Gina, Luna, Celine, Arkan, Raga dan Satria duduk di barisan sebelah kiri, dalam ruang sidang yang dibuat oleh Radja. Sedangkan Intan, Cindy, Adam, Vina dan Orlando di sisi sebelah kanan. Di depan mereka berdiri Radja, Dewa dan Rendra yang menatap tajam dua kelompok mahasiswa yang sedang bermasalah di kampus. Radja ingin mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya dari dua kubu ini secara adil dan tidak berat sebelah. Oleh karenanya ia meminta mereka semua untuk berkumpul dan mendengarkan cerita mereka dalam semua versi.
"Baiklah karena kita semua sudah berkumpul, saya akan memulai dari Gina dan Luna terlebih dahulu. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik hilangnya Ory yang berstatus sebagai MABA di sini? Dan ingat, saya tidak mentolerir adanya kebohongan di sini. Kalau ketahuan ada yang berbohong, sanksinya akan saya keluarkan dari kampus, atau akan saya laporkan kepada pihak yang berwajib jikalau perlu. Hukuman wajib untuk memberikan efek je
Wajah lelah Dewa adalah orang pertama yang dilihat Ory, saat ia pertama sekali membuka mata. Dewa tertidur dalam posisi duduk sembari menumpangkan kepalanya di sisi brankar. Ory memperhatikan lekat-lekat wajah tampan Dewa yang masih tertidur karena kelelahan. Ory tahu dibalik pedasnya setiap suku kata yang dilontarkan Dewa, sebenarnya itu karena ia sangat mengkhawatirkan keadaannya. Begitu juga sikap possesivenya. Semua ia lakukan demi kebaikannya.Ternyata kalau dalam keadaan tertidur pulas begini, tidak terlihat tuh wajah dingin dan sadisnya. Dan kalau benar-benar diperhatikan dengan seksama semakin lama dipandang, ternyata wajah suami sangarnya ini ehm ganteng juga. Eh mikir apa sih aku ini? Batin Ory."Kamu baru sadar kalau ternyata wajah suamimu ini selain keren luar biasa juga ngangenin senantiasa bukan?"Tiba-
Hari pertama masuk kerja setelah seminggu cuti itu rasanya sesuatu sekali. Ya sesuatu karena tumpukan arsip yang segunung, email yang tidak ada habis-habisnya. Belum lagi harus memilah-milah dokumen yang harus di photo copy, menjadwal ulang pertemuan dengan client-client bahkan sampai mengurusi makan siang Bima. Tapi untuk urusan yang satu ini Ory harus main kucing-kucingan dengan Dewa. Bisa ngamuk dia kalau tahu bahwa Bima masih saja suka membudakinya dengan hal remeh temeh yang harusnya bukan menjadi job desknya."Mau sampai jam berapa baru kamu memberi Abang makan, Ry? Mau nunggu sampai Abang pingsan dulu, begitu?" Bima tiba-tiba muncul di kubikelnya sembari mengetuk-ngetukkan jarinya di meja.Ory refleks melirik pergelangan tangannya. Jam satu lewat tiga puluh menit. Mampus! Saking repotnya dia sampai lupa menyiapkan makan siang untuk boss besarnya ini."Duh maaf ya, Bang. Ory sampai lupa karena banya
Waktu telah menunjukkan pukul dua belas siang. Rekan-rekan kerjanya telah berhamburan menyerbu kantin kantor, demi meredakan kemarahan cacing-cacing yang berdemo di perut mereka. Namun Ory tidak bergerak dari mejanya. Dirinya tidak merasa lapar sama sekali. Apalagi ditambah Dewa yang semalaman tidak pulang, makin menhilangkan nafsu makannya.Semalaman benaknya terus saja berpikir untuk segera mengambil keputusan tentang masa depannya. Sebenarnya ia merasa miris sekali. Jujur ia mengasihani nasibnya sendiri. Hidup sebagai anak yatim piatu dengan saudara jauh yang bisa dihitung dengan jari sungguh menyedihkan. Dan dia juga sadar kalau mereka yang ia sebut saudara itu hanya mendekatinya apabila mereka ada maunya saja.Mempunyai seorang ibu tiri juga manipulatifnya luar biasa sifatnya. Ditambah memiliki seorang suami yang ternyata tukang selingkuh di belakangnya makin membuat perasaannya makin miris saja. Semakin diingat-ingat kisah hidupnya,
Suara daging yang saling bertumbukkan terdengar di cafe yang tengah ramai-ramainya. Meja dan kursi pun ikut melayang, beserta makanan yang berserakan, karena tendangan kedua manusia yang seperti ingin saling membunuh itu.Bayu adalah saksi hidup dari perkelahian demi perkelahian dari dua musuh bebuyutan itu. Sejak TK, SD, SMP dan SMU mereka berdua selalu satu kelas. Seperti kedua orang tua mereka yang bermusuhan dalam dunia bisnis, mereka juga sudah saling benci sejak pertama kali bertatap muka dalam bermain bola saat TK.Mereka berdua sebenarnya mempunyai kualitas yang kurang lebih sama. Tampan, kaya, pintar dan jago bela diri. Tetapi seperti pepatah yang mengatakan tidak ada dua raja dalam satu hutan, seperti itulah mereka. Selalu saling bersaing demi mendapatkan pengakuan sebagai pemimpin.Dalam kurun waktu empat belas tahun kebersamaan mereka. Bisa dikatakan setiap minggu akan saling baku hantam. Dan kali ini
Dewa mondar mandir di rumah dengan gelisah. Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun istri ciliknya belum juga pulang ke rumah. Mang Jaja yang tadi dinterogasinya habis-habisan, hanya mengatakan bahwa Ory tadi bilang, ingin pulang bersama temannya. Teman? Teman yang mana coba? Intan sudah pulang ke rumah sedari tadi, kata Bima.Dewa kembali memindai jam Jam dinding. Kalau saja jam dinding rumahnya ia bisa berbicara, mungkin ia kesal, karena terus dipelototi setiap detik."Sebenarnya kamu ini ke mana, Ory? Apa kamu masih marah sama Mas karena perkataan Mas di cafe itu?Dewa mengacak-acak rambutnya. Ia cemas karena Ory tidak kunjung pulang. Sejurus kemudian terdengarSuara kunci yang diputar. Daun pintu pun tiba-tiba terbuka. Dewa menarik napas lega. Ory sudah pulang rupanya. Tetapi tunggu... tunggu... mengapa ia sama sekali tidak mendengar suara kendaraan masuk ke halaman? Tidak mungkin 'kan
Bima melirik Ory yang sedari tadi Ory terus saja melamun di mejanya. Tidak biasanya karyawan teladannya ini duduk diam berpangku tangan, padahal sebentar lagi mereka akan menemui beberapa client besar. Hari ini memang telah dijadwalkan untuk menandatangai beberapa kontrak proyek raksasa.Kebiasaan Ory sebelum berangkat menemui client biasanya adalah memeriksa draft-draft perjanjian sekali lagi. Gunanya adalah untuk memastikan semua draft-draft itu clean dan tidak ada typo. Tetapi hari ini sepertinya berbeda. Ory tampak tidak bersemangat sekali bekerja."Kamu kenapa, Ory? Kok lesu sekali? Kamu sakit hmmm?" Bima meraba kening Ory perlahan. Tidak panas. Suhu tubuhnya juga normal-normal saja. Berarti bukan fisiknya yang sakit, tapi psikisnya. Dan hampir bisa dipastikan itu karena suami gilanya, Dewa. Bima tahu dari Clara kalau Ory sedang berencana untuk mengajukan
Reksi kaget saat membuka pintu apartemen dan mendapati kedua orang tua Dewa berdiri di sana. Dewo dan Mita pun tidak kalah kagetnya saat melihat Reksi, mantan pacar anaknya membuka pintu apartemen hanya dengan menggunakan tank top serta short pants saja. Apron floral pink melengkapi penampilan Reksi yang sepertinya sedang memasak."Se—selamat ma—malam Om, Tante. Dewanya sedang mandi. Mari silahkan masuk dulu Om, Tante." Dengan perasaan kacau, Reksi mempersilahkan kedua orang tua Dewa itu masuk ke ruang tamu."Siapa yang datang, Rek—Mama, Papa!" Wajah Dewa seketika memucat melihat kedatangan kedua orang tuanya yang tiba-tiba di apartemennya ini.PLAK! PLAK!Dewa merasakan pipinya begitu panas akibat ditampar sekuat tenaga oleh ibunya. Sementara Reksi tampak mematung melihat kemarahan di wajah Ibu Dewa."Pantas saja Ory tadi mati-matian
"Ada apa Mas nyusulin Ory ke sini? Tadi Ory kan sudah bilang pada Mang Jaja, kalau Ory pulangnya bareng teman. Jadi nggak usah dijemput lagi.""Cecurut busuk ini teman yang kamu maksud? Yang saat kamu dibully dia entah ada di mana, dan saat kamu hilang dia juga tidak tau apa-apa. Jangan-jangan nanti saat kamu sekarat di jalan, kamu cuma dilangkahinya saja. Yakin kamu mau diantar pulang manusia modelan datar, dingin, beku begini?" Dewa mendecih sinis"Itu kan cuma penampakan luar aja yang datar, dingin, beku. Kalau di dalamnya gue itu panas, menggairahkan dan memuaskan." Arkan menjawab santai. Tetapi matanya melirik Ory sambil mengedipkan sebelah matanya."Eh busetttt. Entu Arkan makin lama makin lemes aja mulutnya. Ini beneran Arkansas Delacroix Bimantara yang ngomong atau cuman lip sync doang sih?!" Satria mengucek-ucek matanya. Ia bingung, seolah-olah Arkan kepalanya ada dua.
"Bar, kamu kapan sih menikah Nak? Mama sudah kepengen sekali menggendong cucu dari kamu. Michellia aja anaknya sudah mau dua. Masa kamu kalah sama adikmu, Bar? Umur kamu juga udah tiga puluh tahun, lho. Mama kadang heran, papamu itu dulu, pacarnya di setiap sudut kota ada. Di setiap tikungan rumah juga ada. Lah kamu, umur segini juga pacarannya cuma satu kali. Perempuan di dunia ini tidak semuanya sama seperti Diandra, Bar. Nggak semua nya materialiatis. Atau kamu mama jodohin mau?" Ory yang sudah putus asa ketika melihat anak sulungnya masih betah melajang diusianya yang ke tiga puluh, mulai berpikir untuk menjodohkan anaknya dengan salah satu anak dari sahabat-sahabatnya. Akbar yang hanya pernah pacaran sekali saja dengan Diandra Sasmita, teman sekampusnya selama tiga tahun. Dan ternyata pada tahun ketiga itulah, Diandra tiba-tiba meminta putus dari Akbar, dan menikah dengan seorang duda seusia ayahnya karena faktor harta. Semenjak itu Akbar merasa kalau wanita itu
Dewa akui dia bukanlah orang yang baik-baik amat. Dosanya masih bleberan ke mana-mana. Ibadah pun sekedarnya saja. Dalam doa rasa-rasanya dia tidak pernah meminta apa-apa. Tapi saat ini, untuk pertama kalinya, dia sungguh-sungguh berdoa kepada yang Maha Kuasa, untuk keselamatan istri dan anaknya. Untuk pertama kalinya juga, dia bisa merasakan bagaimana seseorang bisa mencintai orang lain, melebihi cintanya pada diri sendiri.Dewa mulai membaca ayat kursi satu kali, surat al-A'raf ayat 54 dan surat Al-Falaq satu kali. Tidak lama kemudian Ory pun sampai pada bukaan terakhir dan mulai mengejan."Ahhhhhh! Ya Allah!" Ory mulai mengejan sekuat tenaga. Rasa sakitnya bahkan sampai membuatnya tidak malu lagi untuk menjerit sekuat-kuatnya."Ayo mulai lagi, tarik napas, mulai!" Dokter Ajeng memberi aba-aba." Ya Allah, sakit ya Allah!" Di tengah perjuangannya melahirkan anaknya ini, tiba-tiba Ory terbayang i
Ory mengaduh kesakitan saat hendak meraih remote tv di kamarnya. Sebenarnya dari dini hari tadi, perutnya terus saja berkontraksi. Tetapi Ory tidak menganggapnya serius, karena dokter kandungannya mengatakan kemungkinan besar ia baru akan melahirkan satu minggu lagi. Ory mengira rasa mulas di perutnya itu adalah akibat dari memakan rujak yang pedas semalam."Auchh... sshhh..."Namun semakin lama, kontraksi mulasnya makin konstan ritmenya. Ory merasa dia mulai berkeringat dingin. Saat ini tidak ada seorang pun di rumah, karena kedua mertuanya tengah menjenguk eyang Dewa yang sedang sakit. Pembantu rumah tangga dan Mang Jaja, supirnya, tengah berbelanja kebutuhan rumah tangga ke supermaket. Dewa pada jam seperti ini tentu saja masih di kantor. Bahkan Satpam di depan rumah pun tadi pagi meminta izin pulang, karena anaknya menjadi korban tabrak lari saat akan berangkat ke sekolah. Dan saat ini sang Satpam tengah mengurus anaknya di rumah sakit
Malam pergantian tahun akan segera berganti dalam hitungan menit. Raven sengaja membuat perayaan old and new dengan seluruh staff karyawan maupun buruh pemetik teh hariannya. Dia ingin semakin mengakrabkan diri antara dirinya sebagai pemilik perkebunan dengan semua pekerjanya yang berasal dari segala lapisan. Suara musik, tawa riuh, berbagai macam makanan dan minuman tumpah ruah dalam kemeriahan pesta. Ory yang akhir-akhir ini begitu mudah lelah karena perut besarnya, menghempaskan pinggulnya di sebuah ayunan yang khusus dibuatkan Raven untuknya. Ada dua ayunan di sana. Satu milik Ibell dan satu lagi miliknya. Tiba -tiba Ory melihat satu bayangan gelap tampak di belakangnya. Ory kaget dan menoleh cepat sambil bersiap-siap lari. Horror juga malam-malam di tempat sepi begini."Ry....Ory, jangan takut. Ini Mas Ry." Dewa langsung menangkap lengan Ory saat melihat kaki Ory sudah menekuk, siap untuk berl
BUGH! BUGH! KRAKKKK!Suara daging yang saling bertumbukan dan tulang patah, terdengar di seantero ruangan. Ruang tamu yang tadinya rapi sekarang lebih menyerupai kapal pecah. Raven yang sudah babak belur dan berdarah-darah ternyata tidak menyerah begitu saja dihajar oleh Dewa. Mereka berdua saling bergumul dan bergelut dengan amarah menggila."Udah! Udah lo bedua! Udah gue bilang! Pada mau mati lo bedua? Fine, gue sih nggak masalah. Asal lo-lo bedua duelnya jangan di depan mata gue. Gue nggak mau repot jadi saksi kematian lo bedua!" Bima dengan napas terengah-engah, berusaha menahan laju tubuh Dewa yang ingin terus menerjang ke depan.Butuh dua orang satpam ditambah Bayu dan Rendra untuk menahan laju tubuh Dewa, yang hari ini seperti mendapat kekuatan ekstra. Dewa mengamuk seperti orang gila akibat kemarahannya.Sedangkan Bayu dan Rendra juga berusaha sekuat tenaga, menahan tubuh Raven ya
Delapan bulan kemudian.Hingar bingar alunan musik remix terdengar di salah satu club elit ibukota. Para pengunjungnya bergoyang seksi-seks panas bersama. Mereka menghilangkan kepenatan dan kejenuhan setelah seharian bekerja. Di salah satu ruang VVIP, tampak Dewa dan kawan-kawannya tengah duduk santai menikmati serunya suasana. Di saat teman-temannya mengobrol hebohnya, Dewa duduk acuh sembari memainkan ponselnya. Bima yang penasaran mencoba mengintip apa yang sedari tadi dipandangi Dewa di ponselnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Bima meringis setelah mengetahui apa objek yang membuat sahabatnya ini tenggelam dalam dunianya sendiri. Ternyata sedari tadi Dewa terus memandangi galeri photo yang kesemuanya adalah wajah close up
Ory baru saja menyelesaikan makan siangnya dibantu oleh Bik Asih, saat pintu ruang rawat inapnya terbuka. Dua orang yang sangat dikenalnya muncul. Ya, sepertinya Dewa datang dengan membawa bukti hidup yang semalam dikatakannya. Dewa berdiri tegak di depannya dengan Celine yang menggelendotinya seperti seekor anak koala."Ory... Mas ma-""Cukup, Mas. Mas tidak perlu melanjutkan kata-kata Mas lagi. Ory sudah mengerti dan menyetujui apapun keinginan Mas sekarang. Ory juga akan menunjuk Pak Firman sebagai kuasa hukum Ory. Jadi kita berdua tidak perlu lagi saling bertemu di persidangan. Besok pagi, Bik Asih akan mengambil barang-barang pribadi Ory dari rumah Mas. Ory akan pastikan semua akan berjalan seperti yang Mas inginkan. Kalau tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Ory ingin istirahat sekarang. Kalau mau keluar jangan lupa pintunya ditutup lagi ya, Mas. Selamat siang Mbak Celine Mas Dewa."Ory pun segera memaling
Pintu UGD yang terbuka tiba-tiba mengejutkan Dewa dan Rendra. Mereka berdua bergegas menyambut kedatangan dokter yang menunjukkan air muka resah."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter? Apakah ada luka dalam serius yang dialaminya? Tadi kepalanya mengeluarkan banyak sekali darah!"Dengan suara terbata-bata Dewa yang cemas luar biasa langsung mendatangi dokter yang menangani istrinya."Pasien kehilangan banyak darah akibat benturan keras di kepala dan tulang bahu yang bergeser. Selebihnya hanya luka-luka luar akibat bergesekan dengan aspal. Saat ini pasien membutuhkan transfusi darah golongan AB yang agak langka. Sementara stok darah golongan AB di rumah sakit ini dan PMI kebetulan juga dalam keadaan kosong. Apakah ada keluarga pasien yang memiliki golongan darah sama yang bisa menjadi pendonor untuk pasien?""Kedua orang tuanya sudah meninggal dan kebetulan pasien ini anak tunggal. Golongan darah kami sekel
"Mas, apa Mas sungguh-sungguh mencintai Ory?" Dewa mengernyitkan keningnya mendengar istrinya menanyakan hal yang sebenarnya tidak perlu untuk dipertanyakan lagi. Bahkan cicak di dinding dan Tobi si ikan arwana yang seumur hidupnya di aquarium pun tahu, kalau ia cinta mati dengan istri ciliknya ini."Pertanyaan macam apa itu Ry? Mulut Mas bahkan sampai pegel terus menerus bilang kalau Mas cinta sama kamu.""Tapi mengapa Mas tidak pernah mengatakannya di depan orang lain? Kenapa Mas selalu menghindar kalau ditanya oleh teman-teman Mas, apakah Mas mencintai Ory? Mas gengsi dan tidak mau mengakui mencintai Ory di depan orang lain dan cuma mau mengatakannya saat berdua dengan Ory? begitu?" Suara Ory mulai bergelombang karena Dewa seolah-olah malu kalau diketah