Mobil yang ditumpangi ayu dan kedua paman dan bibi serta Dion sepupunya mulai memasuki gerbang Glory Ranch di kota kecil bernama Holy Spring yang berjarak tiga jam perjalanan dari San Antonio salah satu kota besar di bagian negara Texas, Amerika Serikat.
Bangunan seperti perkantoran berdiri di sisi kiri dan kanan jalan. Kemudian terhampar padang ilalang, bukit indah di kejauhan, aliran sungai kecil horizontal yang seolah-olah membelah tanah padang menjadi dua. Sebelah kiri terdapat pertanian, ladang-ladang dengan beraneka macam tanaman membentang luas seolah tak terbatas. Sebelah kanannya banyak sekali ternak bertebaran. Setelahnya ada gudang-gudang penyimpanan hasil panen, pakan ternak, kandang ternak, mesin-mesin besar yang Ayu hanya pernah melihatnya di internet. Kemudian ada dua rumah besar diseberang sungai kecil yang dihubungkan dengan satu jembatan besi berwarna biru tua. Di sisi paling jauh ada rumah-rumah seperti perumahan. Ayu sampai melongo melihat itu semua.
"Kak Dion, itu perumahan dijual ya?" tanya Ayu sembari mencolek bahu Dion yang sedang menyetir.
Paman dan tantenya hanya mengulum senyum.
"Bukan Sayang, itu untuk rumah para pekerja. Nanti kita juga tinggal di sana. Untuk yang sudah berkeluarga mereka mendapatkan rumah seperti itu. Untuk yang masih single mendapatkan bilik seperti kamar kost." Dion dengan sabar menjelaskan seraya menunjuk bangunan bertingkat lima seperti rumah susun yang berada di bagian lain dari komplek perumahan itu.
Ayu mengangguk-anggukkan kepalanya seolah-olah paham. Dion meliriknya dari kaca tengah.
"Nanti kita tinggal di sana juga, di bangunan yang berlantai satu itu. Tapi jangan kaget ya, karena kamar-kamar kita tidak dipisah untuk laki-laki dan perempuan. Jadi tempat tinggal kita berjajar campur. Tetapi tenang saja setiap petak ada sedikit diberi jeda tanah,” ucap Dion lagi.
"Jadi Kak Dion nggak tinggal sama Paman?" Ayu melihat bangunan seperti kamar kos yang berdiri terpisah dan memiliki halaman sendiri seperti losmen.
"Nggak Sayang. Kak Dion bersama dengan anak-anak pegawai yang berusia di atas delapan belas tahun dan bekerja di Ranch ini harus tinggal terpisah dengan orangtuanya. Untuk melatih kemandirian juga."
"Ohh," jawab Ayu kemudian kembali menyandarkan punggungnya di jok belakang. Fitri mengulurkan tangannya meremas telapak tangan Ayu lembut.
Mobil berhenti di depan rumah sederhana, yang diketahui sebagai tempat tinggal Budi dan Fitri. Setelah semua barang bawaan di bawa ke dalam rumah, Dion kemudian meninggalkan mereka. Masih ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.
"Kamu istirahat dulu ya, Tante sudah siapkan kamarmu. Sekalian Tante akan ambilkan seragam untukmu. Senin depan, Dion akan mengantarmu mendaftarkan diri di sebuah kampus dekat kota," kata Fitri.
"Tante, bukannya nanti Ayu tinggal terpisah?"
"Tidak Nak, kamu tetap tinggal dengan Tante. Tante sudah minta ijin dengan juragan." Tentu saja Fitri tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengurusi Ayu.
"Baiklah Tante."
Ayu merebahkan dirinya di kasur empuk, merentangkan tangannya di tengah-tengah ranjang. Kehidupan awal baru dimulai, sekolah sekaligus bekerja. Nikmat mana yang kau dustakan, iya bukan?
Ayu menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata meresapi udara baru, suasana baru yang ko melingkupi. Sampai akhirnya dia tertidur pulas. Tetapi tanpa disadarinya ada sepasang mata setajam elang dengan nafas memburu penuh nafsu birahi memandang kemolekan tubuhnya dari jendela. Pria itu mengeluarkan kejantanannya dan mengocoknya dengan keras sembari mengintip melihat kemolekan tubuh Ayu. Bahkan saat Ayu masih berpakaian lengkap, sungguh menjijikkan.
Pintu kamar Ayu terbuka, seketika juga mata mesum itu menjauh. Budi mengecek keadaan Ayu, dia tersenyum lembut. Diusapnya kening keponakannya. Tangan kanan ayu didekatkannya ke bibirnya. Kecupan lembut dan sayang di punggung tangan Ayu, menghangatkan hati Budi.
"Akhirnya kau kembali kepelukanku. Aku berjanji Nak hidupmu akan lebih baik di sini," ucap Budi lirih.
Budi merasa ada yang memperhatikan. Ia membalikkan badan menuju jendela melihat ke kiri dan kanan kemudian menguncinya rapat. Budi segera menutup gorden dan merapatkan selimut menutupi tubuh Ayu sebatas dada. Kemudian berjalan keluar menutup pintu secara perlahan-lahan.
Budi membalikkan tubuh berhadapan dengan Fitri yang memasang raut wajah sendu.
"Seharusnya kamu jangan melakukan hal ini Pa, terlalu cepat," ujar Fitri.
"Maaf Ma, Papa tidak bisa menahan rasa rindu ini. Tidak habis pikir ternyata kehidupan yang dijalani Ayu begitu memilukan," kata Budi sedih.
Fitri memeluk erat tubuh suaminya, yang bergetar hebat. Diusapnya punggung suaminya menenangkan. Dion datang menghampiri kedua orangtuanya. Memeluk mereka berdua.
"Saatnya akan tiba di mana Ayu akan mengetahui kebenarannya," ucap Dion menyakinkan kedua orangtuanya.
Ayu terbangun karena tercium harumnya masakan dari luar kamarnya. Ayu memutuskan untuk membersihkan diri. Mengenakan gaun merah bermotif bunga kecil-kecil. Lalu segera keluar menuju ruang makan, banyak sekali makanan tersaji di meja. Paman dan tantenya serta sepupunya Dion sibuk menata meja. Sungguh pemandangan yang indah penuh kehangatan bagi Ayu.
"Wow cantik sekali kamu Sayang, ayo sini duduk di meja makan," ucap Fitri sembari menarik kursi untuk Ayu.
"Ayu sendiri saja Tante, Ayu boleh bantu?"
"Tidak, kali ini Tante yang mengurus Ayu ya."
"Ayu 'kan bukan anak kecil lagi Tante?"
Fitri tersenyum lembut,mengusap Surai indah Ayu.
"Sekali-sekalikan boleh Nak hmm."
Ayu merasakan desiran kerinduan karena sentuhan tantenya. Selalu begitu sedari dia kecil, saat bertemu dengan keluarga pamannya dia selalu merasa dekat sekali. Bukan berarti dia tidak sayang ke dua orang tuanya.
Pagi harinya mobil Jeep warna merah sudah terparkir di depan rumah dengan Dion sebagai sopirnya. Dion turun mengitari mobil membukakan pintu untuk Ayu.
"Ayo masuk, Kakak antar Ayu menyerahkan dokumen. Setelahnya kita ke rumah utama ya Dek."
Ayu mengangguk mengenyakkan pinggulnya di kursi penumpang, memasang sabuk pengamannya dan menutup pintu. Ayu menoleh Budi yang mengantarnya ke depan pintu.
"Selamat bersenang-senang!" seru Budi sembari melambaikan tangannya.
"Da-ah Paman sampai jumpa nanti." Ayu melambaikan tangan seperti anak kecil. Dirinya sangat antusias menyambut hari baru.
Ayu melirik ke kiri dan kanan sepanjang perjalanan dengan ketertarikan yang tidak ditutup-tutupi. Pipi gempilnya bersemu merah. Dion yang melihat hal itu sangat senang akhirnya, wajah ceria sepupunya kembali hadir. Banyak koboy sudah mulai aktifitasnya dengan menggiring sapi dan banteng menunggang kuda dan membawa tali laso.
"Kakak banyak koboi ganteng ya Kak kayak di film-film koboi jaman old," kata Ayu takjub, menjulurkan kepalanya keluar jendela kemudian kembali menoleh ke arah Dion.
Dion terkekeh mendengarnya. "Itu belum seberapa, masih banyak yang lebih ganteng lagi."
"Seriusan Kak?" Mata Ayu membulat.
Ayu kemudian kembali menjulurkan kepalanya keluar jendela. Melambaikan tangannya ke arah para Koboi itu. "Hai Guys ...!" Ayu menyapa mereka. Yang dibalas dengan anggukan para Koboy sembari menyentuh ujung topi Koboi mereka.
Di antara para Koboi itu ada satu mata setajam elang menatapnya balik, dengan semakin dalam membenamkan wajahnya dalam topi koboynya."Menarik," gumamnya salah satu ujung bibir tipisnya tersungging.
"Ayu, itu namamu bukan?" tanya Kian tegas seraya menatap datar ke arah Ayu.Ayu, merespon dengan cepat menganggukkan kepalanya."Antar kudapan dan kopi hitam ke ruang kerjaku se ka rang," tita
Akhirnya Dion berhenti di bawah pohon besar samping kolam bebek. Dion menunduk saat melihat ada puntung cerutu mahal. Dahinya mengernyit pasalnya para pekerja tidak ada yang menghisap cerutu Kuba mahal ini. Dion mengambil sapu tangan dari kantong celananya dan memungut puntung cerutu tersebut kemudian membawanya ke rumah utama untuk menemui Fransesco sang tuan rumah.
Brenda Scooty, bergegas kembali ke apartemennya dan menggenakan bajunya yang menggoda, gaun terbaru yang ia beli di New York seminggu yang lalu. Ia memutuskan acara kencannya bersama dengan Jhon dan memilih untuk menemani Kian di apatemennya. Jhon tidak bisa melarang Brenda jika wanita itu sudah berkedendak. Ia hanya bisa mengingatkan wanita itu akan batas yang selalu ditekankan oleh Kian. Cinta memang bisa membuat siapapun buta akan kenyataan, bucin parah ini mah!
Keesokan harinya, tidur lelap Kian terganggu karena dering suara ponsel yang masih tertinggal di ruang tamu apartemen.Kian bangkit dan melerai pelukan Brenda di tubuhnya. Ia segera bangkit dan berjalan keluar meraih ponsel di saku jaketnya. Kian memeriksa identitas siapa gerangan yang meneleponnya sepagi ini.
Ayu di antarkan oleh Dony Gonzales dengan mengendarai sepeda motor saat berpapasan dengan mobil yang di kendarai oleh Kian.Kian menatap Ayu tajam dan tampak dingin. Dony dengan santun membunyikan klaksonnya sebagai sapaan, "Pagi Tuan muda."
Ayu seketika berusaha melepaskan diri dari rengkuhan tubuh Kian. Kian melepaskannya kemudian menegakkan tubuhnya, meraih siku tangan kiri Ayu membimbingnya ke luar pantry."Jika bersama denganmu lebih lama lagi, aku bisa memakanmu di sini," kata Kian bertepatan dengan seseorang pegawai yang akan masuk ke pantry, untungnya perkataan pemuda itu hanya bisa di dengarkan oleh Ayu.
Ayu terbelalak dan gugup merasa tidak enak hati dengan Stefany karena dia yang memberikan seragam tersebut. Ayu menatap wajah sang nyonya rumah. Tetapi dilihatnya Stefany hanya tersenyum simpul dan menganggukkan kepala."Tapi Tuan baju ini nyonya yang memberikan,” jawab Ayu."Jangan panggil aku, Tuan. Panggil saja namaku Diego seperti yang lainnya."Saat Ayu terlihat membuka mulut ingin men
Seorang pria gagah berdiri bersisian dengan seorang wanita anggun, menatap gedung perkantoran milik Edgar Berto sang putra. Ia kemudian bergandengan tangan dengan sang wanita masuk ke dalam gedung tersebut dan segera menaiki lift ke lantai tempat ruang kerja Edgar berada.Dave asisten Edgar sedang berada bersamanya di dalam ruangan. Mereka sedang membahas kasus yang menimpa orangtua Ayu.
"Jadi Aslye kapan kamu akan meresmikan hubunganmu dengan sang pujaan hati?" tanya Fransesco dengan mimik jahil kepada putri semata wayangnya.Saat ini keluarga Prawira dan Dario sedang makan siang bersama di taman belakang rumah utama.Aslye berdecak dengan sekilas pandang melirik kearah Dion yang tetap fokus dengan piring makanannya. Hari ini mereka makan siang dengan menu ayam cabe hijau, tumis bayam, balado telur dan kentang.
Evan mondar mandir di kamar apartemennya gelisah menunggu kabar dari Guteres. Ia tak menyangka jika nasib baik bersamanya. Ada Guteres yang bisa mengawasi Ayu di sana. Kebetulan bukan? Guteres adalah kenalannya saat berlibur ke Amerika Selatan beberapa tahun yang lalu dan pada akhirnya mereka menjalin persahabatan. Lalu Evan enceritakan masalahnya dan ternyata Guteres berada di tempat yang sama dan mengenal Ayu. Evan tidak perlu jauh-jauh pergi ke benua seberang untuk memata-matai Ayu. Ia terpaksa memutuskan Ayu dulu karena desakan orangtuanya. Sungguh bajin*** ia dengan sengaja memeluk perempuan lain di depan Ayu.
"Apa yang kau pikirkan Sayang?" tanya Kian sembari berjongkok di depan Ayu. Kedua tangannya terulur merengkuh pinggang Ayu.Ayu menghela nafas dan menatap Kian.
Guteres mendengar derap langkah kuda dan deru kendaraan roda empat ia segera memacu kendaraannya menuju perbatasan.Sudah tak dihiraukannya keberadaan Ayu, yang terpenting baginya sekarang para Sherif tak bisa menangkapnya. Penyamarannya bisa berantakan, dengan geram dia memukul-mukul setir dengan kedua kepalan tangannya. Bagaimana bisa urusannya dengan keluarga Dario bisa bersamaan dengan kepentingan Evan.
Jaylen kembali ke motel tempat tinggalnya, sekali lagi dirinya menolak untuk tinggal di rumah sepupunya Mario. Jaylen kecewa dengan kenyataan bahwa Mario ternyata ikut ambil bagian dalam mengkhianati Kian, sahabatnya sendiri. Memang cinta kadang bisa membutakan. Terlebih jika sampai mengindahkan larangan hati nurani dan menceburkan diri dalam api asmara terlarang. Jaylen sejujurnya tidak ingin berkata kasar terhadap Mario tetapi perbuatan pria itu sungguh membuatnya kecewa.
Setelah keluarganya kembali ke rumah sebelah, Ayu membersihkan diri. Saat ia keluar dari kamar mandi, ia terkejut mendapati Kian sudah bertelanjang bulat sedang mengurut naik turun bukti gairahnya dengan kaki lurus sedikit mengangkang dengan setengah tubuh bagian atasnya bersandar di kepala ranjang."Apa yang kau lakukan?!" tanya Ayu dengan mulut ternganga.
Kian membimbing Ayu yang tampak kelelahan dan kembali berbaring ditemani oleh Budi dan Fitri. Kelegaan meliputi mereka setelah mendapatkan berita terkini dari Jonas. Mereka kemudian memutuskan untuk menunggu kedatangan Dion di dalam kamar.Dion membuka pintu kamar Ayu setelah berpelukan dengan Aslye dan menenangkan gadis cantik itu. Ia melangkah ke dalam kamar dan ikut memeluk keluarga kecilnya. Adik kecilnya sudah kembali, hatinya y
Stefany terpaku menatap pintu depan dan mendapati sang putri semata wayangnya berlinang air mata.“Ada Apa?” tanya Stefany seraya mengerutkan dahinya khawatir.Aslye menggigit bibir bawahnya, meragu mengungkapkan kekhawatirannya. Ia masih ingin menyimpan rahasia ini sampai acara pernikahan sang kakak sulung selesai diadakan.