Chapter 11
Awalnya memang Jeffrey sengaja berjalan mendahului Yuna. Tapi ketika melewati lorong sepi, ia berhenti sejenak untuk menyejajarkan langkahnya dengan Yuna, kemudian merangkul gadis itu.
"Kau mungil. Menyenangkan saat aku merangkulmu. Terlebih memelukmu," ucap Jeffrey mendaratkan kecupan singkat di pelipis Yuna.
"Haruskah aku menghentikan dietku?" ucap Yuna.
"Diet? Kau diet?"
Yuna mengangguk. Sebenarnya tidak benar benar diet. Acap kali ia kedapatan makan gorengan di pinggir jalan. Meski begitu, ia tetap menyebutnya diet selama tidak memakan nasi.
"Entah bagaimana caramu diet, tapi lekuk tubuhmu terlihat jelas dan berisi. Yah walaupun lengan serta tulang rusukmu yang terlihat tidak memiliki daging,"
Yuna terkikik. Baru saat ia sampai di ruangan CEO, Jeffrey memutar tubuh Yuna untuk menghadap ke arahnya. Ia sempat tersenyum sebelum menyambar bibir Yuna. Dari
Chapter 12Aroma stella yang sengaja dipasang di depan AC memenuhi seisi ruangan. Sepi, sunyi, hanya ada bunyi detik jam dan suara ketikan keyboard komputer dari beberapa karyawan. Sesekali terdengar suara lembaran kertas yang dibolak balik secara kasar.Ah, siapapun benci hari senin. Tidak peduli ia masih sekolah, kuliah, bekerja, bahkan menganggur. Seperti di dalam kantor ini. Yuna sendiri lebih sering diam akhir akhir ini. Bahkan mengabaikan Lalice yang sedaritadi bicara panjang lenar yang entah apa intinya.Ia menjadi murung setelah kejadian tiga hari yang lalu di ruangan Jeffrey. Tidak sedikit rumor jahat yang beredar. Meskipun dikatakan jahat, tapi faktanya seperti itu.Yuna bangkit dan memutuskan mengurung dirnya di toilet barang 5 menit saja. Untuk sekedar duduk di salah satu kamar toilet yang kosong, memejamkan matanya, dan mengulas kembali kejadian di ruangan Jeffrey. Alih alih menangis, gadis itu tersenyu
Chapter 13"Kakak mau kemana?"Hendery, adik Yuna kini tengah mengamati kakaknya bersama sang nenek. Mereka duduk di ranjang Yuna, memperhatikan langkah demi langkah gadis itu bersolek di depan meja rias. Gadis itu menggulung tinggi rambutnya dan membiarkan poninya berjatuhan. Sejak ia duduk di bangku SMA, Yuna tidak pernah sekalipun meninggalkan poninya. Padahal dahinya tidak juga lebar."Mau bertemu paman Jeffrey," ucap Yuna.Paman? Yah, wajah Jeffrey bukannya terlihat tua. Tapi dari segi postur tubuh, bentuk rahang, dan stelan kemeja yang digunakannya, Hendery lebih senang memanggil Jeffrey dengan sebutan 'paman'"Paman Jeffrey pacarmu kak?" tanya Hendery lagi.Yuna tentu mengangguk senang. Ia memastikan penampilannya lagi. Sempurna. Gaun navy dengan karet di bagian perutnya dan terbuat dari sutra. Melekat apik di tubuhnya. Tidak terlihat ramai, tapi cukup untuk memberi kesan 'ma
Chapter 14"Singkat? Yuna, jangan bilang kau–" ucapan Mark menggantung."Aku apa? Aku hanya mengatakan yang ku rasakan sekarang. Mengingat batas semua tugas tugasku adalah 3 bulan, dan aku tidak cukup dengan itu," tutur Yuna.Mereka semua mendesah kecewa."Ah, jangan kau samakan pernikahanmu dengan tugas," ucap Mark dibalas anggukan yang lain.Ruth menepuk pelan pundak Yuna, "Pernikahan jelas berbeda dengan dateline tugas. Pernikahan akan membawamu dalam kebahagiaan. Terlebih dengan seseorang yang kau cintai. Kau bebas melakukan apapun dengan suamimu, tanpa ragu dia akan pergi setelah ini karena pernikahan adalah sesuatu yang serius. Percayalah, Jeffrey bukan pria yang suka memainkan perasaan wanita. Jika sudah memilih satu, dia tetap akan jadi pilihannya,""Jadi, mantannya–" ucapan Yuna menggantung. Ia melirik Jeff yang sama sama tengah memperhatikannya.Taei
Chapter 15Matahari pagi menelusup masuk lewat jendela, mengusik tidur kedua pasangan yang masih terlelap dengan saling memeluk satu sama lain. Awalnya mereka tidak peduli, tapi semakin lama, cahaya menjadi lebih terang membuat Yuna melenguh.Gadis itu membuka matanya, masih menemukan Jeffrey yang terlelap di sampingnya. Wajah pria itu sangat tenang. Hampir saja ia terlena dan melupakan bahwa Jeffrey harus kerja hari ini.Dengan lembut, Yuna menepuk pelan pipi Jeffrey, "Jeff, bangun. Kau tidak kerja?"Jeffrey melenguh. Ia malah semakin mengeratkan pelukannya dengan Yuna membuat gadis itu menahan nafas sejenak sebelum kembali menepuk pelan pipi Jeffrey."Jeff. Cepatlah bangun," ucap Yuna."Kenapa? Perusahaan itu milikku. Aku bisa berangkat kapan saja," jawab Jeff dengan suara serak khas bangun tidur."Baik jika itu maumu. Dan seperti katamu kemarin, aku ambil cuti ha
Chapter 16Hari ini Lalice dan Sicheng sudah mulai mengambil cuti menyisakan Yuna yang semakin sibuk di setiap menitnya. Bahkan ia rela melewatkan jam makan siangnya lagi demi setumpuk map yang sebagian besar belum ia sentuh."Lihat siapa yang akan lembur hari ini," ucap Johnny, bukan, lebih tepatnya pria itu mengolok olok Yuna sekarang. Bahkan dengan entenganya pria itu terkikik.Yuna mendengus, "Ada beberapa yang malam ini juga harus di serahkan,"Gadis itu meregangkan otot ototnya sejenak sebelum menghela napas dan menyeruput kopi panas."Kalau begini jadinya, bisa bisa aku pulang larut," lanjutnya.Johnny terkikik, "Mau ku temani? Aku menganggur di rumah,""Kalau tidak membantuku percuma saja," ucap Yuna.Lagi lagi pria di sampingnya terkikik riang, "Setidaknya kau tidak sendiri di sini. Aku bisa kau ajak bicara kalau kalau bosan,"
Chapter 17Pagi ini masih sama sibuknya dengan kemarin. Tapi setidaknya, Yuna bisa menyempatkan makan siang dan pulang seperti biasa nanti. Tidak ada Lalice dan Sicheng rasanya sangat sepi. Biasanya mereka akan bergurau sejenak atau memakan permen karet diam diam. Tapi kini, saat waktu luang Yuna hanya memainkan ponselnya. Saling berkirim pesan dengan Jeffrey. Yah, seperti yang dikatakan Jeffrey semalam, tugas mereka saling terikat langsung.Hingga sebuah email masuk, berisi undangan observasi salah satu cabang proyek Jeffrey di pulau Jeju, Korea Selatan. Dengan cekatan ia meneruskan pesan itu ke Jeffrey dan berakhir ia harus ke ruangannya."Masih kurang jelas?" tanya Yuna begitu ia duduk di hadapan Jeffrey.Jeffrey terkekeh, "Sudah. Tapi, ada satu hal yang harus aku bicarakan langsung denganmu,"Tidak menjawab, Yuna lebih memilih untuk menunggu kalimat yang Jeffrey ucapkan selanjutnya.
Chapter 18"Huh! Kau bukan Yuna!" erang Jeffrey melihat sosok tadi, kini berada di depannya lagi.Tidak ada jawaban. Sosok itu malah tersenyum miring, dengan membawa sebuah batu. Sedetik kemudian gadis itu mengangkat batu tinggi tinggi, menghantamkannya tepat mengenai kepala Jeffrey. Oh tentu saja tidak segampang yang kalian pikir. Jeffrey segera berlari tunggang langgang dan memasuki area gereja. Baru bisa ia bernafas lega melihat sosok tadi berbalik menuju hutan."Hey,""Yuna!"Jeffrey tersentak kala Yuna tiba tiba sudah berada di belakangnya, menepuk pundak Jeffrey pelan. Meski begitu, cukup untuk membuat Jeffrey terlonjak."Aku mencarimu ke parkiran, dan ternyata kau di sini. Acaranya sudah mulai. Ayo," ucapnya.Kini mereka berjalan menuju acara resepsi Lalice dan Sicheng. Menjadi saksi mata janji suci yang diucapkan, hingga cincin yang disematkan. Dan saat yang
Chapter 19"Ssshhh, apa yang terjadi?" Tanya Jeffrey.Sedangkan Yuna masih saja menggeliat tak karuan. Sekujur tubuhnya panas, seakan dibakar hidup hidup. Padahal AC menyala dengan suhu 20°C. Seharusnya sudah sangat dingin. Tapi gadis itu masih menggeliat dan mengerang. Bahkan sekujur tubuhnya basah kuyup berkeringat.Mau tidak mau Jeffrey membantu Yuna melepas bajunya. Menyisakan dalaman. Meski begitu Yuna masih bergerak liar. Ia semakin mengerang dan memberontak kala Jeffrey menahan tangannya. Tenaga Jeffrey saja rasanya tidak cukup kuat untuk menahan Yuna. Pria itu sedikit menindih Yuna dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Yuna yang masih memberontak.Takut? Tentu saja. Jeffrey bahkan menutup matanya rapat rapat di sana. Hingga ia tersadar Yuna sudah mulai tenang, Jeffrey mengangkat kepalanya. Namun, bukan Yuna yang telanjang yang ia temukan. Melainkan Yuna dengan gaun pengantin. Sangat aneh. Bahkan Jeffre
Chapter 24Jeffrey berteriak kala talenan menghantam kepalanya. Sedetik kemudian sudah banyak darah yang keluar dari bekas hantaman itu diiringi kekehan Yuna. Gadis itu malah terlihat sangat puas. Semakin Jeffrey mengerang, semakin kuat pula energi negatif yang ditimbulkan dari sosok yang ada di dalam tubuh Yuna."Kau menikmatinya sayang?" Tanya Yuna.Suasana semakin mencekam. Ditambah matahari yang urung menampakkan sinarnya karena tertutup awan tebal. Mungkin tidak lama lagi akan turun hujan.Diam diam, hujan dan suasana seperti ini mengingatkannya pada kala pertama ia menemukan gaun itu. Otaknya terus berputar mencari cara supaya gaun itu harus terlepas dari tubuh Yuna tanpa melukai gadis itu. Matanya melirik pisau yang ia genggam, kemudian mengingat ada renda yang bila lepas akan memisahkan antara bagian bawah dan atas dari gaun itu.Benar! Jeffrey harus mencari cara untuk melepasnya. Jahitan it
Chapter 23Yang Jeffrey dapat adalah nihil. Benar, tidak ada informasi apapun tentang profil itu. Di berandanya hanya ada sebuah foto yang menandai akun Jeffrey. Tanpa informasi apapun, selain tanggal lahirnya. Di situ tertulis '14 Februari 1987' tepat dimana seseorang yang pernah menjadi bagian dari dirinya lahir.Anehnya, postingan ini baru saja dikirimkan 6 bulan yang lalu. Semua tampak ganjil ketika Jeffrey mengingat 6 bulan yang lalu, dirinya bertemu dengan Yuna. Ia mengambil tangkapan layar sebelum mematikan ponselnya dan menatap ke kamar mandi yang sudah terlihat gelap. Seingatnya belum ada suara pintu terbuka dan ia tahu betul Yuna belum keluar dari sana."Yuna?" Panggil Jeffrey seraya menuju ke pintu kamar mandi.Kepala Jeffrey melongok masuk, memastikan kekasihnya tidak sedang bercanda. Tapi tidak sesuai dugaannya. Tidak ada Yuna, dan bahkan tidak ada bekas air di kloset maupun lantai kamar mandi. Tampak s
Chapter 22"Jangan dipikirkan terus. Lama lama kau bisa gila. Cepat makanlah sebelum panasnya hilang," Ucap Jeffrey.Mereka sudah berada di restoran yang direservasi Jeffrey. Awalnya Yuna pikir kekasihnya hanya akan menyewa satu meja, tapi yang ia dapat adalah satu ruangan VIP lengkap dengan penyajian dan pelayanan ekstra. Ini lebih dari luar biasa baginya. Jeffrey bukanlah berasal dari keluarga yang kaya raya, meskipun kini dirinya adalah seorang CEO, tapi Jeffrey pernah bercerita jika dirinya selalu hidup dalam kesederhanaan."Yah, kau benar. Mimpi hanyalah bunga tidur," Yuna termenung sesaat, "Tapi bagaimana jika mimpi adalah petunjuk?""Maksudmu?" Heran Jeffrey.Yuna menyenderkan punggungnya di kursi, "Apakah menurutmu ini kebetulan? Ada nenek, ibu, dan wanita tua itu. Aku juga melihat dua orang yang terlihat mirip denganmu,"Pembicaraan ini mulai terdengar serius di telinga Jef
Chapter 21Kini Yuna tengah berkeliling market yang tadinya ditunjukkan oleh satpam. Tidak ada yang terlalu ingin dibeli sebenarnya. Tapi gadis itu tetap memaksakan kakinya menjelajahi minimarket ini. Di dalam keranjang tangannya hanya ada satu cup mi instant dan dua kaleng coca cola."Gila, aku berkeliling hanya untuk tiga benda ini," Gumam Yuna menatap iba keranjangnya. Ia mengedikkan bahu sebelum menuju ke kasir.Syukur antreannya tidak cukup panjang. Ia bisa sekalian menyantap mie nya di sini. Tempat ini ramai, dan kondisi di sini tidak memungkinkan untuk barang barang tak kasat mata mengganggunya. Yah, setidaknya itulah yang ia pikirkan. Gadis itu menuju salah satu bangku yang di sediakan minimarket untuk menyantap mie instant nya.Lamat lamat Yuna mendengar wanita tua mengomel dengan menggenggam ponselnya. Sepertinya masalah yang cukup serius. Terlihat dari raut wajah wanita itu yang mengerutkan keningny
Chapter 20"Bagus, ternyata kau sudah mulai bekerja hari ini?"Yuna bersedekap menatap kekasihnya yang tengah memakai sepatu. Sudah rapi, lengkap dengan stelan kemeja dan blazernya. Ia pikir, mereka akan menghabiskan hari ini bersama. Entah jalan jalan atau di dalam kamar, yah salahkan Jeffrey yang menambah embel embel 'berlibur' diucapannya kemarin. Tidak heran jika Yuna mengira ini akan menjadi liburan layaknya honeymoon."Tidak akan terlalu lama. Aku akan pulang nanti siang. Selama aku bekerja jangan keluar dari villa," Ucap Jeffrey."Lalu? Mengurung diri seharian? Sendiri?"Jeffrey terkekeh sebelum ia bangkit dan mengacak rambut Yuna perlahan, "Kalau ingin keluar, bilanglah dengan satpam, dan beritahu kemana kau pergi. Jaga jaga siapa tau aku pulang dan kau masih asik dengan jalan jalanmu, aku bisa menjemputmu,""Ah, sudah hampir terlambat. Aku pergi dulu sayang. Sampa
Chapter 19"Ssshhh, apa yang terjadi?" Tanya Jeffrey.Sedangkan Yuna masih saja menggeliat tak karuan. Sekujur tubuhnya panas, seakan dibakar hidup hidup. Padahal AC menyala dengan suhu 20°C. Seharusnya sudah sangat dingin. Tapi gadis itu masih menggeliat dan mengerang. Bahkan sekujur tubuhnya basah kuyup berkeringat.Mau tidak mau Jeffrey membantu Yuna melepas bajunya. Menyisakan dalaman. Meski begitu Yuna masih bergerak liar. Ia semakin mengerang dan memberontak kala Jeffrey menahan tangannya. Tenaga Jeffrey saja rasanya tidak cukup kuat untuk menahan Yuna. Pria itu sedikit menindih Yuna dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Yuna yang masih memberontak.Takut? Tentu saja. Jeffrey bahkan menutup matanya rapat rapat di sana. Hingga ia tersadar Yuna sudah mulai tenang, Jeffrey mengangkat kepalanya. Namun, bukan Yuna yang telanjang yang ia temukan. Melainkan Yuna dengan gaun pengantin. Sangat aneh. Bahkan Jeffre
Chapter 18"Huh! Kau bukan Yuna!" erang Jeffrey melihat sosok tadi, kini berada di depannya lagi.Tidak ada jawaban. Sosok itu malah tersenyum miring, dengan membawa sebuah batu. Sedetik kemudian gadis itu mengangkat batu tinggi tinggi, menghantamkannya tepat mengenai kepala Jeffrey. Oh tentu saja tidak segampang yang kalian pikir. Jeffrey segera berlari tunggang langgang dan memasuki area gereja. Baru bisa ia bernafas lega melihat sosok tadi berbalik menuju hutan."Hey,""Yuna!"Jeffrey tersentak kala Yuna tiba tiba sudah berada di belakangnya, menepuk pundak Jeffrey pelan. Meski begitu, cukup untuk membuat Jeffrey terlonjak."Aku mencarimu ke parkiran, dan ternyata kau di sini. Acaranya sudah mulai. Ayo," ucapnya.Kini mereka berjalan menuju acara resepsi Lalice dan Sicheng. Menjadi saksi mata janji suci yang diucapkan, hingga cincin yang disematkan. Dan saat yang
Chapter 17Pagi ini masih sama sibuknya dengan kemarin. Tapi setidaknya, Yuna bisa menyempatkan makan siang dan pulang seperti biasa nanti. Tidak ada Lalice dan Sicheng rasanya sangat sepi. Biasanya mereka akan bergurau sejenak atau memakan permen karet diam diam. Tapi kini, saat waktu luang Yuna hanya memainkan ponselnya. Saling berkirim pesan dengan Jeffrey. Yah, seperti yang dikatakan Jeffrey semalam, tugas mereka saling terikat langsung.Hingga sebuah email masuk, berisi undangan observasi salah satu cabang proyek Jeffrey di pulau Jeju, Korea Selatan. Dengan cekatan ia meneruskan pesan itu ke Jeffrey dan berakhir ia harus ke ruangannya."Masih kurang jelas?" tanya Yuna begitu ia duduk di hadapan Jeffrey.Jeffrey terkekeh, "Sudah. Tapi, ada satu hal yang harus aku bicarakan langsung denganmu,"Tidak menjawab, Yuna lebih memilih untuk menunggu kalimat yang Jeffrey ucapkan selanjutnya.
Chapter 16Hari ini Lalice dan Sicheng sudah mulai mengambil cuti menyisakan Yuna yang semakin sibuk di setiap menitnya. Bahkan ia rela melewatkan jam makan siangnya lagi demi setumpuk map yang sebagian besar belum ia sentuh."Lihat siapa yang akan lembur hari ini," ucap Johnny, bukan, lebih tepatnya pria itu mengolok olok Yuna sekarang. Bahkan dengan entenganya pria itu terkikik.Yuna mendengus, "Ada beberapa yang malam ini juga harus di serahkan,"Gadis itu meregangkan otot ototnya sejenak sebelum menghela napas dan menyeruput kopi panas."Kalau begini jadinya, bisa bisa aku pulang larut," lanjutnya.Johnny terkikik, "Mau ku temani? Aku menganggur di rumah,""Kalau tidak membantuku percuma saja," ucap Yuna.Lagi lagi pria di sampingnya terkikik riang, "Setidaknya kau tidak sendiri di sini. Aku bisa kau ajak bicara kalau kalau bosan,"