Di antara para Koboi itu ada satu mata setajam elang menatapnya balik, dengan semakin dalam membenamkan wajahnya dalam topi koboynya.
"Menarik," gumamnya salah satu ujung bibir tipisnya tersungging.
Ayu duduk bersandar sembari kedua tangannya memegang dadanya, memejamkan mata dan tersenyum kegirangan.
"Kyyaaaa! Mereka ganteng banget ya Kak? Pasti cewek koboinya cakep-cakep juga ya Kak? Pantas Kakak betah di sini, ndak mau balik-balik." Ayu memiringkan tubuh menatap Dion. Pipi Ayu sudah bersemu merah dengan mata yang berbinar.
Tawa Dion berderai, diusapnya puncak kepala Ayu dengan sayang. Dion yakin hari-harinya semakin berwarna ada sepupu kecilnya ini di sini.
Setelah mereka menyerahkan dokumen, Dion mengajak Ayu keliling kota sebentar dan berbelanja keperluan pribadi Ayu. Awalnya ayu menolak tetapi Dion memaksa karena Dion tak mungkin setiap hari mengantarkan Ayu. Setelah semua terpenuhi mereka kembali ke rumah dan bersiap ke rumah utama.
Ayu memasuki rumah utama lewat pintu samping. Sudah ada Fitri dan Lyne salah seorang koki di rumah tersebut menyambutnya.
"Selamat datang Ayu, jangan sungkan ya namaku Lyne," sapa Lyne ramah, Lyne seusia dengan Ayu tetapi ia sudah menikah dengan salah seorang pegawai di bagian pertanian.
"Terima kasih namaku Ayu, senang berkenalan denganmu," Ayu tersenyum berjabat tangan dengan Lyne dan berpelukan.
"Ayo ,Tante kenalkan dengan Nyonya rumah." Fitri mengulurkan tangan dan menggandeng tangan Ayu.
Tangan Ayu terasa dingin, Fitri meremasnya lembut dan mencium punggung tangannya.
"Tak usah gugup, semua orang di sini baik kok," bujuk Fitri menenangkan.
"Hai siapa gadis cantik ini?" sapa Stefany Dario sang nyonya rumah ramah.
"Ini Ayu Soraya yang saya bicarakan waktu ini." Fitri memandang Stefany hangat. Kedua mata wanita itu bertemu dengan penuh pengertian di dalamnya.
"Selamat datang di keluarga besar Dario sayang. Kami semua sangat menyukai masakan Indonesia." Stefany menggenggam kedua tangan Ayu hangat.
"Kamu bisa mulai bekerja hari ini, karena kamu juga melanjutkan sekolah jadi kamu bisa memulai bekerja saat pagi sampai siang jam satu ya," kata Stefany lembut. Dia sangat menyukai Ayu, saat melihat gadis ini perasaannya terasa hangat dan nyaman. Pandangan mata teduh dan wajah ceria. Ia tadi sudah mendengarnya dari para Koboi bagaimana Ayu menyapa mereka.
"Di mana anggota keluarga yang lain?" Ayu membuka suara. Ayu sangat penasaran dengan para penghuni yang lain, rumah keluarga Dario sangat indah seperti yang ada di film yang sering ia lihat di rumah makan.
"Fransesco Dario suamiku sedang pergi ke San Antonio menyelesaikan sedikit urusan bersama dengan anakku Diego , sedangkan Aslye di kota mengunjungi temannya kalau anakku yang dua lagi, Kian sedang mengurus ternak dan Tomy sedang di Dallas. Kamu akan bertemu dengan mereka saat makan malam nanti. Oh iya, Tomy itu seumuran denganmu sepertinya nanti kalian bisa belajar bersama."
"Baik Nyonya," ucap Ayu patuh, ia senang sekali karena memiliki teman belajar bersama.
Di sudut tempat yang lain, Guterres mendekati Kian yang sedang memasukkan kudanya dan melepas sadelnya.
"Bos, kau tahu siapa gadis Indonesia yang dibawa oleh Dion lagi tadi?" tanya Guterres penasaran, wajahnya tak bisa menyembunyikan rasa ketertarikannya.
Kian mengedikkan bahunya acuh. Guterres mulai menggoda Kian, "Sepertinya gadis yang menarik, aku akan mencoba mendekatinya jika dia saudara Dion. Gadis itu cukup cantik dan terlihat seperti sinar matahari."
"Aku rasa bicaramu mulai ngawur, kau belum mulai minum-minum kan?" Kian melirik anak buahnya sekaligus salah satu teman baiknya itu, yang masih setia bersandar di pintu istal kandang storm nama kuda Kian.
Guterres terkekeh, "Tentu saja belum Bos, peternakan ini akan semakin menarik dengan adanya gadis itu." Setelah berkata demikian Guterres pergi meninggalkan sang bos ke tempat istirahat para pekerja.
Makan malam tiba, seluruh anggota keluarga Dario sudah berkumpul dengan Fransesco sang kepala keluarga tentu saja duduk di kepala meja, kemudian Stefany sang nyonya rumah, anak pertama mereka Kian, Diego, Aslye dan si bungsu Tommy. Juga ada tiga wanita muda dan satu lagi pria tampan duduk bersama dengan mereka, untuk bergabung makan malam bersama. Yasinta Cortez, Angel Diaz, Mario Riccardo, Anna Adam.
Ayu masuk ke ruang makan dengan mendorong troli meja saji yang menyiapkan kopi, teh dan berbagai kudapan untuk menemani para anggota keluarga dan tamu mereka bersantai setelah makan malam.
Ayu terpana melihat para majikannya yang elok rupawan. Benar kata Kak Dion jika banyak pria tampan dan cantik berkumpul. Mereka seperti model-model dan pemain film telenovela yang sering di tonton Ayu dan Ibu dulu. Begitu batin Ayu bermonolog.
Ayu tersenyum simpul. Tak menyadari jika perubahan mimik wajahnya dari tadi diperhatikan oleh Diego dan Tommy.
Pandangan Ayu meneliti setiap wajah orang yang ada di meja. Seperti Kian misalnya yang memasang wajah tegas dan muram. Struktur wajah yang tegas dan sedikit jambang yang belum tercukur selama satu minggu. Mata hazel, rambut coklat dengan sedikit warna terang karena seringnya terpapar sinar matahari. Diego yang wajahnya tak jauh beda dengan Kian dengan sorot mata yang lebih hangat dan sedikit jahil sepertinya. Ada pula Tommy si bungsu dengan rambut pirang seperti sang bunda mata biru dan senyum yang menawan. Aslye gadis cantik dengan rambut pirangnya dan tubuh seperti boneka barbie. Tamu-tamu merekapun tak kalah eloknya Angel yang dari tadi meladeni Kian seperti layaknya seorang istri, Yasinta yang tampak malu-malu mencuri pandang ke arah Diego. Gadis yang bernama Anna sedang mengobrol riang bersama dengan Aslye. Juga Mario yang tak henti melirik dan mencoba menggodanya dengan kerlingan mata sedari tadi.
"Mario baru sekali kau ikut makan bersama kami dan sekarang kamu mulai menggoda pelayan kami yang baru?" tegur Tommy terkekeh geli dengan ulah salah satu Don Juan di Holy Spring.
Semua kepala menoleh ke arah Mario.
Mario meringis, "Jika ada penampakan garis cantik seperti bidadari begini, tak mungkin kulewatkan, bukan begitu paman Frans? Bolehkan aku makan malam setiap hari di sini?"
Fransesco mengangguk-anggukkan kepalanya seraya tersenyum. "Tentu saja, aku pun senang ada suasana baru di sini. Tetapi jika kamu ingin mendekatinya kamu harus meminta ijin Budi dan Dion serta Fitri tentu saja," timpal Fransesco.
Mario terkaget dan melotot tak percaya. "Apa ? Dia saudara Pak Budi, sepupu Dion yang di ceritakan kemarin pastinya. Semakin menarik tentu saja." Mario menatap Ayu dengan terpesona dan terang-terangan.
Ayu salah tingkah ditatap sedemikian rupa, wajahnya merona dan kemudian menunduk. Dirinya merasa gerah berlama-lama berdiri di sana. Ayu menegakkan tubuhnya bersiap beranjak ke dapur saat didengarnya suara bariton tegas dari Kian.
Kian berdiri memundurkan kursinya. Ia yang sedari tadi melihat interaksi tamu lelakinya, merasa gerah dengan tatapan intim Mario terhadap Ayu. Dirinya saja baru bertemu dengan gadis ini dua kali tetapi ia sudah merasakan rasa posesif. Rasa ini tak boleh dibiarkan berkembang. Rasa yang hanya pernah ia rasakan pada mendiang istrinya Carmen Diaz.
"Ayu, itu namamu bukan?" tanya Kian tegas seraya menatap datar ke arah Ayu.Ayu, merespon dengan cepat menganggukkan kepalanya."Antar kudapan dan kopi hitam ke ruang kerjaku se ka rang," tita
Akhirnya Dion berhenti di bawah pohon besar samping kolam bebek. Dion menunduk saat melihat ada puntung cerutu mahal. Dahinya mengernyit pasalnya para pekerja tidak ada yang menghisap cerutu Kuba mahal ini. Dion mengambil sapu tangan dari kantong celananya dan memungut puntung cerutu tersebut kemudian membawanya ke rumah utama untuk menemui Fransesco sang tuan rumah.
Brenda Scooty, bergegas kembali ke apartemennya dan menggenakan bajunya yang menggoda, gaun terbaru yang ia beli di New York seminggu yang lalu. Ia memutuskan acara kencannya bersama dengan Jhon dan memilih untuk menemani Kian di apatemennya. Jhon tidak bisa melarang Brenda jika wanita itu sudah berkedendak. Ia hanya bisa mengingatkan wanita itu akan batas yang selalu ditekankan oleh Kian. Cinta memang bisa membuat siapapun buta akan kenyataan, bucin parah ini mah!
Keesokan harinya, tidur lelap Kian terganggu karena dering suara ponsel yang masih tertinggal di ruang tamu apartemen.Kian bangkit dan melerai pelukan Brenda di tubuhnya. Ia segera bangkit dan berjalan keluar meraih ponsel di saku jaketnya. Kian memeriksa identitas siapa gerangan yang meneleponnya sepagi ini.
Ayu di antarkan oleh Dony Gonzales dengan mengendarai sepeda motor saat berpapasan dengan mobil yang di kendarai oleh Kian.Kian menatap Ayu tajam dan tampak dingin. Dony dengan santun membunyikan klaksonnya sebagai sapaan, "Pagi Tuan muda."
Ayu seketika berusaha melepaskan diri dari rengkuhan tubuh Kian. Kian melepaskannya kemudian menegakkan tubuhnya, meraih siku tangan kiri Ayu membimbingnya ke luar pantry."Jika bersama denganmu lebih lama lagi, aku bisa memakanmu di sini," kata Kian bertepatan dengan seseorang pegawai yang akan masuk ke pantry, untungnya perkataan pemuda itu hanya bisa di dengarkan oleh Ayu.
Ayu terbelalak dan gugup merasa tidak enak hati dengan Stefany karena dia yang memberikan seragam tersebut. Ayu menatap wajah sang nyonya rumah. Tetapi dilihatnya Stefany hanya tersenyum simpul dan menganggukkan kepala."Tapi Tuan baju ini nyonya yang memberikan,” jawab Ayu."Jangan panggil aku, Tuan. Panggil saja namaku Diego seperti yang lainnya."Saat Ayu terlihat membuka mulut ingin men
Kian, Dion dan Fransesco kembali menuju ruang keluarga. Mereka bertiga duduk di sofa dalam ruang kerja Fransesco. Fransesco membuka laci meja kerjanya dan memberikan bungkusan puntung rokok tersebut kepada Kian."Berikan ini kepada Shane," perintah Fransesco. Shane Dario adalah salah satu sepupu Kian."Kenapa Ayah tidak bilang di telepon tadi malam?" tanya Kian.
Seorang pria gagah berdiri bersisian dengan seorang wanita anggun, menatap gedung perkantoran milik Edgar Berto sang putra. Ia kemudian bergandengan tangan dengan sang wanita masuk ke dalam gedung tersebut dan segera menaiki lift ke lantai tempat ruang kerja Edgar berada.Dave asisten Edgar sedang berada bersamanya di dalam ruangan. Mereka sedang membahas kasus yang menimpa orangtua Ayu.
"Jadi Aslye kapan kamu akan meresmikan hubunganmu dengan sang pujaan hati?" tanya Fransesco dengan mimik jahil kepada putri semata wayangnya.Saat ini keluarga Prawira dan Dario sedang makan siang bersama di taman belakang rumah utama.Aslye berdecak dengan sekilas pandang melirik kearah Dion yang tetap fokus dengan piring makanannya. Hari ini mereka makan siang dengan menu ayam cabe hijau, tumis bayam, balado telur dan kentang.
Evan mondar mandir di kamar apartemennya gelisah menunggu kabar dari Guteres. Ia tak menyangka jika nasib baik bersamanya. Ada Guteres yang bisa mengawasi Ayu di sana. Kebetulan bukan? Guteres adalah kenalannya saat berlibur ke Amerika Selatan beberapa tahun yang lalu dan pada akhirnya mereka menjalin persahabatan. Lalu Evan enceritakan masalahnya dan ternyata Guteres berada di tempat yang sama dan mengenal Ayu. Evan tidak perlu jauh-jauh pergi ke benua seberang untuk memata-matai Ayu. Ia terpaksa memutuskan Ayu dulu karena desakan orangtuanya. Sungguh bajin*** ia dengan sengaja memeluk perempuan lain di depan Ayu.
"Apa yang kau pikirkan Sayang?" tanya Kian sembari berjongkok di depan Ayu. Kedua tangannya terulur merengkuh pinggang Ayu.Ayu menghela nafas dan menatap Kian.
Guteres mendengar derap langkah kuda dan deru kendaraan roda empat ia segera memacu kendaraannya menuju perbatasan.Sudah tak dihiraukannya keberadaan Ayu, yang terpenting baginya sekarang para Sherif tak bisa menangkapnya. Penyamarannya bisa berantakan, dengan geram dia memukul-mukul setir dengan kedua kepalan tangannya. Bagaimana bisa urusannya dengan keluarga Dario bisa bersamaan dengan kepentingan Evan.
Jaylen kembali ke motel tempat tinggalnya, sekali lagi dirinya menolak untuk tinggal di rumah sepupunya Mario. Jaylen kecewa dengan kenyataan bahwa Mario ternyata ikut ambil bagian dalam mengkhianati Kian, sahabatnya sendiri. Memang cinta kadang bisa membutakan. Terlebih jika sampai mengindahkan larangan hati nurani dan menceburkan diri dalam api asmara terlarang. Jaylen sejujurnya tidak ingin berkata kasar terhadap Mario tetapi perbuatan pria itu sungguh membuatnya kecewa.
Setelah keluarganya kembali ke rumah sebelah, Ayu membersihkan diri. Saat ia keluar dari kamar mandi, ia terkejut mendapati Kian sudah bertelanjang bulat sedang mengurut naik turun bukti gairahnya dengan kaki lurus sedikit mengangkang dengan setengah tubuh bagian atasnya bersandar di kepala ranjang."Apa yang kau lakukan?!" tanya Ayu dengan mulut ternganga.
Kian membimbing Ayu yang tampak kelelahan dan kembali berbaring ditemani oleh Budi dan Fitri. Kelegaan meliputi mereka setelah mendapatkan berita terkini dari Jonas. Mereka kemudian memutuskan untuk menunggu kedatangan Dion di dalam kamar.Dion membuka pintu kamar Ayu setelah berpelukan dengan Aslye dan menenangkan gadis cantik itu. Ia melangkah ke dalam kamar dan ikut memeluk keluarga kecilnya. Adik kecilnya sudah kembali, hatinya y
Stefany terpaku menatap pintu depan dan mendapati sang putri semata wayangnya berlinang air mata.“Ada Apa?” tanya Stefany seraya mengerutkan dahinya khawatir.Aslye menggigit bibir bawahnya, meragu mengungkapkan kekhawatirannya. Ia masih ingin menyimpan rahasia ini sampai acara pernikahan sang kakak sulung selesai diadakan.