Share

Bab 62

Penulis: luminouswater
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-03 21:25:55

Karina pulang lebih cepat dari kantor untuk datang ke acara syukuran ulang tahun Chacha. Sebelum pulang ia menyempatkan dirinya ke toko anak-anak terlebih dahulu, mencari hadiah untuk anak kecil favoritnya itu. Dan pilihannya jatuh pada boneka barbie bergaun merah muda.

Sempat terpikir oleh Karina untuk menelepon Sasha dan bertanya apa dia ingin membelikan soesuatu untuk Chacha karena sejak kali pertama bertemu Sasha sudah sangat memuja Chacha. Namun saat ia sudah hendak menekan kontat Sasha, ia teringat pada kenyataan jika Chacha adalah anak Radit! Cepat-cepat ia mengurungkan niatnya.

Hari ini Bandung cerah sekali. Bahkan pada pukul empat sore matahari masih bersinar sangat terik seperti pukul satu siang. Berbeda sekali dengan kemarin saat hujan turun sepanjang hari dan baru reda kenjelang pagi tadi. Seolah semesta berkonspirasi membuat pertemuan Sasha dan Radit —atau Saga—menjadi lebih dramatis sekaligus tragis. Bersama hujan yang jatuh, harapan Sasha pun luruh.

Hiya! Seharusnya ia
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Sunday Sunflower   Bab 63

    Bab 63Kak Elma membawanya ke sebuah kedai kopi tak jauh dari komplek perumahannya. Memang tak jauh, tapi tetap saja. Fanala agak merasa pakaiannya ini agak kurang layak untuk duduk mengobrol di sini. Di mana orang-orang berpakaian rapi untuk bertemu dengan klien, teman lama, atau kekasih mereka. Sedangkan di sini Fanala nampak sangat lusuh dengan kaos gobrong dan celana pendek usangnya, juga sanda jepitnya yang sudah menipis. Apalagi wajahnya yang kusam setelah pingsan dan muntah-muntah di pasar malam dan belum mandi sejak kemarin sore. Belum lagi rambut lepeknya ini hanya dicepol asal, alhasil anak rambutnya yang berminyak keluar-keluar dari ikatan. Sungguh tampilan yang mengenaskan untuk kedai kopi se-fancy ini!"Mau ngobrolin apa, Kak?" tanya Fanala setelah menyesap sedikit cappuccino-nya. Setelah pasrah dengan penampilan kucelnya, Fanala hanya berharap asam lambungnya tak naik gara-gara minum kopi padahal belum makan sejak menyantap nasi goreng seafood semalam."Soal kamu sama Ar

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-04
  • The Sunday Sunflower   Bab 64

    "Kita mau makan di mana, sih?" tanya Fanala. Rasanya sudah lama sekali mereka berkendara tapi belum sampai juga. Lama yang dihitungnya tidak termasuk dengan waktu yang mereka habiskan saat terjebak macet, hanya waktu saat mobil bergerak saja. "Bogor? Atau Bandung? Atau jangan-jangan Jogja lagi!" seru Fanala histeris. Aneh sekali, tadi dia tak punya semangat hidup, tapi dua jam bersama sahabatnya membuatnya menjadi lebih berapi-api. Tapi setelah ia ingat-ingat lagi, sejak dulu dia memang begitu. Saat sedang sedih atau stres dan harus berhadapan dengan orang lain, ia cerderung pendiam dan bicara secukupnya, namun di hadapan Karel, ia cenderung makin berisik saat sedang stres atau sedih."La, lo lagi sedih, ya? Atau lagi depresi? Heboh banget," tanya Karel. Ia pun menyadari kehebohan Fanala merupakan sesuatu yang ganjil. Wajah saja sih, mereka berteman sudah lebih dari dua puluh tahun! Jika Arbii mengenali kepribadian dan kebiasaan Fanala dari mengamati, Karel mengenali kepribadian dan k

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • The Sunday Sunflower   Bab 65

    "Pakek, nih!" ucap Karel, melemparkan jas-nya ke pangkuan Fanala. "Biar gak kelihatan kucel amat. Rambut itu juga benerin, biar gak kelihat gembel amat."Fanala mendengus, namun tak urung menuruti ucapan Karel yang terkesan menghina itu. Ia membenahi cepolan rambutnya dengan bercermin pada spion tengah. Lalu ia mengenakan jas pinjaman Karel. Aroma jas Karel masih sama dengan aroma yang biasa ia hirup sejak laki-laki SMA."Lo gak pernah ganti parfum, ya?" tanya Fanala pada Karel yang dari tadi hanya memerhatikannya memperbaiki penampilan.Karel menggeleng. "Gue suka dan udah cocok sama bau. Bahkan kayaknya, bau parfum itu yang bercampur sama bau-bau lain di badan gue udah kayak indentitas gue.""Iya, sih, nyium bau yang nempel di jas ini aja gue udah langsung inget lo.""Iya, kan?" ujar Karel menegaskan."Ini parfum gue yang milihin, kan?"Karel hanya mengangguk santai. Nyaris semua barang yang ia pakai sejak remaja memang Fanala yang memilihkan. Mulai dari parfum, deodoran, pakaian, hi

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • The Sunday Sunflower   Bab 66

    "Radit?""Halo, Than," sapa Radit, membalas panggilan Gathan."Apa kabar lo?" tanya Gathan. Gaya bicaranya terdengar kaku. Bahkan suara Gathan yang sekarang tedengar lebih dal, berbeda dengan yang Radit ingat."Baik. Lo gimana?""Gue... lumayan."Lalu hening. Betapa canggungnya. Padahal dulu mereka bagai saudara. Begitu akrab. Dulu mereka tak akan ragu mengumpat satu sama lain, tak akan rikuh mencemooh satu sama lain, tak akan segan menendang bokong atau menoyor kepala satu sama lain, juga tak sungkan merangkul satu sama lain. Namun sekarang, bicara saja mereka kebingungan. Canggung luar biasa."Gue minta maaf, Dit," ujar Gathan setelah lama bungkam."Buat apa?" tanya Radit. Ia sebetulnya tahu untuk apa permintaan maaf Gathan itu. Namun ia sendiri tak merasa ada yang perlu dimaafkan, jadi ia tak tahu harus menanggapi permintaan maaf itu bagaimana. Kemarahannya pada Gathan dulu hanya kemarahan remaja yang tak tahu ke mana lagi ia harus menujukan amarahnya itu. Saat itu, ia hanya butuh

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • The Sunday Sunflower   Bab 67

    "Makasih, ya, Pak," ujar Fanala setelah Karel membayar makanan mereka."Sering-sering mampir ya, Mbak, Mas," ucap Pak Moes."Doain aja besok masih sanggup bangun, Pak," canda Karel.Pak Moes menepuk pundak Karel hangat. "Semangat, Mas Karel!" Kemudian beliau berganti memandang Fanala. "Mbak Nala juga, semangat!"Fanala tersenyum. "Bapak juga, semangat jualannya. Sama jaga kesehatan, ya, Pak. Nanti biar aku bisa makan nasi goreng Bapak lagi sambil nostalgia jaman kuliah."Setelah berpamitan dengan Pak Moes, Fanala mengekori Karel masuk ke mobil. Saat ia tengah memakai sambuk pengaman, Karel bertanya, "Lo udah bilang orang rumah pulang malem?""Gue gak bawa handphone.""Ck!" Karel berdecak. "Lo bawanya apaan, sih, La?" Ia mengambil ponsel dan mengeceknya."Badan doang. Uang aja gue gak bawa.""Ini Sasha ngapain juga nelepon berkali-laki," omel Karel. Kemudian dia menempelkan ponselnya ke telinga, dan dua detik kemudian berkata, "Kenapa, Sha?""Kok baru diangkat, sih, Kak?" ujar Sasha."

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-07
  • The Sunday Sunflower   Bab 68

    Gathan meletakkan ponselnya ke atas nakas setelah sambungannya dengan Radit terputus. Lantas ia menggerakkan kursi rondanya mendekati jendela kamar yang terbuka; menampilkan hamparan bunga matahari yang ditimpa cahaya bulan purnama, ditemani bintang-bintang yang berkedip pelan.Angin berhembus kencang, menerpa wajah Gathan, menyapu rambutnya yang mulai memanjang menutupi kening, menyentuh alisnya. Gathan menghela napas panjang, lalu mendesah sama panjangnya. Malam ini damai sekali. Sudah cukup lama ia tak merasa sedamai ini. Barangkali karena berbicara dengan sahabatnya setelah sekian lama membuat benaknya bisa sedikit beristirahat dari pikiran tentang Fanala dan konflik dalam pikirannya.Kadang kala Gathan menyesal menolak kedatangan Fanala, lain ia sadar diri bila kondisinya terlalu menyedihkan untuk bertemu Fanala. Lalu ia akan berakhir berandai atau mengenang, hingga realita kembali menghantamnya.Akhir-akhir ini Gathan mulai tak tahan lagi untuk terus bertahan. Ia ingin menyerah.

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-07
  • The Sunday Sunflower   Bab 69

    Karel agak terkejut saat Sasha membukakan pintu bahkan sebelum kakinya menyentuh teras rumah. Ia lebih terkejut lagi mendapati semua anggota keluarganya yang tinggal di rumah ini masih tergaja dan duduk-duduk di ruang tamu. Ini rumah mereka baru saja kedatangan tamu atau mereka sedang menunggunya pulang? Ia akan sangat terharu bilang mereka memang sedang menunggunya pulang. Apalagi dengan Vira yang sudah beberapa hari ini bersikap dingin pasanya."Nungguin aku pulang?" tanya Karel setelah melewati ambang pintu yang telah dikatup Sasha kembali."Gak usah pede banget," cela Sasha dari balik punggung Karel."Terung ngapain belum pada tidur dan malah ngumpul-ngumpul di sini?" tanya Karel heran. Mana mungkin tidak? Setiap kali ia sungguhan lembur dan pulang malam, rumah pasti sudah gelap dan semua orang telah terlelap—ya, kecuali Vira. Namun Vira pun akan menunggunya di kamar, bukan di ruang tamu macam sekarang."Tante Rieke masuk rumah sakit," sahut Bunda. Wajahnya berkerut cemas. Hal itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-08
  • The Sunday Sunflower   Bab 70

    Fanala turun dari ranjang pada pukul lima pagi. Jangan ditanya ia tidur atau tidak. Jawaban itu langsung nampak pasa kantong matanya yang menghitam. Meski lelah luar biasa dan tak dapat tertidur sama sekali semalam, Fanala berusaha berjalan senormal mungkin menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.Lama Fanala berada di kamar mandi sebab sejak kemarin ia sama sekali belum membersihkan diri. Ia bahkan menyempatkan diri untuk memakai lulur badar dan masker rambut juga scrubing wajah. Ia burusaha terlihat seperti Fanala yang biasa. Fanala yang rapi, bersih, dan terawat baik. Kacaunya pikirannya tak perlu lah tampak lagi dari penampilan luarnya. Cukup kemarin saja. Hari ini ia harus sudah tampak seperti biasanya.Selepas keluar dari kamar mandi, Fanala langsung mengaplikasikan rangkaian produk perawatan kulit pada wajahnya sebelum wajahnya benar-benar kering. Kemudian ia mengeringkan rambutnya lalu menatanya menjadi sesikit bergelombang. Setelah rambutnya rapi dan wajahnya terpoles make

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10

Bab terbaru

  • The Sunday Sunflower   Epilog

    "Mau lo hitungin berapa kali juga, jumlah bunga matahari itu gak akan bertambah, Fan," ujar Gathan yang baru datang, melihat Fanala di tengah hari bolong ini berjongkok di hadapan pot-pot bunga mataharinya. Ia kemudian duduk di bangku di bawah rimbun pepohonan, bersandar santai.Fanala menoleh, membuat rambutnya yang sebahu itu bergoyang pelan. Matanya mendelik pada Gathan. "Tahu gue, tuh! Gue cuma memastikan gue gak salah hitung. Lagian lo ngapain sih ke sini? Jomblo lo, hari Minggu gini gak ada kerjaan?""Sewot banget sih, Fan. Gue tahu hari ini panas, tapi jangan marah-marah mulu lah. Cepet tua nanti, gak cantik lagi.""Apaan sih lo!" Wajah Fanala merah padam karena gombalan najis Gathan itu. Sejak ia tahu jika laki-laki yang lebih cocok jadi adiknya itu memyukainya, Fanala jadi sering merasa malu dekat-dekat dengan. "Duduk sini, Fan," ujar Gathan, menepuk bangku kosong di sisinya. "Panas kan di situ."Fanala berdehem sebelum bangkit berdiri lalu duduk di sisi Gathan. Ia heran, in

  • The Sunday Sunflower   Bab 76

    Sasha meletakkan satu buket bunga matahari di atas makam yang ditutup marmer hitam. Ia berjongkok di sisi makam itu, membersihkan daun-daun kering yang jatuh di atas nisan."Sayang, ya, Than, lo baru pulang setelah gak gue gak bisa ngajak lo main lagi. Padahal banyak yang pengen gue lakuin bareng sama lo kalo pulang lebih awal."Sudah setahun lebih Gathan meninggal. Sasha amat terpukul saat itu. Ia bahkan sempat pingsan dua kali ketika jasad Gathan tiba di Jakarta. Setelah delapan tahun pergi, Gathan pulang tinggal nama. Pedih sekali rasanya."Than, di sana gak ada Kak Nala, kan?" tanya Sasha, menepis air matanya yang jatuh tanpa diminta. "Kita di sini masih terus nyari Kak Nala walaupun polisi udah nyerah. Kak Nala terakhir terlihat di cctv terminal yang gak jauh dari pantai. Dan gak ada petunjuk lagi setelah itu. Kadang-kadang, saat gue kehilangan harapan, gue sering bertanya-tanya apa Kak Nala ada di laut? Apa dia terjebak di dasar lautan? Kesepian."Sebetulnya menyimpulkan bila K

  • The Sunday Sunflower   Bab 75

    "Udah bisa dihubungi Kak Nalanya, Dek?" tanya Bunda, muncul di pintu belakang. Sejak pagi beliau memintanya menghubungi Kak Nala karena beliau juga tak bisa menghubunginya."Belum, Bun. Masih gak aktif," sahut Sasha yang sedang duduk di beranda belakang, menonton Ayah membersihkan kandang burung-burung peliharaanya.Bunda mengernyit khawatir. "Kak Nala gak kenapa-kenapa kan ya? Bunda jadi khawatir.""Bunda udah selesai masaknya?" tanya Ayah."Iya," sahut Bunda."Beresin aja makanan yang mau dikasi ke Nala. Nanti Ayah sama Sasha yang anterin ke sana," ucap Ayah. Membuat Bunda berbalik masuk ke dalam, membereskan makanan yang ia buat untuk Kak Nala. Makanan itu jugalah yang jadi alasan Bunda mencoba menghubungi Kak Nala sejak pagi."Dua minggu yang lalu, Kak Nala ke sini mau ngapain, Dek?" tanya Ayah. Beliau menggantung kembali kandang-kandang burung yang sudah bersih."Mau ngomong sama Vira. Tapi Adek gak nanya ke Kak Nala sama Vira mereka ngomongin apa. Nanti dikira kepo lagi. Tapi ka

  • The Sunday Sunflower   Bab 74

    Sasha membawa Radit menjauh dari rumahnya. Ia tak ingin laki-laki itu bertemu dengan anggota keluarganya. Ini saja ia harus menjelaskan pada Kak Nala tentang Radit dan memintanya tak memberi tahu pada Kak Karel."Mau ngapain sih lo?" tanya Sasha setelah bukam sepanjang perjalanan menuju taman komplek yang sepi ini. Ia duduk di salah satu bangku mendahului Radit.Radit mengikuti Sasha, duduk di sisi gadis itu. Tanpa menyadari kedekatan yang ia ciptakan membuat jantung Sasha berdebar tak santai. "Elo sih gue telepon gak diangkat, gue chat gak dibaca.""Lo yang ngapain nelepon dan nge-chat gue?!" ucapa Sasha galak, mencoba bersuara lebih keras dari degup jantungnya. "Lo kan takut banget tuh ketahuan sama istri lo," cibirnya."Gue takut karena gue sayang sama Kala, Sha. Kalania, nama istri gue.""Gue gak pengen tahu nama istri lo," balas Sasha ketus.Hening. Radit tampaknya tak siap akan sikap Sasha yang begitu tak acuh padanya. Gadis dengan pandangan terluka yang ia lihat malam itu tamp

  • The Sunday Sunflower   Bab 73

    Setelah hari itu, Arbii beberapa kali berusaha menghubunginya, namun Fanala tak pernah mengangkatnya. Laki-laki itu bahkan datang ke rumah dan kantornya, menunggunya hingga larut, tapi Fanala tetap kukuh tak mau menjumpainya. Meski merasa kasihan, Fanala cukup keras hatinya mengingat ini untuk kebaikan Arbii itu sendiri.Selama dua minggu belakangan ini, Fanala sangat menyadari jika satu persatu hubungannya putus atau merenggang parah. Pertama, dengan kedua orang tuanya, yang tak pernah lagi menghubunginya atau dihubungi olehnya sejak Papa mengabari mereka telah tiba di Surabaya. Lalu, hubungan pekerjaannya yang di ujung tanduk, hanya tinggal dua minggu tersisa sebelum hubungan itu benar-benar putus. Kemudian, hubungannya dengan Arbii dan keluarganya yang kini tinggal kenangan. Dan kini hubungannya dengan Karel lah yang harus diputuskan.Fanala menghela napas, sebelum menghubungi Karel untuk memberi tahu laki-laki itu jika ia tengah berada di lobi kantornya. Karel yang ia minta turun

  • The Sunday Sunflower   Bab 72

    "Fan, aku agak telat gak apa-apa, ya? Kamu belum berangkat, kan?""Iya, gak apa-apa, Ar. Santai aja.""Oke. Tinggal satu janji lagi kok, abis itu aku langsung berangkat.""Iya, Ar."Fanala memutuskan sambungan dan meletakkan ponselnya di sisi ice americano-nya yang sudah tak lagi telalu dingin. Ya, ia berbohong pada Arbii tentang keberangkatannya. Ia sudah tiba di tempat janjian mereka sekitar setengah jam yang lalu. Ia hanya tak mau Arbii merasa tak enak karena membiarkannya menunggu. Cafe tempat Fanala kini berada kian ramai oleh pengunjung yang berpakaian rapi. Ia menduga mereka seperti dirinya—pegawai kantoran yang baru pulang kerja. Namun meski cafe itu mulai ramai, Fanala masih dapat mendengar jelas lagu yang tengar diputar: If Tomorrow Never Comes. Lagu favorit Gathan. Lagu pertama yang ia tahu dari laki-laki itu.Ini sudah kali kedua Fanala mengunjungi cafe ini, dan dua kali juga ia mendengar lagu ini diputar di sini. Entah ini kebetulan, pemiliknya memang suka lagu ini, atau

  • The Sunday Sunflower   Bab 71

    Sebagimana biasanya saat seseorang akan mengundurkan diri, akan ada waktu tunggu selama sebulan sebelum benar-benar off work. Waktu satu bulan itu akan digunakan perusahaan untuk mencari kandidat penggantinya dan Fanala harus mendelegasikan tugas-tugasnya pada penggantinya nanti.Saat sarapan tadi, Bang Dwiki sama sekali tak mencoba membujuknya, beliau hanya bertanya apa alasannya ingin mengundurkan diri. Dan saat Fanala menjelaskan alasannya, Bang Dwiki langsung menyetujui keputusannya dan menerima pengunduran dirinya. Namun Bang Dwiki berkata jika suatu saat nanti Fanala ingin kembali, ia akaj dengan senang hati menerimanya kembali bekerja untuk perusahaannya.Jadi kini Fanala mengendarai mobilnya pulang dengan perasaan sedikit lebih ringan, ada beban yang telah terangkat. Ia sudah menyelesaikan masalah dengan kantor. Sekarang ia akan menyelesaikan masalah dengan orang tuanya. Selanjutnya dengan Arbii dan keluarga laki-laki itu, dan terakhir masalah Karel dan Vira. Setelah itu ia be

  • The Sunday Sunflower   Bab 70

    Fanala turun dari ranjang pada pukul lima pagi. Jangan ditanya ia tidur atau tidak. Jawaban itu langsung nampak pasa kantong matanya yang menghitam. Meski lelah luar biasa dan tak dapat tertidur sama sekali semalam, Fanala berusaha berjalan senormal mungkin menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.Lama Fanala berada di kamar mandi sebab sejak kemarin ia sama sekali belum membersihkan diri. Ia bahkan menyempatkan diri untuk memakai lulur badar dan masker rambut juga scrubing wajah. Ia burusaha terlihat seperti Fanala yang biasa. Fanala yang rapi, bersih, dan terawat baik. Kacaunya pikirannya tak perlu lah tampak lagi dari penampilan luarnya. Cukup kemarin saja. Hari ini ia harus sudah tampak seperti biasanya.Selepas keluar dari kamar mandi, Fanala langsung mengaplikasikan rangkaian produk perawatan kulit pada wajahnya sebelum wajahnya benar-benar kering. Kemudian ia mengeringkan rambutnya lalu menatanya menjadi sesikit bergelombang. Setelah rambutnya rapi dan wajahnya terpoles make

  • The Sunday Sunflower   Bab 69

    Karel agak terkejut saat Sasha membukakan pintu bahkan sebelum kakinya menyentuh teras rumah. Ia lebih terkejut lagi mendapati semua anggota keluarganya yang tinggal di rumah ini masih tergaja dan duduk-duduk di ruang tamu. Ini rumah mereka baru saja kedatangan tamu atau mereka sedang menunggunya pulang? Ia akan sangat terharu bilang mereka memang sedang menunggunya pulang. Apalagi dengan Vira yang sudah beberapa hari ini bersikap dingin pasanya."Nungguin aku pulang?" tanya Karel setelah melewati ambang pintu yang telah dikatup Sasha kembali."Gak usah pede banget," cela Sasha dari balik punggung Karel."Terung ngapain belum pada tidur dan malah ngumpul-ngumpul di sini?" tanya Karel heran. Mana mungkin tidak? Setiap kali ia sungguhan lembur dan pulang malam, rumah pasti sudah gelap dan semua orang telah terlelap—ya, kecuali Vira. Namun Vira pun akan menunggunya di kamar, bukan di ruang tamu macam sekarang."Tante Rieke masuk rumah sakit," sahut Bunda. Wajahnya berkerut cemas. Hal itu

DMCA.com Protection Status