"Mantan? Ayu merasa ndak pernah putus dari Evan," timpal Ayu.
"Gadis miskin macam kamu itu nggak level sama Evan. Kamu nggak tahu 'kan kalau selama ini Evan itu anak orang kaya, rumahmu dijual pun uangnya masih kurang untuk membeli mobil yang kami pakai ini," sindir Debora dengan bibirnya mencebik.
deg ….
Sakit hati Ayu, direndahkan seperti itu. Tetapi Ayu sadar diri siapa dirinya. Kepalanya menunduk bahunya merosot kalah. Ayu juga tak mungkin bersaing dengan Debora yang anak orang kaya juga.
"Kalau begitu kita putus Evan," ucap ayu lirih.
"Tidak Ayu, seorang Evan Gunawan pantang diputus cewek. Jadi Evan yang putusin kamu." Debora yang menjawab, sedangkan Evan hanya diam tak bergeming memandang dengan ppenuh kesedihan pada paras cantik Ayu yang memucat. Hatinya juga sakit melihat Ayu yang patah hati begitu juga dengan hatinnya.
Ayu menengadahkan kepala, raut wajahnya sayu, matanya memerah. Ayu menarik nafas meredakan gejolak di dadanya, "Terserah deh, bodo amat," ujar Ayu ketus. Ia kemudian membalikkan badan dan pergi meninggalkan dua sejoli itu. Melajukan motornya membelah jalanan menuju rumah sakit.
Ibu, ternyata jatuh cinta bisa sesakit ini ya Bu.?Hati Ayu sesak seperti terhimpit sebongkah batu besar.
Hati Ayu hancur lebur, meratapi cinta remajanya yang hancur karena perbedaan kelas sosial.Langkahnya gontai menyusuri koridor rumah sakit menuju kamar inap ibunya.
Sesampainya di depan kamar rumah sakit ia dikejutkan oleh keberadaan Budi prawira pamannya adik ibunya dan Tante Fitri. Paman bibinya tampak menangis tersedu. Perasaanya semakin tidak karuan, pasti terjadi hal buruk pada sang bunda. Raut wajah ayu semakin pucat pasi, ia berlari menghampiri paman dan bibinya.
"Kenapa kalian menangis?" tanya Ayu, nada suaranya sudah bergetar menahan tangis yang akan segera membanjir di muka mungilnya.
Fitri menghampiri Ayu memeluk gadis itu erat.
"Ibumu sudah pergi Nak," ujar Fitri disela tangisnya.
"Apa! Tidak mungkin?! Ibukkk. Ayu datang bukkk jangan pergi." Seketika Ayu melepas pelukan Fitri dan berhambur masuk ke kamar ibunya.
Tubuh sang bunda sudah tertutup kain putih. Ayu menelungkup di atas dada jasad sang bunda.
"Ibu, kenapa tinggalkan Ayu, Bu ... Ayu sendirian Bu," ucap ayu lirih sembari menangis.
"Ibu tahu, Ayu baru saja putus dengan Evan. Ibu, kenapa tega tinggalin Ayu Bu? Ayah pergi, Ibu juga pergi dan Ayu sendirian sekarang," ratap Ayu menyayat hati siapapun yang mendengarkan.
Budi dan Fitri berdiri di belakangnya. Sentuhan lembut di bahunya membuatnya menegakkan badan.
"Kami tadi sudah mencoba menghubungi Ayu. Tetapi sepertinya ponsel Ayu mati. Mbak Ani tadi sudah berpesan sebelum pergi, untuk Paman dan Tante merawat Ayu. Sekarang Kami adalah wali Ayu. Jadi ,nanti setelah pemakaman ibu, Ayu akan ikut kami kembali ke Amerika," ucap Budi menjelaskan.
"Ayu jangan khawatir kami sudah persiapkan semua keperluanmu untuk berangkat ke sana, nanti Ayu juga bekerja bersama dengan tante Fitri," timpal Fitri.
Ayu menganggukkan kepala. "Ayu mau 'kan ikut ke Amerika? Di sana nanti ada Dion. Nak, sepupumu, " terang Fitri.
"Iya Tante, Ayu mau," ucap Ayu pasrah.
***
Gundukan tanah di depannya masih basah, tetapi Ayu harus segera pergi ikut dengan paman serta tantenya kembali ke kota.
"Ibu, Ayu pergi dulu ya," pamitnya kepada nisan sang bunda.
Ayu melangkah ke nisan yang ada di sebelah makam ibunya.
"Ayah. Ayu pamit ya, tolong jagain Ibu di surga ya ayah." Airmatanya menetes lagi. Awan mendung menggelayuti langit, seolah-olah ikut merasakan yang dirinya rasakan.
Berat langkah kakinya meninggalkan peristirahatan terakhir kedua orangtuanya. Ayahnya yang meninggal karena serangan jantung saat menerima kabar dia dituduh menggelapkan uang perusahaan tempatnya bekerja. Kemudian semua harta bendanya di jadikan barang sitaan oleh bank. Ibunya yang sedang sakit saat mengetahui ayahnya di tangkap. Kemudian jatuh sakit, seluruh biaya rumah sakit berasal dari paman dan tantenya yang menanggung.
Dan sekarang ia harus meninggalkan tanah airnya untuk ikut merantau ke negeri jauh.
Ayu duduk di kursi meja makan, tubuhnya terasa lelah dan penat. Kepalanya menunduk sesekali airmata masih menetes di wajah cantiknya.
Setitik pilu menggerogoti hatinya, seperti terremas dan hancur berkeping-keping. Sesak menghimpit sanubari, meronta inginkan pelepasan dari rasa sakit yang mendera hati dan pikiran. Dipandanginya wajahnya dari cermin di atas wastafel samping dapur. Wajah kuyu, pucat dengan hidung yang memerah. Wajah penuh putus asa itu kembali melihat ke arahnya.
Aku tidak bisa begini terus meratapi hidup. Hidupku harus berguna, tutup buku hitam kehidupan yang lama buka lembaran buku yang baru. Ayu kamu pasti bisa. Ayah, Ayu berjanji suatu hari nanti Ayu akan buktikan dan kembalikan nama baik Ayah. Ayu tahu pasti, ayah Ayu yang jujur bukan seorang koruptor.
Ayu bangkit dari duduknya dan membasuh wajahnya dengan air yang menyejukkan, serasa meresap di jiwa.
"Ayu, sudah selesai berkemas-kemas?" tanya Fitri yang bersandar di depan kulkas.
"Sudah Tante," jawab Ayu sembari memutar tubuhnya menghadap tantenya, bersandar di tepi wastafel dengan kedua tangan bertumpu di sisi kiri dan kanannya.
Ayu sudah meneguhkan hati untuk ikut merantau ke negeri jauh. Ayu bisa melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda serta bisa ikut bekerja bersama dengan sang Tante.
"Ya sudah sebaiknya kamu istirahat dulu sekarang. Besok pagi kita akan berangkat, perjalanan masih panjang jarak Jakarta - Houston itu sekitar dua puluh jam lebih sayang. Belum lagi perjalanan menggunakan helikopter nanti," ujar Fitri.
Mata Ayu membuat mulutnya menganga, tidak pernah dirinya bayangkan jika akan menaiki pesawat dan helikopter. "Wah naik helikopter Tante?" tanyanya dengan antusias.
"Iya, nanti sesampainya di West Houston Airport kita naik helicopter ke peternakan." Fitri tersenyum geli menjelaskan.
"Peternakan?" Ayu semakin bingung dan takjub.
"Iya Nak, kita nanti akan tinggal di rumah Tuan rumah yang ada di bagian peternakan." Fitri dengan sabar menjelaskan.
"Wow ... juragan Tante banyak punya rumah ya, kok banyak bagian?"
"Hi hi hi ada dua rumah utama Nak, di peternakan dan di perkebunan nanti kamu akan mengerti." Fitri mengusap lengan Ayu dengan sayang.
"Sebaiknya kita segera istirahat" ucap Budi menghela kedua wanita itu untuk masuk ke kamar masing-masing.
Saat ini ayu beserta dengan tante dan pamannya menunggu keberangkatan mereka di bandara, saat terdapat panggilan dari Dion.
"Halo, Bang Dion."
"Hallo sayangnya Abang, jadi ikut Papa, Mama 'kan?"
"Iya Bang, Abang Dion jemput Ayu 'kan?"
"Tentu saja sayangnya Abang. Ayu senang ,Abang yang jemput?"
"Asik! Tentu saja Ayu senang." Budi dan Fitri menatap wajah gadis yang tadinya sayu dengan perlahan menjadi ceria setelah mendapatkan panggilan dari anak lelaki mereka. Dion dan Ayu memang jarang bertemu tetapi kedekatan mereka berdua sebagai saudara tidak diragukan.
Mobil yang ditumpangi ayu dan kedua paman dan bibi serta Dion sepupunya mulai memasuki gerbangGlory Ranchdi kota kecil bernama Holy Spring yang berjarak tiga jam perjalanan dari San Antonio salah satu kota besar di bagian negara Texas, Amerika Serikat.Bangunan seperti perkantoran berdiri di sisi kiri dan kanan jalan. Kemudian terhampar padang ilalang, bukit indah di kejauhan, aliran sungai kecil horizontal yang seolah-olah membelah tanah padang menjadi dua. Sebelah kiri terdapat pertanian, ladang-ladang dengan beraneka macam tanaman membentang luas seolah tak t
Di antara para Koboi itu ada satu mata setajam elang menatapnya balik, dengan semakin dalam membenamkan wajahnya dalam topi koboynya."Menarik," gumamnya salah satu ujung bibir tipisnya tersungging.
"Ayu, itu namamu bukan?" tanya Kian tegas seraya menatap datar ke arah Ayu.Ayu, merespon dengan cepat menganggukkan kepalanya."Antar kudapan dan kopi hitam ke ruang kerjaku se ka rang," tita
Akhirnya Dion berhenti di bawah pohon besar samping kolam bebek. Dion menunduk saat melihat ada puntung cerutu mahal. Dahinya mengernyit pasalnya para pekerja tidak ada yang menghisap cerutu Kuba mahal ini. Dion mengambil sapu tangan dari kantong celananya dan memungut puntung cerutu tersebut kemudian membawanya ke rumah utama untuk menemui Fransesco sang tuan rumah.
Brenda Scooty, bergegas kembali ke apartemennya dan menggenakan bajunya yang menggoda, gaun terbaru yang ia beli di New York seminggu yang lalu. Ia memutuskan acara kencannya bersama dengan Jhon dan memilih untuk menemani Kian di apatemennya. Jhon tidak bisa melarang Brenda jika wanita itu sudah berkedendak. Ia hanya bisa mengingatkan wanita itu akan batas yang selalu ditekankan oleh Kian. Cinta memang bisa membuat siapapun buta akan kenyataan, bucin parah ini mah!
Keesokan harinya, tidur lelap Kian terganggu karena dering suara ponsel yang masih tertinggal di ruang tamu apartemen.Kian bangkit dan melerai pelukan Brenda di tubuhnya. Ia segera bangkit dan berjalan keluar meraih ponsel di saku jaketnya. Kian memeriksa identitas siapa gerangan yang meneleponnya sepagi ini.
Ayu di antarkan oleh Dony Gonzales dengan mengendarai sepeda motor saat berpapasan dengan mobil yang di kendarai oleh Kian.Kian menatap Ayu tajam dan tampak dingin. Dony dengan santun membunyikan klaksonnya sebagai sapaan, "Pagi Tuan muda."
Ayu seketika berusaha melepaskan diri dari rengkuhan tubuh Kian. Kian melepaskannya kemudian menegakkan tubuhnya, meraih siku tangan kiri Ayu membimbingnya ke luar pantry."Jika bersama denganmu lebih lama lagi, aku bisa memakanmu di sini," kata Kian bertepatan dengan seseorang pegawai yang akan masuk ke pantry, untungnya perkataan pemuda itu hanya bisa di dengarkan oleh Ayu.
Seorang pria gagah berdiri bersisian dengan seorang wanita anggun, menatap gedung perkantoran milik Edgar Berto sang putra. Ia kemudian bergandengan tangan dengan sang wanita masuk ke dalam gedung tersebut dan segera menaiki lift ke lantai tempat ruang kerja Edgar berada.Dave asisten Edgar sedang berada bersamanya di dalam ruangan. Mereka sedang membahas kasus yang menimpa orangtua Ayu.
"Jadi Aslye kapan kamu akan meresmikan hubunganmu dengan sang pujaan hati?" tanya Fransesco dengan mimik jahil kepada putri semata wayangnya.Saat ini keluarga Prawira dan Dario sedang makan siang bersama di taman belakang rumah utama.Aslye berdecak dengan sekilas pandang melirik kearah Dion yang tetap fokus dengan piring makanannya. Hari ini mereka makan siang dengan menu ayam cabe hijau, tumis bayam, balado telur dan kentang.
Evan mondar mandir di kamar apartemennya gelisah menunggu kabar dari Guteres. Ia tak menyangka jika nasib baik bersamanya. Ada Guteres yang bisa mengawasi Ayu di sana. Kebetulan bukan? Guteres adalah kenalannya saat berlibur ke Amerika Selatan beberapa tahun yang lalu dan pada akhirnya mereka menjalin persahabatan. Lalu Evan enceritakan masalahnya dan ternyata Guteres berada di tempat yang sama dan mengenal Ayu. Evan tidak perlu jauh-jauh pergi ke benua seberang untuk memata-matai Ayu. Ia terpaksa memutuskan Ayu dulu karena desakan orangtuanya. Sungguh bajin*** ia dengan sengaja memeluk perempuan lain di depan Ayu.
"Apa yang kau pikirkan Sayang?" tanya Kian sembari berjongkok di depan Ayu. Kedua tangannya terulur merengkuh pinggang Ayu.Ayu menghela nafas dan menatap Kian.
Guteres mendengar derap langkah kuda dan deru kendaraan roda empat ia segera memacu kendaraannya menuju perbatasan.Sudah tak dihiraukannya keberadaan Ayu, yang terpenting baginya sekarang para Sherif tak bisa menangkapnya. Penyamarannya bisa berantakan, dengan geram dia memukul-mukul setir dengan kedua kepalan tangannya. Bagaimana bisa urusannya dengan keluarga Dario bisa bersamaan dengan kepentingan Evan.
Jaylen kembali ke motel tempat tinggalnya, sekali lagi dirinya menolak untuk tinggal di rumah sepupunya Mario. Jaylen kecewa dengan kenyataan bahwa Mario ternyata ikut ambil bagian dalam mengkhianati Kian, sahabatnya sendiri. Memang cinta kadang bisa membutakan. Terlebih jika sampai mengindahkan larangan hati nurani dan menceburkan diri dalam api asmara terlarang. Jaylen sejujurnya tidak ingin berkata kasar terhadap Mario tetapi perbuatan pria itu sungguh membuatnya kecewa.
Setelah keluarganya kembali ke rumah sebelah, Ayu membersihkan diri. Saat ia keluar dari kamar mandi, ia terkejut mendapati Kian sudah bertelanjang bulat sedang mengurut naik turun bukti gairahnya dengan kaki lurus sedikit mengangkang dengan setengah tubuh bagian atasnya bersandar di kepala ranjang."Apa yang kau lakukan?!" tanya Ayu dengan mulut ternganga.
Kian membimbing Ayu yang tampak kelelahan dan kembali berbaring ditemani oleh Budi dan Fitri. Kelegaan meliputi mereka setelah mendapatkan berita terkini dari Jonas. Mereka kemudian memutuskan untuk menunggu kedatangan Dion di dalam kamar.Dion membuka pintu kamar Ayu setelah berpelukan dengan Aslye dan menenangkan gadis cantik itu. Ia melangkah ke dalam kamar dan ikut memeluk keluarga kecilnya. Adik kecilnya sudah kembali, hatinya y
Stefany terpaku menatap pintu depan dan mendapati sang putri semata wayangnya berlinang air mata.“Ada Apa?” tanya Stefany seraya mengerutkan dahinya khawatir.Aslye menggigit bibir bawahnya, meragu mengungkapkan kekhawatirannya. Ia masih ingin menyimpan rahasia ini sampai acara pernikahan sang kakak sulung selesai diadakan.