atau kau yang tidak tahu?" cerca Nohan menatap kesal Amand. Amand terkekeh masam, "Kau ini sangat tidak tahu diri ya? Kau bersekolah di sana menggunakan uang ayahku, kalau kau lupa, Nohan! Dasar Ansos tidak tahu diri!" ejek Amand dengan mata tajam menatap Nohan. "Jangan banyak omong! Kalau kau mau ke sekolah, silahkan pergi saja sendiri! Jangan mengajakku, aku sudah hapal jalannya. Dan tidak akan terlambat meski tidak semobil denganmu!" tegas Nohan dan menubruk bahu Amand, yang mengahalangi jalan keluarnya. Amand tersenyum menyeringai, "Rupanya

  • Thirty Days   Akhirnya Kau Lenyap

    Entah siapa yang mengetuk pintu, tetapi setelah sesosok lelaki paruhbaya yang amat Nohan kenali masuk. Saat itu juga Nohan menyadari ada hal yang tak beres, dan benar saja sosok yang amat ia benci muncul dari pintu. Sosok itu tersenyum amat lebar, seolah menyapa Nohan dengan keramah-tamahannya. Nohan mendecih dalam hati, entah apa yang dilakukan manusia ini di sekolahannya.Amand dan sopirnya. Ya saudara tirinya itu entah mau apa datang kemari, atau jangan-jangan ia mau pindah ke sekolah ini? Hahah ... Nohan tertawa dalam hati. Memang sungguh sial hidupnya, sial dan makin sial saja saat ia tak bisa bertindak kala Amand mengejeknya, melalui ekspresi wajah. Mr. Adam menatap Nohan, ia tahu Amand mana yang tadi dikatakan Nohan. Tentu saja hanya ada satu Amand, yaitu Amand si putra kandung Mr. Pram, orang penting di pemerintahan kota ini. "Baiklah, Nohan! Kau sudah selesai, jadi kau bisa pergi! Dan hati-hatilah, Nak!" kata Mr. Adam yang menyadari ada aura permusuhan, di antara kedua re

  • Thirty Days   Eight Day

    Pagi ini Nohan sengaja berangkat lebih awal ke sekolah, ia tidak mau berlama-lama di rumah. Apalagi setelah kejadian kemarin, saat ibunya menamparnya hanya demi Amand. Sosok yang membuat Nohan dianggap anti sosial, bahkan psikopat. Yang akhirnya membuatnya dijauhi teman-teman. Ternyata Amand pulang ke rumah, ia bilang ingin menemui Nohan. Ya kemarin monster mengerikan itu mengatakan hal itu, dasar si tukang manipulatif. Nohan membenci Amand, melebihi ia benci pada dirinya sendiri. Sungguh. Tetapi Nohan pindah sekolah saat kelas satu SMA semester pertama, ia sudah tak mau satu kelas ataupun satu sekolah dengan Amand. Dan akhirnya di sekolah baru pun Nohan tak bisa mendapat teman, lantaran hal-hal buruk tentangnya telah disebarkan oleh Amand melalui berita. Ya Amand sengaja mengundang para wartawan, kala hari di mana Nohan keluar dari ruang psikoterapi di salah satu rumah sakit jiwa di kota ini, bahkan saat keluar dari sana. Amand sengaja menggandeng tangan Nohan, lalu mengangkatnya d

  • Thirty Days   Seven Day

    Hari berikutnya Nohan sudah pulang ke rumah, ia tak lagi tinggal di rumah Paman Khamdi. Ia sadar selalu merepotkannya, dan memilih kembali saja ke rumah. Pagi ini Nohan sudah bersiap untuk kembali ke sekolah, hal yang sejak lama telah ia benci. Nohan tidak suka sekolah, ia benci tempat itu, apalagi tiap ke sekolah hal mengerikan selalu terjadi padanya; Jay, Jio, Ray, dan Ren akan datang mengganggunya, membuat hidupnya terasa mengerikan, dan membuatnya ingin lekas pergi dari dunia. Nohan keluar dari kamarnya, ia melongok ke sekitar dan benar saja di meja makan, ada ibunya dan sosok lelaki yang ia benci. Nyatanya Nohan sudah sedikit pulih, ia mulai bisa sedikit membedakan mana yang nyata, mana yang berupa khayalannya. Saat ini di depannya ia melihat ibunya tersenyum tipis, pada lelaki paruhbaya yang bagi Nohan adalah penyebab ayahnya pergi. "Aku pergi! Selamat pagi!" kata Nohan dan benar saja ia segera melengang pergi keluar rumah. "Nohan!" panggil Ibu Nohan yang dikiranya takkan d

  • Thirty Days   Aku Membencimu Sungguh

    Nohan menoleh, dan matanya seketika memicing tajam melihat siapa, yang berdiri di sebelah ibunya. Berani-beraninya dia datang menjengukku. Batin Nohan merasa kesal luar biasa. "Nohan?" panggil ibunya dengan suara lembut.Nohan tak mengindahkan panggilan itu, tatapan tajamnya tak mau sekadar mengalih dari sosok lelaki, yang berdiri di sebelah ibunya dengan senyum hangat mengembang. Sungguh aku membencimu, kau telah membuat ayahku pergi. Karena ayahku pergi dari hidupku, karenamu ayahku hilang tak bisa ditemukan. Aku membencimu, karena kau merebut ibuku, aku membencimu karena kau menciptakan jarak antara Ayah dan ibuku. Kau penjahat. Batin Nohan dengan kedua tangan terkepal erat. "Aku tidak mau melihatnya! Aku membencinya!" sentak Nohan masih memandang lelaki paruhbaya, yang sudah lama ia benci. Nohan membenci lelaki itu, hingga tiap pulang ke rumah. Ia tidak pernah menganggapnya ada, bahkan dalam dunia yang ia buat sendiri. Ia menciptakan bahwa di rumah hanya ada ia dan ibunya, sem

  • Thirty Days   Membencinya

    Nohan sudah kembali tidur di brankarnya, setelah tadi perawat menyuntikan obat tidur, lantaran Nohan meraung-raung tak terkendali. "Maafkan aku, Nohan!" kata Ibu Nohan mengusap wajah putranya penuh sayang, "Maaf, maaf karena aku kau jadi begini, Nohan! Maafkan aku," lanjutnya sembari menggenggam tangan kanan Nohan. Ia menatap wajah putra satu-satunya itu, ia menatapnya lama. Sampai bayang-bayang lelaki di masa lalunya berkelebat--Ayah Nohan. Ibu Nohan makin menangis sesenggukkan, menyadari ia telah salah memisahkan mereka berdua; Nohan dan ayahnya. Aku bukan hanya gagal menjadi Ibu, tapi aku telah menjadi penjahat, aku begitu jahat telah memisahkan Nohan dengan Dama ayahnya. Aku bahkan telah menyakiti Dama begitu dalam, aku terlalu egois, hingga tanpa sadar menyakiti kalian berdua, memisahkan kalian berdua. Batin Ibu Nohan memandangi Nohan dengan air mata, yang membasahi wajahnya. Tangannya terulur kembali mengusap wajah damai Nohan, lalu tangisnya kembali mengeras ketika mengusap

  • Thirty Days   Six Day

    Hari berikutnya Nohan sudah sadar, hanya saja ia tidak ingin mengatakan apapun. Lebih tepatnya diam membisu sejak mengingat bahwa ia membunuh seseorang, ya Nohan mengingatnya. Membuatnya merasa bersalah telah membunuh seseorang itu. "Nohan!"Panggilan dari Paman Khamdi tak membuat Nohan menoleh, ataupun sekadar menyauti lelaki paruhbaya, yang tak lain tak bukan adalah dokternya. Dokter yang berusaha membantunya sembuh dari skizofrenia, dan alter ego yang makin mengerikan dalam dirinya. Nohan ternyata selama ini telah kehilangan kemampuannya, ia kehilangan kemampuannya untuk membedakan mana halusinasi mana kenyataan. Ya Nohan tidak menyadari itu. "Ada yang ingin menemuimu, Nohan!" kata Paman Khamdi yang sama sekali tak digubris oleh Nohan.Remaja lelaki itu hanya diam, tatapannya kosong memandang ke arah jendela rumah sakit yang menyita seluruh perhatiannya. "Permisi! Apa aku boleh masuk?" izin seseorang, yang barusan dibicarakan Paman Khamdi. Paman Khamdi mengangguk, pada perempu

DMCA.com Protection Status